Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan Tahun 2015

(1)

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR PELAJARAN MATEMATIKA, BAHASA INDONESIA DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA ANAK

YANG STUNTING DAN NORMAL KELAS 4 – 6 DI SD PERSA JUARA

MEDAN TAHUN 2015

OLEH :

DARIUS HARTANTO 120100113

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR PELAJARAN MATEMATIKA, BAHASA INDONESIA DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA ANAK

YANG STUNTING DAN NORMAL KELAS 4 – 6 DI SD PERSA JUARA

MEDAN TAHUN 2015

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

DARIUS HARTANTO NIM : 120100113

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Latar Belakang : Stunting atau pendek berdasarkan umur adalah tinggi badan anak berada di bawah minus 2 standar deviasi (<-2 SD) dari tabel status gizi WHO child growth standard. Tingginya prevalensi stunting pada anak usia sekolah 5 – 12 tahun di Indonesia yang sebesar 30,7% merupakan hal yang memprihatinkan karena dampak stunting dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan kecerdasan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan prestasi belajar pelajaran matematika, Bahasa Indonesia dan kadar hemoglobin pada anak stunting dan normal kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan.

Metodologi : Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional yang dilakukan di SD Persa Juara Medan. Jumlah sampel adalah 75 siswa kelas 4 – 6 SD yang dipilih secara total sampling. Data yang digunakan adalah data primer untuk tinggi badan, berat badan, kadar hemoglobin, pola makan, dan pendidikan orang tua dan data sekunder untuk nilai rapor pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia.

Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi anak yang mengalami

stunting adalah sebesar 34,7% (25 stunting dan 1 severe stunting). Anak yang stunting memiliki kadar hemoglobin yang lebih rendah dibanding anak yang normal dengan perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,002. Anak yang stunting juga memiliki prestasi belajar yang lebih rendah dibanding anak normal yang dilihat dari pelajaran matematika dengan nilai p < 0,001 dan Bahasa Indonesia dengan nilai p < 0,001.

Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa anak yang stunting memiliki kadar hemoglobin, prestasi belajar matematika dan Bahasa Indonesia yang lebih rendah dibandingkan anak normal. Dibutuhkan kerja sama dari pihak orang tua, sekolah, dan pemerintah untuk mengurangi kejadian stunting pada anak agar dapat mencegah terjadinya dampak buruk akibat stunting pada anak.


(5)

ABSTRACT

Introduction : Stunting or short for age is child’s height lower than minus 2

standard deviation (< -2 SD) from WHO child growth standar nutrition status. High stunting prevalence in school age children 5 12 years old in Indonesia for 30,7% proof that this is something to be concerned because the impact of stunting can cause lower hemoglobin level and child’s intellectual. The objectiv00e of this research is to determine wether there are differences in school achievement for mathematics, Indonesian and hemoglobin level in stunted and normal children primary 4 6 in Persa Juara Medan School.

Method : This was descriptive analitic research using cross sectional approach which carried out in P ersa Juara Medan Elementary School. The samples were 75 primary 4 6 students which were choosen by total sampling. Data that had been used were primary data for height, weight, hemoglobin level, dietarry habbit, and parents’ education and secondary data for school report for mathematics and Indonesian.

Result : The result of this research showed that the prevalence of stunted student were 34,7% (25 stunting and 1 severe stunting). Stunted student had lower hemoglobin level than normal student with significant difference p value = 0,002. Stunted student also had lower school achievement than normal student which can be seen in p value for mathematics and Indonesian were < 0,001 and < 0,001 respectively.

Discussion : The conclusion was stunted student had lower hemoglobin level and school achievement for mathematics and Indonesian than normal children. A cooperation between parents, school, and government required to reduce the impact of stunting in children.

Key word : stunting, hemoglobin level, school achievement, elementary student grade 4 - 6


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul

Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD

Persa Juara Medan Tahun 2015”. Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai tugas dan salah satu syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Program Studi Pendidikan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis mendapat banyak dukungan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah, Sp. PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Sri Lestari, S.P, M.Kes selaku dosen pembimbing atas dukungan, waktu, dan masukan yang sangat berarti dalam proses pembuatan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai dengan baik.

3. Ibu dr. Lita Feriyawati, M.kes, Sp.PA selaku dosen penguji I atas masukan dan saran yang telah disediakan sehingga karya tulis ini dapat selesai dengan baik.

4. Ibu dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked (PA), Sp.PA selaku dosen penguji II atas masukan dan saran yang telah disediakan sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Pihak sekolah, murid, dan orang tua murid SD Persa Juara Medan atas ketersediaan dan waktunya dalam keterlibatan dan penyelesaian proses pengambilan data untuk penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

6. Orang tua saya yang telah melahirkan dan mendukung saya hingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai dengan baik.


(7)

7. Hartanto, Tionoto Santoso, dan Fitriyani Sarumaha yang telah membantu saya dalam proses pengambilan data hingga karya tulis ini dapat selesai dengan baik.

8. Chandra W., Shierly, Tiffany, Yolanda H., Maria A., Krisna B. Yang telah memberikan saya dukungan dan masukan hingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai dengan baik.

9. Persnaveena dan Dedi Kurniawan selaku teman satu bimbingan yang telah memberikan masukan dan kerja sama sehingga karya tulis ini dapat selesai dengan baik.

Demikian ucapan terima kasih saya sampaikan, mohon maaf jika terdapat nama – nama yang tidak terucapkan. Saya menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusun karya tulis ilmiah ini. Penulis berharap mendapatkan kritik dan saran yang membangun sebagai pembelajaran dan bekal di massa depan.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan... i

Abstrak... ii

Abstract... iii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel... viii

Daftar Gambar... x

Daftar Singkatan... xi

Daftar Lampiran... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN... . 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.3.1. Tujuan Umum... 3

1.3.2. Tujuan Khusus... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Stunting... 5

2.1.1. Definisi... 5

2.1.2. Faktor – Faktor Penyebab Stunting... 5

2.1.3. Dampak Stunting... 7

2.1.4. Metode Pengukuran... ... 8

2.1.5. Epidemiologi... 9

2.2. Anemia Defisiensi Besi... 11

2.2.1. Definisi... 11

2.2.2. Etiologi... 11

2.2.3. Diagnosis... 12

2.2.4. Dampak Anemia pada Anak... 13

2.3. Prestasi Belajar... 14

2.3.1. Definisi... 14


(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 19

3.1.Kerangka Konsep Penelitian... 19

3.2. Defenisi Operasional... 19

3.3. Hipotesis... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN... 21

4.1. Jenis Penelitian... 21

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 21

4.2.1 Waktu Penelitian... 21

4.2.2. Tempat Penelitian... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 21

4.3.1. Poppulasi... 21

4.3.2. Sampel... 21

4.4. Teknik Pengumpulan Data... 21

4.5. Pengolahan dan Analisis Data... 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 23

5.1. Hasil Penelitian... 23

5.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian... 23

5.1.2 Analisis Univariat... 23

5.1.3 Analisis Bivariat... 29

5.2. Pembahasan... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 36

6.1. Kesimpulan... 36

6.2. Saran... 36

DAFTAR PUSTAKA... 37


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Indikator Pertumbuhan WHO... 9

