Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman Studi Kasus Pada Pt. Telekomunikasi Selular (Telkomsel)

(1)

SKRIPSI

PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN BERDASARKAN ANALISA MODEL Z-SCORE ALTMAN STUDI KASUS PADA PT.

TELEKOMUNIKASI SELULAR (TELKOMSEL)

OLEH

ANDOKO 100503065

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman Studi Kasus pada PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 15 Februari 2014

NIM: 100503065 Andoko


(3)

ABSTRAK

PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN BERDASARKAN ANALISA MODEL Z-SCORE ALTMAN STUDI KASUS PADA PT. TELEKOMUNIKASI

SELULAR (TELKOMSEL)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah PT. Telkomsel Tbk. diprediksi akan bangkrut berdasarkan analisis model Z-score terhadap laporan tahunan periode 2010-2012.

Populasi penelitian ini terdiri dari 7 perusahaan yaitu: 6 perusahaan yang terdaftar di BEI ditambah dengan PT. Telkomsel Tbk. Selama tahun 2010-2012, dengan 6 perusahaan yang digunakan sebagai sampel bedasarkan metode purposive sampling. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan dari masing-masing sampel yang dipublikasikan di www.telkomsel.com, www.bakrietelecom.com, www.indosat.com, www.inovi si.com, www.smartfren.com, www.xl.co.id, dan www.idx.co.id

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis Altman Z-Score terhadap PT. Telkomsel Tbk., mendapat hasil Z-Score sebesar 7,807 pada tahun 2010, sebesar 8,831 pada tahun 2011, dan 10,150 pada tahun 2012, sehingga PT. Telkomsel berada dalam safe zone atau tidak bangkrut karena nilai Z-Score lebih besar dari 2,60. Berdasarkan uji beda Mann Whitney maka terlihat bahwa PT. Telkomsel Tbk. memiliki perbedaan signifikan nilai Z-Score dengan PT. Bakrie Telecom Tbk. (Z-Score tahun 2012-2010 = -0,044; 2,297; 3,783), PT. Indosat Tbk. (Z-Score tahun 2012-2010 = 4,714; 4,442; 4,372), PT. Smartfren Telecom Tbk. Score tahun 2012-2010 = 0,251; -0,511; -3,373), PT. XL Axiata Tbk. (Z-Score tahun 2012-2010 = 4,837; 4,734; 5,406), sedangkan PT. Inovisi Infracom Tbk. (Z-Score tahun 2012-2010 = 11,298; 8,902; 8,857) tidak memiliki perbedaan signifikan nilai Z-score dengan PT. Telkomsel Tbk. Kondisi keuangan PT. Telkomsel Tbk. tergolong lebih baik dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012.

. Variabel independen yang digunakan adalah Working Capital to Total Assets Ratio (X1), Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2), Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (X3), Book Value Equity to Book Value of Total Liabilities Ratio (X4), dengan nilai Z-Score sebagai variabel dependen. Teknik analisis data menggunakan teknik Altman Z-Score, statistik deskriptif, serta uji beda Mann Whitney.


(4)

ABSTRACT

COMPANY BANKRUPTCY PREDICTION BASED ON ANALYSIS MODEL ALTMAN Z-SCORE CASE STUDY IN PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR

(TELKOMSEL)

This study was conducted to determine whether the PT. Telkomsel Tbk. predicted to be bankrupt according to Z-score model analysis of the 2010-2012 annual report.

Population of this research consists of 7 companies, namely: 6 companies listed on the Stock Exchange add up with PT. Telkomsel Tbk., with 6 companies taken as sample by purposive sampling method Data used in this study is secondary data in the form of financial statements of each sample, which is published in www.telkomsel.com , www.bakrietelecom.com , www.indosat.com , www.inovisi.com , www.smartfren.com , www.xl.co.id , and www.idx.co.id

The analysis of the Altman Score to PT. Telkomsel Tbk., shows Z-Score value of 4.557 in 2010, 5.581 in 2011, and 6.899 in 2012, so PT. Telkomsel Tbk. is within the safe zone because the Z - Score value is greater than 2.60. Based on the Mann Whitney test, shows that the PT. Telkomsel Tbk. have significant differences in the value of the Z-Score with PT. Bakrie Telecom Tbk. (Z-Score year 2012-2010 = -0.044; 2.297; 3.783), PT. Indosat Tbk. (Z-Score year 2012-2010 = 4.714; 4.442; 4.372), PT. Smartfren Telecom Tbk. (Z-Score year 2012-2010 = 0.251; -0.511; -3.373), PT. XL Axiata Tbk. (Z-Score in 2012-2010 = 4,837; 4,734; 5.406), whereas PT. Infracom Tbk. (Z-Score year 2012-2010 = 11.298; 8.902; 8.857) had no significant difference in the value of the Z-score with PT. Telkomsel Tbk. The financial condition of PT. Telkomsel Tbk. relatively better than other telecom companies listed on the Stock Exchange from 2010-2012.

. Independent variables used are Working Capital to Total Assets Ratio (X1), Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2), Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (X3), Book Value Equity to Book Value of Total Liabilities Ratio (X4), with the value of the Z-Score as the dependent variable. Analysis technique that is being used is Altman Z-Score analysis, descriptive statistics as well as the Mann Whitney test.


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati, peneliti menyampaikan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, anugerah, dan karuniaNya yang menyertai, membimbing dan memberikan kekuatan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, peneliti menemui berbagai macam kesulitan, kendala dan hambatan, akan tetapi berkat bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak., CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Syafruddin Ginting, MAFIS, Ak., CPA selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak. selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak. selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si., Ak., CA selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas waktu, bimbingan, dan arahan yang diberikan selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. 5. Ibu Dr. Rina Br. Bukit, S.E., Ak., M.Si. selaku Dosen Pembaca yang


(6)

selalu memberikan masukan atas penulisan skripsi ini.

6. Kedua orangtua penulis, Bapak Hendro Tandiono dan Ibu Nurhaeda Effendi, atas kasih sayang, dukungan, nasehat, dan motivasi yang tiada hentinya kepada penulis.

Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 13 Februari 2014

NIM: 100503065 Andoko


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis ... 10

2.1.1. Laporan Keuangan ... 11

2.1.2. Tujuan Laporan Keuangan ... 15

2.1.3. Jenis-Jenis Laporan Keuangan ... 17

2.1.4. Analisis Laporan Keuangan ... 21

2.1.5. Prediksi Kebangkrutan Perusahaan ... 22

2.1.6. Prediksi Kebangkrutan Model Z-Score Altman ... 24

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 28

2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 32

2.3.1. Kerangka konseptual ... 32

2.3.2. Hipotesis ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

3.3. Batasan Operasional ... 35

3.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 36

3.5. Skala Pengukuran Variabel ... 37

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

3.7. Jenis Data ... 39

3.8. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.9. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 42

4.1.1 Uji Statistik Deskriptif ... 43


(8)

4.1.3. Analisis Z –Score Altman ... 48

4.1.3.1. Working Capital / Total Assets (X1) ... 48

4.1.3.2. Retained Earnings / Total Assets (X2) ... 49

4.1.3.3. EBIT / Total Assets (X3) ... 51

4.1.3.4. BV of Equity / BV of Total Liabilities (X4) ... 52

4.1.3.5. Analisis Kebangkrutan Z-Score Altman ... 53

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu 31

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 36

4.1 Nilai Altman Z-Score Sampel 42

4.2 Kategori Perusahaan 42

4.3 Statistik Deskriptif 43

4.4 Uji Mann Whitney (PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT.

Bakrie Telecom Tbk.) 45

4.5 Uji Mann Whitney (PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT.

Indosat Tbk.) 45

4.6 Uji Mann Whitney (PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT.

Inovisi Infracom Tbk.) 46

4.7 Uji Mann Whitney (PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT.

Smartfren Telecom Tbk.) 47

4.8 Uji Mann Whitney (PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT.

XL Axiata Tbk.) 47

4.9 Working Capital / Total Assets 48

4.10 Retained Earnings / Total Assets 49

4.11 Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets 51 4.12 Book Value of Equity / Book Value of Total Liabilities 52 4.13 Analisis Kebangkrutan Z-Score Altman 53


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Proses Analisis Laporan Keuangan 10


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Perhitungan Working Capital to Total Assets Ratio (X1) 62 2 Perhitungan Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2) 63 3 Perhitungan Earnings Before Interest and Taxes / Total

Assets Ratio (X3) 64

4 Perhitungan Book Value Equity / Book Value of Total

Liabilities Ratio(X4) 65


(12)

ABSTRAK

PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN BERDASARKAN ANALISA MODEL Z-SCORE ALTMAN STUDI KASUS PADA PT. TELEKOMUNIKASI

SELULAR (TELKOMSEL)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah PT. Telkomsel Tbk. diprediksi akan bangkrut berdasarkan analisis model Z-score terhadap laporan tahunan periode 2010-2012.

