ANALISIS PENGARUH PEMBERDAYAAN DAN KINERJA UMKM TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU UMKM DI KABUPATEN SIKKA-NTT.

(1)

i

PELAKU UMKM DIKABUPATEN SIKKA-NTT

MAGDALENA SILAWATI SAMOSIR

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

PELAKU UMKM DIKABUPATEN SIKKA-NTT

MAGDALENA SILAWATI SAMOSIR NIM 1391461024

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana Universitas Udayana

MAGDALENA SILAWATI SAMOSIR NIM 1391461024

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

iv

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 12 JANUARI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS Dr. A.A.I.N. Marhaeni, SE,. MS NIP : 19540429 1983 1 002 NIP: 19621231 1986012001

Mengetahui

Ketua Program Studi Direktur

Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP: 19530730 198303 1 001 NIP: 19590215 198510 2 001


(5)

v

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No:

Ketua: Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS Anggota:

1. Dr.A.A.I.N. Marhaeni, SE., MS

2. Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE., MS 3. Prof.Dr. Made Kembar Sri Budhi Drs,. MP 4. Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE., MP


(6)

vi

Nama : Magdalena Silawati Samosir Nim : 1391461024

Program Studi : Keuangan Daerah

Judul Tesis : Analisis Pengaruh Pemberdayaan dan Kinerja UMKM Terhadap Kesejahteraan Pelaku UMKM Di Kabupaten Sikka-NTT

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya siap menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No.17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 12 Januari 2016 Yang membuat pernyataan

(Magdalena Silawati Samosir)


(7)

vii

dapat penulis selesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS sebagai dosen pembimbing I sekaligus sebagai Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan FEB Unud dan Ibu Dr. A.A.I.N. Marhaeni, SE.,MS sebagai pembimbing II sekaligus sebagai Sekretaris Program yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada Bapak Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE.,MS, sekaligus sebagai Ketua Program Studi MIE Unud yang memberikan ijin untuk mendapat kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Magister Ilmu Ekonomi, Bapak Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs.,MP, Ibu Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE., MP, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan penyempurnaan tulisan ini.

Ucapan terimakasih juga penulis tunjukan kepada Rektor Universitas Udayana Bapak Prof.Dr.dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Ekonomi di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program Magister Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., MSi, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Ucapan terimakasih juga penulis tunjukan kepada Bupati Sikka Bapak Drs Yoseph Ansar Rera yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Kabupaten Sikka-Ntt. Ucapan terimakasih juga penulis tunjukan kepada Ketua Yayasan Universitas Nusa Nipa Bapak Drs. Sabinus Nabu, Rektor Universitas Nusa Nipa Bpk Ir. Angelinus Vincentius, MSi atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Magister Ilmu Ekonomi di Universitas Udayana. Tak lupa penulis ucapkan terimaksih kepada Dirjen Dikti yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapat fasilitas Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) selama menempu pendidikan Magister.


(8)

viii

B.Br Sitorus dan Ibu Mertua penulis N.Br Turnip atas doa, perhatian dan dukungannya serta Kakak dan Adik tercinta dan Saudara dalam Pelayanan di Gereja, terimakasih atas dukungan dan doanya. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam menyusun tesis ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Namun demikian, tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 12 Januari 2016 Penulis


(9)

ix

Keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Sikka sangat strategis dalam rangka peningkatan perekonomian daerah. Pemberdayaan dan pertumbuhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah merupakan salah satu motor pengerak pertumbuhan ekonomi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pemberdayaan UMKM terhadap Kinerja pelaku UMKM, menganalisis pengaruh pemberdayaan dan kinerja UMKM terhadap kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-Ntt, dan menganalisis pengaruh secara tidak langsung pemberdayaan terhadap kesejahteraan melalui kinerja pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-Ntt.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara langsung menggunakan kuisioner kepada 105 pelaku UMKM dan data sekunder yang diperoleh dari Kantor Dinas Koperasi di Kabupaten Sikka-Ntt. Pengambilan sampel menggunakan metode nonpropability sampling

dengan teknik accidental sampling. Teknik analisis data penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis PLS.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM sebagian besar dilakukan oleh kaum perempuan dengan usia 30-49 tahun. Hampir seluruh responden berstatus menikah dengan sebagian besar berlatar belakang pendidikan tamat sekolah dasar (SD). Jenis usaha yang diminati responden sebagian besar perdagangan dengan rata lama usaha 6-10 tahun. Hasil analisis statistik rata-rata menunjukan dalam variabel pemberdayaan variabel yang sangat mempengaruhi adalah pendayaan dengan nilai loading tertinggi 0,901, dalam variabel kinerja nilai loading yang tertinggi adalah variabel modal yaitu 0,856 dan variabel kesejahteraan nilai loading yang tertinggi adalah variabel pendidikan yaitu 0,819. Sementara hasil analisis PLS menyimpulkan bahwa pemberdayaan UMKM berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pelaku UMKM serta pemberdayaan dan kinerja UMKM berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan pelaku UMKM, dan kinerja secara signifikan berperan memediasi pengaruh pemberdayaan terhadap kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-NTT. Oleh karena itu perlu diadakan peningkatan pemberdayaan dan kinerja UMKM guna meningkatkan derajat kesejahteraan pelaku UMKM.

Kata Kunci: Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Pemberdayaan UMKM, Kinerja UMKM, Kesejahteraan UMKM.


(10)

x

ABSTRACT

The existence of Micro, Small and Medium Enterprises (MSME) in SikkaRegency is very strategic in enhancing the local economy. Empowerment and growth of Micro, Small and Medium Enterprises is one of the motors of economic growth. The purpose of this study was to analyze the effect of empowering MSME on MSME performance, analyze the influence of empowerment and performance of MSMEs in the welfare of SMEs in SikkaRegency-East Nusa Tenggara, and analyze the indirect effect of empowerment onwelfare through the performance of MSME in Sikka Regency- East Nusa Tenggara.

Data source of this research was primary data obtained from the direct interviews using questionnaires to 105 MSME and secondary data were obtained from the Office of Cooperative in Sikka Regency - East Nusa Tenggara. Sample collectionused nonpropability sampling method with accidental sampling technique. Data analysis technique of this research was descriptive analysis and PLS.

The results of this research showed that MSMEwere mostly done by women aged 30-49 years. Almost all responders were married with educational background mostly primary school (SD). Type of business preferred bythe respondents was mostly becoming traders with the averagebusiness length of 6-10 years. The resultof statistical analysis showed the average of empowerment variables were variables with the highest loading value i.e.0.901, in the performance variable,the highest loading value was capital variables i.e. 0,856 and welfare variable,the highest loading value was the education variable, 0.819. While the resultof PLS analysis concluded that the MSME empowerment had a significant and positive effect on the performance of MSME and empowerment and performance of MSME hada significant and positive effect on the welfare of MSME, and performance significantly had a role to mediate the effect of empowerment on the welfare of MSME in Sikka Regency- East Nusa Tenggara. Therefore there should be an increase in empowerment and performance of MSME in order to increase the degree of welfare of MSME.

Keywords: Micro, Small and Medium Enterprises, MSME Empowerment, MSME Performance, MSME Welfare


(11)

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki tujuan yang mulia yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, oleh karena itu kesejahteraan umum haruslah dipahami sebagai salah satu tujuan Pemerintah Negara Republik Indonesia. Kesejahteraan umum adalah keadaan yang menunjukan bahwa masyarakat hidup aman tentram dan nyaman serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Etzioni, 1964). Komponen yang tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah yang kuat sebagai sendi negara kesatuan Republik Indonesia, yang dapat mengayomi masyarakatnya untuk mencapai tujuan yaitu memiliki ekonomi yang sejahtera .

Kesejahteraan umum merupakan suatu capaian yang tidak dapat dilepaskan begitu saja dari dukungan yang bersifat teknis maupun dukungan yang bersifat substansial (Gautama, 2013). Dari perspektif dukungan yang bersifat teknis, Kabupaten Sikka adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia yang merupakan salah satu sendi dari negara kesatuan yang memiliki tanggung jawab dalam peranannya sebagai institusi yang mensejahterakan masyarakatnya melalui pengaturan dalam lingkup kewenangannya berdasarkan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui batang tubuh Undang-Undang


(13)

Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait. Sedangkan dari perspektif substansial kesejahteraan umum terkait dengan pengakuan (recognition), perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfillment) hak-hak masyarakat yang bersifat asasi. Hak yang bersifat asasi yang pemenuhannya sangat bergantung pada kemampuan Pemerintah Kabupaten Sikka untuk mengelola dan memenuhinya adalah hak ekonomi. Hal ini jelas menggambarkan bagaimana posisi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, sebagai penyelenggara yang bertanggung jawab atas keberlangsungan kesejahteraan masyarakatnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pengertian otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus semua kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Dengan demikian tujuan otonomi daerah adalah mengatur penyelenggaran pemerintahan daerah dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui alokasi dana APBN dan APBD sehingga berupaya meningkatkan Usaha Mikro Kecil Menengah dan memperhatikan kesejahteraan pelaku UMKM, karena kontribusi UMKM terhadap pembangunan daerah sangat besar (Rifai, 2009). Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memiliki peran penting dalam pembentukan strategi untuk perkembangan dan pemulihan ekonomi di banyak negara (Gray, 2002). Faktor utama dalam keberhasilan ekonomi kapitalis di negara sedang berkembang terletak pada kewirausahaan. Lebih lanjut bahwa pengembangan UMKM


(14)

memberikan kesempatan untuk pertumbuhan lowongan kerja dalam mengatasi tingkat pengangguran yang tinggi (Riley, et al., 2006).