2.2. Derajat Anemia... 14

3.1. Definisi Operasional... 20

5.1. Karakteristik Sosial dan Ekonomi Responden... 23

5.2. Distribusi Responden Menurut Fasilitas Belajar... 24

5.3. Distribusi Responden Menurut Pola Makan... 25

5.4. Distribusi Responden Menurut Status TB/U... 27

5.5. Distribusi Responden Menurut Indeks Massa Tubuh Menurut Usia(IMT/U)... 27

5.6. Distribusi Responden Menurut Status Anemia... 28

5.7. Distribusi Responden Menurut Prestasi Belajar Pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia... 28

5.8. Distribusi Responden Menurut Pola Makan... 28

5.9. Distribusi Silang Antara Status Gizi TB/U dengan Status Anemia (n=75)... 29

5.10. Distribusi Silang Antara Status Gizi TB/U dengan Pelajaran Matematika (n=75)... 29

5.11. Distribusi Silang Antara Status Gizi TB/U dengan Pelajaran Bahasa Indonesia... 30

5.12. Distribusi Silang Antara Status Gizi TB/U dengan Pola Makan... 30

5.13. Rerata Kadar Hemoglobin Anak yang Stunting dan Normal... 31

5.14. Perbedaan Kadar Hemoglobin Anak yang Stunting dan Normal... 31


(11)

5.15. Rerata Nilai Pelajaran Matematika dan Bahasa

Indonesia pada Anak yang Stunting dan Normal... 32 5.16. Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika dan


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Kecenderungan Prevalensi Status Gizi TB/U <-2 SD Menurut Provinsi, Indonesia 2007, 2010, dan 2013... 10

Gambar 2.2. Prevalensi Pendek Anak Umur 5 – 12 Tahun Menurut Provinsi, Indonesia 2013... 10

Gambar 2.3. Prevalensi Pendek Remaja Umur 13 – 15 Tahun Menurut Provinsi, Indonesia 2013... 11 Gambar 2.4. Prevalensi Pendek Anak Umur 16 – 18 Tahun Menurut

Provinsi, Indonesia 2013... 12


(13)

DAFTAR SINGKATAN

ASI : Air Susu Ibu

Balita : Bawah lima tahun

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

cm : centimeter

D3 : Diploma

g/dl : gram per desiliter

GNR : Global Nutrition Report

Hb : Hemoglobin

IMT : Indeks Massa Tubuh

IUGR : Intrauterine Growth Restriction

NTT : Nusa Tenggara Timur

PT : Perguruan Tinggi

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RSOC : Rapid Survey Of Children

SD : Sekolah Dasar

SD : Standar Deviasi

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SPSS : Statistical Package for Sosial Science

TB/U : Tinggi Badan Menurut Umur

UKS : Usaha Kesehatan Sekolah


(14)

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua Calon Subjek Penelitian

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Responden (INFORMED CONSENT)

Lampiran 4 Kuesioner

Lampiran 5 Data

Lampiran 6 Tabel Induk SPSS

Lampiran 7 Ethical Clearance

Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian SD Persa Juara


(16)

ABSTRAK

Latar Belakang : Stunting atau pendek berdasarkan umur adalah tinggi badan anak berada di bawah minus 2 standar deviasi (<-2 SD) dari tabel status gizi WHO child growth standard. Tingginya prevalensi stunting pada anak usia sekolah 5 – 12 tahun di Indonesia yang sebesar 30,7% merupakan hal yang memprihatinkan karena dampak stunting dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan kecerdasan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan prestasi belajar pelajaran matematika, Bahasa Indonesia dan kadar hemoglobin pada anak stunting dan normal kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan.

Metodologi : Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional yang dilakukan di SD Persa Juara Medan. Jumlah sampel adalah 75 siswa kelas 4 – 6 SD yang dipilih secara total sampling. Data yang digunakan adalah data primer untuk tinggi badan, berat badan, kadar hemoglobin, pola makan, dan pendidikan orang tua dan data sekunder untuk nilai rapor pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia.

Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi anak yang mengalami

stunting adalah sebesar 34,7% (25 stunting dan 1 severe stunting). Anak yang stunting memiliki kadar hemoglobin yang lebih rendah dibanding anak yang normal dengan perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,002. Anak yang stunting juga memiliki prestasi belajar yang lebih rendah dibanding anak normal yang dilihat dari pelajaran matematika dengan nilai p < 0,001 dan Bahasa Indonesia dengan nilai p < 0,001.

Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa anak yang stunting memiliki kadar hemoglobin, prestasi belajar matematika dan Bahasa Indonesia yang lebih rendah dibandingkan anak normal. Dibutuhkan kerja sama dari pihak orang tua, sekolah, dan pemerintah untuk mengurangi kejadian stunting pada anak agar dapat mencegah terjadinya dampak buruk akibat stunting pada anak.


(17)

ABSTRACT

Introduction : Stunting or short for age is child’s height lower than minus 2

standard deviation (< -2 SD) from WHO child growth standar nutrition status. High stunting prevalence in school age children 5 12 years old in Indonesia for 30,7% proof that this is something to be concerned because the impact of stunting can cause lower hemoglobin level and child’s intellectual. The objectiv00e of this research is to determine wether there are differences in school achievement for mathematics, Indonesian and hemoglobin level in stunted and normal children primary 4 6 in Persa Juara Medan School.

Method : This was descriptive analitic research using cross sectional approach which carried out in P ersa Juara Medan Elementary School. The samples were 75 primary 4 6 students which were choosen by total sampling. Data that had been used were primary data for height, weight, hemoglobin level, dietarry habbit, and parents’ education and secondary data for school report for mathematics and Indonesian.

Result : The result of this research showed that the prevalence of stunted student were 34,7% (25 stunting and 1 severe stunting). Stunted student had lower hemoglobin level than normal student with significant difference p value = 0,002. Stunted student also had lower school achievement than normal student which can be seen in p value for mathematics and Indonesian were < 0,001 and < 0,001 respectively.

