Analisis Pengaruh Modal Sosial Terhadap Peningkatan Nilai Tambah Produk UMKM Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kabupaten Langkat

(1)

ANALISIS PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP

PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK UMKM DAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

OLEH

T. HENNY FEBRIANA HARUMY

117018022/EP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

ANALISIS PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP

PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK UMKM DAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

T. HENNY FEBRIANA HARUMY

117018022/EP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK UMKM DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN LANGKAT Nama Mahasiswa : T. HENNY FEBRIANA HARUMY

Nomor Pokok : 117018022/EP

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(

Ketua

Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE. M.Ec) (Dr. Rujiman, MA Anggota

)

Ketua Program Studi

(

Direktur

Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE. M.Ec) (Prof. Dr. Erman Munir, MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 29 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec Anggota : 1. Dr. Rujiman, MA

2. Prof. Dr. lic.Rer.Reg. Sirojuzilam, SE 3. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia


(5)

ANALISIS PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK UMKM DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN LANGKAT

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “ANALISIS PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK UMKM DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN LANGKAT” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juli 2013

T. Henny Febriana Harumy 117018022/EP


(6)

ANALISIS PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK UMKM DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN LANGKAT

ABSTRAK

Tesis ini mengkaji mengenai Pengaruh Modal sosial terhadap Nilai tambah Produk UMKM dan Kesejahteraan Masyarakat dengan menggunakan pendekatan Model Persamaan Struktural (SEM) tang terdiri dari analisis Faktor (factor analysis), analisis jalur (Path analysis) dan Regresi (Regression). Penelitian ini dilihat dari kerangka konsepnya termasuk Full model structural karena terdapat variabel laten dan variabel intervening. Pengolahan data variabel menggunakan Program amos 18 yang merupakan analisis multivariate dengan banyak variabel. Data yang digunakan adalah data Primer dengan jumlah sampel sebanyak 130 UMKM dengan Lokasi penelitian di lakukan di 23 kecamatan di Kabupaten Langkat. Objek penelitian ini adalah Pelaku UMKM yang memproduksi produk yang bernilai tambah seperti Tahu dan Tempe, Nata de coco, Dodol dan lain-lain. Penelitian ini merupakan hubungan kausal (Causal Effect), dimana penelitian yang dilakukan terhadap fakta-fakta untuk membuktikan secara empiris pengaruh Modal sosial, terhadap Nilai Tambah Produk UMKM sekaligus sebagai intervening, kemudian pengaruh Nilai Tambah Produk sebagai varaibel endogen yang kedua serta membuktikan bahwasanya Modal sosial mempengaruhi Nilai Tambah Produk UMKM serta mempengaruhi Kesejahteraan Masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung di Kabupaten Langkat. Hasil Penelitian menunjukan bahwa modal sosial berpengaruh terhadap nilai tambah produk UMKM dengan nilai loading factor

adalah 61% (0.615 ) α 0.05 Nilai Tambah berpengaruh positif signifikan terhadap

kesejahteraan masyarakat dengan nilai 1.129 modal sosial berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat dengan nilai loading factor adalah 45 % (0.452) dan Modal Sosial berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat melalui nilai tambah produk UMKM dengan nilai (0.158) Pengaruh yang paling tinggi adalah nilai tambah terhadap kesejahteraan masyarakat.


(7)

"ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF SOCIAL CAPITAL ON THE IMPROVEMENT OF VALUE ADDED PRODUCTS AND WELFARE

SOCIETY SMES in Langkat". ABSTRACT

This thesis examines the influence of social capital for SMEs and value-added products using the approaches Welfare Structural Equation Model (SEM) pliers consist of factor analysis (factor analysis), path analysis (path analysis) and regression (Regression). This study extend the concept of the framework include Full structural models because there are latent variables and intervening variables. Variable data processing using a program that is 18 amos multivariate analysis with many variables.The data used is the Primary with a total sample of 130 SMEs with research location was done in 23 districts in Langkat. Object of this study is the perpetrator of SMEs that produce value added products such as Tofu and Tempe, Nata de coco, Dodoo and others - others. This study is a causal relationship (Causal Effect), where a study of the facts to demonstrate empirically the effect of social capital, the Value Added Products SMEs as well as intervening, then the influence of Value Added Products as varaibel both endogenous and prove that social capital Value Added Product affect SMEs and Welfare influence either directly or indirectly in Langkat.Research shows that social capital affects the value of SMEs with value-added product loading factor is

61% (0615) 0:05 α Value Added significant positive effect on the welfare of the community with the value of 1,129 social capital affects the welfare of the community with the value of loading factor is 45% (0452 ) and Social Capital affect the well-being of society through value-added products to the value of SMEs (0158) effect is the highest value on the welfare of society


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa Karena dengan kasih dan karunianya saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir (TESIS) Magister Ekonomi Pembangunan dengan Judul: Analisis Pengaruh Modal Sosial Terhadap Peningkatan Nilai Tambah Produk UMKM Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kabupaten Langkat.

Penyusunan Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih yang seikhlasnya kepada:

1. Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi perbaikan tesis ini, Bapak Prof.Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec

2. Bapak Dr. Rujiman. MA sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan saran-saran demi perbaikan tesis ini.

3. Bapak Prof.Dr.Lic.Rer reg.Sirojuzilam, SE , Prof Dr.Ir. Setiati Pandia dan Dr. Rahmanta, M.Si sebagai pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran-saran atas perbaikan tesis ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen serta staf administrasi Program Studi Magister ekonomi Pembangunan sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Teman-Teman Angkatan 21 Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Terakhir saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif guna penyempurnaan tesis ini. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan kiranya tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, Juli 2013 Penulis


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : T. Henny febriana harumy

Agama : Islam

Tempat/Tgl. Lahir : Banda Aceh, 19 Februari 1988 Jenis kelamin : Perempuan

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jl. Sumber Amal Komp Grand Gading Mas No 9d

No. Handphone : 081264945037

Pekerjaan : Dosen Fakultas Teknik Univ. Pembangunan Pancabudi Medan

Nama Orang Tua Laki-laki : Nama Orang TuaPerempuan :

Riwayat Pendidikan Formal :

1. SD Neg 060823 Medan, (Tahun 1993 s/d 1999)

2. SMP Harum Sentosa Perbaungan (Tahun 1999 s/d 2002) 3. SMK Taruna Pekanbaru (Tahun 2002 s/d 2005)

4. Sarjana Teknik Komputer Universitas Pembangunan Panca Budi Medan (Tahun 2006 s/d 2010)


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah……….. ... 1

1.2Perumusan Masalah ……… ... 10

1.3Tujuan Penelitian ……… ... 11

1.4Manfaat Penelitian………... ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. ... 13

2.1 Teori Tentang UMKM……… ... 13

2.1.1 Kriteria UMKM……… .... 15

2.1.2 Tujuan dan Peranan UMKM……… .... 15

2.1.3 Karakteristik UMKM……….. ... 17

2.1.4 Tantangan dan permasalahan UMKM ……… .... 18

2.2 Teori Tentang Modal ……… ... 25

2.2.1 Definisi Modal sosial ……… .. 27

2.2.2 Indikator Modal Sosial ……….. .. 29

2.2.3 Pengertian Aksesbilitas ……… ... 30

2.2.4 Pengertian Kepercayaan ……….. .... 32

2.2.5 Pengertian Norma dan Etika………. ... 33

2.3 Teori Tentang Nilai Tambah Produk……….. ... 33

2.3.1 Produksi ……….. .... 35

2.3.2 produksi dan pendapatan ….……… .... 41

2.3.3 Tenaga Kerja ……… ... 46

2.3.4 Jumlah tenaga kerja dan kesempatan kerja ……… ... 47

2.3.5 Teknologi………. ... 49

2.3.6 Lama usaha………... 52

2.3.7 Bahan baku……….. ... 53

2.4 Kesejahteraan masyarakat……….. ... 55

2.4.1 Tingkat pendidikan ………... 58


(11)

2.4.3 Kesehataan ……….. ... 70

2.5 Kerangka konseptual ……… ... 73

2.6 Hipotesis penelitian ……….……….. ... 73

2.7 Penelitian terdahulu……… ... 74

BAB III METODE PENELITIAN ... 80

3.1 Lokasi dan waktu penelitian ... 80

3.2 Jenis penelitian ... 80

3.3 Populasi dan sampel ... 81

3.4 Teknik Pengumpulan data……… ... 86

3.5 Jenis dan sumber data ... 86

3.6 Identifikasi dan defenisi operasional variabel penelitian ... 87

3.7 Uji validasi dan reliabilitas ... 89

3.8 Model analisis data ... 90

3.9 Pengujian instrument penelitian ... 93

3.10 Metode analisis data ... 95

3.11 Estimasi ……….. ... 97

3.12 Uji Statistik ... 98

3.13 Uji Hipotesis dan uji hubungan ... 101

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 102

4.1 Deskripsi kabupaten Langkat ... 102

4.1.1 Letak Geografis Wilayah kabupeten langkat ... 102

4.1.2 Kependudukan wilayah kabupaten langkat ... 103

4.1.3 Perekonomian Kabupaten langkat ... 104

4.2 Karakteristik Responden ... 105

4.2.1 karakteristik Responden berdasarkan jenis ... 106

4.2.2 Jenis produk yangbernilai tambah ... 107

4.2.3 karakteristik responden berdasarkan jenis ... 109

4.2.4 karakteristik responden berdasarkan terakhir ... 109

4.3 Uji validitas ... 110

4.3.1 Hasil Uji validitas instrument variabel modal sosial.... 112

4.3.2 Hasil Uji validitas instrument variabel Nilai tambah produk UMKM ... 115

4.3.3 Hasil Uji validitas instrument variabel kesejahteraan masyarakat ... 119

4.4 Uji Reliabilitas ... 123

4.4.1 Hasil uji reliabilitas instrument ... 124

4.4.2 Hasil uji reliabilitas instrument modal sosial ... 125

4.4.3 Hasil uji reliabilitas instrument Nilai tambah ... 125 4.4.4 Hasil uji reliabilitas instrument kesejahteraan


(12)