Dunia usaha di daerah akan menghadapi suatu perubahan besar yang sangat berpengaruh terhadap iklim berusaha atau persaingan di daerah dengan berlakunya otonomi daerah (Rifai, 2011). Oleh sebab itu, setiap pelaku Usaha Kecil Mikro (UMKM) didaerah dituntut dapat beradaptasi menghadapi perubahan tersebut. Di suatu sisi perubahan itu akan memberikan kebebasan sepenuhnya bagi daerah dalam menentukan sendiri kegiatan-kegiatan yang produktif dan dapat menghasilkan nilai tambah yang tinggi sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap masukan pendapatan asli daerah (PAD), salah satunya adalah industri-industri dengan bahan baku berasal dari sumberdaya alam daerah tersebut. Eka (2012) dalam penelitiannya menegaskan diharapkan pelaku UMKM di daerah dapat berkembang dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia sehingga mempunyai daya saing tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Pembangunan dan pemberdayaan UMKM tersebut merupakan peluang bisnis besar, baik dalam arti membangun perusahaan di industri atau perusahaan di sektor-sektor lain yang terkait dengan industri tersebut

Program dan kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam upaya memberdayakan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) selama ini sungguh menggembirakan. Peningkatan peran dan kegiatan usaha sektor ini semakin nampak khususnya sejak era krisis ekonomi dan keuangan pada tahun 1997. Ditengah- tengah proses restrukturisasi sektor korporat dan BUMN yang berlangsung lamban, sektor ini telah menunjukkan permberdayaan yang terus


(15)

meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi dan fakta tersebut sejalan dengan hasil penelitian empiris yang dilakukan Demirbag et al,(2006) yang menyimpulkan bahwa keberhasilan usaha kecil dan menengah (small-mediumenterprises) memiliki dampak langsung terhadap pembangunan ekonomi baik pada negara maju maupun negara berkembang. Pemberdayaan Usaha kecil dan menengah memiliki kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja dengan biaya minimum, mereka adalah pelopor dalam dunia inovasi dan memiliki fleksibilitas tinggi yang memungkinkan usaha tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Brock dan Evans, 1986; ACS dan Audretsch, 1990).

Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap UMKM sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha tangguh dan mandiri (Wisber, 2012). Pemberdayaan UMKM juga telah teraktualisasi pada masa krisis hingga saat ini. Selama masa krisis ekonomi hingga kini, keberadaan UMKM mampu sebagai faktor penggerak utama ekonomi Indonesia. Terutama ketika krisis kegiatan investasi dan pengeluaran pemerintah sangat terbatas, maka pada saat itu peran UMKM sebagai bentuk ekonomi rakyat sangat besar. Selanjutnya, dari sisi sumbangannya terhadap PDRB hanya 56,7 persen dan ekspor non migas hanya sebesar 15 persen. Namun, UMKM tetap masih menyumbangkan 99 persen dalam jumlah pelaku usaha yang ada di Indonesia, serta mempunyai andil 99,6 persen dalam penyerapan tenaga kerja (BPS, 2001). Peran penting pemberdayaan UMKM di


(16)

Indonesia semakin terasa dalam proses pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Pada awalnya, keberadaan kegiatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM) dianggap sebagai sumber penting dalam penciptaan kesempatan kerja dan motor penggerak utama pembangunan ekonomi daerah di pedesaan. Namun, pada era globalisasi saat ini dan mendatang, peran keberadaan kegiatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) semakin penting yakni sebagai salah satu sumber devisa ekspor non-migas Indonesia (Tambunan, 2002).

Kinerja pelaku UMKM sudah semakin maju di Indonesia, berdasarkan pengalaman saat terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 dimana Usaha Mikro Kecil Menengah di Indonesia mampu bertahan dan berkembang dibandingkan Usaha dengan skala yang lebih besar, maka pemberdayaan dan pengembangan UMKM di Indonesia pada era reformasi semakin mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Perhatian tersebut cukup beralasan mengingat peranan para pelaku UMKM dalam pengembangan perekonomian kerakyatan semakin besar yang dapat dilihat dari karakteristik yang melekat pada pelaku usaha, proses produksi yang cenderung padat karya mampu menyerap banyak tenaga kerja dan sekaligus dapat memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan dan mampu bertahan pada masa krisis ekonomi (Hill dan Garet, 1998). Bila dibandingkan dengan jumlah usaha besar, pada periode paska krisis yaitu tahun 2005 hingga 2009, pertumbuhan jumlah UMKM terus mengalami peningkatan dari tahun 2002 hingga 2012 rata-rata sebesar 3.20 persen dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar 3.44 sebagaimana disajikan pada Tabel 1.1


(17)

Tabel 1.1

Jumlah, Pertumbuhan UMKM dan Tenaga Kerja Nasional Tahun 2002-2012

UMKM Tenaga Kerja Tahun Jumlah

(Unit) Pertumbuhan (Persen) Jumlah (Orang) Pertumbuhan (Persen)

2002 41944494 4.96 77807897 4.18 2003 43460242 3.61 81942353 5.31 2004 44777387 3.03 80446600 -1.83 2005 47017062 5.00 83586616 3.90 2006 49021803 4.26 87909598 5.71 2007 50145800 2.29 90491930 2.94 2008 51409612 2.52 94024278 3.90 2009 52764603 2.64 96211332 2.33 2010 53823732 2.01 99401775 3.32 2011 55206444 2.57 1.02E+08 2.33 2012 56534592 2.41 1.08E+08 5.83

Sumber : Kementrian Koperasi dan UMKM 2013

Pertumbuhan perekonomian masyarakat di Kabupaten Sikka tidak dapat dilepaskan dari peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kabupaten Sikka merupakan mata pencaharian yang cukup diminati oleh masyarakat, hal ini dapat dilihat secara empirik oleh masyarakat karena cukup signifikan dalam kuantitas, namun belum ada ketersediaan data yang cukup representatif yang dapat menggambarkan jumlah yang sesungguhnya. Jumlah yang demikian banyak dikarenakan berbagai faktor termasuk sempitnya mendapatkan peluang kerja secara formal. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kabupaten Sikka-Ntt merupakan suatu penggerak perekonomian yang sangat signifikan. Tabel 1.2 mengambarkan jumlah dan pertumbuhan UMKM dan tenaga Kerja di Kabupaten Sikka, dimana terjadi penurunan setiap tahun, hal ini merupakan perhatian utama bagi Pemerintah di Kabupaten Sikka-NTT


(18)

Tabel 1.2

Jumlah, Pertumbuhan UMKM dan Tenaga Kerja Kabupaten Sikka Tahun 2009-2014

UMKM Tenaga Kerja Tahun Jumlah

(Unit) Pertumbuhan (Persen) Jumlah (Unit) Pertumbuhan (Persen)

2009 3.942 4.93 4825 4.99 2010 4.052 4.93 4835 4.99 2011 4.165 4.93 4849 4.99 2012 4.272 4.70 4861 4.92 2013 4.816 4.54 5013 4.87 2014 5.779 4.41 5263 4.58

Sumber : Dinas Koperasi Sub Dinas UKM Kabupaten Sikka (2014)

Berdasarkan UU N0. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah yang tujuan pokoknya adalah memberikan keleluasaan pada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri serta memberikan perimbangan yang baik antara keuangan pusat dan daerah dengan meningkatkan dan memberdayakan kemampuan perekonomian daerah masing – masing, maka UMKM dituntut untuk mampu melaksanakan kewenangan tersebut. Dengan demikian, setiap daerah dapat mengupayakan tindakan – tindakan produktif yang dapat memacu peningkatan pendapatan asli daerah. Salah satunya dengan pemberdayaan UMKM di masing – masing daerah. Dengan adanya pemberdayaan dapat membuat UMKM untuk lebih baik dan memacu tumbuhnya usaha – usaha lainnya dengan tujuan untuk menambah kesejahteraan pelaku UMKM (Wisber, 2012). Secara umum modal adalah salah satu kendala yang dihadapi pelaku UMKM. Modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pemberdayaan UMKM (Pradon, 2010). Pelaku UMKM di Kabupaten Sikka dominan menggunakan modal pinjaman untuk mengembangkan usahanya. Untuk mengatasi


(19)

permasalahan modal yang dialami oleh pelaku UMKM di Kabupaten Sikka, maka Pemerintah Kabupaten Sikka mengalokasikan APBD untuk pinjaman modal dana bergulir kepada kelompok koperasi dan pelaku UMKM.