Discussion : The conclusion was stunted student had lower hemoglobin level and school achievement for mathematics and Indonesian than normal children. A cooperation between parents, school, and government required to reduce the impact of stunting in children.

Key word : stunting, hemoglobin level, school achievement, elementary student grade 4 - 6


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stunting merupakan suatu masalah yang sedang dihadapi di dunia ini. Menurut data WHO 2012, terdapat sebanyak 162 juta anak usia di bawah 5 tahun (balita) secara global mengalami stunting. Seseorang dikatakan sebagai stunting apabila tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi (<-2SD) dari tabel status gizi WHO child growth standard (WHO, 2012).

Berdasarkan data Global Nutrition Report (GNR) 2014, beberapa negara yang pernah dilaporkan memiliki angka kejadian stunting melibihi 40% antara lain Banglades, Kamboja, Etopia, Nepal, Yemen, dan Zambia. India juga merupakan salah satu negara dengan angka kejadian stunting anak balita yang tinggi yaitu 38,8% (Data Rapid Survey Of Children [RSOC] tahun 2013 – 2014) (GNR, 2014).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) membagi klasifikasi indikator TB/U yang dikutip dari WHO menjadi 3, yaitu sangat pendek (Zscore < -3,0), pendek (-3,0 ≤ Zscore < -2,0) dan normal (Zscore ≥ -2,0). Berdasarkan data Riskesdas 2013, angka kejadian stunting di Indonesia pada anak balita adalah 37,2% (18% sangat pendek dan 19,2% pendek). Anak usia 5 – 12 tahun adalah 30,7%, (12,3% sangat pendek sebesar dan 18,4% pendek). Anak usia 13– 15 tahun adalah 35,1% (13,8% sangat pendek dan 21,3% pendek). Anak usia 15 – 18 tahun adalah 31,4 persen (7,5% sangat pendek dan 23,9% pendek). Sumatera Utara merupakan salah satu dari 15 provinsi dengan prevalensi anak usia 5 – 12 tahun sangat pendek diatas prevalensi nasional, dengan angka kejadian pendek sekitar 18% dan sangat pendek 19% (Riskesdas, 2013).

Stunting pada anak disebabkan oleh kurang nutrisi pada ibu hamil dan asupan yang kurang pada bayi dan anak kecil. Stunting dapat menyebabkan manifestasi klinis jangka pendek dalam bidang kesehatan berupa peningkatan mortalitas dan morbiditas, dalam bidang perkembangan anak berupa penurunan


(19)

perkembangan kognitif, motorik ,dan bahasa, dan juga dibidang ekonomi dapat meningkatkan pengeluaran dalam biaya kesehatan. Manifestasi klinis jangka panjang dalam bidang kesehatan berupa perawakan yang pendek, peningkatan obesitas, dan penurunan kesehatan reproduksi, dalam bidang perkembangan anak berupa penurunan kapasitas belajar, dan dalam bidang ekonomi dapat menyebabkan penurunan kemampuan kerja dan produktivitas (WHO, 2013).

Usia sekolah adalah usia yang sangat penting untuk pertumbuhan anak dalam fisik dan juga mental yang dapat mempengaruhi massa depan. Keadaan gizi kurang seperti stunting pada anak usia sekolah dapat mempengaruhi daya tangkap seorang anak dalam mengikuti pelajaran sekolahnya sehingga mempengaruhi prestasi belajarnya (Picauly, 2013).

Berdasarkan penelitian Perignon et al. (2014) yang dilakukan pada anak usia 6 – 16 tahun di Kamboja menunjukkan bahwa anak yang menderita stunting mempunyai kecerdasan kognitif yang lebih rendah dibanding dengan anak yang tidak stunting. Didapati juga hasil yang sama pada anak yang menderita stunting berat mempunyai nilai yang lebih rendah dibanding anak yang tidak stunting. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa anak laki – laki yang menderita anemia defisiensi besi juga memiliki nilai yang lebih rendah dibanding dengan yang status besinya normal. Hal tersebut juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Picauly (2013) dengan penurunan status gizi TB/U dapat menurunkan prestasi belajar anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Picauly juga menghubungkan tingkat pendapatan keluarga terhadap stunting dimana keluarga dengan pendapatan yang rendah mempunyai peluang sebanyak 62,128 kali terjadinya stunting pada anak. Menurut Baker (2008) dalam Picauly (2013) menyelamatkan anak supaya tidak pendek (stunting) sangat penting, sebab terkait dengan kecerdasan dan produktivitas kerjanya kelak sebagai generasi penerus bangsa.

Stunting juga dapat mempengaruhi kadar hemoglobin darah. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mamiro (2005) pada anak berusia 3 – 23 bulan di Kilosa Tanzania menunjukkan adanya hubungan kejadian stunting dengan kadar Hb darah yang rendah. Hasil penelitian ini juga


(20)

menunjukkan bahwa pendapatan orang tua yang rendah berhubungan dengan kejadiannya stunting pada anak.

SD Persa Juara Medan merupakan sekolah dasar yang dibangun untuk memberikan pendidikan gratis kepada anak – anak yang berasal dari keluarga dengan perekonomian yang kurang mampu. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Nasikhah (2012) pada anak balita usia 24 – 36 bulan di Kecamatan Semarang Timur menunjukkan bahwa pendapatan keluarga yang rendah merupakan suatu faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya stunting pada anak.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dan masih belum banyak penelitian tentang stunting yang dilakukan di Indonesia pada anak usia

sekolah dasar, peneliti ingin melakukan penelitian berjudul “Perbedaan Prestasi

Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan Tahun

2015”.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar pelajaran matematika, Bahasa Indonesia dan kadar hemoglobin pada anak yang stunting dan normal kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan tahun 2015?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan prestasi belajar pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia dan kadar hemoglobin pada anak yang tinggi badannya berada di kategori stunting dan normal di SD Persa Juara Medan.


(21)

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui perbedaan status gizi antara murid yang stunting dan normal di sekolah SD Persa Juara Medan.