Populasi penelitian ini terdiri dari 7 perusahaan yaitu: 6 perusahaan yang terdaftar di BEI ditambah dengan PT. Telkomsel Tbk. Selama tahun 2010-2012, dengan 6 perusahaan yang digunakan sebagai sampel bedasarkan metode purposive sampling. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan dari masing-masing sampel yang dipublikasikan di www.telkomsel.com, www.bakrietelecom.com, www.indosat.com, www.inovi si.com, www.smartfren.com, www.xl.co.id, dan www.idx.co.id

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis Altman Z-Score terhadap PT. Telkomsel Tbk., mendapat hasil Z-Score sebesar 7,807 pada tahun 2010, sebesar 8,831 pada tahun 2011, dan 10,150 pada tahun 2012, sehingga PT. Telkomsel berada dalam safe zone atau tidak bangkrut karena nilai Z-Score lebih besar dari 2,60. Berdasarkan uji beda Mann Whitney maka terlihat bahwa PT. Telkomsel Tbk. memiliki perbedaan signifikan nilai Z-Score dengan PT. Bakrie Telecom Tbk. (Z-Score tahun 2012-2010 = -0,044; 2,297; 3,783), PT. Indosat Tbk. (Z-Score tahun 2012-2010 = 4,714; 4,442; 4,372), PT. Smartfren Telecom Tbk. Score tahun 2012-2010 = 0,251; -0,511; -3,373), PT. XL Axiata Tbk. (Z-Score tahun 2012-2010 = 4,837; 4,734; 5,406), sedangkan PT. Inovisi Infracom Tbk. (Z-Score tahun 2012-2010 = 11,298; 8,902; 8,857) tidak memiliki perbedaan signifikan nilai Z-score dengan PT. Telkomsel Tbk. Kondisi keuangan PT. Telkomsel Tbk. tergolong lebih baik dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012.

. Variabel independen yang digunakan adalah Working Capital to Total Assets Ratio (X1), Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2), Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (X3), Book Value Equity to Book Value of Total Liabilities Ratio (X4), dengan nilai Z-Score sebagai variabel dependen. Teknik analisis data menggunakan teknik Altman Z-Score, statistik deskriptif, serta uji beda Mann Whitney.


(13)

ABSTRACT

COMPANY BANKRUPTCY PREDICTION BASED ON ANALYSIS MODEL ALTMAN Z-SCORE CASE STUDY IN PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR

(TELKOMSEL)

This study was conducted to determine whether the PT. Telkomsel Tbk. predicted to be bankrupt according to Z-score model analysis of the 2010-2012 annual report.

Population of this research consists of 7 companies, namely: 6 companies listed on the Stock Exchange add up with PT. Telkomsel Tbk., with 6 companies taken as sample by purposive sampling method Data used in this study is secondary data in the form of financial statements of each sample, which is published in www.telkomsel.com , www.bakrietelecom.com , www.indosat.com , www.inovisi.com , www.smartfren.com , www.xl.co.id , and www.idx.co.id

The analysis of the Altman Score to PT. Telkomsel Tbk., shows Z-Score value of 4.557 in 2010, 5.581 in 2011, and 6.899 in 2012, so PT. Telkomsel Tbk. is within the safe zone because the Z - Score value is greater than 2.60. Based on the Mann Whitney test, shows that the PT. Telkomsel Tbk. have significant differences in the value of the Z-Score with PT. Bakrie Telecom Tbk. (Z-Score year 2012-2010 = -0.044; 2.297; 3.783), PT. Indosat Tbk. (Z-Score year 2012-2010 = 4.714; 4.442; 4.372), PT. Smartfren Telecom Tbk. (Z-Score year 2012-2010 = 0.251; -0.511; -3.373), PT. XL Axiata Tbk. (Z-Score in 2012-2010 = 4,837; 4,734; 5.406), whereas PT. Infracom Tbk. (Z-Score year 2012-2010 = 11.298; 8.902; 8.857) had no significant difference in the value of the Z-score with PT. Telkomsel Tbk. The financial condition of PT. Telkomsel Tbk. relatively better than other telecom companies listed on the Stock Exchange from 2010-2012.

. Independent variables used are Working Capital to Total Assets Ratio (X1), Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2), Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (X3), Book Value Equity to Book Value of Total Liabilities Ratio (X4), with the value of the Z-Score as the dependent variable. Analysis technique that is being used is Altman Z-Score analysis, descriptive statistics as well as the Mann Whitney test.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perusahaan sebagai bagian dari pelaku ekonomi, merupakan suatu organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang atau badan lain yang aktivitasnya adalah melakukan produksi dan distribusi. Dalam menjalankan aktivitas-aktivitasnya tersebut, perusahaan harus mampu dalam mempertahankan hal yang paling mendasar yaitu kemampuan untuk bertahan hidup (survive).

Daya hidup menggambarkan bahwa perusahaan dapat menghadapi dan memanfaatkan berbagai peluang dan ancaman yang muncul di luar dan di dalam perusahaan. Faktor–faktor yang membentuk peluang dan ancaman eksternal menunjuk pada tren dan kejadian ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan hidup, politik, hukum, pemerintahan, teknologi, dan kompetitif yang dapat secara signifikan menguntungkan atau merugikan suatu organisasi di masa yang akan datang. Sebagian besar dari peluang dan ancaman eksternal berada di luar kendali dari perusahaan (uncontrollable).

Faktor-faktor yang membentuk peluang dan ancaman internal menunjuk pada aktivitas terkontrol suatu perusahaan yang mampu dijalankan dengan sangat baik atau buruk. Mereka muncul dalam manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, dan aktivitas sistem informasi manajemen suatu bisnis.

Untuk mampu dalam bertahan hidup, perusahaan harus bisa bersaing. Perkembangan global menuntut perusahaan untuk selalu memperkuat kondisi


(15)

keuangan dan fundamental manajemennya, jika perusahaan tidak mampu mengantisipasinya dengan memperkuat kondisi keuangan dan fundamental manajemen, perlahan namun pasti, perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Risiko kebangkrutan bagi perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 2 Ayat l tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menjelaskan, “kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini”.

Kebangkrutan bukan hanya disebabkan oleh ketidakmampuan suatu perusahaan dalam bersaing, melainkan perjanjian kerjasama dengan perusahaan lain yang dibuat oleh suatu perusahaan dapat juga menjadi penyebabnya. Hal dapat terjadi apabila ada suatu perusahaan melakukan suatu perjanjian kerjasama dengan perusahaan lain, tetapi ternyata setelah perjanjian tersebut berlangsung beberapa waktu, perusahaan yang menjadi pihak debitur tidak dapat membayarkan utangnya kepada pihak kreditur sebagaimana mestinya, dan utang tersebut dinyatakan telah jatuh tempo. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 2 Ayat l tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yaitu, “debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu


(16)

dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”

Kejadian yang berhubungan dengan kebangkrutan ini dialami oleh PT. Telkomsel Tbk pada bulan Juni yang lalu. Kejadian ini berawal dari pengajuan putusan pailit yang dilakukan oleh PT. Prima Jaya Informatika. PT. Telkomsel Tbk dianggap telah tidak mematuhi perjanjian dan menimbulkan utang, perjanjian yang dilakukan ini berupa penjualan voucher isi ulang bertemakan khusus olahraga yang dalam jumlah paling sedikit 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta), yang terdiri dari voucher isi ulang Rp.25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah), dan voucher isi ulang Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) setiap tahunnya untuk dijual oleh PT. Prima Jaya Informatika, yang berlaku selama 2 tahun terhitung sejak tanggal perjanjian tersebut ditandatangani pada tanggal 01 Juni 2011.

Selanjutnya pada tanggal 20 Juni 2012 PT. Prima Jaya Informatika menyampaikan daftar pesanan kepada PT. Telkomsel Tbk, daftar pesanan ini ditolak melalui e-mail tertanggal 20 Juni 2012 yang menyatakan sampai saat ini PT. Telkomsel Tbk belum menerima perintah selanjutnya mengenai pendistribusian produk PRIMA, sehingga belum bisa memenuhi permintaan alokasi tersebut.

Pada tanggal 21 Juni 2012 PT. Prima Jaya Informatika kembali mengajukan daftar pesanan sebesar Rp.3.025.000.000,00 (tiga miliyar dua puluh lima juta rupiah). Daftar pesanan yang diajukan PT. Prima Jaya Informatika pada


(17)

tanggal 21 Juni 2012 juga ditolak melalui media e-mail, yang menyatakan untuk menghentikan sementara alokasi produk Prima.

Dengan demikian daftar pesanan pada tanggal 20 Juni 2012 menimbulkan utang sebesar Rp.2.595.000.000,00 (dua miliyar lima ratus sembilan puluh lima juta rupiah) yang jatuh tempo pada 25 Juni 2012, begitu juga dengan daftar yang tanggal 21 juni 2012 sebesar Rp.3.025.000.000,00 (tiga miliyar dua puluh lima juta rupiah) yang jatuh tempo pada tanggal 25 Juni 2012. Total dari seluruh tangihan tersebut adalah Rp.5.260.000.000,00 (lima miliyar dua ratus enam puluh juta rupiah).

PT. Telkomse1 Tbk juga memiliki mempunyai utang terhadap PT. EXTENT MEDIA INDONESIA, berupa kerja sama layanan Mobile Data Content, yang ditujukan untuk bulan Agustus 2011 dan bulan September 2011. Dengan total sebesar Rp.40.326.2l3.794,00 (empat puluh milyar tiga ratus dua puluh enam juta dua ratus tiga belas ribu tujuh ratus sembilan puluh empat rupiah). Dan PT. EXTENT MEDIA INDONESIA telah melakukan somasi beberapa kali, yang terakhir yaitu pada tanggal 4 Juli 2012 tapi pihak PT.Telkomse1 Tbk tidak membayarnya, dan utang tersebut telah jatuh tempo. Dengan begitu maka pernyataan pailit pun terpenuhi yakni terbukti secara sederhana PT. Telkomsel Tbk. memiliki dua kreditor dan tidak membayar 2 utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Sehingga muncul putusan yang dilakukan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, yaitu putusan pernyataan pailit terhadap PT. Telkomsel Tbk dengan putusan Nomor: 48/PAILIT/2012/PN.NIAGA/IKT.PST.