Tabel 1.3

Alokasi APBD Untuk Pinjaman Modal Dana Bergulir pada Kelompok Koperasi dan Pelaku UMKM

di Kabupaten Sikka, 2002-2014 (Juta Rupiah) Tahun Jumlah Alokasi Pinjaman UMKM

(Rp Juta) (Rp Juta)

2002 255 150

2005 500 250

2006 600 285

2007 675 200

2008 500 200

2013 500 235

2014 500 270

Sumber : Dinas Koperasi Sub Dinas UKM Kabupaten Sikka (2014)

Tabel 1.3 Menunjukkan alokasi dana APBD dari tahun 2002 hingga tahun 2014 yang digunakan untuk pinjaman dana bergulir untuk kelompok koperasi dan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka tidak konsisten. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2003 sampai dengan 2004 dan tahun 2009 sampai dengan tahun 20012 tidak ada alokasi dana pinjaman untuk koperasi dan pelaku UMKM. Keadaan ini yang menjadi perhatian utama untuk dipikirkan lebih lanjut agar dapat memberikan solusi yang terbaik bagi pemerintah Kabupaten Sikka dalam mengalokasikan dana APBD setiap tahun secara konsisten untuk pinjaman modal dana bergulir pada kelompok Koperasi dan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka NTT.

Tingkat pendapatan sering digunakan para ahli ekonomi sebagai pengukuran tingkat kesejahteraan (Supartono dkk, 2011). Pendapatan merupakan alat ukur dengan satuan uang yang diterima dalam satuan rupiah. Untuk


(20)

mengetahui tingkat kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka terdapat 4 indikator yaitu melalui pendapatan, pendidikan, kesehatan dan keamanan (Whithaker dan Federico dalam Sasana 2009). Melalui informasi dari hasil wawancara dengan Kapala Bagian UMKM di Kabupaten Sikka bahwa kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka masih sangat memprihatinkan hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan tingkat pendapatan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka rata-rata naik 2 persen tiap tahun, tingkat pendidikan pelaku peserta UMKM di Kabupaten Sikka adalah tamat SD 65 persen, tamat SMP 15 persen, tamat SMA 15 persen dan tamat Universitas hanya 0.5 persen, tingkat kesehatan pelaku UMKM dan keluarga masih minim sekali hal ini dapat dilihat masih terjadi proses supaya para pelaku disarankan untuk masuk program BPJS, dan keamanan usaha pelaku UMKM pemerintah menganjurkan agar mengasuransikan usaha tersebut.

Sejalan dengan penelitian Gautama, (2013) untuk meningkatkan kesejahteraan pelaku UMKM maka diperlukan usaha untuk mengoptimalisasikan kinerja pelaku UMKM. Kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka yang masih memprihatinkan dikarena kinerja pelaku UMKM yang belum optimal. Hasil wawancara dari Kepala Bidang UMKM di Kabupaten Sikka bahwa kinerja pelaku UMKM di Kabupaten Sikka sudah ada namun kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan UMKM rata-rata 5 persen tiap tahun dari modal, pertumbuhan modal hanya naik rata-rata 3 persen tiap tahun, pertumbuhan pasar untuk usaha mikro rata-rata 4 persen, usaha kecil rata-rata 7 persen dan usaha menengah rata-rata sebanyak 10 persen, pertumbuhan tenaga


(21)

kerja hanya sebesar 2 persen tiap tahun dan pertumbuhan laba diestimasikan rata- rata sebesar 5 persen tiap tahun.

Idea (20012), dalam penelitiannya menegaskan peran pentingnya pemasaran suatu produk sangat berpangaruh nyata dan signifikan terhadap kinerja. Dalam segi pemasaran produk, antar dinas berkoordinasi dengan baik untuk mengadakan kegiatan pameran tingkat lokal, nasional bahkan internasional dengan tujuan untuk memasarkan produk UMKM sehingga banyak dikenal dan dibeli oleh masyarakat. Sedangkan untuk pemasaran produk UMKM di Kabupaten Sikka masih dominan dipasarkan dipasar lokal melalui pameran lokal. Pemerintah di Kabupaten Sikka belum memiliki kemitraan diluar Kabupaten Sikka dan kurangnya promosi produk pelaku UMKM yang berdampak sedikitnya pembeli produk-produk tersebut yang mengakibatkan kurangnya minat para pelaku UMKM untuk memproduksi sehingga pertumbuhan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka menjadi semakin menurun.

Ardiana dkk, (2010) berpendapat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kinerja pelaku UMKM maka dibutuhkan peningkatan pemberdayaan pelaku UMKM. Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan ekonomi nasional, selain karena usaha tersebut merupakan tulang punggung sistem ekonomi kerakyatan yang tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan antar golongan pendapatan dan antar pelaku usaha, ataupun penyerapan tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan. Di Indonesia pada umumnya, usaha mikro, kecil dan menengah lebih mendominasi jika dibandingkan dengan usaha besar (BPS,


(22)

2009). Pada tahun 2012 Kabupaten Sikka mempunyai pengusaha sebanyak 5.691. Mayoritas usaha didominasi oleh usaha kecil dan menengah. Usaha besar hanya mempunyai kontribusi sebesar 15 persen dilihat dari jumlah usaha (data Dinas UKM Kabupaten Sikka 2012).

Pemberdayaan UMKM di Kabupaten Sikka sangat penting karena peran UMKM sebagai bentuk ekonomi rakyat sangat besar, dan sisi sumbangannya terhadap PDRB 12,45 persen dibandingkan dengan sektor industri hanya sebesar 1,40 persen serta mempunyai andil 8,53 persen dalam penyerapan tenaga kerja (BPS, 2014), disamping visi dan misi Kabupaten Sikka sebagai kota dagang dan jasa, peran penting tersebut dilihat dari jumlah UMKM di Kabupaten Sikka yang seharusnya terus meningkat dari setiap tahun tetapi kenyataannya masih tetap stagnan. Hal ini karena secara garis besar Usaha Kecil dan Menengah di Kabupaten Sikka pemberdayaannya belum makismal dan Menengah (UMKM) digambarkan sebagai sebuah kekuatan ekonomi kerakyatan yang kemudian bergerak dalam bidang perdagangan dan industri pengelolaan dengan penggunaan teknologi yang masih terbatas.

Permasalahan umum UMKM di Kabupaten Sikka mempunyai karakteristik yang hampir seragam dengan UMKM di seluruh wilayah yaitu, pertama tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekat. Kedua, rendahnya akses industri terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan


(23)

pembiayaan usahanya dari modal pinjaman dari sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pemerintah, perbankan, koperasi, pedagang perantara dan bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai belum dipunyainya status badan hukum.

Permasalahan khusus yang dihadapi oleh peserta Unit Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Sikka adalah pertama pemberdayaan UMKM sudah ada namun belum maksimal hal ini dilihat dari sosialisasi atau pengenalan UMKM oleh dinas yang terkait kepada masyarakat masih kurang maksimal. Kedua, pendayagunaan atau pemberian pelatihan kepada peserta UMKM sudah ada namun tidak bersifat kontiniue sehingga banyak UMKM tidak aktif lagi. Ketiga, pengkapasitasan atau pemberian modal atau alat dari Pemerintah Kabupaten Sikka kepada peserta UMKM belum maksimal dan belum berkesinambungan. Bantuan Modal yang diterima lebih dimanfaatkan bersifat konsumtif sehingga tidak memberikan dampak berkelanjutan terhadap usahanya yang mengakibatkan pertumbuhan modal semakin kecil. Keempat, peserta UMKM memiliki daya juang yang kecil, kurang mengembangkan usahanya, hal ini berhubungan dengan SDM dari peserta UMKM itu sendiri dan mengakibatkan pertumbuhan tenaga kerja kecil. Kelima, koordinasi antara dinas yang terkait dengan UMKM seperti Dinas Koperasi, Disperindak, Ketahanan, BPM dan Pertanian sangat lemah. Keenam hasil kinerja peserta UMKM kurang maksimal baik dilihat dari pertumbuhan penjualan, modal, tenaga kerja, pasar dan laba sehingga mengakibatkan kurangnya tingkat kesejahteraan pelaku UMKM


(24)

Pemberdayaan dan pengembangan UMKM di Kabupaten Sikka masih terus dilakukan untuk menciptakan masyarakat mandiri dan menopang perekonomian masyarakat. Penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistematik dan menyeluruh dalam upaya peningkatan kesejahteraan. Dalam mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan konsep pemberdayaan pelaku UMKM . Terdapat 5 konsep pemberdayaan ekonomi menurut Sumodiningrat (1999) dalam Hutomo (2000), secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:

1)Perekonomian rakyat adalah perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat. Perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat adalah perekonomian nasional yang berakar pada potensi dan kekuatan masyarakat secara luas untuk menjalankan roda perekonomian mereka sendiri.

2) Pemberdayaan ekonomi rakyat adalah usaha untuk menjadikan ekonomi yang kuat, besar, modern, dan berdaya saing tinggi dalam mekanisme pasar yang benar. Karena kendala pengembangan ekonomi rakyat adalah kendala struktural, maka pemberdayaan ekonomi rakyat harus dilakukan melalui perubahan struktural.