2. Mengetahui prevalensi murid yang stunting di sekolah SD Persa Juara Medan.

3. Mengetahui perbedaan kadar hemoglobin antara murid yang stunting dan normal di sekolah SD Persa Juara Medan.

4. Mengetahui perbedaan prestasi belajar antara murid yang stunting dan normal di sekolah SD Persa Juara Medan.

5. Mengatahui perbedaan pola makan antara murid yang stunting dan normal di sekolah SD Persa Juara Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk :

1. Sekolah SD Persa Juara Medan agar mengetahui informasi mengenai status gizi muridnya.

2. Sekolah SD Persa Juara Medan agar mengetahui informasi mengenai kadar hemoglobin darah muridnya.

3. Dunia pendidikan agar dapat mengembangkan informasi yang telah ada dan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang stunting dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar dan kadar hemoglobin. 4. Dinas Kesehatan sebagai masukan untuk mengembangkan program

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) mengenai status gizi anak sekolah. 5. Menjadi sumber data atau informasi bagi peneliti selanjutnya.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stunting 2.1.1. Definisi

Stunting merupakan suatu keadaan dimana tinggi badan anak yang terlalu rendah. Stunting atau terlalu pendek berdasarkan umur adalah tinggi badan yang berada di bawah minus dua standar deviasi (<-2SD) dari tabel status gizi WHO child growth standard (WHO, 2012).

2.1.2. Faktor – Faktor Penyebab Stunting

Stunting dapat disebabkan oleh berbagai faktor. WHO (2013) membagi penyebab terjadinya stunting pada anak menjadi 4 kategori besar yaitu faktor keluarga dan rumah tangga, makanan tambahan / komplementer yang tidak adekuat, menyusui, dan infeksi. Faktor keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal dan faktor lingkungan rumah. Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilah pada usia remaja, kesehatan mental, Intrauterine growth restriction (IUGR) dan kelahiran preterm, Jarak kehamilan yang pendek, dan hipertensi. Faktor lingkungan rumah berupa stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat, perawatan yang kurang, sanitasi dan pasukan air yang tidak adekuat, akses dan ketersediaan pangan yang kurang, alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak sesuai, edukasi pengasuh yang rendah.

Faktor kedua penyebab stunting adalah makanan komplementer yang tidak adekuat yang dibagi lagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan yang rendah, cara pemberian yang tidak adekuat, dan keamanan makanan dan minuman. Kualitas makanan yang rendah dapat berupa kualitas mikronutrien yang rendah, keragaman jenis makanan yang dikonsumsi dan sumber makanan hewani yang rendah, makanan yang tidak mengandung nutrisi, dan makanan komplementer yang mengandung energi rendah. Cara pemberian yang tidak adekuat berupa frekuensi pemberian makanan yang rendah, pemberian makanan yang tidak aadekuat ketika


(23)

sakit dan setelah sakit, konsistensi makanan yang terlalu halus, pemberian makan yang rendah dalam kuantitas. Keamanan makanan dan minuman dapat berupa makanan dan minuman yang terkontaminasi, kebersihan yang rendah, penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman. Faktor ketiga yang dapat menyebabkan stunting adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang salah bisa karena inisiasi yang terlambat, tidak ASI eksklusif, penghentian menyusui yang terlalu cepat. Faktor keempat adalah infeksi klinis dan subklinis seperti infeksi pada usus : diare, environmental enteropathy, infeksi cacing, infeksi pernafasan, malaria, nafsu makan yang kurang akibat infeksi, inflamasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nasikhah (2012) pada anak usia 24 – 36 bulan di Semarang menunjukkan terdapat beberapa faktor risiko yang paling berpengaruh untuk terjadinya stunting, yaitu tinggi badan orang tua yang rendah, pendidikan ayah yang rendah, dan pendapatan perkapita yang rendah. Mamiro (2005) juga melakukan penelitian yang serupa kepada anak usia 3 – 23 bulan di Tanzania menunjukkan bahwa malaria, berat badan lahir rendah (BBLR), pendapatan keluarga yang rendah, dan indeks massa tubuh (IMT) ibu yang rendah berperan sebagai faktor risiko terjadinya stunting pada anak. Berat badan lahir rendah dan indeks massa tubuh ibu yang rendah merupakan dua faktor risiko terkuat untuk penyebab stunting.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Senbanjo (2011) pada anak usia 5

– 19 tahun di Abeokuta Nigeria ditemukan beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya stunting, yaitu anak yang bersekolah di sekolah pemerintah, keluarga poligami, pendidikan orang tua yang rendah, dan juga kelas sosial yang rendah. Pendidikan ibu yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya stunting yang paling tinggi dibanding dengan faktor risiko lainnya. Menurutnya hal tersebut bisa disebabkan karena ibu dengan pendidikan yang tinggi cenderung memiliki finansial yang lebih baik dan dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Hal tersebut membuat keluarga di kelas sosial yang lebih tinggi dan memiliki status gizi keluarga yang lebih baik, sedangkan menurut penelitian Olukamakaiye (2013) terhadap anak sekolah di Nigeria, asupan makanan mempengaruhi kejadian stunting. Penelitiannya menunjukkan bahwa anak dengan rendahnya


(24)

keanekaragaman jenis makanan yang dikonsumsi menjadi faktor risiko terjadinya stunting. Olukamakaiye juga mendukung bahwa anak dari sekolah pemerintah lebih banyak yang menderita stunting dibanding dengan sekolah swasta. Hal tersebut dikarenakan malnutrisi yang disebabkan oleh keanekaragaman jenis makanan yang rendah.

2.1.3. Dampak Stunting

Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak. WHO (2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting menjadi dua yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek dari stunting adalah di bidang kesehatan yang dapat menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, di bidang perkembangan berupa penurunan perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa, dan di bidang ekonomi berupa peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan. Stunting juga dapat menyebabkan dampak jangka panjang di bidang kesehatan berupa perawakan yang pendek, peningkatan risiko untuk obesitas dan komorbidnya, dan penurunan kesehatan reproduksi, di bidang perkembangan berupa penurunan prestasi dan kapasitas belajar, dan di bidang ekonomi berupa penurunan kemampuan dan kapasitas kerja.

Menurut penelitian Hoddinott et al. (2013) menunjukkan bahwa stunting pada usia 2 tahun memberikan dampak yang buruk berupa nilai sekolah yang lebih rendah, berhenti sekolah, akan memiliki tinggi badan yang lebih pendek, dan berkurangnya kekuatan genggaman tangan sebesar 22%. Stunting pada usia 2 tahun juga memberikan dampak ketika dewasa berupa pendapatan perkapita yang rendah dan juga meningkatnya probabilitas untuk menjadi miskin. Stunting juga berhubungan terhadap meningkatnya jumlah kehamilan dan anak dikemudian hari, sehingga Hoddinott menyimpulan bahwa pertumbuhan yang terhambat di kehidupan awal dapat memberikan dampak buruk terhadap kehidupan, sosial, dan ekonomi seseorang.

Dampak stunting terhadap prestasi sekolah juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Perignon et al. (2014) terhadap anak usia 6 – 16 tahun di Kamboja. Perignon menemukan bahwa anak yang mengalami stunting moderate


(25)

dan severe memiliki kecerdasan kognitif yang lebih rendah dibanding dengan anak yang normal. Stunting juga dapat mempengaruhi kadar hemoglobin anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mamiro (2005) terhadap anak di Tanzania menunjukkan bahwa anak yang mengalami stunting memiliki kadar hemoglobin darah yang rendah.