(18)

Pihak PT. Telkomse1 Tbk yang merasa keberatan dengan putusan pailit terhadapnya dan mengajukan upaya kasasi terhadap Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian mengabulkan permohonan kasasi dari PT. Telkomsel Tbk dan membatalkan keputusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat serta menolak permohonan pailit dari PT. Prima Jaya Informatika.

Kasus tersebut tentu saja akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat pada umumnya dan para investor khususnya. Oleh karena itu, peneliti termotivasi untuk mengkaji lebih mendalam keadaan kesehatan keuangan dari PT. Telkomsel Tbk serta untuk menilai tingkat risiko kebangkrutannya. Penilaian risiko ini dilakukan dengan model Z-score Altman, dalam model ini digunakan 4 jenis rasio keuangan yaitu working capital to total assets, retained earnings to total assets, earnings before interest and taxes to total assets, dan book value of equity to book value of total liabilities. Keempat jenis rasio di atas merupakan variabel independen, sedangkan variabel dependennya merupakan nilai Z-score itu sendiri. Semakin tinggi rasio variabel dependen tersebut bermakna perusahaan lebih aman atau memliki risiko kebangkrutan yang lebih kecil.

Dari nilai Z-score yang didapat, kemudian perusahaan akan diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok, yaitu: perusahaan yang mempunyai kemungkinan tinggi untuk bangkrut, kelompok perusahaan yang berada pada gray area, dan kelompok perusahaan yang kemungkinan mengalami tidak bangkrut.

Model Z-score Altman telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian. Seperti oleh Haynes dkk (2010) melakukan penelitian dengan judul “A Study of


(19)

the Efficacy of Altman’s Z to Predict Bankruptcy of Specialty Retail Firms Doing Business in Contemporary Times”, dan mendapatkan hasil bahwa model Z-score Altman dapat memprediksi bankruptcy filing secara akurat sebesar 94% dan memprediksi financial distress secara akurat sebesar 90%.

Reddy dkk pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul “Financial Status of Select Sugar Manufacturing Units-Z Score Model”, mendapatkan hasil bahwa 3 perusahaan gula di India yang menjadi sampel penelitian yaitu Chittoor Co-Operative Sugars Ltd., Prudential Sugar Corporation Ltd., dan Sri Venkateswara Co-operative Sugar Factory Ltd. dari tahun 2004-2010, berdasarkan hasil analisis model Z-score Altman menunjukkan kinerja keuangan dari ketiga perusahaan tersebut buruk dan menghadapi financial distress.

Tesis Bright Kpodoh pada tahun 2009 dengan judul “Bankruptcy and Financial Distress prediction in the Mobile Telecom Industry”, mendapat kesimpulan bahwa Z-score mampu secara akurat memprediksi posisi financial distress dari 3 perusahaan telekomunikasi di Ghana yang menjadi objek penelitian yaitu: Mobile Telecommunications Network Ltd (MTN), Millicom Ghana Limited (Tigo), dan Ghana Telecommunication Company Limited. Penelitian ini juga mengkonfirmasi bahwa Z-score Altman dapat digunakan pada perusahaan non-publik dan perusahaan non-manufaktur.

Pada tahun 2011 Siregar meneliti menggunakan Z-score Altman dengan judul penelitian “Penilaian Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Dengan Metode Altman Z-Score Pada Perusahaan Kontruksi Bangunan Yang Terdaftar Di Bursa


(20)

Efek Indonesia Periode 2007-2009”, hasil penelitian menunjukkan 16.66 % atau 1 perusahaan dikategori bangkrut pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Sedangkan yang masuk kategori rawan bangkrut sebanyak 66.66 % atau 4 perusahaan pada tahun 2007, dan 2009; serta 16.66% atau 1 perusahaan pada tahun 2007, 2008 dan 2009 dikategori perusahaan tidak bangkrut.

Saragih pada tahun 2011 juga melakukan penelitian dengan judul “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman pada Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” dan mendapatkan kesimpulan bahwa model Z-score Altman dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan.

Berdasarkan gambaran dan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk memprediksi kebangkrutan PT. Telkomsel Tbk menggunakan model Z-score Altman dengan judul “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman Studi Kasus pada PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel)”, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitan ini merupakan studi kasus dengan memilih PT. Telkomsel Tbk. yang akan dibandingkan dengan perusahaan lain pada sektor telekomunikasi di Indonesia yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012.


(21)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah PT. Telkomsel Tbk. diprediksi akan bangkrut berdasarkan analisis model Z-score terhadap laporan tahunan periode 2010-2012? 2. Apakah terdapat perbedaan signifikan antara nilai Z-Score PT.

Telkomsel Tbk. dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012?

3. Apakah kondisi keuangan PT. Telkomsel Tbk. kurang baik dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012 dilihat dari nilai X1, X2, X3, X4, serta Z-Score?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui kemungkinan PT. Telkomsel Tbk. diprediksi akan bangkrut berdasarkan analisis model Z-score terhadap laporan tahunan periode 2010-2012.

2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan signifikan antara nilai Z-Score PT. Telkomsel Tbk. dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012


(22)

3. Mengetahui kondisi keuangan PT. Telkomsel Tbk. dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, dapat memperluas wawasan peneliti di dalam bidang akuntansi mengenai model Z-score Altman, kebangkrutan perusahaan, dan prediksi model Z-score Altman terhadap kebangkrutan perusahaan.

2. Bagi praktisi, sebagai masukan dan pertimbangan untuk pengambilan keputusan jangka pendek dan mempertahankan likuiditas perusahaan. 3. Bagi investor dan calon investor, memberikan gambaran mengenai

perkembangan perusahaan yang berkaitan dengan keuangan yang dijadikan sebagai acuan pengambilan keputusan.

4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini menjadi bahan referensi dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan prediksi kebangkrutan perusahaan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

Proses dalam melakukan analisis laporan keuangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Input Laporan Keuangan Data lain

Metode dan Teknik Analisis

Laporan Keuangan

Output Informasi

yang Berguna untuk Pengambilan Keputusan

Gambar 2.1

Proses Analisis Laporan Keuangan


(24)

2.1.1 Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil dari proses atau siklus akuntansi. Siklus akuntansi terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut:

1. Tahap pencatatan, meliputi analisis transaksi dan bukti-bukti transaksi penjurnalan, dan pemindahbukuan (posting) dari jurnal ke akun-akun.

2. Tahap pengikhtisaran, meliputi pembuatan neraca saldo.

3. Tahap pembuatan laporan keuangan (pelaporan), yaitu pembuatan laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan posisi keuangan, dan laporan arus kas.

Laporan keuangan yang telah dibuat oleh perusahaan ditujukan kepada stakeholder atau pihak-pihak yang berkepentingan, yang terdiri atas:

1. Pemakai langsung laporan keuangan: a. Pemilik perusahaan

Laporan keuangan bagi pemilik perusahaan sebagai pihak yang menginvestasikan sumber daya, merupakan suatu alat dalam menilai pencapaian prestasi atau hasil manajemen suatu perusahaan. Karena pemilik perusahaan ingin mendapatkan nilai yang paling ekonomis atas investasi mereka. Apabila perusahaan yang mereka investasikan mampu memperoleh keuntungan maka secara otomatis pemilik perusahaan akan mendapatkan bagian laba dalam bentuk dividen.

Pemilik perusahaan juga dapat menilai posisi keuangan perusahaan dan pertumbuhannya, serta memprediksi kondisi


(25)

perusahaan di masa datang, yang akan digunakan sebagai pertimbangan untuk menambah atau mengurangi investasinya.

Selain itu, jika pada akhirnya pemilik perusahaan ingin menjual kepemilikan sahamnya dalam perusahaan, mereka juga mempunyai kepentingan atas kelayakan ekonomis perusahaan, yang tergambar dari nilai saham dan laba perlembar saham perusahaan. b. Manajer

Merupakan orang yang diberi wewenang oleh pemilik untuk mengoperasikan perusahaan. Tugas utama seorang manajer adalah untuk mengevaluasi kinerja ekonomi melalui laporan keuangan perusahaan, untuk menilai baik dari sisi individu-individu dalam perusahaan maupun dari sisi departemen-departemennya, selain itu juga sebagai media untuk menentukan kebijakan dan perkiraan pengembalian di masa datang.

Laporan keuangan merupakan alat pertanggungjawaban pengelolaan kepada pemilik karena apabila seorang manajer memiliki kinerja yang buruk maka biasanya ia akan diberhentikan oleh pemilik perusahaan tersebut.

c. Kreditor

Kreditor menginvestasikan sumber dayanya melalui pemberian kredit. Oleh karena itu, kreditor akan melihat kemampuan perusahaan dalam melunasi utangnya. Kemampuan perusahaan ini terlihat dari laporan keuangan perusahaan yang di dalamnya terdapat


(26)

laporan arus kas, jumlah modal serta asset yang dimiliki. Dengan demikian, kreditor akan merasa lebih aman ketika memberikan pinjaman kepada suatu perusahaan.

d. Pemerintah

Pemerintah Laporan keuangan perusahaan yang dilaporkan digunakan sebagai dasar untuk perhitungan besarnya pajak yang harus dibayarkan perusahaan kepada pemerintah yang diatur dengan menggunakan peraturan-peraturan perpajakan.

