Prevalensi pendek secara nasional di Indonesia pada remaja rentang usia 16
– 18 tahun adalah 31,4 dengan sangat pendek sebesar 7,5 dan pendek sebesar 23,9. Sebanyak 17 provinsi dengan pervalensi pendek diatas prevalensi
nasional 23,9 dan Sumatera Utara juga termasuk dari salah satu provinsi tersebut.
Gambar 2.4 Prevalensi Pendek Remaja Umur 16 –18 Tahun Menurut Provinsi,
Indonesia 2013 Sumber : Riskesdas, 2013
2.2. Anemia Defisiensi Besi
2.2.1. Definisi
Anemia secara fungsional adalah penurunan jumlah massa eritrosit red cell mass sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
dalam jumlah cukup ke jaringan perifer penurunan oxygen carrying capacity. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong depleted iron store yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang
Bakta, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Etiologi
Berat badan lahir rendah dan bayi dengan kehilangan darah perinatal dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi dikarenakan bayi tersebut
mempunyai cadangan zat besi yang lebih rendah sehingga simpanan zat besi akan lebih cepat habis. Konsumsi zat besi yang kurang dalam makanan. Pola makan
yang diamati pada bayi dan anak kecil yang menderita anemia defisiensi besi pada negara berkembang adalah konsumsi susu sapi yang berlebihan dimana
kandungan zat besinya rendah, dan juga penyerapan zat besi pada ASI 2 -3 kali lebih baik dibandingan dengan susu sapi.
Kehilangan darah harus dipertimbangkan sebagai penyebab dari kasus anemia defisiensi besi terutama pada anak yang lebih besar. Anemia defisiensi
besi kronis akibat pendarahan bisa disebabkan oleh lesi pada saluran pencernaan, seperti ulkus peptikum, divertikulum Meckel, polip, hemangioma, atau penyakit
inflamasi pada usus. Bayi dapat mengalami kehilangan darah kronis dari usus yang disebabkan
oleh terpapar oleh protein labil panas di susu sapi murni. Reaksi gastrointestinal ini tidak berhubungan dengan abnormalitas enzim pada mukosa, seperti defisiensi
laktase, atau alergi susu yang khas. Pada negara berkembang, infeksi cacing tambang, Trichuris trichiura, Plasmodium, dan Helicobacter pylori sering
berkontribusi terhadap terjadinya defisiensi besi. Sekitar 2 dari remaja perempuan menderita anemia defisiensi besi
dikarenakan oleh kebutuhan yang besar untuk tumbuh pesat dan kehilangan darah pada saat menstruasi. Risiko tinggi juga ditemukan pada remaja yang sedang atau
pernah hamil, ditemukan 30 dari remaja wanita ini mengalami anemia defisiensi besi Lerner, 2011. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Tandirerung 2013 pada murid sekolah dasar di Manado menunjukkan bahwa anak yang tidak memiliki kebiasaan sarapan pagi mempunyai hubungan yang
bermakna dengan kejadian anemia.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Diagnosis