2.1.4. Metode Pengukuran

Pengukuran antropometri berdasarkan tinggi badan menurut umur berguna untuk mengukur status nutrisi pada populasi, karena pengukuran pertumbuhan tulang ini mencerminkan dampak kumulatif yang mempengaruhi status nutrisi yang menyebabkan terjadinya stunting dan juga mengacu sebagai malnutrisi kronis (Alderman, 2011).

Cara pengukuran antropometri pada anak dengan menggunakan grafik standar panjang / tinggi badan menurut umur menurut WHO pada Training Course on Child Growth Assessment yang diterbitkan pada tahun 2008. Data ini menggunakan Z-score sebagai cut-off point untuk menentukan status antropometri anak yang disusun dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Indikator Pertumbuhan WHO

Z score Panjang / Tinggi badan menurut umur

> 3 Very tall

>2 Normal

>1 Normal

0 (median) Normal

<-1 Normal

<-2 Stunted

<-3 Severely Stunted


(26)

2.1.5. Epidemiologi

Menurut data Riskesdas (2013) prevalensi pendek secara nasional pada balita adalah 37,2% yang terdiri dari sangat pendek sebesar 18% dan pendek 19,2%. Terdapat 20 provinsi dengan prevalensi diatas nasional (37,2%) dengan yang tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur, terendah di Jambi, dan Sumatera Utara menempati urutan ke – 8 tertinggi.

Gambar 2.1 Kecenderungan Prevalensi Status Gizi TB/U <-2 SD Menurut Provinsi, Indonesia 2007, 2010, dan 2013

Sumber : Riskesdas, 2013

Prevalensi pendek secara nasional pada anak usia 5 – 12 tahun adalah 30,7% dengan sangat pendek sebesar 12,3% dan pendek sebesar 18,4%. Terdapat 15 provinsi di Indonesia dengan prevalensi sangat pendek diatas prevalensi nasional (12,3%) dan Sumatera Utara termasuk salah satu dari provinsi tersebut dengan prevalensi pendek dan sangat pendek diatas 37%.


(27)

Gambar 2.2 Prevalensi Pendek Anak Umur 5–12 Tahun Menurut Provinsi, Indonesia 2013

Sumber : Riskesdas, 2013

Prevalensi nasional pendek pada remaja usia 13 – 15 tahun adalah 35,1% dengan sangat pendek sebesar 13,8% dan pendek sebesar 21,3%. Terdapat 16 provinsi dengan prevalensi sangat pendek diatas prevalensi nasional (13,8%). Sumatera Utara juga termasuk salah satu dari provinsi tersebut dan prevalensi tertinggi terdapat di papua. Prevalensi pendek dan sangat pendek di Sumatera pada usia 13 – 15 tahun adalah diatas 40%.

Gambar 2.3 Prevalensi Pendek Remaja Umur 13–15 Tahun Menurut Provinsi, Indonesia 2013


(28)

Prevalensi pendek secara nasional di Indonesia pada remaja rentang usia 16 – 18 tahun adalah 31,4% dengan sangat pendek sebesar 7,5% dan pendek sebesar 23,9%. Sebanyak 17 provinsi dengan pervalensi pendek diatas prevalensi nasional (23,9%) dan Sumatera Utara juga termasuk dari salah satu provinsi tersebut.

Gambar 2.4 Prevalensi Pendek Remaja Umur 16–18 Tahun Menurut Provinsi, Indonesia 2013

Sumber : Riskesdas, 2013

2.2. Anemia Defisiensi Besi 2.2.1. Definisi

Anemia secara fungsional adalah penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2009).


(29)

2.2.2. Etiologi

Berat badan lahir rendah dan bayi dengan kehilangan darah perinatal dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi dikarenakan bayi tersebut mempunyai cadangan zat besi yang lebih rendah sehingga simpanan zat besi akan lebih cepat habis. Konsumsi zat besi yang kurang dalam makanan. Pola makan yang diamati pada bayi dan anak kecil yang menderita anemia defisiensi besi pada negara berkembang adalah konsumsi susu sapi yang berlebihan dimana kandungan zat besinya rendah, dan juga penyerapan zat besi pada ASI 2 -3 kali lebih baik dibandingan dengan susu sapi.

Kehilangan darah harus dipertimbangkan sebagai penyebab dari kasus anemia defisiensi besi terutama pada anak yang lebih besar. Anemia defisiensi besi kronis akibat pendarahan bisa disebabkan oleh lesi pada saluran pencernaan, seperti ulkus peptikum, divertikulum Meckel, polip, hemangioma, atau penyakit inflamasi pada usus.

Bayi dapat mengalami kehilangan darah kronis dari usus yang disebabkan oleh terpapar oleh protein labil panas di susu sapi murni. Reaksi gastrointestinal ini tidak berhubungan dengan abnormalitas enzim pada mukosa, seperti defisiensi laktase, atau alergi susu yang khas. Pada negara berkembang, infeksi cacing tambang, Trichuris trichiura, Plasmodium, dan Helicobacter pylori sering berkontribusi terhadap terjadinya defisiensi besi.

Sekitar 2% dari remaja perempuan menderita anemia defisiensi besi dikarenakan oleh kebutuhan yang besar untuk tumbuh pesat dan kehilangan darah pada saat menstruasi. Risiko tinggi juga ditemukan pada remaja yang sedang atau pernah hamil, ditemukan >30% dari remaja wanita ini mengalami anemia defisiensi besi (Lerner, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tandirerung (2013) pada murid sekolah dasar di Manado menunjukkan bahwa anak yang tidak memiliki kebiasaan sarapan pagi mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia.


(30)

2.2.3. Diagnosis

Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga parameter tersebut saling bersesuaian. Kadar normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal (Bakta, 2009).

Cut off point seseorang dikatakan sebagai anemia berbeda – beda berdasarkan umur dan jenis kelamin. Anak balita 12 – 59 bulan adalah Hb <11,0 g/dL, anak sekolah usia 6 – 12 tahun adalah Hb <12,0 g/dL, laki – laki usia ≥15 tahun adalah Hb <13 g/dL, wanita usia subur 15 – 49 tahun adalah Hb <12,0 g/dL, dan pada ibu hamil adalah Hb <11 g/dL (Riskesdas, 2013).