Semakin baik kinerja perusahaan maka semakin besar pula pajak yang akan dibayar. Dengan melihat laporan keuangan, fiskus dapat memperkirakan besarnya pajak yang diterima dari perusahaan sebagai dasar pembuatan perencanaan kebijakan untuk pembangunan. Selain itu juga sebagai dasar dalam penetapan kebijakan baru, menilai keperluan bantuan atau tindakan lain, serta menilai kepatuhan perusahaan terhadap aturan yang ditetapkan.

e. Pemasok (supplier)

Laporan keuangan menjadi informasi untuk mengetahui apakah perusahaan layak mendaptkan fasilitas kredit, lama yang akan diberikan, serta menilai sejauh mana potensi risiko yang dimiliki. f. Pegawai/karyawan perusahaan

Karyawan perlu mengetahui kondisi keungan untuk memutuskan apakah ia masih harus bekerja atau pindah, karena


(27)

kondisi keuangan yang buruk akan menimbulkan kemungkinan pemecatan oleh perusahaan dengan tujuan untuk mengurangi biaya.

Selain itu dengan mengetahui hasil yang dicapai perusahaan ia dapat menilai apakah balik hasil yang diterimanya sudah adil atau tidak.

g. Pelanggan

2. Pemakai tidak langsung laporan keuangan. a. Konsultan dan analis laporan keuangan b. Bursa efek

c. Penasihat hukum

d. Badan pemerintah terkait e. Asosiasi pengusaha f. Serikat pekerja g. Para pesaing h. Masyarakat umum

Laporan keuangan perusahaan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan perusahaan dan memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian dan proses pembelajaran di bidang keuangan.


(28)

2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan oleh IAI menurut PSAK No. 1 (dalam Ng dkk, 2012 : 120) adalah “untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi beragam pengguna laporan dalam membuat keputusan ekonomi”.

Tujuan laporan keuangan menurut A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT) dalam Harahap (2012 : 126), merumuskan empat tujuan laporan keuangan sebagai berikut :

a. Membuat keputusan yang menyangkut penggunaan kekayaan yang terbatas dan untuk menetapkan tujuan.

b. Mengarahkan dan mengontrol secara efektif sumber daya manusia dan faktor produksi lainnya.

c. Memelihara dan melaporkan pengamanan terhadap kekayaan. d. Membantu fungsi dan pengawasan sosial.

Menurut APB Statement No. 4 dalam Harahap (2012 : 126), tujuan laporan keuangan digolongkan sebagai berikut:

a. Tujuan Khusus

Tujuannya untuk menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan lainnya secara wajar dan sesuai dengan GAAP.

b. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum laporan keuangan disebutkan sebagai berikut:

1. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber - sumber ekonomi, dan kewajiban perusahaandengan maksud: a. untuk menilai kekuatan dan kelemahan perusahaan; b. untuk menunjukkan posisi keuangan dan invesatsinya; c. untuk menilai kemampuannya untuk menyelesaikan

utang-utangnya;

d. menunjukkan kemampuan sumber-sumber kekayaannya yang ada untuk pertumbuhan perusahaan.

2. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba dengan maksud:


(29)

a. memberikan gambaran tentang dividen yang diharapkan pemegang saham;

b. menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban kepada kreditor, supplier, pegawai, pajak, megumpulkan dana untuk perluasan perusahaan;

c. memberikan informasi kepada manajemen untuk digunakan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan dan pengawasan; d. menunjukkan tingkat kemempuan perusahaan mendapatkan

laba dalam jangka panjang;

3. Menaksir informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.

4. Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban.

5. Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan.

c. Tujuan Kualitatif

Adapun tujuan kualitatif yang dirumuskan APB Statement No. 4 adalah sebagai berikut:

1. Relevance

Memilih informasi yang benar-benar dapat membantu pemakai laporan dalam proses pengambilan keputusan.

2. Understandability

Informasi yang dipilih untuk disajikan bukan saja yang penting tetapi juga harus informasi yang dimengerti para pemakainya. 3. Verifiability

Hasil akuntansi itu harus dapat diperiksa oleh pihak lain yang akan menghasilkan pendapat yang sama.

4. Neutrality

Laporan akuntansi itu netral terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi dimaksudkan untuk pihak umum bukan pihak-pihak tertentu saja.

5. Timeliness

Laporan akuntansi hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan apabila diserahkan pada saat yang tepat.

6. Comparability

Informasi akuntansi harus dapat saling dibandingkan, artinya akuntansi harus memiliki prinsip yang sama baik untuk suatu perusahaan maupun perusahaan lain.

7. Completeness

Informasi akuntansi yang dilaporkan harus mencakup semua kebutuhan yang layak dari para pemakai.


(30)

2.1.3 Jenis-Jenis Laporan Keuangan

IAI dalam PSAK No. 1 paragraf 10 (dalam Ng dkk, 2012 : 120) menyatakan bahwa laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:

a. laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode; b. laporan laba rugi komprehensif ;

c. laporan perubahan ekuitas; d. laporan arus kas;

e. kebijakan akuntansi beserta catatan atas laporan keuangan;

f. laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.

1. Laporan Posisi Keuangan

Laporan posisi keuangan (statement of financial position) adalah bagian dari laporan keuangan suatu entitas yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan posisi keuangan entitas pada akhir periode tersebut.

Laporan ini merupakan daftar yang mencatat secara sistematis mengenai dari mana perusahaan mendapat uang (berupa utang dan modal) serta bagaimana perusahaan menggunakan uang tersebut. Neraca terdiri dari tiga unsur, yaitu aset, liabilitas, dan ekuitas.

Pada bagian aset dalam neraca biasanya disusun berdasarkan urutan tingkat likuiditas aset tersebut, laibilitas diseusun berdasarkan urutan jatuh temponya, dan ekuitas disajikan berdasarkan sifat kekekalan.


(31)

Menurut IAI dalam PSAK No. 1 paragraf 51 (dalam Ng dkk, 2012 : 127), laporan posisi keuangan minimal mencakup penyajian jumlah pos-pos berikut:

a. aset tetap;

b. properti investasi; c. aset tidak berwujud; d. aset keuangan;

e. investasi dengan menggunakan metode ekuitas; f. persediaan;

g. piutang dagang dan piutang lainnya; h. kas dan setara kas;

i. total aset yang diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual dan aset yang termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual berdasarkan PSAK 5 Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan;

j. utang usaha dan utang lainnya; k. provisi;

l. laibilitas keuangan;

m. laibilitas dan aset untuk pajak;

n. laibilitas pajak tangguhan dan aset pajak tangguhan;

o. laibilitas yang termasuk dalam kelompok yang dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58;

p. kepentingan non-pengendali (dalam PSAK 1 yang lama disebut Hak Minoritas);

q. modal saham dan cadangan.

Dalam menyajikan laporan posisi keuangan dapat digunakan: a. Bentuk Staffel atau Report Form

Laporan posisi keuangan ini dilaporkan sacara vertikal. Di sebelah atas dicantumkan total aset dan di bawahnya disajikan pos laibilitas dan pos ekuitas.


(32)

Di sini aset disajikan di sebelah kiri dan laibilitas serta ekuitas sitempatkan di sebelah kanan sehingga penyajiaannya menyebelah.

2. Laporan Laba Rugi Komprehensif

Laporan laba rugi komprehensif adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan tentang kinerja atau kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan pada suatu periode akuntansi.

Laporan laba rugi komprehensif menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih. Laporan tersebut menggunakan konsep perbandingan (matching concept) yaitu dengan membandingkan atau mengaitkan beban dengan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban tersebut.

Ada 2 format laporan laba rugi komprehensif menurut Ng dkk (2012 : 129) yaitu

PSAK 1 memberikan dua pilihan dalam format laporan laba rugi komprehensif. Yang pertama adalah laporan laba rugi komprehensif disajikan dalam satu kesatuan. Sedangkan pilihan kedua dalah menyajikan secara terpisah yakni laporan laba rugi dan laporan laba rugi komprehensif lain.

3. Laporan Perubahan Ekuitas

Laporan perubahan ekuitas merupakan laporan yang menjelaskan perubahan ekuitas yang terjadi setelah perusahaan melakukan kegiatannya selama periode tertentu.


(33)

Laporan ini merupakan jembatan antara laporan laba rugi komprehensif dan laporan posisi keuangan. Karena hasil laba atau rugi dari laporan laba rugi komprehensif akan dipindahkan ke dalam laporan perubahan ekuitas, dan hasil dari laporan perubahan ekuitas yaitu ekuitas akhir akan dipindahkan ke dalam laporan posisi keuangan.

4. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas perusahaan.

Laporan arus kas terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan entitas (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.

b. Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aset jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas.

c. Aktivitas pendanaan (financing) adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi kontribusi modal dan pinjaman entitas.

5. Catatan atas Laporan Keuangan

Dalam catatan atas laporan keuangan sesuai dengan IAI dalam PSAK No. 1 paragraf 109 (dalam Ng dkk, 2012 : 140):


(34)

a. menyajikan informasi tentang dasar akuntansi dan kebijakan akuntansi tertentu yang diterapkan;

b. mengungkapkan informasi yang diwajibkan SAK yang tidak disajikan di bagian lian dari laporan keuangan; dan

c. memberikan informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi diperlukan untuk penyajian secara wajar.

2.1.4 Analisis Laporan Keuangan

Analisis laporan keuangan adalah suatu proses penjabaran pos-pos laporan keuangan menjadi informasi yang lebih rinci dan melihat hubungannya satu dengan yang lainnya sehingga dapat dipahami lebih mendalam, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan dalam proses pengambilan suatu keputusan.