4.4.5 Analisis Statistik variabel modal sosial ... 127

4.4.6 Statistik variabel nilai tambah produk UMKM ... 131

4.4.7 Analisis Statistik variabel kesejahteraan masyarakat .... 134

4.5 Hasil Uji Asumsi Dalam SEM ... 138

4.5.1 Asumsi Ukuran sampel ... 138

4.5.2 Asumsi normalitas data ... 139

4.5.3 Asumsi mendeteksi outlier ... 140

4.5.4 Asumsi uji multikolinieritas ... 143

4.6 Analisis Structural Equation Modeling ... 144

4.6.1 Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Eksogen MS .. 121

4.6.2 Analisis factor konfirmatori endogen ... 146

4.6.3 Analisis factor konfirmatori Eksogen MS – endogen NT ... 151

4.6.4 Analisis Faktor Konfirmatori Kontruk eksogen NT – Endogen KM ... 127

4.6.4 Analisis factor konfirmatori endogen NT – KM ... 151

4.6.5 Analisis Factor Konfirmatori Eksogen MS-Endogen KM ... 154

4.6.6 Analisis factor konfirmatori MS –NT – KM ... 156

4.6.7 Hasil Uji Kecocokan Parsimoni ... 158

4.7 Hasil Analisis atas direct effect, indirect effect dan total effect ... 159

4.8 Pembahasan ... 161

4.8.1 Modifikasi Model ... 161

4.8.2 Hasil Regresion Weight ... 166

4.9 Hasil Pengujian Hipotesis………. ... 167

4.9.1 Uji Hipotesis ... 170

4.9.2 UJi Hipotesis 2 ... 174

4.9.3 UJi Hipotesis 3 ... 176

4.9.4 Uji Hipotesis 4………... ... 179

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 183

5.1 Kesimpulan ... 183

5.2 Saran – Saran ... 183

DAFTAR PUSTAKA ... 185 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Populasi dan sampel penelitian di Kabupaten langkat ... 81

3.2 Ukuran sampel minimal dan jumlah variabel ... 82

3.3 Jumlah sampel menurut masing – masing strata ... 85

4.1 Karakter responden menurut jenis usaha ... 106

4.2 Nilai Tambah Produk Roti manis, Dodol, dan Tahu Tempe ... 92

4.3 karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 110

4.4 karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ... 109

4.5 Hasil Uji validitas instrument variabel modal sosial ... 112

4.6 Hasil Uji validitas instrument variabel modal sosial ... 114

4.7 Hasil Uji validitas instrument variabel NTP UMKM ... 115

4.8 Hasil Uji validitas instrument variabel NTP UMKM ... 117

4.9 Hasil Uji validitas instrument kesejahteraan masyarakat ... 119

4.10 Hasil Uji validitas instrument kesejahteraan masyarakat ... 122

4.11 Hasil Uji Reliabilitas Instrument ... 124

4.12 Hasil Uji Reliabilitas Instrument modal sosial ... 125

4.13 Hasil Uji Reliabilitas Instrument Nilai Tmbh produk ... 126

4.14 Hasil Uji Reliabilitas Instrument Kesejahteraan Masyarakat ... 127

4.15 Analisis Statistik variabel modal sosial ... 127

4.16 Analisis Statistik variabel nilai tambah produk UMKM ... 131

4.17 Analisis Statistik variabel kesejahteraan masyarakat ... 135

4.18 Assement normality ... 139

4.19 Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance) ... 117

4.20 sample of covariace ... 143

4.21 hasil analisis konfirmatori MS ... 144

4.22 Hasil regression weight factor konfirmatori eksogen ... 146

4.23 hasil analisis konfirmatori endogen ... 147

4.24 Hasil regression weight factor konfirmatori endogen ... 148

4.25 Hasil uji model konstruk endogen KM ... 149

4.26 Hasil Regression Weights Faktor Konfirmatori Konstruk Endogen . 126 4.27 Hasil Uji Model Konfirmatori Konstruk Endogen ... 127

4.28 Hasil Regression Weights Faktor Konfirmatori Konstruk Endogen . 128 4.29 Hasil regression weight factor konfirmatori endogen KM ... 152

4.30 Hasil uji model konstruk MS – NT ... 153

4.31 Hasil regression weight factor konfirmatori endogen NT - KM ... 155


(14)

4.34 Hasil regression weight factor konfirmatori TOTAL ... 158

4.35 Hasil Uji Kecocokan Parsimoni ... 158

4.37 standart direct effect, indirect effect, total effect ... 160

4.38 Hasil nilai standart residual covariance ... 162

4.39 Hasil regression maximum likelihood estimate ... 166

4.40 Regretion standart ... 167

4.41 Uji hipotesis 1 ... 170

4.42 Hasil UJi Parsimoni ... 171

4.43 Uji hipotesis 2 ... 174

4.44 Hasil UJi Parsimoni ... 174

4.45 Uji hipotesis 3 ... 177

4.46 Hasil UJi Parsimoni ... 177

4.45 Uji hipotesis 4 ... 179


(15)

DAFTAR GAMBAR

NO Judul Halaman

1.1 Perkembangan Kredit UMKM SUMUT 2012 ... 6

1.2 Perkembangan penyaluran KUR SUMUT 2012 ... 7

2.1 Kurva Lorentz dan Garis Pemerataan Pendapatan ... 37

2.2 Kurva Lorentz pendapatan ... 63

2.3 Kerangka Konseptual ... 73

3.1 Tahapan model analisis SEM ... 91

3.2 Full model structural ... 93

3.3 Uji kecocokan (fit test) ... 100

4.1 Peta Kabupaten langkat ... 102

4.2 Faktor Konfirmatori Konstruk Eksogen MS ... 145

4.3 Faktor Konfirmatori Konstruk endogen ... 147

4.4 Faktor Konfirmatori Konstruk MS – NT ... 149

4.5 Hasil Analisis Konfirmatori Konstruk Endogen ... 152

4.6 Faktor Konfirmatori Konstruk MS – KM ... 154


(16)

ANALISIS PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK UMKM DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN LANGKAT

ABSTRAK

Tesis ini mengkaji mengenai Pengaruh Modal sosial terhadap Nilai tambah Produk UMKM dan Kesejahteraan Masyarakat dengan menggunakan pendekatan Model Persamaan Struktural (SEM) tang terdiri dari analisis Faktor (factor analysis), analisis jalur (Path analysis) dan Regresi (Regression). Penelitian ini dilihat dari kerangka konsepnya termasuk Full model structural karena terdapat variabel laten dan variabel intervening. Pengolahan data variabel menggunakan Program amos 18 yang merupakan analisis multivariate dengan banyak variabel. Data yang digunakan adalah data Primer dengan jumlah sampel sebanyak 130 UMKM dengan Lokasi penelitian di lakukan di 23 kecamatan di Kabupaten Langkat. Objek penelitian ini adalah Pelaku UMKM yang memproduksi produk yang bernilai tambah seperti Tahu dan Tempe, Nata de coco, Dodol dan lain-lain. Penelitian ini merupakan hubungan kausal (Causal Effect), dimana penelitian yang dilakukan terhadap fakta-fakta untuk membuktikan secara empiris pengaruh Modal sosial, terhadap Nilai Tambah Produk UMKM sekaligus sebagai intervening, kemudian pengaruh Nilai Tambah Produk sebagai varaibel endogen yang kedua serta membuktikan bahwasanya Modal sosial mempengaruhi Nilai Tambah Produk UMKM serta mempengaruhi Kesejahteraan Masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung di Kabupaten Langkat. Hasil Penelitian menunjukan bahwa modal sosial berpengaruh terhadap nilai tambah produk UMKM dengan nilai loading factor

adalah 61% (0.615 ) α 0.05 Nilai Tambah berpengaruh positif signifikan terhadap

kesejahteraan masyarakat dengan nilai 1.129 modal sosial berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat dengan nilai loading factor adalah 45 % (0.452) dan Modal Sosial berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat melalui nilai tambah produk UMKM dengan nilai (0.158) Pengaruh yang paling tinggi adalah nilai tambah terhadap kesejahteraan masyarakat.


(17)

"ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF SOCIAL CAPITAL ON THE IMPROVEMENT OF VALUE ADDED PRODUCTS AND WELFARE

SOCIETY SMES in Langkat". ABSTRACT

This thesis examines the influence of social capital for SMEs and value-added products using the approaches Welfare Structural Equation Model (SEM) pliers consist of factor analysis (factor analysis), path analysis (path analysis) and regression (Regression). This study extend the concept of the framework include Full structural models because there are latent variables and intervening variables. Variable data processing using a program that is 18 amos multivariate analysis with many variables.The data used is the Primary with a total sample of 130 SMEs with research location was done in 23 districts in Langkat. Object of this study is the perpetrator of SMEs that produce value added products such as Tofu and Tempe, Nata de coco, Dodoo and others - others. This study is a causal relationship (Causal Effect), where a study of the facts to demonstrate empirically the effect of social capital, the Value Added Products SMEs as well as intervening, then the influence of Value Added Products as varaibel both endogenous and prove that social capital Value Added Product affect SMEs and Welfare influence either directly or indirectly in Langkat.Research shows that social capital affects the value of SMEs with value-added product loading factor is

61% (0615) 0:05 α Value Added significant positive effect on the welfare of the community with the value of 1,129 social capital affects the welfare of the community with the value of loading factor is 45% (0452 ) and Social Capital affect the well-being of society through value-added products to the value of SMEs (0158) effect is the highest value on the welfare of society


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan adanya krisis ekonomi yang telah melanda sejak tahun 1997, bahkan menjadi katup penyelamat bagi pemulihan ekonomi bangsa karena kemampuannya memberikan sumbangan yang cukup signifikan pada PDB maupun penyerapan tenaga kerja (Ravik 2007).