Tabel 2.2 Derajat Anemia

Derajat Hb

Ringan sekali Hb 10g/dl – cut off point

Ringan Hb 8 g/dl – Hb 9,9 g/dl

Sedang Hb 6 g/dl – Hb 7,9 g/dl

Berat Hb <6 g/dl

Sumber : Hematologi Klinik Ringkas (Bakta, 2014)

2.2.4. Dampak Anemia pada Anak

Pengaruh defisiensi besi terutama melalui gangguan fungsi hemoglobin yang berfungsi sebagai penghantar oksigen yang dibutuhkan untuk reaksi metabolisme di dalam tubuh. Anemia memberikan dampak kepada anak sekolah berupa penurunan daya konsentrasi anak dalam belajar dan juga kepada pekerja yang menunjukkan penurunan kesanggupan dan daya kerja yang bermakna (Sediaoetama, 2009).

Anemia defisiensi besi memiliki dampak terhadap kecerdasaan anak. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Perignon et al. (2014) terhadap anak usia 6 – 16 tahun di Kamboja. Perignon menemukan bahwa anak laki – laki yang mengalami anemia defisiensi besi memiliki kecerdasan kognitif


(31)

yang lebih rendah dibanding anak yang normal. Penelitian yang dilakukan oleh Kishawi (2015) pada anak usia 2 – 5 tahun di Gaza Palestina menunjukkan bahwa anak yang menderita anemia memiliki hubungan yang signifikan terhadap berat badan yang rendah (underweight).

2.3. Prestasi Belajar 2.3.1. Definisi

Prestasi belajar menurut Ridwan (2008) dalam Picauly (2013) adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.

2.3.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2013) faktor – faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.

 Faktor jasmaniah  Faktor kesehatan :

Sakit dapat menyebabkan cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing, ngantuk, kurang darah, gangguan fungsi indera dan tubuh yang akan menganggu proses belajar.

 Cacat tubuh :

Keadaan ini dapat mempengaruhi belajar, dan sebaiknya anak belajar pada lembaga pendidikan khusus atau dengan bantuan alat bantu untuk mengurangi pengaruh dari kecacatan.

 Faktor psikologis  Faktor inteligensi :

Siswa dengan tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang tingkat inteligensinya lebih rendah.


(32)

 Perhatian :

Siswa yang mempunyai perhatian terhadap bahan pelajarannya dapat mencegah terjadinya kebosanan.

 Minat :

Bila pelajaran tidak sesuai dengan minatnya, siswa tidak akan belajar dengan sebaik – baiknya karena tidak ada daya tarik baginya.

 Bakat :

Jika pelajaran sesuai dengan bakatnya, siswa akan senang dan lebih giat dalam belajar pelajaran tersebut sehingga hasil belajar lebih baik.  Motif :

Motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan, dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan belajar.

 Kematangan :

Belajar lebih berhasil jika anak sudah siap (matang).  Kesiapan :

Siswa yang sudah ada kesiapan akan mempunyai hasil belajar yang lebih baik.

 Faktor kelelahan

 Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglai tubuh dan kelelahan rohani berupa kelesuan dan kebosanan.

Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu.  Faktor keluarga

 Cara orang tua mendidik :

Orang tua yang kurang / tidak memperhatikan pendidikan anaknya akan menyebabkan anak tidak / kurang berhasil dalam belajarnya.  Relasi antar anggota keluarga :

Relasi yang tidak baik dapat menyebabkan perkembangan anak terhambat, belajar terganggu, dan bahkan dapat menimbulkan masalah psikologis yang lain.


(33)

 Suasana rumah :

Suasana rumah yang gaduh tidak memberikan ketenangan kepada anak untuk belajar.

 Keadaan ekonomi keluarga :

Kebutuhan pokok anak akan kurang terpenuhi pada keluarga yang miskin, sehingga kesehatan dan belajar anak akan terganggu.

 Pengertian orang tua :

Orang tua wajib memberi pengertian dan dorongan untuk membantu kesulitan anak di sekolah.

 Latar belakang kebudayaan :

Penanaman kebiasaan yang baik agar mendorong semangat anak untuk belajar.

 Faktor sekolah

 Metode mengajar :

Metode mengajar guru yang kurang baik menyebabkan siswa menjadi kurang senang dan malas belajar.

 Kurikulum :

Kurikulum tidak baik jika terlalu padat, diatas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat, dan perhatian siswa.

 Relasi guru dengan siswa :

Relasi guru dengan siswa yang baik membuat siswa menyukai mata pelajaran yang diberikan.

 Relasi siswa dengan siswa :

Relasi yang baik dapat memberi pengaruh positif terhadap belajar.  Disiplin sekolah :

Kedisiplinan berhubungan erat dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan belajar.

 Alat pelajaran :

Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar siswa dalam menerima bahan pelajaran.


(34)

 Waktu sekolah :

Sebaiknya siswa belajar dipagi hari dengan pikiran yang masih segar dan jasmani dalam kondisi yang baik.

 Standar pelajaran di atas ukuran  Keadaan gedung

 Metode belajar :

Belajar secara teratur setiap hari, pembagian waktu yang baik, cara belajar yang tepat, dan cukup istirahat.

 Tugas rumah :

Diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas karena dapat membuat anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain.  Faktor masyarakat

 Kegiatan siswa dalam masyarakat :

Belajar dapat terganggu jika siswa terlalu banyak ambil bagian dalam kegiatan masyarakat, terutama jika tidak bijaksana dalam mengatur waktu.

 Media massa :

Seperti bioskop, radio, sukat kabar, majalah, dan sebagainya dapat memberi pengaruh yang baik ataupun buruk, tergantung dari media massa tersebut.

 Teman bergaul :

Teman bergaul yang tidak baik seperti suka begadang, keluyuran, pecandu rokok, film, dan sebagainya dapat menyeret siswa ke ambang bahaya dan belajar akan jadi berantakan.

 Bentuk kehidupan masyarakat :

Masyarakat yang terdiri dari orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan tidak baik akan memberi pengaruh jelek karena anak tertarik untuk melakukan yang dilakukan orang – orang disekitarnya dan dapat mengganggu belajarnya.


(35)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Perignon et al. (2014) pada anak usia 6 – 16 tahun di Kamboja menunjukan beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kecerdasan anak. Anak yang mengalami stunting, anemia defisiensi besi, dan infeksi parasit mempunyai nilai yang lebih rendah pada tes kecerdasan kognitif dibanding dengan anak yang normal.