3) Perubahan struktural yang dimaksud adalah perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat, dari ekonomi subsisten ke ekonomi pasar, dari ketergantungan ke kemandirian. Langkah-langkah proses perubahan struktur, meliputi: a) pengalokasian


(25)

sumber pemberdayaan sumberdaya; b) penguatan kelembagaan; c) penguasaan teknologi; dan d) pemberdayaan sumberdaya manusia.

4) Kebijakannya dalam pembedayaan ekonomi rakyat adalah: a) pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi (khususnya modal); b) memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat, agar pelaku ekonomi rakyat bukan sekadar price taker; c) pelayanan pendidikan dan kesehatan; d) penguatan industri kecil; e) mendorong munculnya wirausaha baru; dan f) pemerataan spasial;

5)Kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup: a) peningkatan akses bantuan modal usaha; b) peningkatan akses pengembangan SDM; dan c) peningkatan akses ke sarana dan prasarana yang mendukung langsung sosial ekonomi

masyarakat lokal.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus mampu mengembangkan teknik pendidikan tertentu yang imajinatif untuk menggugah kesadaran masyarakat Freire (1984). Menurut Sikhondze (1999), menegaskan orientasi pemberdayaan masyarakat haruslah membantu masyarakat agar mampu mengembangkan diri atas dasar inovasi yang ada, ditetapkan secara partisipatoris, yang pendekatan metodenya berorientasi pada kebutuhan masyarakat sasaran dan segala hal yang bersifat praktis, baik dalam bentuk layanan individu maupun kelompok.

Wisber (2012) dalam penelitiannya pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Banjar Baru menegaskan bahwa pemberdayaan menghadapi permasalahan yang meliputi keterbatasan kualitas SDM pelaku UKM


(26)

yang ditandai dengan minimnya pelaku yang berpendidikan tinggi, akses terhadap sumberdaya produktif seperti keterbatasan modal dan akses teknologi, masalah infrastuktur seperti pasar yang representatif dan sarana yang memudahkan bagi UKM untuk menjual hasil usahanya, dan masalah birokrasi pemerintah seperti kualitas dan kuantitas sumberdaya aparatur pemerintah dalam pembinaan dan pendampingan bagi UKM yang berpengaruh positif dan signifikan terhadapat kesejahteraan pelaku UKM di Kota Banjar Baru.

Hubungan antara pemberdayaan terhadap kinerja dan kesejahteraan adalah positif dan signifikan. Sejalan dengan penelitian Nanik (2010) melakukan penelitian terkait dengan pengaruh faktor kinerja dan modal terhadap pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga miskin melalui program PNPM di Kabupaten Jember, menyimpulkan bahwa faktor kinerja dan modal mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Jember serta faktor kinerja dan modal mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat miskin di Kabupaten Jember. Dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh secara tidak langsung pemberdayaan terhadap kesejahteraan melalui kinerja masyarakat di Kabupaten Jember.

Suprianto (2010) melakukan penelitian terkait dengan pemberdayaan dalam hal pendampingan pelaku UMKM memiliki pengaruh yang positif terhadap keberhasilan kinerja pelaku UMKM di Kota Semarang. Melihat fenoma diatas, maka penelitian terkait pemberdayaan UMKM terhadap kinerja dan kesejahteraan pelaku UMKM masih sangat menarik untuk dilakukan. Secara


(27)

umum informasi terkait dengan kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka belum tersedia. Agar tidak terjadi ketimpangan informasi maka riset tentang Analisis pengaruh pemberdayaan UMKM terhadap kinerja dan kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka menjadi penting untuk dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena maka pokok masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1)Bagaimana pengaruh pemberdayaan terhadap kinerja pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-NTT?

2)Bagaimana pengaruh pemberdayaan dan kinerja terhadap kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-NTT?

3) Adakah pengaruh secara tidak langsung pemberdayaan terhadap kesejahteraan melalui kinerja pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-NTT

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan permasalahan yang ada, maka yang akan menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1)Untuk menganalisis pengaruh pemberdayaan terhadap kinerja pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-NTT.

2)Untuk menganalisis pengaruh pemberdayaan dan kinerja terhadap kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-NTT.

3)Untuk menganalisis pengaruh secara tidak langsung pemberdayaan terhadap kesejahteraan melalui kinerja pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-NTT


(28)

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka peneliti berharap dapat memberikan manfaat peneliti sebagai berikut:

1)Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menjadi media dalam memberikan pengembangan ilmu pengetahuan yang selama ini diperoleh dalam perkuliahan melalui berbagai penemuan secara nyata dilapangan yang sebelumnya belum pernah terungkap. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi informasi dan wawasan mengenai pemberdayaan pelaku UMKM khususnya mengenai masalah kinerja dan kesejahteraan pelaku UMKM dan dapat mewakili kondisi UMKM di Kabupaten Sikka dengan demikian, penelitian ini dapat membuktikan teori dan dapat memperkuat hasil penelitian serta kajian sebelumnya.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan masukan pemikiran kepada Pemerintah di Kabupaten Sikka-NTT serta praktisi bidang ekonomi yang berkaitan dengan atau fokus terhadap kajian kesejahteraan pelaku UMKM. Selain itu penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi berkaitan dengan pemberdayaan pelaku UMKM dalam meningkatkan kinerja untuk kesejahteraan masyarakat khususnya pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-NTT. Dengan demikian dari hasil penelitian ini diharapkan dapat ditemukan fenomena atau fakta yang penting untuk meningkatkan pembangunan ekonomi daerah melalui pengembangan dalam bidang sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah.


(29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep- konsep dan defenisi 2.1.1 Kesejahteraan

2.1.1.1 Defenisi Kesejahteraan

Kesejahteraan adalah keamananan dan keselamatan hidup. Kesejahteraan telah termasuk kemakmuran hidup, yaitu keadaaan yang menunjukkan keadaan

orang hidup aman dan tenteram serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya ( Etzioni, 1999). Kesejahteraan sosial dapat didefenisikan sebagai suatu kondisi

kehidupan individu dan masyarakat yang sesuai dengan standar kelayakan hidup yang dipersepsi masyarakat (Swasono, 2004). Tingkat kelayakan hidup dipahami secara relatif oleh berbagai kalangan dan latar belakang budaya, mengingat tingkat kelayakan ditentukan oleh persepsi normatif suatu masyarakat atas kondisi sosial, material, dan psikologis tertentu.

2.1.1.2 Faktor Penentu Kesejahteraan

Pigou dan Sasana (2009), menjelaskan teori ekonomi kesejahteraan merupakan bagian dari kesejahteraan sosial yang dapat dikaitkan secara langsung maupun tidak langsung dengan pengukuran uang. Pada sisi lain kesejahteraan sosial merupakan sistem suatu bangsa tentang manfaat dan jasa untuk membantu masyarakat guna memperoleh kebutuhan social, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang penting bagi kelangsungan masyarakat (Whithaker dan Federico dalam Sasana 2009). Sejalan dengan hal tersebut Segel dan Bruzy dalam


(30)

Widyastuti (2012), juga menjelaskan bahwa kesejahteraan dapat diukur dari kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. .

Kesejahteraan masyarakat menengah bawa dapat direpresentasikan dari tingkat hidup masyarakat yang ditandai dengan terentasnya dari kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi serta produktivitas masyarakat (Todaro, 2000). Sejalan dengan Todaro, UNDP (United Nation for Development Program ) mengembangkan sebuah indeks pengukuran pembangunan yang dikenal dengan istilah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks). Nilai IPM oleh Todaro (2000) diukur berdasarkan tiga indikator sebagi acauan yaitu pendapatan riil kapita, tingkat melek huruf dan tingkat harapan hidup

2.1.1.3 Konsep dan Indikator Kesejahteraan

Konsep sejahtera menurut BKKBN, dirumuskan lebih luas daripada sekedar definisi kemakmuran ataupun kebahagiaan. Konsep sejahtera tidak hanya mengacu pada pemenuhan kebutuhan fisik orang ataupun keluarga sebagai entitas, tetapi juga kebutuhan psikologisnya. Ada tiga kelompok kebutuhan yang harus terpenuhi, yaitu: kebutuhan dasar, sosial, dan kebutuhan pengembangan. Apabila hanya satu kebutuhan saja yang dapat dipenuhi oleh keluarga, misalnya kebutuhan dasar, maka keluarga tersebut belum dapat dikatakan sejahtera menurut konsep ini. Konsep kesejahteraan tidak terlepas dari kualitas hidup masyarakat (Widyastuti, 2012). Indikator yang paling sering digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk suatu negara adalah pendapatan perkapita (Supartono dkk, 2011). Namun demikian, pengukuran tingkat


(31)

kesejahteraan yang hanya menggunakan peningkatan pendapatan per kapita banyak mengandung kelemahan dimana pada kenyataannya kondisi kesejahteraan tidak menggambarkan kelompok masyarakat yang paling relative miskin (Todaro,2000)