Sejak saat itu peranan UMKM dalam menopang perekonomian nasional maupun regional dari tahun ke tahun baik eksistensi, ketangguhan maupun kontribusinya terus meningkat. Keberhasilan UMKM ini dikarenakan, pertama, UMKM tidak memiliki hutang luar negeri dan tidak banyak hutang ke perbankan. Kedua, sektor-sektor kegiatan UMKM, seperti pertanian, perdagangan, industri rumah tangga, dan lain-lainnya tidak bergantung sumber bahan baku dari luar negeri. UMKM menggunakan bahan baku lokal. Ketiga, walaupun belum semuanya, UMKM berorientasi ekspor.

Dapat dikatakan UMKM merupakan soko guru perekonomian nasional. Sumbangan UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 54%-57%, dan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja


(19)

sekitar 96% (Kementerian Koperasi dan UKM, 2011). Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. UMKM memiliki proporsi sebesar 99,99% dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau sebanyak 52,76 juta unit (BPS, 2009). Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 tersebut juga menunjukkan bahwa UMKM terbukti berkontribusi sebesar 56,92% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau setara dengan Rp1.213,25 Triliun. Selain itu, UMKM memiliki kemampuan menyerap tenaga kerja (menyerap 97,3% dari total angkatan kerja yang bekerja) dan memiliki jumlah yang besar dari total unit usaha di Indonesia serta kontribusi yang cukup besar terhadap investasi di Indonesia yaitu sebesar Rp222,74 Triliun atau 51,80% dari total investasi pada tahun 2008 (Bank Indonesia, 2011 dalam afifah, 2012). Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional (Iman dan Adi, 2009). Mengingat besarnya peran UMKM tersebut, maka pemerintah melalui instansi terkait terutama Kementerian Koperasi dan UMKM telah meluncurkan berbagai program bantuan. Kebijakan pemerintah untuk mendorong usaha kecil dan menengah cukup serius. Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menegaskan


(20)

bahwa, usaha ini perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya (Haryadi, 2010).

UMKM merupakan kelompok pelaku usaha terbesar (96%) di Indonesia dengan karakteristik berpenghasilan rendah, bergerak di sektor informal dan sebagian besar termasuk dalam kelompok keluarga miskin. Bahkan dalam sebagian besar kasus, kelompok UMKM masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup, seperti: gizi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Usaha mikro memiliki karakteristik yang unik dan belum tentu dapat diberdayakan secara optimal melalui mekanisme pasar yang bersaing. Untuk itu, pemberdayaan usaha mikro perlu ditetapkan sebagai suatu strategi yang tersendiri,

melalui pengembangan pranata kelembagaan usaha mikro, pengembangan lembaga keuangan mikro dan mendorong pengembangan industri pedesaan (Kementerian Koperasi dan UKM, 2005 dalam afifah 2012).

Fungsi dan Peran UMKM saat ini dirasakan begitu penting, karena sektor ini bukan saja sebagai sumber mata pencahariaan orang banyak, tetapi juga menyediakan secara langsung lapangan pekerjaan bagi mereka yang tingkat pengetahuan dan keterampilan nya rendah, sebagai kelompok usaha mikro, selalu terjebak dalam problem keterbatasan modal, teknik produksi, pemasaran, manajemen, dan teknologi. Sebagai upaya untuk


(21)

mengembangkan usaha mikro dalam rangka memperluas perannya dalam perekonomian Nasional diperlukan serangkaian pembinaan secara bersumber pada masalah keterbatasan pengetahuan, informasi dan

permodalan (Hafsah. 2008:8 dalam Amran Husen 2012).

Kondisi dan fakta tersebut sejalan dengan hasil penelitian empiris yang dilakukan Emirbagetal (2006), dalam amran Husen (2012) yang menyimpulkan bahwa keberhasilan Usaha Mikro, kecil dan Menengah memiliki dampak langsung terhadap pembangunan ekonomi baik pada Negara maju maupun Negara berkembang, UMKM memiliki kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja dengan biaya minimum. Mereka adalah pelopor dalam dunia inovasi dan memiliki fleksibilitas tinggi strategi bisnis dan pertumbuhan usaha (Amran husen, 2012)

Salah satu kendala dalam perkembangan usaha mikro adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan sulitnya mengakses sumber permodalan. Mengutip laporan BPS, (Dibyo Prabowo 2004) menegaskan bahwa 35,10% UMKM menyatakan kesulitan permodalan, kemudian diikuti oleh kepastian pasar 25,9% dan kesulitan bahan baku 15,4%. Dalam kondisi yang demikian kelompok ini akan sangat sulit keluar dari permasalahan yang biasanya sudah berjalan lama tersebut, kecuali bila ada intervensi dari pihak lain. (Saudin, 2008 dalam afifah 2011) lebih lanjut mengatakan bahwa intervensi untuk memutus rantai permasalahan ini dapat saja dilakukan jika ada komitmen yang kuat dari pemerintah dan Lembaga


(22)

Keuangan lainnya melalui pemberian pinjaman dan bantuan modal baik dalam bentuk Finansial (fisik), maupun Sosial dan Aksesbilitas mendapatkan modal. Putnam (1995) beragumen bahwa aksesbilitas yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat dari pasrtisipasinya itu.

Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran pemerintah untuk melaksanakan perkuatan di bidang permodalan. Belum terlihatnya pengaruh nyata dari intervensi pemerintah tersebut diduga dikarenakan sangat kecilnya dana-dana pemerintah yang disalurkan untuk UMKM dibandingkan dengan besarnya jumlah UMKM yang membutuhkannya serta untuk meningkatkan nilai tambah produk.

Kondisi rill yang ditunjukan oleh hampir seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia menggambarkan bahwa kegitan usaha kecil yang hampir seluruhnya berada di Kabupaten selalu dilanda fenomena sulit berkembang dikarenakan banyaknya masalah yang mereka hadapi, mulai dari permasalahan ketersediaan modal dan tingkat kemampuan SDM pekerja yang relatif kurang memadai.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah yang sebenarnya memiliki potensi sumber daya alam yang cukup baik akan tetapi realita seperti masih rendah nya pendapatan yang diperoleh oleh para pelaku usaha Mikro dan kecil di Kecamatan Se Kabupaten Langkat masih banyak di jumpai, Khususnya para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang


(23)

tersebar di sekitar Ibukota Kabupaten Langkat. Hal ini sangat dimungkinkan terjadi karena pelaku usaha kecil yang di dominasi oleh keluarga masih belum menggunakan teknologi yang efisien dan efektif sehingga produk yang dihasilkan pun belum dapat mengimbangi produk-produk yang dihasilkan oleh sektor usaha besar ataupun menengah. Dengan kata lain keberadaanya dalam menghadapi persaingan di era pasar bebas

masih menjadi tanda tanya besar (Salman 2009).

Menurut data Bank Indonesia Tahun 2012 Jumlah kredit UMKM pada triwulan IV-2012 mengalami peningkatan sebesar 7,95% (qtq) dengan nominal mencapai Rp32,73 triliun, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang turun sebesar -3,48% (qtq). Secara tahunan, kredit UMKM masih tumbuh sebesar 11,78% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 10,58% (yoy). Share kredit UMKM pada triwulan laporan tercatat sebesar 24,87% keseluruhan total kredit perbankan di Propinsi Sumatera Utara.


(24)

Berdasarkan pangsa penyaluran, kredit UMKM pada triwulan IV-2012 didominasi oleh kredit menengah (Rp 500 juta-Rp 5 miliar) dengan proporsi sebesar 51,02% dari total kredit UMKM atau mencapai Rp 16,70 triliun, disusul dengan kredit skala kecil (Rp 50 juta-Rp 500 juta) senilai Rp 10,50 triliun (32,08%), dan kredit skala mikro (dibawah Rp 50 juta) dengan baki debet sebesar Rp 5,53 triliun (16,90%) (BI.go.id 2012).

Gambar 1. 2 Perkembangan Penyaluran KUR SUMUT 2012

Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan jumlah UMKM di Kabupaten Langkat sekitar ± 955 UMKM yang tersebar di 23 Kecamatan di Kabupaten Langkat. Namun dengan banyaknya jumlah dana kredit UMKM yang disalurkan Di Sumatera Utara yaitu sekitar 32 triliun (Bank Indonesia 2012), namun hanya sekitar 1,3 triliun yang terserap Di Kabupaten Langkat meliputi Usaha Menegah, Kecil dan Mikro (Bi.go.id 2012).