Picauly (2013) juga melakukan penelitian terhadap anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur NTT tentang pengaruh stunting terhadap prestasi belajar. Picauly mendapatkan bahwa setiap penurunan status gizi tinggi badan menurut umur sebesar 1 SD dapat menyebabkan penurunan prestasi belajar. Menurut Semba et al. (2008) dan Yustika (2006) dalam Picauly (2013) siswa yang mempunyai prestasi belajar yang rendah disebabkan oleh dua masalah, yaitu absensi yang tinggi dan kualitas penyerapan dan penguasaan materi pembelajaran yang rendah.

Penelitian Olukamakaiye (2013) juga mengatakan bahwa energi makanan yang rendah, konsumsi daging, buah, dan sayur yang rendah memberikan dampak negatif terhadap perkembangan, kesehatan, dan belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Gajre (2008) pada anak sekolah di Kota Hiderabad menunjukkan bahwa kebiasaan sarapan berpengaruh terhadap memori dan kecerdasan anak di sekolah. Tingkat pendidikan ibu juga memberikan pengaruh terhadap kecerdasan anak dalam pelajaran Bahasa Inggris.

Pengaruh sarapan pagi terhadap prestasi belajar juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh So (2013) pada anak sekolah di Korea. Hubungan antara sarapan pagi dan prestasi sekolah yang baik pada murid laki – laki didapati signifikan jika sarapan pagi minimal 5 kali per minggu, sedangkan pada murid perempuan ditemukan bahwa sarapan pagi sebanyak minimal 2 kali seminggu sudah menunjukkan hubungan yang signifikan.


(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Kategori Skala pengukuran Status Gizi :

TB/Umur

Tinggi badan menurut umur dibawah -2 standar deviasi (<-2 SD) dan tinggi badan dinyatakan dalam cm.

Pengukuran tinggi badan

Microtoise  Stunting ( Z-score < -2 SD)  Normal (

Z-score≥ -2 SD)

Ordinal

Stunting Tinggi badan

anak menurut usia dengan Z-score < -2 SD

Pengukuran tinggi badan

Microtoise  Stunting ( Z-score < -2 SD)

Ordinal

Normal Tinggi badan anak menurut usia dengan Z-score ≥ -2 SD

Pengukuran tinggi badan

Microtoise  Stunting ( Z-score < -2 SD)

Ordinal

Pola Makan Pola makan siswa SD Persa Juara Medan

Wawancara Kuesioner  Baik  Kurang Ordinal Prestasi Belajar dan Kadar Hemoglobin Pola Makan

Status Gizi : TB/Umur, IMT/Umur Pendidikan Orang Tua

Stunting

Normal


(37)

Pendidikan Orang Tua Jenjang pendidikan formal terakhir yang ditamati oleh orang tua murid

Wawancara Kuesioner  SD  SMP  SMA  D3/PT Ordinal Prestasi Belajar Nilai akhir rapor pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia murid kelas 4

– 6 SD

Menggunak an data rapor semester anak

Rapor  Baik (nilai

akhir ≥ mean)

 Kurang (nilai akhir < mean)

Ordinal

Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin murid kelas 4

– 6 SD dan hasilnya dinyatakan dalam g/dL Pemeriksaa n kadar hemoglobin dengan menggunak an darah perifer Easy Touch GCHb

 Normal (Hb

≥12,0 g/dL)  Anemia (Hb

<12,0 g/dL)

Ordinal

Status Gizi : IMT/Umur Indeks massa tubuh anak berdasarkan umur Pengukuran tinggi badan dan berat badan Microtoi se Timbang an berat badan  Obesitas  Overweight  Normal  Underweight Ordinal

3.3. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar dan kadar hemoglobin antara anak yang stunting dan normal.

H1 : Terdapat perbedaan prestasi belajar dan kadar hemoglobin antara anak yang stunting dan normal.


(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret - September 2015.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Dasar Persa Juara Medan. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan terhadap status ekonomi keluarga murid yang tergolong kurang mampu.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah murid SD Persa Juara Medan kelas 4 – 6 pada tahun ajaran 2015/2016.

4.3.2. Sampel

Teknik pemilihan sampel penelitian ini adalah dengan cara total sampling dari semua murid yang ada, yaitu berjumlah 75 siswa.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer untuk mendapatkan data tinggi badan, IMT, kadar hemoglobin, pola makan, dan pendidikan orang tua. Tinggi badan diperiksa dengan menggunakan alat microtoise dengan ketelitian 0,1 dan hasil yang didapat dimasukkan ke dalam program WHO AnthroPlus untuk mendapatkan nilai Z-score tinggi badan menurut umur. IMT didapati dengan pemeriksaan tinggi badan dengan alat microtoise dan berat badan dengan menggunakan alat timbangan berat badan, selanjutnya digunakan rumus IMT :


(39)

berat badan (kg) / tinggi badan2 (m2), dan hasil IMT yang didapat diolah dengan program WHO AnthroPlus untuk mendapatkan kategori IMT/U anak. Kadar hemoglobin diperiksa dengan cara membersihkan ujung jari menggunakan kapas alkohol, menusuk ujung jari dengan menggunakan jarum pinset, meneteskan satu tetes darah ke alat pengukur hemoglobin Easy Touch GCHb, membaca hasil pengukuran dengan ketelitian 0,1, dan dilakukan pencatatan. Pola makan, pendidikan orang tua, dan proses belajar didapat dengan menggunakan kuesioner yang berjumlah 12 soal untuk pola makan dan 8 untuk tingkat pendidikan orang tua dan proses belajar. Data sekunder juga digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui prestasi belajar pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia yang didapat dari nilai rapor sekolah semester 2 tahun ajaran 2014/2015.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan proses editing, coding, entry, cleaning data, saving, dan data analysis. Data kemudian dianalisis secara komputerisasi dengan menggunakan alat bantu Statistical Package for Sosial Science (SPSS). Data kemudian dilakukan analisa univariat dan bivariat dengan menggunakan uji T test independent.


(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Persa Juara Medan yang berlokasi di Jalan Sei Bekala no. 2, Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara 20114. SD Persa Juara adalah sekolah yang dibangun untuk memberikan pendidikan gratis bagi anak – anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu. SD Persa Juara menyediakan pendidikan gratis dari jenjang SD kelas 1 hingga kelas 6 dengan beberapa syarat berupa bukti yang menyatakan bahwa murid berasal dari keluarga yang tidak mampu.