Pembangunan kesejahteraan keluarga mencakup 13 variabel, seperti: pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, agama, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan, transportasi, tabungan, informasi dan peranan dalam masyarakat. Selain itu, BKKBN menetapkan 5 (lima) tahapan Keluarga Sejahtera menurut pemenuhan kebutuhan, yaitu: Pra Sejahtera, Sejahtera I, Sejahtera II, Sejahtera III, dan Sejahtera III Plus. Kesejahteraan pelaku UMKM akan meningkat dengan meningkatkan pemberdayaan pelaku UMKM tersebut. Keberhasilan pelaku UMKM dalam mencapai tujuannya dapat diukur dari peningkatan kesejahteraan hidupnya. Kesejahteraan bermakna sangat luas dan juga bersifat relatif, karena ukuran sejahtera bagi seseorang dapat berbeda satu sama lain. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang tidak pernah merasa puas, karena itu kesejahteraan akan terus dikejar tanpa batas. Keberhasilan pelaku UMKM dalam meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi hidupnya akan lebih mudah diukur, apabila aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh pelaku UMKM dilakukan melalui usahanya. Dalam pengertian ekonomi, tingkat kesejahteraan itu dapat ditandai dengan tinggi rendahnya pendapatan riil. Apabila pendapatan riil seseorang atau masyarakat meningkat, maka kesejahteraan ekonomi seseorang atau masyarakat tersebut meningkat pula. Sejalan dengan hal itu, maka apabila tujuan pelaku UMKM


(32)

adalah meningkatkan kesejahteraan hidupnya, maka berarti pula tujuan pelaku UMKM tersebut diwujudkan dalam bentuk meningkatnya pendapatan riil .

2.1.2 Kinerja

2.1.2.1 Defenisi Kinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi” (Keban, 2004). Menurut Jauch dan Glueck (1988) dalam Rahayu (2009) Kinerja adalah merujuk ada tingkat pencapaian atau prestasi dari perusahaan dalam periode waktu tertentu. Kinerja sebuah perusahaan adalah hal yang sangat menentukan dalam perkembangan perusahaan. Tujuan perusahaan yang terdiri dari tetap berdiri atau eksis (Survive), untuk meperoleh laba (Benefit), dan dapat berkembang (Growth), dapat tercapai apabila perusahaan tersebut mempunyai performa yang baik. Kinerja (Performance) perusahaan dapat dilihat dari tingkat penjualan, tingkat keuntungan, pengembalian modal, tingkat turn over dan pangsa pasar yang diraihnya. Kinerja perusahaan secara umum dan keunggulan kompetitif merupakan tolak ukur tingkat keberhasilan dan perkembangan perusahaan kecil. Pengukuran terhadap pengembalian investasi, pertumbuhan, volume, laba dan tenaga kerja pada perusahaan umum dilakukan untuk mengeathui kinerja perusahaan (Jeaning dan Beaver, 1997).


(33)

2.1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Ruky dalam Hessel (2005), mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut : teknologi, kualitas input atau material, kualitas lingkungan fisik, budaya organisasi, kepemimpinan, pengelolaan sumber daya manusia. Atmosoeprapto dalam Hessel (2005), mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal berikut ini :

1) Faktor eksternal yang terdiri dari :

a) Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan Negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal.

b) Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang lebih besar.

c) Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat, yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.

2) Faktor internal yang terdiri dari :

a) Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi.

b) Struktur organisasi, sebagai desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.


(34)

c) Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalanya organisasi secara keseluruhan.

d) Budaya organisasi, yaitu gaya identitas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.

2.1.2.3Pengukuran dan Indikator Kinerja

Menurut Robertson dalam Mahsun (2006), pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas : efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan) hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Elemen pokok pengukuran kinerja menurut Mahsun (2006 ) adalah sebagai berikut :

1) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi 2) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja

3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi 4) Evaluasi kinerja

Kinerja perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen (Helfert, 1996). Untuk mengukur kinerja perusahaa, Kotler (1991) menyarankan agar didasarkan pada ROI bukan pada margin laba/profit. Soetjipto (1997) menyebutkan bahwa untuk mengukur


(35)

kinerja bisnis, dapat dilakukan dengan “balanced score card” (BSC). Sejalan dengan pandangan di atas, Baswir (1995) menambahkan bahwa ada 4 faktor penyebab utama rendahnya kinerja usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia yaitu:

1) Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional 2) Pangsa pasar cendrung menurun karena kekurangan modal, lemahnya

teknologi dan manajerial;

3) Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan administratif guna memperoleh bantuan dari Bank

4) Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas pemerintah cendrung sangat besar. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi. Mohammad Mahsun (2006) definisi indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Seperti untuk mengetahui pertumbuhan penjualan. modal, tenaga kerja, pasar dan laba. Menurut Lohman dalam Mahsun (2006) indikator kinerja (performance indicators) adalah suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif efektivitas dan efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. Menurut Lenvinne dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005) mengemukakan indikator kinerja adalah Responsiveness, Responsibilit, accountability


(36)

2.1.3 Pemberdayaan

2.1.3.1Defenisi Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedang memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut Merriam Webster dan

Oxford English Dictionary dalam Hutomo (2000), kata empower mengandung dua pengertian, yaitu:

1)To give power atau authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain

2) To give ability to atau enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau keperdayaan.

Menurut Pranaka dan Moeljarto (1996) menjelaskan bahwa pemberdayaan atau dikenal dengan empowerment adalah sebuah konsep yang lahir dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat khususnya Eropa. Untuk memahami konsep empowerment secara tepat, memerlukan upaya pemahaman latar belakang konstekstual yang melahirkannya. Pemberdayaan (empowerment) pada dasarnya mengacu pada usaha menumbuhkan keinginan kepada seseorang dan pemberian peluang serta kesempatan bagi bawahan untuk mengaktualisasikan diri, meningkatkan potensi dan kemampuan yang dimiliki, serta memberikan pengalaman psikologis yang membuat seseorang merasa berdaya

Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil memberikan defenisi tentang pemberdayaan sebagai berikut : “ pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah,dunia usaha dan masyarakat dalam bentuk


(37)

penumbuhan iklim usaha, pembinaan dan pengembangan sehingga usaha kecil mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pemberdayaan masyarakat seharusnya mempunyai nilai kesetaraan, bahwa masyarakat juga harus diberi kesempatan dalam proses pengambilan keputusan mulai dari tahap identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat dapat memelihara keberlanjutan kegiatan dan dapat mempertanggungjawabkan secara terbuka apa yang telah diputuskan bersama.

Shardlow (1998) mengatakan pada intinya : “pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan

sesuai dengan keinginan mereka” Pemberdayaan dapat diartikan sebagai usaha untuk memberi atau meningkatkan kemampuan seseorang, kelompok atau masyarakat. Konsep ini sering ditafsirkan berbeda oleh tiap orang, karena perbedaan sudut pandang Simanjuntak (1985) menerangkan bahwa perlunya memberdayakan sumber daya manusia dilatar belakangi oleh empat hal, yaitu: 1) Melalui upaya pembangunan, potensi sumber daya manusia diarahkan

menjadi kekuatan di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik dan pertahanan keamanan yang nyata, didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, memiliki kemampuan , memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan manajemen.

2) Sumber daya manusia dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam proses pembangunan, terutama di negara-negara yang sedang


(38)

berkembang. Hal ini berkaitan dengan pengalaman Negara industri baru menunjukkan bahwa pertumbuhan bersumber dari pertumbuhan masyarakat (efisiensi) yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas.

3) Adanya anggapan bahwa sumber daya manusia lebih penting daripada sumber daya alam. Menurut pendapat ini, negara yang miskin sumber daya alamnya, tetapi tinggi tingkat kualitas sumber daya manusianya sehingga lebih maju daripada negara yang kaya sumber daya alamnya akan tetapi kurang mementingkan sumber daya manusianya.

4) Pada pembangunan jangka panjang I pembangunan lebih dititik beratkan pada pemanfaatan sumber daya alam, sedangkan dalam pembangunan jangka panjang II perlu diadakan penyempurnaan.

Menurut Randy dan Riant Nugroho (2007) pemberdayaan pada dasarnya merupakan suatu proses yang dijalankan dengan kesadaran dan partisipasi penuh dari para pihak untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat sebagai sumber daya pembangunan agar mampu mengenali permasalahan yang dihadapai dalam mengembangkan dan monolong diri menuju keadaaan yang lebih baik , mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk kepentingan diri dan kelompoknya, serta mampu mengekseistensikan diri secara jelas dengan mendapatkan manfaat darinya. Pemberdayaan adalah sebuah "proses menjadi", bukanlah sebuah "proses instan". Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu penyadaran, pengkapasitasa, dan pendayaan lebih lanjut dapat digambarkan sebagai berikut :


(39)

Gambar 2.1

Tahapan Pemberdayaan

Sumber: Randy Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto (2007)

1)Tahap Penyadaran:

Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi "pencerahan" dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai "sesuatu". Program-program yang dapat dilakukan pada tahap ini misalnya memberikan pengetahuan yang bersifat kognisi, belief dan healing. Prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu (membangun"demand") diberdayakan, dan proses pemberdayaan itu dimulai dari diri mereka sendiri. Pada tahap ini pelaku UMKM dibuat mengerti bahwa pemberdayaan itu berasal dari diri mereka sendiri. Diupayakan pula agar pelaku UMKM ini mendapat cukup informasi. Melalui sosialisasi (pengenalan) maka informasi yang aktual dan akurat terjadi proses penyadaran secara ilmiah. Proses ini dapat dipercepat dan dirasionalkan hasilnya dengan hadirnya upaya pendampingan dari pemerintah atau pihak lainnya.