(25)

Jika dilihat pada UMKM di Kabupaten Langkat kurangnya pembinaan, informasi, aksesbilitas yang dilakukan oleh pemerintah setempat dan lembaga keuangan untuk mendapatkan modal menjadi suatu permasalahan yang cukup mempengaruhi keberhasilan UMKM tersebut, sehingga UMKM tidak mengetahui informasi mengenai bantuan modal yang diberikan baik dari pemerintah maupun lembaga keuangan dan bagimana cara mendapatkannya dan hal itu juga menyebabkan kurang nya kepercayaan pihak lembaga keuangan untuk membantu permodalan UMKM, karena disebabkan hal tersebut diatas. Jadi Seluruh modal yang ada tidak dapat tersalurkan dengan baik kepada UMKM yang ada di Kabupaten Langkat

Tetapi Pengusaha UMKM di Kabupaten Langkat terbukti masih banyak yang bertahan dalam kondisi krisis, hal tersebut sebagai bukti ketahanan Para pengusaha Industri UMKM yang perlu dikedepankan sebagai penggerak ekonomi utama. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya dan dukungan dari pemerintah Kabupaten Langkat dan lembaga keuangan dalam mengembangkan Para pengusaha UMKM. Namun salah satu masalah utama dalam peningkatan pendapatan Pengusaha Industri Mikro dan meningkatkan nilai tambah dari suatu produk yang dimiliki oleh UMKM yaitu kekurangan Modal, skill, tenaga kerja, di samping peralatan atau teknologi dan juga pemasaran. Sehingga muncul pertanyaan yang paling esensial dari dampak permasalahan tersebut yaitu bagaimana sektor


(26)

Industri UMKM di Kabupaten Langat dapat didorong menjadi sektor industri berskala menengah dan besar, sehingga memberikan tingkat pendapatan masyarakat yang tinggi pula. Pemerintah Kabupaten Langkat telah melakukan berbagai upaya deregulasi sebagai upaya penyesuaian struktural dan restrukturisasi perekonomian. Pembahasan tentang masalah pertumbuhan ekonomi dalam skala makro terkait erat dengan upaya pengembangan industri kecil. Sebagai salah satu agen pertumbuhan ekonomi, UMKM dinilai mempunyai potensi untuk memiliki kontribusi yang besar karena ketahanannya terhadap fluktuasi kondisi ekonomi. Namun demikian, di tengah banyaknya anggaran kredit yang tidak dapat disalurkan, sebagian besar UMKM di Kabupaten Langkat terkendala pada masalah permodalan, aksesibilitas mendapatkan modal, kepercayaan dari Lembaga keuangan dalam penyaluran kredit. Karena Menurut Mandala Manurung dan Prathama Rahardja (2004;193), untuk memaksimumkan kemungkinan keberhasilan kredit, maka prinsip 5C yaitu character, capacity, capital, collateral, condition dapat diterapkan dalam analisis bantuan modal.

Namun karena begitu banyak kriteria yang harus di perhatikan, maka pengusaha industri kecil (UMKM) sulit mendapatkan modal baik dari Bank dan lembaga lainnya. Melihat penting nya bantuan modal baik itu dari pemerintah, bank dan swasta baik itu dalam bentuk Kredit, Hibah, Pelatihan maupun Pembinaan untuk peningkatan Nilai Tambah Produk dan


(27)

Kesejahteraan Masyarakat dalam cakupan Pendapatan UMKM itu sendiri,

maka penulis melakukan penelitian untuk mengkaji “ANALISIS

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK UMKM DAN KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT DI KABUPATEN LANGKAT”. Penelitian ini

mengambil objek UMKM di 23 Kecamatan di Kabupaten Langkat seperti di Secanggang, Stabat, Hinai, Binjai, Batang Serangan dan lain-lain. Objek yang di teliti dalah UMKM yang mendapatkan bantuan modal dari Pemerintah atau Lembaga keuangan lainnya serta memiliki hasil produksi yang memberikan nilai tambah pada suatu produk sehingga meningkatkan harga jual di pasaran dan menjadikan pendapatan lebih besar, seperti produk, Dodol, Tahu dan Tempe, Roti, Nata de coco dan lain-lain.

1.2 Perumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah Modal Sosial berpengaruh terhadap Nilai Tambah Produk

UMKM ?

2. Apakah Nilai Tambah Produk UMKM berpengaruh terhadap

Kesehjateraan Masyarakat ?


(28)

4. Apakah Modal Sosial berpengaruh terhadap Kesejahteraan Masyarakat melalui Nilai Tambah Produk UMKM ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari Perumusan Masalah diatas maka dapat ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Modal sosial berpengaruh

terhadap Nilai Tambah produk UMKM.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Nilai Tambah Produk

UMKM berpengaruh terhadap Kesejahteraan Masyarakat.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis Apakah Modal sosial berpengaruh

terhadap Kesejahteraan Masyarakat ?

4. Untuk mengetahui dan menganalisis Apakah Modal Sosial berpengaruh

terhadap Kesejahteraan Masyarakat melalui Nilai Tambah Produk UMKM ?

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini selesai, diharapkan akan memberikan masukan bagi:

1. Peneliti sendiri, untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai

pengaruh Modal Sosial, Nilai Tambah Produk UMKM dan Kesejahteraan Masyarakat.


(29)

2. Pemerintah Kabupaten Langkat, sebagai bahan pertimbangan untuk pemberdayaan ekonomi rakyat khususnya pelaku UMKM

3. Pelaku UMKM sebagai bahan pertimbangan dan referensi untuk

peningkatkan kualitas Nilai Tambah Produk UMKM dan Kesejahteraan Masyarakat.

4. Tambahan Referensi untuk penelitian-penelitian yang berkaitan dengan

bantuan Modal Sosial dan Peningkatan Nilai Tambah Produk UMKM serta Kesejahteraan Masyarakat.

5. Bank dan Lembaga bantuan modal sebagai bahan pertimbangan untuk


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional (Iman dan Adi, 2009)

Usaha Mikro Kecil dan menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha, yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar, yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut :

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).


(31)

Kementerian Koperasi dan UKM mengelompokkan usaha mikro kecil dan menengah menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan total asset, total penjualan tahunan, dan status usaha dengan kriteria sebagai berikut:

a. Usaha mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum. Hasil penjualan bisnis tersebut paling banyak Rp. 100 juta. b. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria antara

lain:

1. Usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Usaha yang memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 milyar. 3. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang perusahaan

yangdimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau skala besar.

4. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidakberbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

2.1.1 Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Menurut World Bank dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : 1. Small Enterprise, dengan kriteria jumlah karyawan kurang dari 30 orang,

pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta. 2. Micro Enterprise, dengan kriteria jumlah karyawan kurang dari 10 orang,

pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu, jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu.


(32)

2.1.2 Tujuan dan Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

Tujuan usaha mikro menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yaitu bertujuan menumbuhkan danmengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.

Usaha mikro mempunyai peran yang penting dalam pembangunan ekonomi, karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasiyang lebih kecil, sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam menghadapi danberadaptasi dengan perubahan pasar. Hal ini menyebabkan usaha mikro tidakterlalu terpengaruh oleh tekanan eksternal, karena dapat mengurang impor danmemiliki kandungan lokal yang tinggi. Oleh karena itu pengembangan usahamikro dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi ekonomi dan perubahanstruktur sebagai prakondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Disamping itu tingkat penciptaan lapangan kerja lebih tinggi pada usaha mikro dari pada yang terjadi di perusahaan besar (Sutrisno dan Sri,2006).Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomianIndonesia paling tidak dapat dilihat dari (Kementerian Koperasi dan UKM, 2005 dalam Neddy, 2006 ):

1. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor penyedia lapangan kerja yang terbesar

2. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat

3. Pencipta pasar baru dan sumber inovasi


(33)

Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakuiberbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peranstrategisUMKM menurut Bank Indonesia antara lain: jumlahnya yang besar danterdapat dalam setiap sektor ekonomi; menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan kerja; memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau.

2.1.3 Karakteristik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Penelitian yang dilakukan LM-FEUI (Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) pada tahun 1994 menemukan karakteristik usaha kecil (mikro) di Indonesia sebagai berikut (Ahmad, n.d dalam afifah 2012):

1. Hampir setengah perusahaan mikro kecil dan menengah hanya menggunakan kapasitas terpasang60% atau kurang. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam perencanaan dan ketidak mampuan memperbesar pasar, dan lebih dari setengahperusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan usaha kecil-kecilan.

2. Masalah utama yang dihadapi berbeda menurut tahap pengembangan usaha.Pada masa pengembangan (sebelum investasi) terdapat dua masalah yaitu, permodalan dan kemudahan berusaha (lokasi dan perijinan). Pada tahapselanjutnya sektor usaha UMKM menghadapi kendala permodalan dan pengadaan bahan baku. Selain hal itu juga karena kurangnya keterampilan teknis dan administrasi.

3. Tingkat ketergantungan terhadap bantuan pemerintah berupa permodalan, pemasaran dan pengadaan bahan baku relatif masih tinggi.


(34)

4. Hampir 60% masih menggunakan teknologi tradisional.

5. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung terhadap konsumen. 6. Sebagian besar pengusaha UMKM dalam memperoleh bantuan

perbankanmerasa rumit dan dokumen yang harus disiapkan sukar dipenuhi. 2.1.4 Tantangan dan Permasalahan Usaha Mikro

Sebagaimana diketahui dari berbagai studi, bahwa dalam mengembangkan usahanya, UMKM menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal, permasalahan-permasalahan tersebut antara lain: aksesbilitas, manajemen, permodalan, teknologi, bahan baku, informasi dan pemasaran, infrastruktur, birokrasi dan pungutan, kemitraan. Dari beragamnya permasalahan yang dihadapi UMKM, nampaknya permodalan tetap menjadi salah satu kebutuhan penting guna menjalankan usahanya, baik kebutuhan modal kerja maupun investasi (Sri, n.d dalam afifah 2012).

Menurut Dwiwinarno (2008 dalam Haryadi, 2010), ada beberapa faktor penghambat berkembangnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) antara lain kurangnya modal dan kemampuan manajerial yang rendah. Meskipun permintaan atas usaha mereka meningkat karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang tata cara mendapatkan dana dan keterbasan kemampuan dalam membuat usulan untuk mendapatkan dana.

Kebanyakan UMKM dalam menjalankan usaha tanpa adanya perencanaan, pengendalian maupun juga evalusi kegiatan usaha. Menurut Andang, (2007) dalam afifah (2012), permasalahan UMKM dapat dikategorikan sebagai berikut:


(35)

1. Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar pada UMKM (basicproblems), antara lain berupa permasalahan modal, bentuk badan hukumyang umumnya non formal, sumber daya manusia (SDM), pengembangan produk dan akses pemasaran;

2. Permasalahan lanjutan (advanced problems), antara lain pengenalan danpenetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor;

3. Permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik. Permasalahan tersebut antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam kewirausahaan. Dengan pemahaman atas permasalahan di atas, akan dapat ditengarai berbagai problem dalam UMKM dalam tingkatan yang berbeda, sehingga solusi dan penanganannyapun seharusnya berbeda pula. Menurut I Gusti (2011) dalam afifah (2012) tantangan yang dihadapi UMKM dan Koperasi,antara lain : 1. Teknologi

Penelusuran studi mengatakan bahwa komoditi yang dihasilkan pengusaha mikro, kecil dan menengah & koperasi masih mempergunakan teknologi relatif rendah. Sementara negara maju lainnya pengembangannya berorientasi kepada teknologi maju. Berangkat darisituasi tersebut daya saing produknya didaerah relatif kalah bersaing dibanding produk-produk dari negara-negara yang sudah berorientasi pada teknologi maju. Kendala


(36)

penggunaan teknologi terbesar adalah biayanya yang cukup besar (mahal). Sering terjadi peluang pasar meningkat tetapi tak mampu memanfaatkannya karena tidak tersedianya teknologi yang memungkinkan peningkatan produktivitas.