Menurut Bernstein (dalam Harahap, 2013 : 190) “analisis laporan keuangan mencakup penerapan metode dan teknik analitis atas laporan keuangan dan data lainnya unuk melihat dari laporan itu ukuran-ukuran dan hubungan tertentu yang sangat berguna dalam proses pengambilan keputusan”.

Tujuan analisis laporan keuangan menurut Bernstein (dalam Harahap, 2013 : 18) adalah sebagai berikut:

a. Screening

Analisis dilakukan dengan melihat secara analitis laporan keuangan dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investasi atau merger.

b. Forcasting

Analisis digunakan untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang.

c. Diagnosis

Analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan atau masalah lain.


(35)

Analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen, operasional, efisiensi, dan lain-lain.

2.1.5 Prediksi Kebangkrutan Perusahaan

Kebangkrutan adalah situasi di mana perusahaan mengalami defisit atau kesulitan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya. Menurut Jauch dan Glueck dalam Adnan (2000 : 139) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan adalah :

a. Faktor Umum 1. Sektor ekonomi

Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.

2. Sektor sosial

Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat.

3. Teknologi

Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan implementasi. Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya tidak terpadudan para manajer pengguna kurang profesional.

4. Sektor pemerintah

Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

b. Faktor Eksternal Perusahaan 1. Faktor pelanggan atau nasabah


(36)

Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.

2. Faktor pemasok/kreditur

Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditasan suatu bank.

3. Faktor pesaing/bank lain

Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah, perusahaan juga jangan melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih diterima oleh masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan nasabah dan mengurangi pendapatan yang diterima.

c. Faktor Internal Perusahaan

Menurut Harnanto dalam Adnan (2000 : 140) faktor-faktor penyebab kebangkrutan secara internal adalah sebagai berikut :

1. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar. 2. Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang

adanya kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap inisiatif dari manajemen.

3. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

Menurut Hanafi (2003 : 264) indikator-indikator dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan yaitu :

1. Analisis aliran kas untuk saat ini atau masa mendatang.

2. Analisis strategi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan pada persaingan yang dihadapi oleh perusahaan.

3. Struktur biaya relatif terhadap pesaingnya. 4. Kualitas manajemen.


(37)

Dalam melakukan prediksi kebangkrutan perusahaan diperlukan analisis rasio melalui laporan keuangan. Ada beberapa model yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan, yakni model Beaver (1966), Altman (1968), Springate (1978), Ohlson (1980), dan Zmijewski (1983).

2.1.6 Prediksi Kebangkrutan dengan Teknik Model Z-Score Altman

Berdasarkan jurnal “Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting the Z- score and Zeta Model” yang ditulis oleh Altman (2000), model Z-Score Altman merupakan model prediksi yang dirumuskan oleh Altman pada tahun 1968, model ini digunakan untuk melakukan prediksi terhadap kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan. Model Z-score Altman menggunakan metode Multiple Discriminant Analysis (MDA) dimana dalam perhitungannya menggunakan rasio-rasio keuangan.

Dalam jurnal yang sama Altman (2000) menjelaskan pula bahwa rumus perhitungan Z-score Altman telah mengalami perkembangan, pertama adalah rumus yang digunakan untuk perusahaan manufaktur yang telah go public, yaitu Z-score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 0,999 X5. Perkembangan selanjutnya ditujukan bagi perusahaan pribadi, telah dilakukan perubahan pada nilai X4 = book value of equity / book value of total liabilities sehingga rumusnya menjadi Z-score = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5. Untuk perusahaan yang bergerak pada


(38)

bidang non-manufaktur dan emerging markets, rumusnya dimodifikasi menjadi Z-score = 3,25 + 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4.

Oleh karena PT. Te1komsel Tbk. merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa sehingga penulis akan menggunakan rumus Z-score untuk perusahaan non-manufaktur, yaitu: Z-score = 3,25 + 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4.

Penjabaran dari masing-masing variabel X1, X2, X3, X4 yang berdasarkan pada penjelasan Altman (2000 : 12-13) berikut ini:

1. X1 = Working Capital / Total Assets

Working capital / total assets merupakan rasio yang digunakan pertama, rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Biasanya apabila sebuah perusahaan mengalami kerugian operasi yang terus menerus maka aset lancar akan mengalami penurunan. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya nilai working capital / total assets karena modal kerja dihitung dengan cara mengurangkan aset lancar dengan utang lancar.

Rasio ini secara lengkap diajabarkan sebagai:

X1 =

�������������� �����������

=

�������������−������������������ �����������

2. X2 = Retained Earnings / Total Assets

Retained earning merupakan akun yang menunjukkan jumlah total dari laba dan/atau rugi yang ditanamkan kembali dalam perusahaan selama perusahaan beroperasi.

Umur perusahaan dapat dilihat secara tersirat pada rasio ini, hal ini karena pada perusahaan yang muda rasio retained earnings / total assets menunjukkan nilai yang rendah, yang disebabkan oleh keterbatasan waktu dalam pengumpulan keuntungan kumulatifnya.


(39)

Selain itu, rasio retained earnings / total assets juga dapat mengukur leverage dari suatu perusahaan. Perusahaan dengan nilai retained earnings / total assets yang lebih tinggi dibandingkan dengan total asset menunjukkan bahwa perusahaan membiayai aset-asetnya dengan menahan keuntungan dan bukannya dengan menggunakan utang untuk membiayainya.

Rasio ini secara lengkap diajabarkan sebagai:

X2

=

���������������� �����������

3. X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Assets

Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat produktivitas yang sebenarnya dari aset perusahaan, di luar dari faktor pajak atau leverage.

Rasio ini sangat cocok dalam menentukan kebangkrutan perusahaan karena keberlanjutan perusahaan sangatlah tergantung dari tingkat kemampuan aset perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Selain itu, keadaan bangkrut terjadi saat total laibilitas melebihi penilaian wajar terhadap aset perusahaan yang ditentukan dari kemampuan aset dalam menghasilkan keuntungan.

Rasio ini secara lengkap diajabarkan sebagai:

X3 =

����������������������������� �����������

4. X4 = Book Value of Equity / Book Value of Total Liabilities

Dalam rasio ini liabilitas meliputi liabilitas lancar dan liabiltas jangka panjang. Liabilitas merupakan bagian sangat penting untuk diperhatikan karena liablitas yang terlalu besar akan berbahaya bagi keberlangsungan hidup perusahaan, sebab liabilitas akan memunculkan bunga yang harus dibayar. Rasio ini menunjukan seberapa banyak aset perusahaan dapat menurun nilainya sebelum liabilitas melebihi aset dan perusahaan menjadi insolvent.


(40)

X4 =

����������������� ���������������������������

Klasifikasi risiko kebangkrutan sebuah perusahaan non manufaktur berdasarkan model Z-score Altman dalam Kpodoh (2009 : 33) adalah :

1. untuk nilai Z-score lebih kecil dari 1,10 berarti perusahaan berada pada distressed zone artinya perusahaan memiliki kesulitan keuangan dan risiko kebangkrutan yang tinggi.

2. untuk nilai Z-score antara 1,10 sampai 2,60 berarti perusahaan dianggap berada pada daerah abu - abu (gray zone). Pada zona ini, perusahaan memiliki kemungkinan bangkrut akan tetapi masalah keuangan yang dihadapi tidaklah separah perusahaan yang berada pada distressed zone, masalah keuangan ini haruslah segera ditangani dengan cara yang tepat. Sehingga pada zona ini peran manajemen sangatlah penting dalam mencegah terjadinya kebangkrutan tersebut.

3. untuk nilai Z-score lebih besar dari 2,60 berarti perusahaan berada pada safe zone sehingga perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat dan tidak bangkrut.


(41)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis prediksi kebangkrutan perusahaan sebagaimana diuraikan berikut ini dan diikhtisarkan pada tabel 2.1.

Haynes dkk (2010) melakukan dengan judul “A Study of the Efficacy of Altman’s Z to Predict Bankruptcy of Specialty Retail Firms Doing Business in Contemporary Times”. Haynes dkk memilih sampel sebanyak 4 pasang perusahaan retail untuk tahun 2007 dan 4 pasang perusahaan retail pada tahun 2008 dan menggunakan financial distress sebagai variable independen dan analisis diskriminan Altman sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan model score Altman untuk perusahaan non-manufaktur yaitu: Z-score = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4, indikatornya adalah

X1= ������� �������

����� ������ , X2=

�������� ��������

����� ������ , X3=

����

����������� , X4=

����������

��������� ����������� . Hasil dari penelitian ini adalah bahwa model Z-score Altman

dapat memprediksi bankruptcy filing secara akurat sebesar 94% dan memprediksi financial distress secara akurat sebesar 90%.

Reddy dkk (2013) melakukan penelitian berjudul “Financial Status of Select Sugar Manufacturing Units-Z Score Model”. Penelitian ini dilakukan dengan sampel sebanyak 3 perusahaan gula di India penelitian yaitu Chittoor Co-Operative Sugars Ltd., Prudential Sugar Corporation Ltd., dan Sri Venkateswara Co-operative Sugar Factory Ltd. dari tahun 2004-2010. Penelitian ini menggunakan financial distress sebagai variabel independen dan analisis diskriminan Altman sebagai variabel dependen. Rumus yang digunakan adalah


(42)

model Z-score Altman yaitu Z-score = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5, dan indikatornya adalah X1= ������� �������

����������� , X2=

�������� ��������

����� ������ ,

X3= ����

����� ������, X4=

������� �����

����� ����������� , X5=

��������

����������� .Hasil analisis model Z-score

Altman menunjukkan kinerja keuangan dari ketiga perusahaan sampel buruk dan menghadapi financial distress.

