Universitas Sumatera Utara
kadar  estrogen  yang  berlebihan  tanpa  adanya  progesteron  Simanjuntak, 2007.
4 Faktor  alergi,  teori  ini  dikemukakan  setelah  memperhatikan  adanya  asosiasi
antara  dismenore  dengan  urtikaria,  migraine  atau  asma  bronkhiale.  Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid Simanjuntak, 2007.
Penyebab  dari  dismenorea  sekunder  adalah  pemakaian  alat  kontrasepsi, adenomiosis,  uterine  myoma  fibroid,  polip  rahim,  adhesi,  kelainan  bawaan
sistem mullerian , striktur atau stenosis serviks, kista ovarium,  pelvic  congestion syndrome,  Allen-Masters  syndrome,  Mittelschmerz  nyeri  pertengahan  siklus
ovulasi dan sakit psikogenik
Norwitz  Schorge, 2006
.
2.1.4. Faktor Resiko Dismenore
Beberapa  faktor  resiko  yang  dapat  menyebabkan  dismenore  primer  berupa usia  yang  sangat  muda  ketika  menarche  12  tahun,  nulliparity,  perdarahan
menstruasi  yang  berlebihan  dan  lama  berhenti,  merokok,  konsumsi  alkohol, adanya riwayat dismenore pada keluarga, obesitas Edmons, 2007.
Adapun  faktor  resiko  yang  turut  berkontribusi  dalam  timbulnya  dismenore sekunder  adalah  leiomiomata  fibroid,  pelvic  inflammatory  disease,  abses
tubaovarian, endometriosis, adenomiosis Calis, 2013.
2.1.5. Patofisiologi Dismenore
Penelitian membuktikan bahwa dismenore primer disebabkan karena adanya P
rostaglandin  F2α  PGF2α,  yang  merupakan  stimulan  miometrium  poten  dan vasokonstriktor  pada  endometrium.  Kadar  prostaglandin  yang  meningkat  selalu
ditemui  pada  wanita  yang  mengalami  dismenore  dan  tentu  saja  berkaitan  erat dengan  derajat  nyeri  yang  ditimbulkan.  Peningkatan  kadar  ini  dapat  mencapai  3
kali dimulai dari fase proliferatif hingga fase luteal, dan bahkan makin bertambah ketika menstruasi.
Selama fase luteal dan menstruasi, PGF2 α disekresi. Pelepasan PGF2α yang
berlebihan  meningkatkan  amplitudo  dan  frekuensi  kontraksi  uterus  dan
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan  vasospasme  arteriol  uterus,  sehingga  mengakibatkan  iskemia  dan kram abdomen bawah yang bersifat siklik.
Adapun  hormon  yang  dihasilkan  pituitari  posterior  yaitu  vasopresin  yang terlibat  dalam  penurunan  aliran  menstrual  dan  terjadinya  dismenore.  Selain  itu,
diperkirakan  faktor  psikis  dan  pola  tidur  turut  berpengaruh  dengan  timbulnya dismenore  tetapi  mekanisme  terjadinya  dan  pengaruhnya  dengan  dismenore
belum jelas dan masih dipelajari Calis, 2013. Wanita dengan dismenore berat mempunyai kadar prostaglandin yang tinggi
selama  masa  siklus  haid,  konsentrasi  tinggi  ini  terjadi  selama  2  hari  dari  fase menstruasi Cunningham, 2008.
Peningkatan  kadar  prostaglandin  juga  ditemui  pada  dismenore  sekunder, tetapi  harus  ditemui  adanya  kelainan  patologis  pada  panggul  yang  jelas  untuk
menegakkan diagnosa dismenore sekunder Baradero, 2006 Faktor  yang  ditemukan  dalam  patogenesis  dismenore  sekunder  adalah
endometriosis,  pelvic  inflammatory  disease,  kista  dan  tumor  ovarium, adenomiosis,  fibroid,  polip  uteri,  adanya  kelainan  kongenital,  pemasangan
intrauterine  device,  transverse  vaginal  septum,  pelvic  congestion  syndrome  dan allen-masters syndrome Calis, 2013.
2.1.6. Klasifikasi Dismenore a.