2. Sumber Daya Manusia (SDM)

Selama ini sebagian besar tenaga kerja yang bergerak dalam usaha mikro, kecil dan menengah & koperasi bukan merupakan tenaga kerja yang profesional, yang mampu mengelola usaha dengan baik.

3. Manajemen

Manajemen Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah & Koperasi merupakan salah satu faktor daya saing yang sangat penting. Banyak perusahaan yang punya teknologi, sumber daya manusia dengan skill yang memadai dan modal yang cukup, namun kinerja masih belum memenuhi harapan.

4. Permodalan

Perkembangan permodalan para pengusaha mikro, kecil dan menengah hingga kini masih relatif lambat, dan karenanya masih sering memerlukan bantuan baik dari pemerintah maupun dari pengusaha besar. Modal adalah bagian yang tak terpisahkan dalam usaha pengembangan suatu bisnis, karena itu akses modal baik yang berwujud kredit, barang produksi merupakan sarana yang sangat diperlukan dalam meningkatkan daya saing pengusaha mikro, kecil dan menengah dan koperasi. Kalangan perbankan masih sering menilai para pengusaha mikro, kecil dan menengah & koperasi belum Bankable.


(37)

5. Organisasi dan Kelembagaan

Masih banyak terjadi bahwa perusahaan-perusahaan yang termasuk UMKM & Koperasi belum menunjukkan kejelasan prinsip-prinsi porganisasi seperti kejelasan tujuan, kejelasan misi, kejelasan aktivitas, kejelasan rentang kendali. Adalah kenyataan pada umumnya para Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah & Koperasi sering menggunakan tipe organisasi yang sangat sederhana yang akibatnya berpengaruh terhadap perkembangan dan peningkatan daya saing.

Hasil studi Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, menunjukkan bahwa usaha mikro memiliki permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut (Joko dan Sri, 2006):

1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung mengikuti kaidah administrasi standar, sehingga datanya tidak up to date. Hal tersebut mengakibatkan sulitnya menilai kinerja usaha mikro.

2. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat ketat 3. Modal terbatas

4. Pengalaman manajerial perusahaan terbatas.

5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan penekanan biaya untuk mencapai efesiensi yang tinggi.

6. Kemampuan pemasaran, negosiasi dan diversifikasi pasar yang terbatas. 7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal yang rendah,

karena keterbatasan sistem administrasi. Menurut Tulus (2002), beberapa permasalahan yang sering dihadapi UMKM, khususnya industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) antara lain:


(38)

1. Kesulitan pemasaran

Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan UMKM. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestik dari produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun di pasar ekspor.

2. Keterbatasan finansial

UMKM, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial: mobilisasi modal awal (start-up capital) dan akseske modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari modal (tabungan) sendiri atausumber-sumber informal, namun sumber-sumber permodalan ini sering tidak cukup untuk kegiatan produksi.

3. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM)

Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek

enterpreunership, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk,

engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi, dataprocessing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar.

4. Masalah bahan baku

Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah ketersediaan bahan baku yang terbatas serta harga bahan baku yang tinggi.


(39)

5. Keterbatasan teknologi

Keterbatasan teknologi khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro), disebabkan oleh banyak faktor di antaranya, keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru atau untuk menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi atau mesin-mesin dan alat-alat produksi baru, dan keterbatasan SDM yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru atau melakukan inovasi-inovasi dalam produk maupun proses produksi. Dalam hasil survei BPS terhadap IK dan IRT menunjukkan bahwa masalah yang paling sering disebut adalah keterbatasan modal dan kesulitan dalam pemasaran. Sedangkan keterbatasan SDM dan teknologi modern ternyata bukan merupakan masalah yang serius bagi banyak pengusaha di IK dan IRT(Tulus, 2002).

2.2 Modal

Hal ini sebenarnya menjadi persoalan yang dihadapi hampir semua pengusaha, karena untuk memulai usaha dibutuhkan pengeluaran sejumlah uang sebagai modal awal. Pegeluaran tersebut untuk membeli bahan baku dan penolong, alat-alat dan fasilitas produksi serta pengeluaran operasional lainnya. Melalui barang-barang yang dibeli tersebut perusahaan dapat menghasilkan sejumlah output yang kemudian dapat dijualnya untuk mendapat sejumlah uang pengembalian modal dan keuntungan. Bagian keuntungan ini sebagian digunakan untuk memperbesar modal agar menghasilkan nilai tambah suatu Produk. Tulus (2002) menjelaskan bahwa modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat


(40)

Neti (2009) dalam afifah 2012 menyebutkan bahwa dalam memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal menjadi faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang akan melakukan kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan mencari modal untuk usahanya.

Selain sebagai bagian terpenting di dalam proses produksi, modal juga merupakan faktor utama dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam pengembangan perusahaan. Hal ini dicapai melalui peningkatan jumlah produksi yang menghasilkan keuntungan atau laba bagi pengusaha (Achmad, 2009).

Dengan tersedianya modal maka usaha akan berjalan lancar sehingga akan mengembangkan modal itu sendiri melalui suatu proses kegiatan usaha. Modal yang digunakan dapat merupakan modal sendiri seluruhnya atau merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman. Kumpulan berbagai sumber modal akan membentuk suatu kekuatan modal yang ditanamkan guna menjalankan usaha. Modal yang dimiliki tersebut jika dikelola secara optimal maka akan meningkatkan volume penjualan (Riyanto, 1985 dalam Achmad, 2009). Terdapat pula adanya penggunaan istilah modal untuk mengacu kepada arti yang lebih khusus, misalnya modal sosial dan modal manusia.

Istilah yang pertama mengacu kepada jenis modal yang tersedia bagi kepentingan umum, seperti rumah sakit, gedung sekolah, jalan raya dan sebagainya, sedangkan istilah yang kedua mengacu kepada faktor manusia


(41)

produktif yang mencakup faktor kecakapan dan keterampilan manusia. Menyelenggarakan pendidikan misalnya, disebut sebagai suatu investasi dalam modal manusia. Jika dilihat dari defenisi diatas dapat dikatakan bahwasanya modal adalah pengeluaran awal untuk melakukan kegiatan usaha yang terdiri dari modal finansial dan modal sosial yang menjadi bagian yang penting untuk keberlangsungan usaha.

2.2.1 Defenisi Modal Sosial

Modal sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja sama, demi mencapai tujuan tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi (Coleman, 1999). atau secara lebih konperehensif (Burt, 1992) mendefinisikan, modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk berasosiasi berhubungan antara satu dengan yang lain dan selanjutnya menjadi kekuatan penting dalam ekonomi dan aspek eksistensi sosial lainnya.

Menurut (Burt, 1992) kemampuan asosiasi pada masyarakat tergantung dari kondisi masyarakat dapat saling berbagi untuk tercapainya sebuah titik temu norma-norma serta nilai nilai dalam kehidupan bersama. Kesepakatan bersama ini nantinya akan berdiri diatas kepentingan kepentingan individu masing masing dan pada akhirnya kepentingan komunitas masyarakat tersebutlah yang menjadi acuan. Modal sosial dibentuk dari kehidupan masyarakat tradisional, dan dibentuk setiap hari oleh warga dan organisasi organisasi dalam masyarakat kapitalis modern. Modal sosial akan lebih berkembang ketika teknologi semakin berkembang, organisasi organisasi struktur hirarki semakin bersifat merata (horizontal), dan hirarki dari sistem usaha digantikan oleh jaringan (Fukuyama, 2005). Modal sosial merupakan seperangkat norma norma atau nilai nilai yang


(42)

terbentuk secara informal. Umumnya norma norma yang terbentuk secara informal, yakni tidak terulis dan diumumkan. Sedangkan norma yang dibentuk melalui wewenang hirarkis lebih menujukan kepada bentuk hukum tertulis. Istilah modal berbeda artinya dalam percakapan sehari-hari dan dalam ilmu ekonomi. Modal (capital) sering ditafsirkan sebagai uang. Terutama apabila mempersoalkan pembelian peralatan, mesin-mesin, atau fasilitas-fasilitas produktif lain. Adalah lebih tepat untuk menyatakan uang yang digunakan untuk melaksanakan pembelian tersebut sebagai modal finansial (financial capital). Seorang ahli ekonomi akan menyatakan pembelian demikian sebagai investasi. Para ekonom menggunakan istilah modal untuk semua alat bantu yang digunakan dalam bidang produksi (Winardi, 1995).