Bright Kpodoh (2009) melakukan penelitian dengan judul “Bankruptcy and Financial Distress Prediction in the Mobile Telecom Industry” dengan jumlah sampel sebanyak 3 perusahaan telekomunikasi di Ghana yang yaitu: Mobile Telecommunications Network Ltd (MTN), Millicom Ghana Limited (Tigo), dan Ghana Telecommunication Company Limited. Penelitian ini menggunakan financial distress sebagai variabel independen dan analisis diskriminan Altman sebagai variabel dependen. Dalam penelitian ini digunakan analisis statistik deskritif, analisis model Z-score Altman, serta analisis rasio keuangan dan trending. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keterkaitan antara financial distress, kebangkrutan, kompetisi, dan good governance. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa model Z-score Altman dapat secara akurat memprediksi secara akurat salah satu perusahaan mengalami insolvency dan mengklasifikasikan yang lainnya sebagai kuat secara financial, serta mendukung bahwa terdapat hubungan antara good governance, kinerja perusahaan, atau financial distress.

Siregar (2011) melakukan penelitian dengan judul “Penilaian Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Dengan Metode Altman Z-Score Pada Perusahaan Kontruksi Bangunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode


(43)

2007-2009”, dengan jumlah sampel sebanyak 6 perusahaan kontruksi bangunan dengan menggunakan model Altman. Penelitian ini menggunakan model Z-score = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5, dengan indikator X1=

������� �������

����� ������ , X2=

�������� ��������

����������� , X3=

����

����� ������, X4=

����������

��������������������, X5= �����

�����������. Hasil penelitian menunjukkan 16.66 % atau 1 perusahaan dikategori

bangkrut pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Sedangkan yang masuk kategori rawan bangkrut sebanyak 66.66 % atau 4 perusahaan pada tahun 2007, 2008 dan 2009, serta 16.66% atau 1 perusahaan pada tahun 2007, 2008 dan 2009 dikategori perusahaan tidak bangkrut.

Saragih (2010) melakukan penelitian dengan judul “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-score Altman pada Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian dilakukan terhadap 9 perusahaan yang bergerak di bidang farmasi, menggunakan financial distress sebagai variabel independen dan analisis diskriminan Altman sebagai variabel dependen. Peneliti menggunakan model Z-score = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5, dengan indikator X1= ������� �������

����������� ,

X2= ��������������������������� , X3= ��������������� , X4= ������������������������������ , X5= ���������������� .

Hasil penelitian menunjukkan model Altman Z-score dapat diimplementasikan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan perusahaan dibidang farmasi.


(44)

Penelitian terdahulu di atas dapat diikhtisarkan pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Penelitian Variabel

Penelitian

Hasil Penelitian

Haynes dkk (2010)

A Study of the Efficacy of Altman’s Z to Predict Bankruptcy of Specialty Retail Firms Doing Business in Contemporary Times Variabel Independen : Analisis Diskriminan Altman Variabel Dependen : Financial Distress Hasil penelitian

menunjukkan model Z-score Altman dapat memprediksi bankruptcy filing secara akurat sebesar 94% dan memprediksi financial distress secara akurat sebesar 90%

Reddy dkk (2013)

Financial Status of Select Sugar Manufacturing Units-Z Score Model Variabel Independen : Analisis Diskriminan Altman Variabel Dependen : Financial Distress

Hasil analisis model Z-score Altman

menunjukkan kinerja keuangan dari ketiga perusahaan sampel buruk dan menghadapi financial distress Bright Kpodoh (2009) Bankruptcy and Financial Distress Prediction in the Mobile Telecom Industry Variabel Independen : Analisis Diskriminan Altman Variabel Dependen : Financial Distress Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Z-score Altman dapat secara akurat memprediksi secara akurat salah satu perusahaan mengalami insolvency dan

mengklasifikasikan yang lainnya sebagai kuat secara finansial. Putri Nanda Siregar (2011) Penilaian Tingkat Kebangkrutan Perusahaan dengan Metode Altman Z-Score pada

Perusahaan Kontruksi Bangunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel Independen : Analisis Diskriminan Altman Variabel Dependen : Financial Distress Hasil penelitian menunjukkan 16.66 % atau 1 perusahaan dikategori bangkrut pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Sedangkan yang masuk kategori rawan bangkrut

sebanyak 66.66 % atau 4 perusahaan pada


(45)

Periode 2007-2009 tahun 2007, 2008 dan 2009, serta 16.66% atau 1 perusahaan pada tahun 2007, 2008 dan 2009 dikategori perusahaan tidak bangkrut Tommy D. Saragih (2010) Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z-Score Altman pada Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel Independen : Analisis Diskriminan Altman Variabel Dependen : Financial Distress Hasil penelitian menunjukkan model Altman Z-score dapat diimplementasikan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan dibidang farmasi

Sumber: Diolah Peneliti (2013)

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menghubungkan antara suatu konsep dengan konsep lain yang akan diamati pada saat penelitian dilakukan. Kerangka konseptual secara teoritis menggambarkan hubungan kausalitas antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah X1, X2, X3, dan X4. Sedangkan variabel terikatnya merupakan hasil dari nilai Z-score itu sendiri.

Klasifikasi nilai Z-score menurut Kpodoh (2009 : 33), dapat dibagi dalam 3 zona yaitu: nilai Z-score lebih kecil dari 1,10 berarti perusahaan berada pada distressed zone atau bangkrut, nilai Z-score antara 1,10 sampai 2,60 berarti perusahaan dianggap berada pada daerah abu - abu (gray zone),


(46)

dan nilai Z-score lebih besar dari 2,60 berarti perusahaan berada pada safe zone atau tidak bangkrut.

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2

Kerangka Konseptual

Sumber: Diolah Peneliti (2013)

Total Z-Score (Y)

Z < 1,10 Bangkrut (Distressed Zone)

1,10 < Z < 2,60 Kritis (Gray Zone) X1

X3 X2

X4

Z > 2,60 Tidak Bangkrut


(47)

2.3.2 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan teoritis dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

H1: PT.Telkomsel Tbk. diprediksi akan bangkrut berdasarkan analisis model Z-score Altman terhadap laporan tahunan periode 2010-2012.

H2: Tidak terdapat perbedaan signifikan antara nilai Z-Score PT. Telkomsel Tbk. dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012.

H3: Kondisi keuangan PT.Telkomsel Tbk. kurang baik dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain yang terdaftar pada BEI dari tahun 2010-2012 dilihat dari nilai X1, X2, X3, X4, serta Z-Score.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kasus. Menurut Erlina (2012 : 14) “Penelitian kasus merupakan penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengen latar belakang dan kondisi saat ini dari subjek yang diteliti, serta interkasinya dengan lingkungan”.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat: Penelitian ini menggunakan data PT. Telkomsel Tbk., PT. Bakrie Telecom Tbk., dan PT. Indosat Tbk., Inovisi Infracom Tbk., Smartfren Telecom Tbk., PT. XL Axiata Tbk., yang diperoleh secara tidak langsung melalui media internet dengan

situs

dan www.idx.co.id

Waktu: Penelitian dilakukan sejak September 2013 sampai dengan Desember 2013.

.

3.3 Batasan Operasional

Adapun yang menjadi batasan operasional penelitian penulis adalah:

1. Objek dalam penelitian ini perusahaan yang bergerak dalam bidang telekomunikasi yang terdaftar di BEI selama tahun 2010-2012.


(49)

2. Data laporan keuangan yang digunakan adalah laporan tahunan perusahaan selama tahun 2010-2012.

3. Perusahaan sampel memiliki data laporan tahunan yang lengkap untuk digunakan sebagai variabel penelitian.

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel yang digunakan dalam dalam penelitian ini disajikan dalam tabel:

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Nama Variabel

Definisi Operasional Indikator Skala

Working Capital to

Total Assets

(X1)

Rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Biasanya apabila sebuah perusahaan mengalami kerugian operasi yang terus menerus maka aset lancar akan mengalami penurunan.

��������������

����������� Rasio

Retained Earning To Total Assets

(X2)

Rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan kumulatif. Rasio ini berguna untuk mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi.

����������������

����������� Rasio

EBIT To Total Assets

(X3)

Rasio yang untuk mengukur productivity dari aset perusahaan. Rasio ini menilai kemampulabaan aset yang digunakan dalam perusahaan.

����

����������� Rasio

BV of Equity / BV of Total Liabilities (X4)

Rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aset perusahaan akan mengalami penurunan nilai, sebelum jumlah utang perusahaan melebihi daripada nilai asetnya dan perusahaan mengalami kebangkrutan.

����������

�������������������� Rasio

Total Z-Score

(Y)

Kebangkrutan Perusahaan Model Z-score Altman

Ordinal


(50)

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan untuk variabel independen (X1, X2, X3, dan X4) adalah skala rasio, sedangkan untuk variabel dependennya (Y) menggunakan skala pengukuran ordinal.

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2007 : 72) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI selama 2010-2012, yaitu sejumlah 7 perusahaan: 6 perusahaan yang terdaftar di BEI ditambah dengan PT. Telkomsel Tbk. yang menjadi fokus dalam penelitian ini (tabel 3.2).