Pendayaan Pengkapasitasan


(40)

2)Tahap Pengkapasitasan.

Disebut "capacity building" atau memampukan. Untuk diberikan daya atau kuasa yang bersangkutan harus mampu terlebih dahulu. Misalnya, sebelum memberikan otonomi daerah, seharusnya daerah-daerah yang hendak otonomkan diberi program kemampuan atau capacity building untuk membuat mereka cakap dalam mengelola otonomi yang diberikan. Proses capacity building terdiri dari tiga jenis, yaitu manusia, organisasi, dan sistim nilai. Tujuan dari tahap ini adalah memampukan pelaku UMKM sehingga mereka memiliki ketrampilan untuk mengelola peluang yang diberikan. Pada tahap ini dilakukan dengan memberikan pelatihan, lokakarya dan kegiatan yang sejenis yang bertujuan untuk meningkatkan life skill peserta UMKM. Dalam tahap ini sekalikus diperkenalkan dan dibukakan akses kepada sumber kunci yang berada diluar komunitasnya sebagai jembatan mewujudkan harapan dan eksistensi dirinya. Selain memampukan peserta UMKM baik secara individual maupun kelompok proses memampukan juga menyangkut organisasi dan sisitem nilai. Pengkapasitasan melalui restrukturisasi organisasi pelaksana sedangakan

pengkapasitasan sistem nilai terkait dengan” aturan main” yang akan digunakan dalam

mengelola peluang

3)Tahap Pendayaan atau "empowerment" dalam makna sempit.

Pada tahap ini, kepada pelaku UMKM diberikan pelatihan, daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki melalui partisipasi aktif dan berkelanjutan yang ditempuh dengan memberikan peran yang lebih besar secara bertahap sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya, diakomodasi aspirasinya serta dituntun untuk melakukan self


(41)

evolution terhadap pilihan dan hail pelaksanaan atas pilihan. Pemberian pelatihan ini sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki.

2.1.3.2 Konsep Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan masyarakat menurut Pranaka dan Priyono (1996) dapat dilakukan dalam 3 (tiga) fase, yaitu fase inisial, fase partisipatoris,

dan fase emansipatoris.

1) Fase inisial, semua proses pembedayaan berasal dari pemerintah, oleh pemerintah dan diperuntukan bagi masyarakat. Pada fase ini masyarakat bersifat pasif, melaksanakan apa yang direncanakan pemerintah dan tetap tergantung kepada pemerintah.

2) Fase partisipatoris, proses pemberdayaan berasal dari pemerintah bersama masyarakat, oleh pemerintah bersama masyarakat, dan diperuntukan bagi masyarakat. Pada fase ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembangunan untuk menuju kemandirian.

3) Fase emansipatoris, proses pemberdayaan berasal dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan oleh pemerintah. Pada fase ini masyarakat sudah menemukan kekuatan dirinya, sehingga dapat melakukan kekuatan dirinya, sehingga dapat melakukan pembaharuan dalam mengaktualisasikan diri.

Menurut Kartasasmita (1996), konesp pemberdayaan ekonomi rakyat

adalah “Upaya yang merupakan pengerahan sumber daya untuk mengembangkan


(42)

sumber daya manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan rakyat,

dapat ditingkatkan produktivitasnya”. Dari berbagai pandangan mengenai konsep

pemberdayaan, maka dapat disimpulkan, bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah penguatan pemilikan faktor-faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk mendapatkan gaji/upah yang memadai, dan penguatan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan ketrampilan, yang harus dilakukan secara multi aspek, baik dari aspek masyarakatnya sendiri, maupun aspek kebijakannya. Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini diartikan bukan hanya menyangkut kekuatan politik namun mempunyai arti luas yang merupakan penguasaan masyarakat atas: a) Power over personal choices and life chances, b) Power over the definition of need, c) Power over ideas, d) Power over institutions, e) Power over resources, f) Power over economic activity, g) Power over reproduction

2.1.3.3 Indikator Pemberdayaan

Pemberdayaan dapat diartikan sebagai tujuan dan proses. Sebagai tujuan,pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang memiliki kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian sesuai dengan tipe-tipe kekuasaan yang disebutkan sebelumnya. Menurut Suharto (2005), pemberdayaan sebagai proses memiliki lima indikator yaitu:


(43)

1)Enabling adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat struktural dan kultural yang menghambat

2)Empowering adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian 3)Protecting yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah

agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok kuat dan dominan, menghindari persaingan yang tidak seimbang, mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan masyarakat kecil. Pemberdayaan harus melindungi kelompok lemah, minoritas dan masyarakat terasing

4)Supporting yaitu pemberian bimbingan dan dukungan kepada masyarakat lemah agar mampu menjalankan peran dan fungsi kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan

5)Fostering yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keseimbangan dan keselarasan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan usaha.


(44)

2.1.3.4 Pendekatan Pemberdayaan

Proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan. Parsons, et al., (1994) menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literature yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Walaupun pemberdayaan ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Meskipun demikian, tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan melalui kolektivitas. Untuk beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual, walaupun pada akhirnya strategi ini tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain di luar dirinya. Karenanya, dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan : mikro, mezzo dan makro.

1)Pendekatan Mikro.

Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis invention. Tujuan utamanya adalah memberi bimbingan atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered approach).

2) Pendekatan Mezzo.

Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan ini dilaksanakan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi.


(45)

Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3)Pendekatan Makro

Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada system lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial,

lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Pendekatan ini memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk melakukan tindakan

2.1.3.5 Defenisi dan Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Mengah

Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada dasarnya mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Dalam Undang-Undang tersebut yang dimaksud dengan Usaha Mikro, adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian langsung maupun tidak langsung dari


(46)

Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini. Pengertian Usaha Menengah adalah usaha ekonomi yang produktif yang berdiri sendiri , yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung mauapun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Tabel 2.1

Kriteria Usaha Mikro, Keci dan Menengah

No Berdasarkan Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menegah

1 UU No.20 Thn 2008

Aset > 50 juta Omset > 300 juta

Aset 50-100 juta Omset 300-2,5M

Aset 500-10 M Omset 2.5M-50M 2 BPS Pekerja maksiml 5

orang termasuk keluarga

Pekerja 5-10 orang

Pekerja 5-99 orang 3 BI Aset > 50 juta

Omset > 500 juta

Aset > 200juta Omset > 1 Millar

Aset > 3 Milliar Omset > 5milliar 4 Bank Dunia Pekerja minimal

10 orang Aset > $100 ribu Omset > $100 ribu

Pekerja minimal 50 orang Aset > $3 juta Omset >$3 juta

Pekerja minimal 300 orang Aset > $15 juta Omset >$ 15 juta 5 Menurut

Staley & Morse

Pekerja 1-9 orang

Pekerja 10- 49 orang

Pekerja 50-99 orang

Sumber: Olahan Peneliti 2015

Usaha mikro memiliki karakteristik yang khas, berdasarkan survey Kuncoro (2009) adalah sebagai berikut:

1) Jenis barang usahannya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti 2) Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat


(47)

3) Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha.

4) SDM nya belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai. 5) Tingkat pendidikannya rata-rata relative rendah.

6) Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank.

7) Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP

Kokotiasa (2002) mengungkapkan beberapa hal yang perlu digaris bawahi agar UMKM sebagai basis perekonomian rakyat tetap eksis, maka harus diperhatikan melalui usaha-usaha yang dapat membangkitkan gairah kerja melalui antara yaitu: kemitraan, restrukturisasi utang UKM, pemberian Manajemen sederhan bagi UKM, pengenalan teknologi, dan kemampuan asosiasi UKM.

2.1.3.6 Pemberdayaan UMKM

Peran strategis UMKM memerlukan adanya pemberdayaan UMKM agar mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah,


(48)

Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Pemberdayaan UMKM diselenggarakan sebagai kesatuan dan pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Dengan dilandasi dengan asas kekeluargaan, upaya pemberdayaan UMKM merupakan bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU No. 20/2008) adalah:

1)Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri.

2) Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. 3) Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai

dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 4)Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

5)Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. Sedangkan Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU No. 20/2008) adalah:

1)Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan.


(49)

2)Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri

3) Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Sijabat (2000), penelitian mengatakan upaya pemberdayaan UMKM bukanlah suatu komitmen kebijakan jangka pendek, tetapi merupakan proses politik jangka panjang. Dalam upaya mendorong percepatan proses pemberdayaan UMKM selama era reformasi juga terlihat sudah cukup banyak isu politik yang seharusnya dapat mempercepat proses pemberdayaan koperasi dan UKM.