Ada suatu ciri pokok barang-barang modal yaitu bahwa mereka digunakan untuk memproduksi barang-barang lain. Menurut Prof. Dr. H.M.H.A. van der Valk (Winardi, 1995), modal dalam arti luas adalah bagian daripada arus benda-benda dan jasa-jasa yang langsung, yang ditujukan guna penyediaan benda-benda-benda-benda material dan immaterial yang berkemampuan untuk memberikan prestasi-prestasi ekonomi pada masa yang akan datang. Para ekonom telah lama berbicara mengenai modal ( Capital ) khususnya modal ekonomi atau finansial ( Financial Capital). Modal Finansial adalah sejumlah uang yang dapat digunakan untuk membeli fasilitas dan alat-alat produksi suatau perusahaan. Konsep modal seperti inirelatif mudah dipahami oleh orang awan sekalipun, karena membelanjakan atau menginvestasikan uang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari manusia dan melibatkan pemikiran serta indikator-indikator yang jelas. Modal finansial juga mudah diukur. Rupiah atau dollar dapat dihitung secara kuantitatif dan absolute


(43)

karena julah uang yang dibelanjakan dapat diidentifikasikan sesuai jumlah barang yang dibelinya. Namun modal tidak hanya dilihat dari sudut tersebut masih banyak jenis modal yang lain seperti modal sosial, modal intelektual dan modal

cultural. Modal sosial juga termasuk konsep yang tidak gampang untuk diidentifikasi dan apalagi diukur secara kuantitatif dan absolute. Sehingga modal sosial dapat juga diartikan sebagai kemampuan masyarakat atau dalam hal ini UMKM untuk berasosiasi berhubungan antara satu dengan yang lain dan selanjutnya menjadi kekuatan penting dalam ekonomi dan aspek eksistensi sosial lainnya dan meningkatkan modal .

2.2.2 Indikator Modal Sosial

Modal sosial mirip bentuk modal-modal lainnya, dalam arti ia juga bersifat produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai bentuk produk relasi manusia satu sama lain. Khususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial menunjuk pada Aksesibilitas (jaringan), Kepercayaan, dan norma yang berpotensi pada produktivitas masyarakat. Namun demikian, modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya (self-reinforcing) (putnam,1993). Karenanya modal sosial tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan akan semakin meningkat. Rusak nya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak digunakan. Berbeda dengan modal manusia modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain (coleman 1988). Bersandar pada norma-norma dannilai bersama, asosiasi antar manusia tersbut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur (fukuyama, 1995). Merujuk pada (ridell ,1997 dalam Suharto


(44)

2007) ada tiga parameter modal sosial yaitu kepercayaan (trust), Norma (norms ), dan aksesibilitas (jaringan).

2.2.3 Aksesibilitas

Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud aksebilitas kerjasama antara manusia (Putnam 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki aksesbilitas yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain atau suatu lembaga. Mereka kemudian membangun aksesibilitas atau counter relasi yang kental dan bersifat formal dan informal (onyx). Putnam (1995) beragumen bahwa aksesbilitas yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat dari pasrtisipasinya itu. Bersandar pada parameter diatas, beberapa indicator kunci yang dapat dijadikan ukuran modal social antara lain (Spellerber., 1997. 2005b)

1. Perasaan identitas

2. Persaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi 3. Sistem kepercayaan dan Ideologi

4. Nilai-nilai dan tujuan-tujuan 5. Ketakutan-ketakutan

6. Sikap terhadap anggota lain dalam mayarakat

7. Persepsi mengenai akses terhadap pelayananan, sumber dan fasilitas (misanya pekerjaan, pendapatan pendidikan, perumahan, kesehatan tranportasi, jaminan social )


(45)

9. Keyakinan dalam lembaga-lenbaga masyarakat dan orang 0 orang pada umumnya

10. Tingkat kepercayaan

11. Kepuasan dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya 12. Harapan-harapan yang ingin dicapai dimasa depan

Dapat dikatakan bahwa modal social dilahirkan dari bawah (bottom up), tidak hierarkis dan bersandar pada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh karena itu modal sosial bukan merupakan produk dari inisiatif dan kebijakan pemerintah. Namun demikian modal sosial dapat ditingkatkan atau dihancurkan oleh Negara melalui kebijakan publik (cox, 1995;). Jika dilihat dari teori diatas dapat disimpulkan bahwasnya aksesbilitas adalah kemampuan memperkuat perasaan kerjasama dan kepercayaan untuk mencapai suatu tujuan bersama serta kemudahan yang diperoleh para anggotanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang menguntungkan keduabelah pihak.

2.2.4 Kepercayaan

Sebagaimana dijelaskan fukuyama (1995) kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukan oleh adanya perilaku, jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan morma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox ( 1995) kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif. Hubungan-hubungan yang bersifat kerjasama. Menurutnya “we expect others to manifest good will, we trust our fellow human beings. We tend to work cooperatively, to collaborate with other in collegiat relationship (Cox 1995:5). Kepercayaan sosial pada dasarnya


(46)

merupakan produk dari modal sosial yang baik. Modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995). Kerusakan modal sosial akan menimbukan perilaku anti sosial (cox, 1995).Dilihat dari beberapa teori kepercayaan dari beberapa ekonom diatas dapat ditarik kesimpulan bahwaanya kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukan oleh adanya perilaku, jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang berlaku dan tingkat kepercayaan yang tinggi dapat memudahkan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan.

2.2.5 Norma dan Etika

Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai harapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standart seperti halnya kode etik professional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan di terapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993;fukuyama 1995). Norma-norma dapat merupakan pra kondisi maupun produk dari kepercayaan social. Sehingga dapat ditarik kesimpulan norma dan etika dalam hal ini adalah nilai-nilai, harapan dan tujuan yang telah ditetapkan yang bersumber pada kode etik professionalisme yang akan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama masa lalu.

2.3 Nilai Tambah Produk UMKM

Nilai tambah merupakan nilai jasa terhadap faktor produksi tetap, tenaga kerja dan keterampilan manajemen pengolahan (Suryana, A. 1990). Nilai tambah merupakan nilai produk barang sesudah diolah dikurangi dengan nilai bahan baku


(47)

dan bahan penunjang yang dipergunakan dalam pengolahan. Nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Salah satu konsep yang sering digunakan untuk membahas biaya pengolahan hasil pertanian adalah nilai tambah ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu (metode hayami dalam hidayat 2009:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar.

2. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja.

3. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja (bahan pembantu)

4. Nilai tambah = f (K,B,T,U,Ho,Hb,L) a. K = Kapasitas produksi

b. B = Bahan baku yang digunakan c. T = Tenaga kerja yang digunakan d. U = Upah tenaga kerja

e. Ho = Harga output f. Hb = Harga bahan baku g. L = Nilai input lain

Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lain terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja.Nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan


(48)

ketrampilan serta kualitas bahan bakuNilai tambah dalam industri produk olahan diperoleh dari pengurangan nilai produksi produk dengan biaya bahan baku dan input lain. Besarnya nilai tambah dipengaruhi oleh kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan bahan pelengkap serta harga-harga, baik harga bahan baku dan pelengkap (bahan bakar dan bumbu) maupun harga produk. Berdasarkan pengertian nilai tambah sebagai penerimaan upah pekerja ditambah dengan keuntungan pemilik modal atau nilai produksi dikurangi dengan pengeluaran barang antara, maka perhitungan nilai tambah di formulasi (Herlina Tarigan, 2002):

Nilai Tambah = nilai output – nilai input

Nilai Tambah = Labour Contribution (LC) + Capital Contribution (CC) Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan Nilai Tambah Produk UMKM adalah nilai jasa terhadap faktor produksi tetap, tenaga kerja, dan keterampilan manajemen pengolahan yang bernilai setelah barang diolah dikurangi dengan nilai bahan baku dan bahan penunjang lainnya.

2.3.1 Produksi

Produksi merupakan proses mengubah input menjadi output atau produksi meliputi semua kegiatan untuk menciptakan/menambah nilai/guna suatu barang/jasa. Hubungan antara input dan output disusun dalam fungsi produksi (production function).

Q = A . F (K, L) ... (2.1) Dimana :

Q : kuantitas output, A : kemajuan teknologi, K : kuantitas input modal, L : kuantitas input tenaga kerja


(49)

Dalam hukum ekonomi yang terkait dengan teori fungsi produksi, dikenal teori tentang “the law of diminishing returns” yaitu produktivitas marginal yang semakin rendah yang menjamin batas penggunaan faktor-faktor produksi optimal (Nicholson, 2002) Hal ini merujuk pada bagaimana nilai penambahan produksi dari sebuah faktor produksi mulai mengalami penurunan, saat faktor produksi tersebut meningkat, berlawanan terhadap peningkatan yang seharusnya normal diharapkan. Dengan kata lain, teori ini menjelaskan tentang proporsi input yang tepat untuk mendapatkan output maksimal. “The law of diminishing returns”

dapat diformulasikan sebagai berikut : MPK= ��

�� ... (2.2.A) dan MPL= ��

�� ... (2.2.B)

Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang. Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang menerangkan arah umum dan tingkat perubahan umum output perusahaan bila salah satu sumber yang digunakan berubah-ubah jumlahnya. Hukum ini menerangkan jika salah satu input ditambah secara terus-menerus maka produksi total akan semakin meningkat sampai pada suatu .Tingkat tertentu (titik maksimum) dan apabila sudah pada tingkat maksimum tersebut faktor produksinya terus ditambah maka produksi total akan semakin menurun.


(50)

Gambar 2.1. Kurva Produksi Satu Variabel Input Keterangan:

TP = Total produksi Titik A = MP maksimum L = Tenaga kerja Titik B = AP maksimum MPl = Marginal produk tenaga kerja L Titik C = MP = 0 APl = Produksi rata-rata tenaga kerja L

Produksi Total (total product) banyaknya produksi yang dihasilkan dari penggunaan total faktor produksi. Produksi Marginal (marginal product) adalah tambahan produksi karena penambahan penggunaan satu unit faktor produksi. Produksi rata-rata (average product) adalah rata-rata output yang dihasilkan perunit faktor produksi. Di mana:

Total Produksi (TP) : f(K,L)

Secara matematis TP akan maksimium apabila turunan pertama dari fungsi nilainya sama dengan nol. Turunan pertama TP adalah MP, maka TP maksimum pada saaat MP sama dengan nol.