Sampel penelitian menurut Sugiyono (2007 : 73) “adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yakni metode pengambilan sampel berdasarkan suatu kriteria tertentu berdasarkan pertimbangan (judgement) atau kuota tertentu.

Pertimbangan peneliti dalam pemilihan sampel berdasarkan kriteria berikut:

1. Objek dalam penelitian ini perusahaan yang bergerak dalam bidang telekomunikasi yang terdaftar di BEI selama tahun 2010-2012.


(51)

2. Perusahaan yang digunakan sebagai sampel menyediakan laporan keuangan tahunan 2010-2012.

3. Perusahaan sampel bukanlah perusahaan induk dari PT. Telkomsel Tbk.

Berdasarkan kriteria yang dikemukakan di atas, diperoleh sampel sejumlah 6 perusahaan dengan 3 tahun pengamatan (2010-2012) seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.3.

Sampel yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah PT. Telkomsel Tbk., dan kemudian dilakukan perbandingan dengan perusahaan lain yang memenuhi kriteria sampel yang ditentukan.

Tabel 3.2

Daftar Populasi Penelitian

No Kode Nama Perusahaan Kriteria Sampel

1 2 3

1. Telkomsel Tbk. √ √ √ 1

2. BTEL Bakrie Telecom Tbk. √ √ √ 2

3. ISAT Indosat Tbk. √ √ √ 3

4. Inovisi Infracom Tbk. √ √ √ 4

5. FREN Smartfren Telecom Tbk. √ √ √ 5

6. TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk. √ √ X

7. EXCL XL Axiata Tbk. √ √ √ 6

Sumber: Diolah Peneliti (2013)

Tabel 3.3

Daftar Sampel Penelitian

No Kode Nama Perusahaan

1. Telkomsel Tbk.

2. BTEL Bakrie Telecom Tbk. 3. ISAT Indosat Tbk.

4. Inovisi Infracom Tbk.


(52)

6. EXCL XL Axiata Tbk. Sumber: Tabel 3.2

3.7 Jenis Data

Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif yang merupakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara, seperti internet dsb.

Data sekunder yang digunakan penulis adalah laporan tahunan yang diterbitkan oleh PT. Telkomsel Tbk., PT. Bakrie Telecom Tbk., dan PT. Indosat Tbk., Inovisi Infracom Tbk., Smartfren Telecom Tbk., PT. XL Axiata Tbk., yang diperoleh secara tidak langsung melalui media internet dengan

situs

3.8 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri atas 2 tahap. Tahap pertama merupakan tahap dimana penulis melakukan studi dokumentasi dan studi pustaka dengan cara membaca buku-buku, artikel, dan jurnal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Pada tahap kedua, pengumpulan data dilakukan dengan cara mengunduh laporan tahunan PT. Telkomsel Tbk., PT. Bakrie TelecomTbk., dan PT. Indosat Tbk., Inovisi Infracom Tbk., Smartfren Telecom Tbk., PT. XL Axiata Tbk., dari


(53)

visi.comdanpada tanggal 20 Oktober 2013.

3.9 Teknik Analisis Data

Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Altman Z-score. Altman Z-score menggunakan laporan keuangan sebagai dasar penentuan kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu perusahaan.

Model persamaan dalam penelitian ini yang didasarkan pada penjelasan Altman (2000 : 9) adalah sebagai berikut:

Z = V1X1 + V2X2 + V3X3 + V4X4 Dimana:

Z = Z-score

V1, V2, V3, V4 = Koefisien diskriminan

X1 = Working Capital / Total Assets

X2 = Retained Earnings / Total Assets

X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Assets X4 = Book Value of Equity / Book Value of Total Liabilities Berdasarkan persamaan di atas maka untuk perusahaan non-manufaktur nilai Z-score dapat dicari dengan:

Z-score = 3,25 + 6.56 X1 + 3.26 X2 + 6.72 X3 + 1.05 X4

Dari nilai Z-score tersebut dapat dilihat apakah perusahaan diklasifikasikan ke dalam salah satu zona di bawah:


(54)

2. 1,10 - 2,60 berarti perusahaan dianggap berada pada daerah abu - abu (gray zone),


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

Tabel 4.1 menunjukkan nilai Altman Z-Score masing-masing perusahaan.

Tabel 4.1

Nilai Altman Z-Score Sampel

No. Nama Perusahaan Tahun Z-Score Prediksi

1 Telkomsel Tbk. 2012 10,150 Tidak bangkrut 2011 8,831 Tidak bangkrut 2010 7,807 Tidak bangkrut 2 Bakrie Telecom Tbk. 2012 -0,044 Bangkrut

2011 2,297 Kritis

2010 3,783 Tidak Bangkrut

3 Indosat Tbk. 2012 4,714 Tidak Bangkrut

2011 4,442 Tidak Bangkrut 2010 4,372 Tidak Bangkrut 4 Inovisi Infracom Tbk. 2012 11,298 Tidak bangkrut 2011 8,902 Tidak bangkrut 2010 8,857 Tidak bangkrut 5 Smartfren Telecom Tbk. 2012 0,251 Bangkrut

2011 -0,511 Bangkrut 2010 -3,373 Bangkrut

6 XL Axiata Tbk. 2012 4,837 Tidak Bangkrut

2011 4,734 Tidak Bangkrut 2010 5,406 Tidak Bangkrut Sumber: Diolah Peneliti (2013)

Pengkategorian perusahaan menurut nilai Z-Score berdasarkan tabel 4.1 tercantum pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kategori Perusahaan

Tahun Model Altman

Tidak Bangkrut Kritis Bangkrut

2012 4 0 2

2011 4 1 1

2010 5 0 1

Total 13 1 4


(56)

4.1.1 Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran secara umum mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata serta standar deviasi dari data yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

X1 18 -.363 .274 -.08606 .153826

X2 18 -.893 .670 .08106 .437930

X3 18 -.194 .334 .08078 .154948

X4 18 -.026 4.660 1.26378 1.277487

Valid N (listwise)

18

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS, 2013

Berdasarkan hasil dari tabel 4.3 di atas dapat dijelaskan bahwa:

a. Variabel X1 (Working Capital / Total Assets) memiliki sampel (N) sebanyak 18, dengan nilai minimum (terkecil) sebesar -0,363, nilai maksimum (terbesar) sebesar 0,274, dan mean (nilai rata-rata) sebesar -0.086. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 0,153.

b. Variabel X2 (Retained Earnings / Total Assets) memiliki sampel (N) sebanyak 18, dengan nilai minimum (terkecil) sebesar -0,893, nilai maksimum (terbesar) sebesar 0,670, dan mean (nilai rata-rata) sebesar 0,081. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 0,438 .


(57)

c. Variabel X3 (Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets) memiliki sampel (N) sebanyak 18, dengan nilai minimum (terkecil) sebesar -0,194, nilai maksimum (terbesar) sebesar 0,334, dan mean (nilai rata-rata) sebesar 0,08. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 0,155.

d. Variabel X4 (Book Value of Equity / Book Value of Total Liabilities) memiliki sampel (N) sebanyak 18, dengan nilai minimum (terkecil) sebesar -0,026, nilai maksimum (terbesar) sebesar 4,66, dan mean (nilai rata-rata) sebesar 1,263. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 1,277.

e. Jumlah sampel yang ada sebanyak 18.

4.1.2 Uji Beda

Uji beda yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah uji mann whitney. Menurut Santoso (2006 : 43) uji mann witney merupakan “uji dua sampel bebas pada statistik nonparametrik mempunyai tujuan yang sama dengan uji t pada statistik parametrik”. Alasan pemilihan statistik nonparametrik dalam penelitian ini adalah menurut Erlina (2012 : 109) “metode nonparametrik dipilih jika menggunakan skala pengukuran interval dan rasio dengan asumsi ukuran sampel relatif kecil (n<30) dan asumsi normalitas tidak terpenuhi. Selain itu, metode nonparametrik juga diunakan untuk skala pengukuran nominal dan ordinal”.


(58)

Tabel 4.4

Uji Mann Whitney (PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT. Bakrie Telecom Tbk.) Test Statistics

ZScore

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

.100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perusahaan Sumber: Hasil Pengolahan SPSS, 2013

Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Mann Whitney seperti pada tabel 4.4 dapat dilihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT. Bakrie Telecom Tbk. sama dengan 0,05, berarti terdapat perbedaan nilai Z-score antara Telkomsel Tbk. dan PT. Bakrie Telecom Tbk.

Tabel 4.5

Uji Mann Whitney (PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT. Indosat Tbk.) Test Statistics

ZScore

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

.100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perusahaan Sumber: Hasil Pengolahan SPSS, 2013


(59)

Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Mann Whitney seperti pada tabel 4.5 dapat dilihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT. Indosat Tbk. sama dengan 0,05, berarti terdapat perbedaan nilai Z-score antara Telkomsel Tbk. dan PT. Indosat Tbk.

Tabel 4.6

Uji Mann Whitney (PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT. Inovisi Infracom Tbk.) Test Statistics

ZScore

Mann-Whitney U 2.000

Wilcoxon W 8.000

Z -1.091

Asymp. Sig. (2-tailed) .275 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

.400a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perusahaan Sumber: Hasil Pengolahan SPSS, 2013

Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Mann Whitney seperti pada tabel 4.6 dapat dilihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT. Inovisi Infracom Tbk. lebih besar dari 0,05. Berarti tidak terdapat perbedaan nilai Z-score antara Telkomsel Tbk. dan PT. Inovisi Infracom Tbk.


(60)

Tabel 4.7

Uji Mann Whitney (PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT. Smartfren Telecom Tbk.)