2.2 Teori- teori yang relevan 2.2.1 Teori Kesejahteraan

Dalam teori ekonomi konsep kesejahteraan masyarakat dikenal sebagai ekonomi kesejahteraan (walfare economics) . Sen (2002), yang pada hakekatnya menjelaskan faktor-faktor produksi serta barang dan jasa dalam suatu perekonomian kepada semua masyarakat atau menjelaskan interaksi ekonomi yang ingin mencari kondisi bagi pemanfaatan sumber daya secara efisien. Mekanisme pasar diyakini mampu menjadi alat distribusi kesejahteraan melalui mekanisme pertukaran. Lewat pertukaran tersebut terjadi distribusi kekayaan dan atau pendapatan dengan pembayaran atau penggunaan faktor produksi atau pembelian barang dan jasa dengan asumsi proses tercapainya keseimbangan tersebut berlangsung dalam suatu pasar yang terisolasi dari pasar lainnya atau


(50)

perekonomiannya hanya terdiri dari pelaku ekonomi (Raharja,1999). Jadi perekonomian telah berjalan secara efisien bila terjadi mekanisme pertukaran yang efisien (efficiency in exchange) dan produksi berjalan efisien (efficiency in production).

Menurut Sukirno (2006), kesejahteraan mempunyai makna yang luas, tidak hanya dikaitkan dengan pendapatan dan konsumsi terapi juga asset. Artinya kesejahteraan tidak hanya berfokus kepada konsumsi barang dan jasa tetapi juga akses kepada asset kekayaan dan sosial. Kesejahteraan masyarakat merupakan suatu hal yang besifat subjektif. Artinya tiap orang mempunyai pandangan hidup. Tujuan hidup dan cara-cara hidup yang berbeda dan dengan demikian member nilai-nilai yang berbeda terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan mansyarakat.

2.2.2 Teori Human Capital

Investasi sumber daya manusia diperoleh dengan mengeluarkan sejumlah dana serta kesempatan untuk menciptakan penghasilan selama proses investasi (Atmanti, 2005). Tingkat penghasilan sebagai imbalan selama proses investasi yang diharapkan adalah tingkat penghasilan yang lebih tinggi. Investasi yang tergambar tersebut dikatakan Human Capital (Simanjuntak dalam Atmanti,2005)

Human Capital merupakan kombinasi dari pengetahuan, ketrampilan, inovasi dan kemampuan seseorang untuk menjalankan tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai untuk mencapai tujuan (Ongkoraharjo, 2008).


(51)

Human Capital juga didefinisikan oleh Hudson dan Juwita (2007) sebagai bakat, pendidikan, pengalaman, sikap dalam hidup dan bisnis. Asumsi dasar teori Human Capital bahwa melalui peningkatan pendidikan, seseorang dapat meningkatkan penghasilannya (Atmanti, 2005). Pendidikan dapat mengubah pola pikir seseorang, dimana dengan pendidikan seseorang mendapatkan banyak pengetahuan, ilmu dan informasi yang terus berkembang. Sulistiawati (2012) menyebutkan bahwa pendidikan merupakan salah satu factor yang menentukan produktivitas. Bila sumber daya manusia diberdayagunakan secara efisien sebagai salah satu faktor, akan mampu meningkatkan produktivitas. Produktivitas akan menciptakan pendapatan yang meningkatkan daya beli seseorang. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa kesejahteraan seseorang akan tercapai jika orang tersebut mampu meningkatkan pendapatannya.

2.2.3 Teori Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi dapat dipahami sebagai upaya melakukan perubahan dalam pengembangan yang lebih baik dari sebelumnya yang ditandai dengan membaiknya faktor – faktor produksi. Faktor – faktor produksi tersebut adalah kesempatan kerja, investasi dan teknologi yang digunakan. Membaiknya ekonomi suatu wilayah diperlihatkan dengan membaiknya tingkat konsumsi masyarakat, investasi swasta, investasi publik, ekspor dan impor yang dihasilkan oleh suatu Negara (Menteri permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).

Pembangunan dapat dipandang sebagai suatu proses transisi multi dimensi yang mencerminkan hubungan antar berbagai proses perubahan di dalam


(52)

suatu negara, dimana proses perubahan multidimensional tersebut ditandai oleh proses tranformasi struktural. Menurut Stimson dan Stough (2006), proses transformasi struktural tersebut ditandai dengan perubahan struktur ekonomi yang dicerminkan oleh perubahan kontribusi sektoral (shift – share) di dalam pendapatan nasional. Proses transformasi struktural itu sendiri dapat dikelompokkan dalam empat proses utama yaitu : (1) proses akumulasi, (2) proses alokasi, (3) proses distribusi dan (4) proses demografis.

Pembangunan Ekonomi bersifat multidimensi yang mencakup berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat dan bukan hanya salah satu aspek ekonomi saja. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh suatu Negara dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya. Atau dapat dikatakan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu Negara dalam kurun waktu lama (jangka panjang) disertai perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). Paham pembangunan ekonomi menekankan produk per kapita dan pendapatan per kapita. Produk per kapita dan pendapatan per kapita inilah yang dijadikan ukuran tingkat hidup dalam mayarakat. Karena itu era tahun lima puluhan pengertian pembangunan ini terbatas pada proses kenaikan pendapatan nasional dan pendapatan per kapita, atau proses pembangunan itu terbatas pada bidang ekonomi atau titik beratnya pada bidang ekonomi. Oleh karena itu, dalam proses pembangunan setiap negara, pertumbuhan pendapatan dan pendapatan per kapita ini selalu dimonitor. Kemudian istilah pembangunan dewasa ini semakin berkembang laksana mukjizat. Pembangunan mengandung begitu banyak makna,


(53)

mempunyai fungsi ganda, menimbulkan banyak harapan, tapi juga membawa perdebatan yang tak habis-habisnya di kalangan masyarakat yang semakin meluas

2.3 Keaslian Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, maka pengacuan kepada penelitian sebelumnya sangatlah diperlukan. Hal ini bertujuan sebagai dasar yang kuat dalam penyajian materi, pemantapan variable maupun konsep-konsep yang dipakai peneliti. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh dilakukan Ardiana dkk, (2010) tentang Kompetensi SDM UKM dan pengaruhnya terhadap Kinerja UKM di Surabaya memberi kesimpulan. Dari hasil analisa data diketemukan bahwa kompetensi yang terdiri dari pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja UKM di Kota Surabaya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Ardiana dkk, (2010) meneliti kinerja UKM di Surabaya melalui kompetensi SDM yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja UKM di Surabaya sedangkan penelitian ini meneliti mengenai kesejahteraan dan kinerja (pertumbuhan penjualan, modal, tenaga kerja, pasar, dan laba) pelaku UMKM di Kabupaten Sikka. Persamaan dengan penelitian ini adalah dala meneliti kinerja pelaku UMKM.

Penelitian berikutnya adalah penelitiannya Aristeidis G. Samitas dan Dimitris F. Kenourgios, (2005) menggunakan metode Engle dan Granger dengan menerapkan kointegrasi untuk menyelidiki hubungan antara usaha kecil


(54)

menengah (UKM) pasar (Inggris, Perancis, Jerman, Italia dan Yunani) ke Eropa yang ekonominya terintegrasi dan lingkungan keuangan. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya integrasi di pasar UKM, hal ini menunjukkan diversifikasi peran mereka dalam keuangan UKM.Dalam hasil penelitianya Aristeidis G. Samitas dan Dimitris F. Kenourgios mengusulkan beberapa tindakan kebijakan yang menarik ke dalam penerapan kerangka hukum dan perdagangan umum dalam rangka untuk meningkatkan peran bersama mereka sebagai sumber pembiayaan alternatif kewirausahaan Eropa. Perbedaan dengan penelitian ini adalah Aristeidis G. Samitas dan Dimitris F. Kenourgios menggunakan metode Engle dan Granger menyelidiki hubungan pelaku UKM di Eropa dengan lingkungan keuangannya sedangkan penelitian ini membicarakan pengaruh pemberdayaan terhadap kesejahteraan dan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka. Persamaan dengan penelitian ini adalah dalam meniliti pertumbuhan pasar dan pembiayaan (modal) pelaku UMKM.

Penelitian yang dilakukan oleh Aylin Ates dan Umit Bititci (2007) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menangani dinamika dan kegiatan dalam proses strategi UKM, ini dapat membantu pembaca memahami praktek dan bahasa manajer UKM tentang strategi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aylin Ates and Umit Bititci menunjukkan bahwa dinamika startegi UKM (usaha kecil menengah) memiliki dua dimensi yang muncul dan direncanakan manajer UKM mengeksekusi strategi proses terutama dari fashion informal dengan memegang fungsi ganda dan dengan aplikasi terbatas alat manajemen strategi dan teknik. UKM menempatkan lebih menekankan pada scanning lingkungan eksternal (pelanggan,


(1)

suatu negara, dimana proses perubahan multidimensional tersebut ditandai oleh proses tranformasi struktural. Menurut Stimson dan Stough (2006), proses transformasi struktural tersebut ditandai dengan perubahan struktur ekonomi yang dicerminkan oleh perubahan kontribusi sektoral (shift – share) di dalam pendapatan nasional. Proses transformasi struktural itu sendiri dapat dikelompokkan dalam empat proses utama yaitu : (1) proses akumulasi, (2) proses alokasi, (3) proses distribusi dan (4) proses demografis.