Produksi marjinal (MP) = ��� ��


(51)

Perusahaan dapat terus menambah tenga kerja selama MP > 0. Jika MP sudah < 0 penambahan tenaga kerja justru mengurangi produksi total. Penurunan nilai MP merupakan indikasi telah terjadinya hukum Pertambahan Hasil yang semakin berkurang atau the Law of Diminishing Marginal Return (LDR). Produksi Rata-rata (AP) = ��

�AP akan maksimum bila turunan pertama fungsi AP adalah 0 (AP′ = 0). Dengan penjelasan matematis, AP maksimum tercapai pada saat AP = MP, dan MP akan memotong AP pada saat Nilai AP maksimum. Gambar 2.1 menunjukkan tiga tahap Produksi (the htree stages of production) yaitu sebagai berikut:

1. Tahap I, penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi total maupun produksi rata-rata. Karena itu hasil yang diperoleh dari tenaga kerja masih jauh lebih besar dari tambahan upah yang harus dibayarkan. Perusahaan rugi jika berhenti produksi pada tahap ini. Elastisitas produksi lebih besar dari satu dicapai pada waktu kurva produksi marjinal berada di atas kurva produksi rata-rata. Ini merupakan skala usaha yang menunjukkan kenaikan hasil yang bertambah. Setiap penambahan 1% input (tetap dan variabel) dalam perbandingan tetap akan menyebabkan kenaikan output yang lebih besar dari 1%. Oleh karena itu pada daerah increasing return to scale, keuntungan perusahaan akan selalu bisa ditingkatkan dengan cara menambah input dalam proporsi yang tetap. Jadi bila pengusaha bertujuan mendapatkan keuntungan yang maksimum, pengusaha tersebut harus membayar usahanya dengan cara menambah input yang digunakannya. Bila tidak pengusaha tersebut dikatakan sebagai


(52)

pengusaha yang tidak rasional, dengan demikian daerah increasing return to scale disebut dengan daerah yang tidak rasional.

2. Tahap II, berlakunya The Law of Diminishing Return (LDR), produksi marjinal maupun produksi rata-rata mengalami penurunan. Namun demikian keduanya masih positif. Penambahan tenaga kerja akan akan tetap menambah produksi sampai mencapai nilai maksimum. Elastisitas produksi yang berada diantara non dan satu merupakan skala usaha yang berada diantara AP maksimum dan MP sama dengan nol. Di daerah ini kenaikan 1% input tetap dan input variabel dalam proporsi yang tetap akan menghasilkan kenaikan output diantara 0% sampai 1%. Bila kita perhitungkan penerimaan dan biaya produksi, di daerah decrasing return scale pengusaha bisa untung dan bisa rugi. Jadi pengusaha harus memilih skala usaha setepat-tepatnya untuk mencapai keuntugan maksimum. Oleh karena itu pengusaha yang berusaha di daerah ini haruslah pengusaha-pengusaha rasional.

3. Tahap III, pengusaha tidak mungkin melanjutkan produksi, karena penambahan tenaga kerja justru menurunkan produksi total. Perusahaan mengalami kerugian, dengan demikian perusahaan sebaiknya berproduksi pada tahap II, secara matematis perusahaan kan berhenti menambah tenaga kerja pada saat tambahan biaya (marjinal cost) yang harus dibayar adalah sama dengan tambahan pendapatan (marginal reveneu) yang diterima. Elastisitas produksi lebih kecil dari nol dicapai pada waktu produk marjinalnya negatif. Di daerah ini kenaikan 1% input dan variabel dalam proporsi yang tetap akan menghasilkan kenaikan output yang negatif.


(53)

Dengan demikian, pengusaha yang berusaha pada skala usaha ini merupakan pengusaha yang irrasional, karena selalu menderita kerugian. 2.3.2 Hubungan Produksi dan Pendapatan

Setiap faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian ada dimiliki oleh seseorang. Pemiliknya menjual faktor produksi tersebut kepada pengusaha dan sebagai balas jasanya mereka akan memperoleh pendapatan. Tenaga kerja mendapat gaji dan upah, tanah memperoleh sewa, modal memperoleh bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Pendapatan yang diperoleh masing-masing jenis faktor produksi tersebut tergantung kepada harga dan jumlah masing-masing faktor produksi yang digunakan. Jumlah pendapatan yang diperoleh berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu barang adalah sama dengan harga dari barang tersebut. (Sukirno, 2002). Dalam proses produksi, perusahaan mengubah masukan (input), yang juga disebut sebagai faktor produksi (factors of production) termasuk segala sesuatunya yang harus digunakan perusahaan sebagai bagian dari proses produksi, menjadi keluaran (output). Misalnya sebuah pabrik roti menggunakan masukan yang mencakup tenaga kerja, bahan baku seperti; terigu, gula dan modal yang telah diinvestasikan untuk panggangan, mixer serta peralatan lain yang digunakan. Tentu saja setelah proses produksi berjalan akan menghasilkan produk berupa roti. Menurut Pyndick (Salvatore, 2006) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :


(54)

Q = f{K, L}... ... 2.1

Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni modal dan tenaga kerja. Cobb-Douglas adalah salah satu fungsi produksi yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

Q = βα

AL K ... 2.2

Dimana Q adalah output dan L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal. A, α (alpha) dan β (beta) adalah parameter-parameter positif yang dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang

teknologi semakin maju. Parameter α mengukur persentase kenaikan Q akibat

adanya kenaikan satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian

pula parameter β, mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L dipertahankan konstan. Jadi, α dan β masing-masing merupakan elastisitas output dari modal dan tenaga kerja. Jika α + β = 1, maka

terdapat tambahan hasil yang onstan atas skala produksi; jika α + β > 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat atas skala produksi dan jika α + β < 1 maka

artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Salvatore, 2006).


(55)

Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti industri kecil. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi pengusaha industri kecil dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh.

Selanjutnya, Widayat (2001) menjelaskan bahwa proses produksi pada umumnya membutuhkan berbagai macam faktor produksi, misalnya tenaga kerja, modal dan berbagai bahan mentah. Pada setiap proses produksi, faktor-faktor produksi tersebut digunakan dalam kombinasi tertentu. Misalnya dari faktor-faktor produksi yang digunakan itu input X1, penggunaan terus ditambah sedangkan input yang lain tetap, maka fungsi produksi dianggap tunduk pada hukum yang disebut The Law of Diminishing Returns. Hukum ini mengatakan bahwa : bila satu macam input penggunaannya terus ditambah sedang input-input yang lain penggunaannya tidak berubah, maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik akan tetapi kemudian menurun bila input tersebut ditambah. Untuk selanjutnya, input yang berubah itu dinamakan input variabel. Tambahan output yang diperoleh karena adanya tambahan satu unit input tersebut dinamakan Marginal Physical Product (MPP), dari input tersebut dapat ditulis:

MPPxn 1=�� ��1


(56)

Kalau hubungan antara output dan input variabel digambarkan dalam suatu grafik maka akan didapat suatu kurva yang dinamakan kurva Total Physical Product (TPP). Kurva Total Physical Product (TPP) ini didefinisikan sebagai kurva yang menunjukkan tingkat produksi total (Q) pada berbagai tingkat penggunaan input variabel dan input lainnya dianggap tetap, sehingga:

TPP = f (X1, X2, ... Xn)

Kurva lain yang dapat diturunkan dari kurva Total Physical Product

(TPP) adalah kurva Marginal Physical Product (MPP) dan kurva Average Physical Product (APP). Kurva Marginal Physical Product (MPP) adalah kurva yang menunjukkan tambahan Total Physical Product (TPP) karena adanya tambahan penggunaan satu input variabel. Secara matematis dapat ditulis:

MPP = ���� �� =

�� �� =

���(�) ��

Kurva Average Physical Product (APP) adalah kurva yang menunjukkan hasil rata-rata per unit input variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut, dan ditulis secara matematis:

APP = ��� �� =

�� �� =

��(�) ��

Hubungan antara Marginal Physical Product (MPP) dan Average Physical Product (APP) di atas selanjutnya dapat menjelaskan tentang elastisitas produksi.

Mubyarto (2000) menyatakan bahwa dengan elastisitas produksi yang berbeda-beda, maka dapat diketahui apakah pendapatan tersebut dalam keadaan

increasing atau decreasing. Apabila nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu, bila produksi total menaik maka pendapatan ada pada daerah increasing, dan sebaliknya bila nila ielastisitas produksi lebih besar dari nol tetapi lebih kecil dari


(57)

satu, maka pendapatan tersebut ada pada daerah decreasing. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Ep ini dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut (Soekartawi, 2003):

Ep = ∆��� � /

∆�

�, atau Ep = ∆� ∆�.

� � Di mana : Y adalah hasil produksi (output)

X adalah faktor produksi (input). Karena ΔY⁄ΔX = MPP, dan Y⁄X = APP maka Ep = MPP⁄APP. Akan tetapi karena besarnya koefisien elastisitas produksi dapat diketahui dari hasil fungsi produksi Cobb Douglas (hasil analisis OLS) dan besarnya Average Physical Product (APP) dapat dihitung berdasarkan data yang tersedia, maka Marginal Physical Product (MPP) juga dapat dihitung dengan menggunakan koefisien elastisitas produksi sebagai berikut :

MPPxi = Ep (Y⁄Xi) = ai (Y⁄Xi) = ai . APP

Dilihat dari teori diatas dapat disimpulkan bahwasanya produksi merupakan proses mengubah input menjadi output atau produksi meliputi semua kegiatan untuk menciptakan/menambah nilai/guna suatu barang/jasayang pastinya berdampak pada peningkatan pendapatan.