Test Statistics

ZScore

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

.100a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perusahaan Sumber: Hasil Pengolahan SPSS, 2013

Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Mann Whitney seperti pada tabel 4.7 dapat dilihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT. Smartfren Telecom Tbk. sama dengan 0,05, berarti terdapat perbedaan nilai Z-score antara Telkomsel Tbk. dan PT. Smartfren Telecom Tbk.

Tabel 4.8

Uji Mann Whitney (PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT. XL Axiata Tbk.) Test Statistics

ZScore

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

.100a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perusahaan Sumber: Hasil Pengolahan SPSS, 2013


(61)

Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Mann Whitney seperti pada tabel 4.8 dapat dilihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) PT. Telkomsel Tbk. terhadap PT PT. XL Axiata Tbk. sama dengan 0,05, berarti terdapat perbedaan nilai Z-score antara Telkomsel Tbk. dan PT. XL Axiata Tbk.

4.1.3 Analisis Z-Score Altman

Dalam dalam melakukan analisis kinerja keuangan perusahaan rasio keuangan merupakan alat yang paling sering digunakan. Akan tetapi, analisis rasio keuangan yang biasa digunakan adalah univariate, dimana setiap rasio dianalisis secara terpisah.

Cara ini memiliki kelemahan sehingga untuk menguranginya dilakukanlah penggabungan beberapa rasio menjadi suatu model peramalan. Model Altman Z-Score merupakan salah satu bentuk dari penggabungan beberapa rasio, yang disebut dengan multivariate.

4.1.3.1 Working Capital / Total Assets (X1)

Tabel 4.9

Working Capital / Total Assets

No Nama Perusahaan Tahun

2012 2011 2010

1 Telkomsel Tbk. 0,009 -0,070 -0,134 2 Bakrie Telecom Tbk. -0,233 -0,164 -0,026

3 Indosat Tbk. -0,049 -0,116 -0,123

4 Inovisi Infracom Tbk. 0,312 0,223 -0,076 5 Smartfren Telecom Tbk. -0,152 -0,187 -0,363 6 XL Axiata Tbk. -0,143 -0,171 -0,086 Sumber: Diolah Peneliti (2013)

Working capital / total assets merupakan rasio yang digunakan pertama, rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Biasanya apabila sebuah perusahaan mengalami kerugian operasi yang terus menerus


(1)

61

Sumatera Utara, Medan.

Siregar, Putri Nanda, 2011. “Penilaian Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Dengan Metode Altman Z-Score Pada Perusahaan Kontruksi Bangunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009”, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.

Undang-Undang Nomor. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(2)

62

Perhitungan Working Capital to Total Assets Ratio (X1)

Tahun 2010-2013 (Dalam Miliar Rupiah)

No Current Assets Current Liabilities Working Capital

2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012

1 5787 9855 13582 13493 13975 13039 -7706 -4120 543

2 1436,1 948,3 769 1759,6 2955,8 2874,4 -323,5 -2007,5 -2015,4 3 5455,9 5767,6 8308,8 12024,9 11968 11015,7 -6569 -6200,5 -2706,9

4 98,6 1009,4 1558,2 183,8 429,9 601,2 -85,2 579,5 957

5 446,5 794,5 853 2075,1 3099,6 3030,8 -1628,6 -2305,1 -2177,8

6 2228 3387 3659 4563 8728 8740 -2335 -5341 -5081

Total Assets X1

2010 2011 2012 2010 2011 2012

57343 58723 62917 -0,134 -0,070 0,009

12352,9 12213,1 9052,4 -0,026 -0,164 -0,233

53325,1 53233 55225,1 -0,123 -0,116 -0,049

1122,4 2594,8 3069,4 -0,076 0,223 0,312

4483,6 12296,6 14339,8 -0,363 -0,187 -0,152

27251 31171 35456 -0,086 -0,171 -0,143

Sumber: Diolah Peneliti (2013)

Keterangan Nama Perusahaan: 1. PT. Telkomsel Tbk. 2. PT. Bakrie Telecom Tbk. 3. PT. Indosat Tbk.

4. PT. Inovisi Infracom Tbk. 5. PT. Smartfren Telecom Tbk. 6. PT. XL Axiata Tbk.

Rumus Altman Z-Score:

X1 = Working Capital / Total Assets


(3)

63

Perhitungan Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2)

Tahun 2010-2013 (Dalam Miliar Rupiah)

No Retained Earnings Total Assets X2

2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012

1 32518 36688 42144 57343 58723 62917 0,567 0,625 0,670

2 -601,6 -1384,1 -4523,1 12352,9 12213,1 9052,4 -0,049 -0,113 -0,499 3 15378,5 16023,6 15981,2 53325,1 53233 55225,1 0,288 0,301 0,289

4 156,5 536,9 942,9 1122,4 2594,8 3069,4 0,139 0,207 0,307

5 -4002 -6401.9 -7964,8 4483,6 12296,6 14339,8 -0,893 -0,521 -0,555

6 5508 7427 9063 27251 31171 35456 0.202 0,238 0,256

Sumber: Diolah Peneliti (2013)

Keterangan Nama Perusahaan: 1. PT. Telkomsel Tbk. 2. PT. Bakrie Telecom Tbk. 3. PT. Indosat Tbk.

4. PT. Inovisi Infracom Tbk. 5. PT. Smartfren Telecom Tbk. 6. PT. XL Axiata Tbk.

Rumus Altman Z-Score:

X2 = Retained Earnings / Total Assets


(4)

64

Perhitungan Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets Ratio(X3)

Tahun 2010-2013 (Dalam Miliar Rupiah)

No EBIT Total Assets X3

2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012

1 17357 17668 20993 57343 58723 62917 0,303 0.301 0,334

2 190,8 -174 -500,4 12352,9 12213,1 9052,4 0,015 -0,014 -0,055 3 3544,6 3105,8 2267,2 53325,1 53233 55225,1 0,066 0,058 0,041

4 126,7 396,7 475,9 1122,4 2594,8 3069,4 0,113 0,153 0,155

5 -868,3 -2221,6 -1602,6 4483,6 12296,6 14339,8 -0,194 -0,181 -0,112

6 5164 4665 4679 27251 31171 35456 0,189 0,150 0,132

Sumber: Diolah Peneliti (2013)

Keterangan Nama Perusahaan: 1. PT. Telkomsel Tbk. 2. PT. Bakrie Telecom Tbk. 3. PT. Indosat Tbk.

4. PT. Inovisi Infracom Tbk. 5. PT. Smartfren Telecom Tbk. 6. PT. XL Axiata Tbk.

Rumus Altman Z-Score:

X3 = Retained Earnings / Total Assets


(5)

65

Perhitungan Book Value Equity / Book Value of Total Liabilities Ratio(X4)

Tahun 2010-2013 (Dalam Miliar Rupiah) No Book Value Equity Book Value of Total

Liabilities

X4

2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012

1 34206 38376 43832 23137 20347 19085 1,478 1,886 2.297

2 5194,8 4368,8 1638 7158,1 7844,4 7414,4 0,726 0,557 0,220 3 18225,4 18969,1 19395,4 35069,8 34263,9 35829,7 0,520 0,554 0,541

4 924 1824,3 2425,9 198,3 770,5 643,5 4,660 2,368 3,770

5 -119,5 3268,9 4984,4 4603,1 9027,6 9355,4 -0,026 0,362 0,533

6 11715 13693 15370 15536 17478 20086 0,754 0,783 0,765

Sumber: Diolah Peneliti (2013)

Keterangan Nama Perusahaan: 1. PT. Telkomsel Tbk. 2. PT. Bakrie Telecom Tbk. 3. PT. Indosat Tbk.

4. PT. Inovisi Infracom Tbk. 5. PT. Smartfren Telecom Tbk. 6. PT. XL Axiata Tbk.

Rumus Altman Z-Score:

X4 = Book Value Equity / Book Value of Total Liabilities


(6)

66

Perhitungan Z-score Altman Tahun 2010-2012

No 6,56 X1 3,26 X2 6,72 X3

2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012

1 -0,879 -0,459 -0,059 1,848 2,038 2,184 2,036 2,023 2,244

2 -0,171 -1,076 -1,528 -0,160 -0,368 -1,627 0,101 -0,094 -0,370

3 -0,807 -0,761 -0,321 0,939 0,981 0,942 0,444 0,390 0,276

4 -0,499 1,463 2,047 0,453 0,675 1,001 0,759 1,028 1,042

5 -2,381 -1,227 -0,997 -2,911 -1,698 -1,809 -1,304 -1,216 -0,753

6 -0,564 -1,122 -0,938 0,659 0,776 0,835 1,270 1,008 0,887

1,05 X4 Z-Score

2010 2011 2012 2010 2011 2012

1,552 1,980 2,412 7,807 8,831 10,150

0,762 0,585 0,231 3,783 2,297 -0,044

0,546 0,582 0,568 4,372 4,442 4,714

4,893 2,486 3,959 8,857 8,902 11,298

-0,027 0,380 0,560 -3,373 -0,511 0,251

0,792 0,822 0,803 5,406 4,734 4,837

Sumber: Diolah Peneliti (2013)

Keterangan Nama Perusahaan: 1. PT. Telkomsel Tbk. 2. PT. Bakrie Telecom Tbk. 3. PT. Indosat Tbk.

4. PT. Inovisi Infracom Tbk. 5. PT. Smartfren Telecom Tbk. 6. PT. XL Axiata Tbk.

Rumus Altman Z-Score:

Z-Score: 3,25 + 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4