Teori asimetrik ini sangat besar peranannya didalam manajemen keuangan. Adanya informasi yang tidak simetrik antara insider dengan investor
mengakibatkan kebijakan perusahaan direspon tidak seperti yang diharapkan. Misalnya, penjualan saham perusahaan yang dilakukan untuk memperoleh
tambahan dana guna membiayai investasi yang menguntungkan tidak selalu direspon positif oleh pasar. Pasar mempunyai dua pandangan, pertama penjualan
saham baru sebagai sinyal bahwa perusahaan kesulitan keuangan, struktur modalnya tidak baik. Kedua, pasar menduga bahwa investor atau pemilik
perusahaan ingin keluar dari bisnis, melakukan diversifikasi bisnis yang lain. Dengan kata lain, investor baru mungkin curiga bahwa investor lama, pemilik
perusahaan, ingin berbagi risiko dengan orang lain. Dampak potensial asymmetric information theory adalah timbulnya kegagalan pasar.
2.1.1.2.4 Pecking Order Theory
Myers mengikhtisarkan teori pecking order struktur modal dengan 4 poin Keown 2000 : 557 :
1. Perusahaan menerapkan kebijaksanaan dividen untuk kesempatan
investasi. 2.
Perusahaan lebih suka mendanai kesempatan investasi dengan dana yang sepenuhnya dari dalam dulu, lalu modal keuangan eksternal akan
dicari. 3.
Saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan akan pertama memilih menerbitkan sekuritas utang, menerbitkan sekuritas jenis
modal akan dilakukan terakhir. 4.
Dengan semakin banyaknya dana eksternal dibutuhkan untuk mendanai proyek dengan nilai sekarang positif, pendanaan pecking order akan
diikuti. Ini berarti lebih menyukai utang yang lebih berisiko, artinya pada konvertibel, modal preferen, dan modal biasa sebagai pilihan
terakhir.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.2.5 Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1985, ketika professor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller yang selanjutnya
kita sebut MM, mempublikasikan artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis yaitu “The Cost of Capital, Corporation
Finance, and the Theory of Investment” Teori MM ini mengatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Tetapi,
studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain:
1.
Tidak ada biaya broker pialang. 2.
Tidak ada pajak. 3.
Tidak ada biaya kebangkrutan. 4.
Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perseroan.
5. Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen
mengenai peluang investasi perusahaan di masa mendatang. 6.
EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang. Brigham dan Houston, 2001 : 30-31.
Kemudian pada tahun 1963, MM mempublikasikan makalah yang kedua “Taxes and the Cost of Capital: A Correction” dengan memperhatikan
pajak. Dengan adanya pajak maka nilai perusahaan atau harga saham dipengaruhi oleh struktur modal. Semakin tinggi proporsi utang yang
digunakan maka akan semakin tinggi harga saham. Tetapi beberapa penelitian
berikutnya mencoba
mengevaluasi model
MM dan
menyimpulkan bahwa penggunaan utang memang akan meningkatkan nilai perusahaan, tetapi pada suatu titik tertentu yakni struktur modal yang
optimal nilai perusahaan akan mulai menurun dengan semakin besarnya proporsi utang dalam struktur modalnya. Dengan kata lain, penggunaan
utang memang lebih baik, tetapi utang yang begitu besar tidak baik bagi perusahaan Brigham dan Houston, 2001 : xv-xvi.
Hasil-hasil yang tidak relevan juga tergantung pada asumsi bahwa tidak
ada biaya kebangkrutan. Namun, dalam praktek kebangkrutan bisa sangat mahal. Bahkan, kebangkrutan sering memaksa suatu perusahaan
melikuidasikan atau menjual hartanya dengan harga di bawah harga seandainya mereka terus beroperasi Brigham dan Houston, 2001 : 33.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.2.6 Teori Trade-Off