Pembangunan Ekonomi bersifat multidimensi yang mencakup berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat dan bukan hanya salah satu aspek ekonomi saja. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh suatu Negara dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya. Atau dapat dikatakan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu Negara dalam kurun waktu lama (jangka panjang) disertai perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). Paham pembangunan ekonomi menekankan produk per kapita dan pendapatan per kapita. Produk per kapita dan pendapatan per kapita inilah yang dijadikan ukuran tingkat hidup dalam mayarakat. Karena itu era tahun lima puluhan pengertian pembangunan ini terbatas pada proses kenaikan pendapatan nasional dan pendapatan per kapita, atau proses pembangunan itu terbatas pada bidang ekonomi atau titik beratnya pada bidang ekonomi. Oleh karena itu, dalam proses pembangunan setiap negara, pertumbuhan pendapatan dan pendapatan per kapita ini selalu dimonitor. Kemudian istilah pembangunan dewasa ini semakin berkembang laksana mukjizat. Pembangunan mengandung begitu banyak makna,


(2)

mempunyai fungsi ganda, menimbulkan banyak harapan, tapi juga membawa perdebatan yang tak habis-habisnya di kalangan masyarakat yang semakin meluas

2.3 Keaslian Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, maka pengacuan kepada penelitian sebelumnya sangatlah diperlukan. Hal ini bertujuan sebagai dasar yang kuat dalam penyajian materi, pemantapan variable maupun konsep-konsep yang dipakai peneliti. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh dilakukan Ardiana dkk, (2010) tentang Kompetensi SDM UKM dan pengaruhnya terhadap Kinerja UKM di Surabaya memberi kesimpulan. Dari hasil analisa data diketemukan bahwa kompetensi yang terdiri dari pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja UKM di Kota Surabaya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Ardiana dkk, (2010) meneliti kinerja UKM di Surabaya melalui kompetensi SDM yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja UKM di Surabaya sedangkan penelitian ini meneliti mengenai kesejahteraan dan kinerja (pertumbuhan penjualan, modal, tenaga kerja, pasar, dan laba) pelaku UMKM di Kabupaten Sikka. Persamaan dengan penelitian ini adalah dala meneliti kinerja pelaku UMKM.

Penelitian berikutnya adalah penelitiannya Aristeidis G. Samitas dan Dimitris F. Kenourgios, (2005) menggunakan metode Engle dan Granger dengan menerapkan kointegrasi untuk menyelidiki hubungan antara usaha kecil


(3)

menengah (UKM) pasar (Inggris, Perancis, Jerman, Italia dan Yunani) ke Eropa yang ekonominya terintegrasi dan lingkungan keuangan. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya integrasi di pasar UKM, hal ini menunjukkan diversifikasi peran mereka dalam keuangan UKM.Dalam hasil penelitianya Aristeidis G. Samitas dan Dimitris F. Kenourgios mengusulkan beberapa tindakan kebijakan yang menarik ke dalam penerapan kerangka hukum dan perdagangan umum dalam rangka untuk meningkatkan peran bersama mereka sebagai sumber pembiayaan alternatif kewirausahaan Eropa. Perbedaan dengan penelitian ini adalah Aristeidis G. Samitas dan Dimitris F. Kenourgios menggunakan metode Engle dan Granger menyelidiki hubungan pelaku UKM di Eropa dengan lingkungan keuangannya sedangkan penelitian ini membicarakan pengaruh pemberdayaan terhadap kesejahteraan dan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka. Persamaan dengan penelitian ini adalah dalam meniliti pertumbuhan pasar dan pembiayaan (modal) pelaku UMKM.

Penelitian yang dilakukan oleh Aylin Ates dan Umit Bititci (2007) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menangani dinamika dan kegiatan dalam proses strategi UKM, ini dapat membantu pembaca memahami praktek dan bahasa manajer UKM tentang strategi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aylin Ates and Umit Bititci menunjukkan bahwa dinamika startegi UKM (usaha kecil menengah) memiliki dua dimensi yang muncul dan direncanakan manajer UKM mengeksekusi strategi proses terutama dari fashion informal dengan memegang fungsi ganda dan dengan aplikasi terbatas alat manajemen strategi dan teknik. UKM menempatkan lebih menekankan pada scanning lingkungan eksternal (pelanggan,


(4)

pemasok, pesaing, universitas dan pemberi pinjaman) dan kemudian menentukan strategi dan tujuan. Ini menyiratkan bahwa proses strategi UKM ditandai oleh lebih dari pandangan berbasis pasar. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Aylin Ates dan Umit Bititci (2007) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menangani dinamika dan kegiatan dalam proses strategi UKM, sedangkan penelitian ini adalah meneliti tentang kesejahteraan dan kinerja pelaku UMKM melalui pemberdayaan UMKM di Kabupaten Sikka. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti kinerja pelaku UMKM dengan indikator pertumbuhan pasar.

Penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro dkk, (2013) mengenai profil dan strategi pengembangan koperasi dan UMKM di Kabupaten Sikka-NTT memiliki kesimpulan sebagai berikut: a) Membahas tentang permasalahan Koperasi dan UMKM diKabupaten Sikka menyimpulkan masih rendahnya kualitas SDM baik untuk pembinaan, maupun gerakan koperasi, bagi pelaku UMKM. Masalah secara khusus adalah sistem administrasi dan keuangan yang kurang baik, masalah memperoleh pinjaman dari bank, masalah penyusunan perencanaan bisnis karena persaingan, masalah bahan baku, masalah akses terhadap teknologi, masalah perbaikan kualitas barang dan masalah tenaga kerja yaitu sulitnya mendapat tenaga kerja yang terampil. c) Membahas tentang strategi pengembangan KUMKM di Kabupaten Sikka yaitu memyimpulkan strategi pengembangan KUMKM di Kabupaten Sikka sebaiknya merujuk kepada arah pembangunan jangka menegah dan jangka panjang, pengembangah KUMKM dihasilkan dengan mensinergi kepada lima hal yaitu arah kebijakan pembangunan industri, arah kebijakan


(5)

pembangunan KUMKM nasional, arah kebijakan pengembangan KUMKM NTT, arahan RT/RW NTT khususnya zona pembangunan wilayah dan hasil analisis subsetor unggulan serta komoditi unggulan KUMKM di Kabupaten Sikka-NTT. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro dkk, (2013) mengenai profil dan strategi pengembangan koperasi dan UMKM di Kabupaten Sikka-NTT sedangkan penelitian ini adalah meneliti tentang pengaruh pemberdayaan UMKM terhadap kinerja dan kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka-NTT. Persamaan dengan penelitian ini adalah kesamaan tempat dan pelaku UMKM.

Penelitian Tri Utari Putu Martini Dewi ( 2014) Pengaruh Modal, Tingkat Pendidikan dan Teknologi terhadap Pendapatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kawasan Imambonjol Denpasar menyimpulkan Pertama, hasil uji simultan (uji F) menunjukkan bahwa modal, tingkat pendidikan dan teknologi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan UMKM di kawasan Iman Bonjol Denpasar Barat. Kesimpulan kedua, semakin besar modal yang di konsumsi maka semakin besar pendapatan yang diterima oleh UMKM, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi tingkat pendapatan yang diterima oleh UMKM, dan semakin modern teknologi yang diadopsi maka semakin besar pendapatan yang di terima oleh UMKM sehingga modal,tingkat pendidikan dan teknologi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan UMKM di kawasan Iman Bonjol Denpasar Barat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri Utari Putu Martini Dewi ( 2014) Pengaruh Modal, Tingkat Pendidikan dan Teknologi terhadap Pendapatan


(6)

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kawasan Imam Bonjol Denpasar adalah penelitian ini tentang pemberdayaan UMKM terhadap kinerja dan kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Sikka sedangkan persamaannya adalah indikator dari variabel kinerja terdapat pertumbuhan modal dan indikator dari Variabel Kesejahteraan adalah pendapatan dan pendidikan pelaku UMKM.

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Suprianto (2006), dengan judul “Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai salah satu upaya

Penanggulangan Kemiskinan” menyimpulkan melalui pemberdayaan UMKM

memiliki kontribusi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 99.45 persen tenaga kerja. Sektor UMKM sendiri memiliki prospek yang menjanjikan dalam pemberian kuncuran kredit naik sebesar 187,1 pada tahun 2004. Pengentasan kemiskinan dengan cara memberdayakan sektor UMKM memiliki potensi yang sangat baik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Suprianto (2006), adalah dari variabelnya dimana penelitian Suprianto pemberdayaan UMKM dengan pemberian penyaluran kredit sebagi Modal pelaku UMKM sedangkan penelitian ini adalah pemberdayaan UMKM dengan variabel penyadaraan, pendayagunaan dan pengkapasitasan pelaku UMKM. Persamaannya adalah sama-sama meneliti pemberdayaan pelaku UMKM.