2.3.3 Tenaga Kerja

Tenaga Kerja (man power) adalah bagian dari angkatan kerja yang berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau jasa. Tenaga kerja UKM umumnya merupakan pemilik UKM dan keluarganya karena UKM merupakan usaha keluarga yang turun-temurun. Keterbatasan tenaga


(58)

kerja UKM baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya (Jurnal Upaya Pengembangan UKM, DR. Ir. M. Jafar Hafsah, 2004). Pengembangan kemampuan tenaga kerja UKM akan mampu meningkatkan produksi dan selanjutnya berdampak terhadap peningkatan pendapatan UKM, hal ini sesuai dengan persamaan (2.5) dan (2.8) di atas, dimana tenaga kerja (variabel L) berhubungan positif terhadap tingkat produksi dan pendapatan, namun harus sejalan dengan teknologi prosuksi (variabel A). Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tenaga kerja adalah Masyarakat yang melakukan suatu pekerjaan guna untuk menghasilkan barang dan jasa baik dalam skala kecil maupun besar baik tenaga fisk maupun fikiran untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau orang lain dan untuk meningkatkan pendapatan.

2.3.4 Jumlah Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja adalah memanfaatkan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa. Kegiatan ekonomi di masyarakat membutuhkan tenaga kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja itu dapat juga di sebut sebagai kesempatan kerja (demand for labor). Semakin meningkat pembangunan, semakin besar pula kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini berarti semakin besar pula pemintaan akan tenaga kerja. Sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula kebutuhan akan lowongan pekerjaan (kesempatan kerja). Tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam proses produksi yang lain


(59)

seperti tanah, modal dan lain-lain. Maka manusia merupakan penggerak bagi seluruh faktor-faktor produksi tersebut. Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian pengertian kesempatan kerja adalah mencakup lapangan perkerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan yang masih lowong. Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut (yang mengandung arti adanya kesempatan), kemudian timbul kebutuhan akan tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja nyata-nyata diperlukan oleh perusahaan/lembaga menerima tenaga kerja pada tingkat upah, posisi, dan syarat kerja tertentu. Data kesempatan kerja secara nyata sulit diperoleh, maka untuk keperluan praktis digunakan pendekatan bahwa jumlah kesempatan kerja didekati melalui banyaknya lapangan kerja yang terisi yang tercermin dari jumlah penduduk yang bekerja. Kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada pemikiran bahwa tenaga kerja dalam masyarakat merupakan salah satu faktor yang potensial untuk pembangunan ekonomi secara keseluruhan, dengan demikian jumlah penduduk yang cukup besar dapat menentukan percepatan laju pertumbuhan ekonomi.

2.3.5 Teknologi

Dalam arti ini dapat diketahui melalui barang-barang, benda-benda atau alat-alat yang berhasil dibuat oleh manusia untuk memudahkan dan menggampangkan realisasi hidupnya di dalam dunia. Hal mana juga memperlihatkan tentang wujud dari karya cipta dan karya seni (Yunani techne) manusia selaku homo technicus. Dari sini muncullah istilah “teknologi”, yang berarti ilmu yang mempelajari tentang “techne” manusia. Tetapi pemahaman


(1)

Estimate S.E. C.R. P Label r5 <--> r8 ,068 ,030 2,284 ,022 par_22 r3 <--> r13 -,031 ,015 -2,096 ,036 par_23 r3 <--> r5 ,102 ,031 3,245 ,001 par_24 r3 <--> r1 ,065 ,020 3,263 ,001 par_25 r1 <--> r7 ,046 ,020 2,291 ,022 par_26 r3 <--> r7 -,023 ,019 -1,251 ,211 par_27 r11 <--> r10 ,331 ,051 6,457 *** par_28 r2 <--> r11 ,051 ,014 3,647 *** par_29 r7 <--> r11 ,050 ,016 3,187 ,001 par_30

Correlations: (Group number 1 - Default model)

Estimate r1 <--> r10 -,014 r2 <--> r8 ,622 r2 <--> r5 1,079 r8 <--> r11 ,490 r8 <--> r12 -,124 r7 <--> r9 -,419 r8 <--> r10 ,093 r6 <--> r12 1,182 r6 <--> r8 -,684 r5 <--> r8 ,167 r3 <--> r5 ,305 r3 <--> r1 ,320 r1 <--> r7 ,190 r3 <--> r7 -,116 r11 <--> r10 ,686 r2 <--> r11 ,341 r7 <--> r11 ,172

Variances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label a ,085 ,027 3,170 ,002 par_42 r9 ,351 ,060 5,881 *** par_43 r13 -,020 ,056 -,352 ,725 par_44 r3 ,168 ,025 6,845 *** par_45 r2 ,065 ,046 1,411 ,158 par_46 r1 ,247 ,031 8,030 *** par_47 r4 ,019 ,007 2,697 ,007 par_48 r5 ,664 ,082 8,110 *** par_49 r6 ,006 ,007 ,849 ,396 par_50


(2)

Estimate S.E. C.R. P Label r7 ,237 ,036 6,579 *** par_51 r8 ,249 ,031 8,086 *** par_52 r12 ,266 ,065 4,101 *** par_53 r11 ,353 ,041 8,587 *** par_54 r10 ,661 ,086 7,665 *** par_55

Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)

Estimate

b ,432

c 1,055

c1 ,188

c2 ,118

c3 ,573

b5 ,527

b4 ,610

b3 ,991

b2 ,156

b1 ,971

a1 ,046

a2 ,820

a3 ,335

Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model) Residual Covariances (Group number 1 - Default model)

Standardized Residual Covariances (Group number 1 - Default model)

c1 c2 c3 b5 b4 b3 b2 b1 a1 a2 a3

c1 ,000

c2 6,508 ,000

c3 -,380 -,881 ,000

b5 ,988 4,078 -,827 ,000

b4 ,814 2,048 -,257 1,371 ,000

b3 -,182 -,379 ,279 -,243 -,053 ,000


(3)

c1 c2 c3 b5 b4 b3 b2 b1 a1 a2 a3 b1 -,176 -,190 -,179 ,183 -,011 ,004 ,064 ,000

a1 -,388 -,382 -,814 ,195 ,915 -,762 1,057 -,603 ,000

a2 1,606 3,040 -,357 3,053 2,134 -,031 5,151 ,208 -,440 ,000

a3 ,230 ,360 -1,256 ,492 ,129 -,431 2,808 -,384 2,194 -,069 ,000

Factor Score Weights (Group number 1 - Default model) Total Effects (Group number 1 - Default model)

Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)

a b c

b ,647 ,000 ,000 c ,658 ,945 ,000 c1 ,297 ,426 ,451 c2 ,228 ,328 ,347 c3 ,539 ,774 ,819 b5 ,444 ,686 ,000 b4 ,520 ,804 ,000 b3 ,641 ,992 ,000 b2 ,260 ,401 ,000 b1 ,640 ,990 ,000 a1 ,329 ,000 ,000 a2 ,866 ,000 ,000 a3 ,632 ,000 ,000

Direct Effects (Group number 1 - Default model)

a b c

b 1,592 ,000 ,000 c ,095 ,770 ,000 c1 ,000 ,000 ,632 c2 ,000 ,000 ,356 c3 ,000 ,000 1,000 b5 ,000 ,642 ,000 b4 ,000 ,792 ,000 b3 ,000 1,028 ,000 b2 ,000 ,452 ,000 b1 ,000 1,000 ,000 a1 ,522 ,000 ,000 a2 1,675 ,000 ,000 a3 1,000 ,000 ,000


(4)

Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)

a b c

b ,647 ,000 ,000 c ,047 ,945 ,000 c1 ,000 ,000 ,451 c2 ,000 ,000 ,347 c3 ,000 ,000 ,819 b5 ,000 ,686 ,000 b4 ,000 ,804 ,000 b3 ,000 ,992 ,000 b2 ,000 ,401 ,000 b1 ,000 ,990 ,000 a1 ,329 ,000 ,000 a2 ,866 ,000 ,000 a3 ,632 ,000 ,000

Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

a b c

b ,000 ,000 ,000 c 1,226 ,000 ,000 c1 ,835 ,487 ,000 c2 ,470 ,274 ,000 c3 1,321 ,770 ,000 b5 1,022 ,000 ,000 b4 1,261 ,000 ,000 b3 1,637 ,000 ,000 b2 ,720 ,000 ,000 b1 1,592 ,000 ,000 a1 ,000 ,000 ,000 a2 ,000 ,000 ,000 a3 ,000 ,000 ,000

Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

a b c

b ,000 ,000 ,000 c ,611 ,000 ,000 c1 ,297 ,426 ,000 c2 ,228 ,328 ,000


(5)

a b c c3 ,539 ,774 ,000 b5 ,444 ,000 ,000 b4 ,520 ,000 ,000 b3 ,641 ,000 ,000 b2 ,260 ,000 ,000 b1 ,640 ,000 ,000 a1 ,000 ,000 ,000 a2 ,000 ,000 ,000 a3 ,000 ,000 ,000

Model Fit Summary CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 36 368,824 41 ,000 8,996

Saturated model 77 ,000 0

Independence model 22 1312,363 55 ,000 23,861

RMR, GFI

Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1

RFI rho1

IFI Delta2

TLI

rho2 CFI Default model ,719 ,623 ,742 ,650 ,739

Saturated model 1,000 1,000 1,000

Independence model ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI

Default model ,745 ,536 ,551 Saturated model ,000 ,000 ,000 Independence model 1,000 ,000 ,000


(6)

Model NCP LO 90 HI 90 Default model 327,824 270,116 393,001

Saturated model ,000 ,000 ,000

Independence model 1257,363 1143,098 1379,020

FMIN

Model FMIN F0 LO 90 HI 90

Default model 2,859 2,541 2,094 3,047 Saturated model ,000 ,000 ,000 ,000 Independence model 10,173 9,747 8,861 10,690

RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE

Default model ,249 ,226 ,273 ,000

Independence model ,421 ,401 ,441 ,000

AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 440,824 448,208 Saturated model 154,000 169,795 Independence model 1356,363 1360,876

ECVI

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI

Default model 3,417 2,970 3,922 3,474 Saturated model 1,194 1,194 1,194 1,316 Independence model 10,514 9,629 11,458 10,549

HOELTER

Model HOELTER

.05

HOELTER .01

Default model 20 23