Definisi Usaha Kecil. Pengertian Sektor Informal.

9 BAB II LANDASAN TEORI

A. Definisi Usaha Kecil.

Undang-undang nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. Adapun usaha kecil tersebut meliputi usaha kecil formal, usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional. Usaha kecil formal adalah usaha yang telah terdaftar, tercatat dan telah berbadan hukum, sementara usaha kecil informal adalah usaha yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, antara lain industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling, pedagang kaki lima dan pemulung. Sedangkan usaha kecil tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun dan berkaitan dengan seni dan budaya. Dalam UU nomor 9 tahun 1995 juga ditetapkan beberapa kriteria usaha kecil, antara lain : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 satu milyar rupiah. 3. Memiliki warga negara Indonesia. 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. 5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa usaha pedagang kaki lima adalah bagian dari kelompok usaha kecil yang bergerak di sektor informal atau dikenal dengan istilah PKL.

B. Pengertian Sektor Informal.

Sektor informal diperkenalkan pertama kali oleh organisasi buruh internasional ILO pada tahun 1973, dalam laporan resmi mengenai misi tenaga kerja di kenya. Sektor ini disebut sektor informal sebab pada kenyataannya berbeda dari karakteristik sektor formal. Menurut Kuncoro dalam Priyandika, 2015 ada beberapa pendapat yang mencoba untuk mendefinisikan tentang sektor informal. Berikut ini beberapa pengertian tentang sektor informal. 1. Sektor Informal, merupakan unit-unit usaha yang tidak atau sedikit sekali menerima proteksi secara resmi dari pemerintah. 2. Sektor informal terdiri dari unit usaha berskala kecil modal kecil, tenaga rumah tangga, dan teknologi sederhana yang memproduksi serta mendistribusi barang dan jasa dengan tujuan pokok untuk menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing dan dalam usahanya itu sangat dibatasi oleh kapita, baik fisik, maupun manusia dan keterampilan. Dari berbagai pendapat tentang sektor informal, maka dapat disimpulkan bahwa sektor informal adalah suatu unit kegiatan usaha berskala kecil dengan menggunakan teknologi sederhana dengan dibantu oleh anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap yang mempunyai pendidikan yang rendah. Mereka bekerja dengan jam kerja yang tidak teratur, dengan pendapatan tidak tetap dan rata-rata dari mereka adalah para imigran atau urbanisator. Menurut Samosir 2015 ciri ‐ciri sektor informal di Indonesia yaitu: 1. Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik, karena unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia secara formal. 2. Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha. 3. Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik, dalam arti lokasi maupun jam kerja. 4. Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini. 5. Unit usaha berganti-ganti darisubsektor ke subsektor lain. 6. Teknologi yang digunakan masih tradisional. 7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga kecil. 8. Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal, sebagian besar hanya diperoleh dari pengalaman sambil bekerja. 9. Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one man enterprise, dan kalau memiliki pekerja, biasanya berasal dari keluarga sendiri. 10. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri, atau dari lembaga keuangan tidak resmi. 11. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan rendah atau menengah.

C. Definisi Pedagang Kaki Lima.

Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN PADA USAHA MIKRO (PEDAGANG KAKI LIMA DI ALUN - ALUN BESUKI KABUPATEN SITUBONDO

1 22 119

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN PADA USAHA MIKRO (PEDAGANG KAKI LIMA DI ALUN - ALUN BESUKI KABUPATEN SITUBONDO)

0 8 7

Analisis Faktor - Faktor Yang Memengaruh Peningkatan Pendapatan Pada Usaha Mikro (Pedagang Kaki Lima Di Alun - Alun Besuki Kabupaten Situbondo)

1 10 121

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima (Studi Di Seputar Alun-Alun Kabupaten Klaten).

0 2 14

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima (Studi Di Seputar Alun-Alun Kabupaten Klaten).

3 14 15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI ALUN -ALUN SATYA Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Pedagang Kaki Lima Di Alun-Alun Satya Negara Sukoharjo.

0 0 13

PENDAHULUAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Pedagang Kaki Lima Di Alun-Alun Satya Negara Sukoharjo.

0 0 5

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI ALUN -ALUN SATYA Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Pedagang Kaki Lima Di Alun-Alun Satya Negara Sukoharjo.

0 1 19

Analisis Kondisi Sosial Ekonomi, Kendala dan Peluang Usaha Pedagang Kaki Lima: Studi pada Pedagang Kaki Lima di Seputar Alun-Alun Kabupaten Klaten

4 31 16

DI KABUPATEN SUKOHARJO( Kasus Pada Paguyuban Pedagang Kaki Lima Alun-Alun Sukoharjo)

0 2 70