Hasil Wawancara Studi Kasus Kerusuhan Antara Suporter PSIM Jogja dengan Aparat

commit to user mempunyai jiwa agresi. Sigmund Freud menambahkan manusia adalah makhluk rendah yang mempunyai rasa kebencian, kekerasan dan agresi” Andika Hadinata, Neo-Tribalisme Sepakbola Indonesia , www.pandangekspres.co.id [19 Agustus 2010 pukul 20.22 WIB]. Apabila agresi itu dilakukan secara kolektif maka akan terjadi tindakan kekerasan yang luar biasa. Fenomena inilah yang sedang terjadi dalam sepakbola dimana agresi diutamakan dalam menyelesaikan setiap ketidakpuasan atas sesuatu.

c. Hasil Wawancara

Penyebab yang melatarbelakangi terjadinya aksi kekerasan suporter disebabkan faktor yang berasal dari dalam suporter itu sendiri. Menurut Kompol Budi Prayitno, rasa solidaritas yang sangat tinggi dari suporter merupakan faktor utama terjadinya aksi kekerasan dalam dunia sepakbola. Rasa solidaritas tinggi inilah yang kemudian menjadikan perilaku fanatik wawancara Kompol Budi Prayitno, tanggal 12 November 2010. Yang dimaksud dari rasa solidaritas yang tinggi adalah rasa solidaritas dari suporter kepada tim kesebelasan yang didukungnya. Dalam hal ini yaitu antara Brajamusti kepada PSIM Jogja. Rasa solidaritas tersebut telah telah menjiwai pada setiap diriindividu kelompok suporter, sehingga menimbulkan perilaku fanatisme. Wujud dari rasa solidaritas yang tinggi tersebut dapat mengakibatkan dua dampak, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari rasa solidaritas tinggi yang dimiliki suporter sepakbola adalah dapat memberikan dukungan yang penuh kepada timnya, seperti memberikan semangat saat bertanding di stadion. Dan dampak negatifnya adalah jika dukungan yang diberikan tersebut dilakukan dengan cara-cara yang tidak sesuai dan patut hingga menimbulkan tindakan-tindakan kekerasan yang berujung pada kerusuhan. Apabila hal ini sudah terjadi maka yang akan mendapat imbas atau akibat buruknya adalah tim yang didukung tersebut wawancara Dessy Arfianto, S.T., selaku Sekjen PSIM, 9 Desember 2010. commit to user Selain itu “faktor usia para suporter yang masih sangat muda yang kebanyakan adalah para remaja mudah terkena hasutan dan provokasi. Hal ini dikarenakan usia mereka yang masih sangat muda memiliki jiwa yang meledak-ledak serta emosional dalam menghadapi sesuatu” wawancara dengan Dwi Irianto, Sekretaris Pengurus Provinsi DIY PSSI, 11 Desember 2010. Bentuk provokasi tersebut dapat berupa tindakan protes keras secara berlebihan kepada perangkat pertandingan yang dilakukan oleh pemain dan ofisial. Sehingga tindakan pemain dan ofisial ini juga akan memancing para suporter yang juga sedang dalam kondisi emosional untuk melakukan tindakan-tindakan negatif seperti perbuatan kekerasan yang berakibat kerusuhan masal. “Tindakan kekerasan tersebut mereka lakukan sebagai pelampiasan dari kehidupan sehari-hari yang sulit. Karena hampir 50 dari suporter di Indonesia berasal dari golongan menengah ke bawah yang kemudian mereka melampiaskan kesulitan hidupnya melalui pertandingan sepakbola” wawancara dengan Dwi Irianto, Sekretaris Pengurus Provinsi PSSI DIY, 11 Desember 2010. Tidak hanya itu, “fasilitas olahraga yang masih minim juga mempengaruhi tindak kekerasan yang dilakukan suporter sepakbola. Minimnya fasilitas stadion terutama untuk menjamin keamanan dan kenyamanan bagi para penontonsuporter memudahkannya terjadi gesekan antar suporter yang saling bersebrangan kubu” tambah Dwi Irianto wawancara dengan Dwi Irianto, Sekretaris Pengurus Provinsi PSSI DIY, 11 Desember 2010.

2. Peran yang Sudah Dilakukan oleh Aparat Kepolisian dan PSSI dalam