5.1.2 Analisis Univariat

Tabel 5.1 Karakteristik Sosial dan Ekonomi Responden

Karakteristik n %

1. Umur

 9 - 10 41 54,7

 11 - 13 34 45,3 2. JenisKelamin

 Laki - Laki 42 56,0

 Perempuan 33 44,0 3. Kelas

 4 25 33,3

 5 25 33,3

 6 25 33,3

4. Pendidikan Ayah

 SD - SMP 26 34,7

 SMA - D3/PT 49 65,3 5. Pendidikan Ibu

 SD - SMP 29 38,7

 SMA – D3/PT 46 61,3 6. Jumlah Saudara

 0 3 4,0

 1 13 17,3

 2 23 30,7

 >2 36 48,0 7. Uang Saku

 Ya 71 94,7

 Tidak 4 5,3


(41)

Hasil dari tabel 5.1 menunjukkan terdapat sebanyak 75 murid bersekolah di SD Persa Juara Medan kelas 4 – 6 yang masing - masing kelas terdiri dari 25 murid. Jenis Kelamin murid terdiri dari 42 laki – laki (56%) dan 33 perempuan (44%). Sebanyak 41 murid (54,7%) berumur 9 – 10 tahun dan sebanyak 34 (45,3%) murid berusia 11 – 13 tahun. Pendidikan ayah murid terdiri dari lulusan SD – SMP sebanyak 26 orang (34,7%) dan lulusan SMA-D3/PT sebanyak 49 orang (65,3%). Pendidikan ibu murid terdiri dari lulusan SD – SMP sebanyak 29 orang (38,7%) dan lulusan SMA-D3/PT sebanyak 46 orang (61,3%). Sebanyak 3 murid (4%) tidak memiliki saudara kandung yang tinggal serumah, 13 murid (17,3%) yang memiliki 1 saudara kandung yang tinggal serumah, 23 murid (30,7%) memiliki 2 saudara kandung yang tinggal serumah, dan 36 murid (48%) memiliki >2 saudara kandung yang tinggal serumah. Sebanyak 71 murid (94,7%) mendapatkan uang saku dan 4 murid (5,3%) tidak mendapatkan uang saku.

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Fasilitas Belajar

Hasil tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebanyak 40 murid (53,3%) belajar setiap hari di rumah dan 35 murid (46,7%) tidak belajar setiap hari dirumah. Sebanyak 36 murid (48%) memiliki meja belajar dirumahnya dan 39 murid (52%) tidak memiliki meja belajar di rumah. Murid yang belajar dirumah ditemani oleh ayah adalah 9 murid (12%), ditemani oleh ibu sebanyak 33 murid (44%), ditemani kakak/abang sebanyak 12 murid (16%), dan sebanyak 21 murid (28%) belajar

Fasilitas Belajar n %

1. Belajar Setiap Hari

 Ya 40 53,3

 Tidak 35 46,7 2. Meja Belajar

 Ya 36 48,0

 Tidak 39 52,0 3. Belajar Ditemani

 Ayah 9 12,0

 Ibu 33 44,0

 Kakak/Abang 12 16,0

 Tidak ada 21 28,0 4. Ambisi Juara Kelas

 Ya 74 98,7

 Tidak 1 1,3


(42)

sendiri. Sebanyak 74 murid (98,7%) mempunyai ambisi untuk menjadi juara kelas dan hanya 1 murid (1,3%) yang tidak memiliki ambisi untuk juara kelas.

Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Pola Makan

Pola Makan n %

1. Berapa kali makan sehari?

 < 3x perhari 20 26,7

 ≥ 3x perhari 55 73,3

2. Apakah anda sarapan setiap hari?

 Tidak 16 21,3

 Ya 59 78,7

3. Apakah menu sarapan anda?

 tidak sarapan 9 12,0

 buah/susu 1 1,3

 Nasi+lauk 43 57,3

 nasi+lauk+buah/susu 20 26,7

 nasi+lauk+buah+susu 2 2,7

4. Dalam 1 minggu saya minum susu berapa kali?

 ≤ 2x 42 56,0

 3 - 4x 18 24,0

 5 - 6x 7 9,3

 ≥ 7x 8 10,7

5. Dalam 1 minggu berapa kali anda makan ikan, daging, telur?

 ≤ 2x 19 25,3

 3 - 4x 31 41,3

 5 - 6x 6 8,0

 ≥ 7x 19 25,3

6. Dalam 1 minggu berapa kali anda makan tahu dan tempe?

 ≤ 2x 36 48,0

 3 - 4x 22 29,3

 5 - 6x 6 8,0

 ≥ 7x 11 14,7

7. Dalam 1 minggu berapa kali anda makan sayur?

 ≤ 2x 19 25,3

 3 - 4x 25 33,3

 5 - 6x 13 17,3

 ≥ 7x 18 24,0

8. Dalam 1 minggu berapa kali anda makan buah?

 ≤ 2x 34 45,3

 3 - 4x 28 37,3

 5 - 6x 5 6,7

 ≥ 7x 8 10,7

9. Apakah anda membawa bekal makanan ke sekolah setiap hari?

 Tidak 1 1,3

 Ya 74 98,7

10. Dalam 1 minggu berapa kali anda jajan misop dan bakso?

 ≥ 7x 1 1,3

 5 - 6x 4 5,3

 3 - 4x 6 8,0

 ≤ 2x 64 85,3

11. Dalam 1 minggu berapa kali anda makan bakwan goreng, pisang goreng, dan gorengan lainnya?

 ≥ 7x 6 8,0

 5 - 6x 3 4,0

 3 - 4x 24 32,0

 ≤ 2x 42 56,0

12. Dalam 1 minggu berapa kali anda makan es krim, sirup, dan minuman manis lainnya?

 ≥ 7x 23 30,7

 5 - 6x 10 13,3

 3 - 4x 26 34,7

 ≤ 2x 16 21,3


(43)

Berdasarkan hasil dari tabel 5.3 didapati sebanyak 20 murid (26,7%) makan <3 kali per hari dan sebanyak 55 murid (73,3%) makan ≥ 3 kali per hari. Sebanyak 59 murid (78,7%) sarapan pagi setiap hari dan 16 murid (21,3%) tidak sarapan pagi setiap hari. Untuk menu sarapan sebanyak 9 murid (12%) tidak sarapan sama sekali, 1 murid (1,3%) yang hanya sarapan dengan susu, 43 murid (57,3%) sarapan nasi+lauk, 20 murid (26,7%) sarapan nasi+lauk+buah/susu, dan sebanyak 2 murid (2,7%) sarapan lengkap berupa nasi+lauk+buah+susu. Frekuensi murid yang mengkonsumsi susu dalam seminggu ≤ 2 kali adalah sebanyak 42 murid (56%), 3 – 4 kali sebanyak 18 murid (24%), 5 – 6 kali sebanyak 7 murid (9,3%), dan ≥ 7 kali sebanyak 8 murid (10,7%). Frekuensi murid yang mengkonsumsi protein hewani seperti daging, ikan, dan telur dalam seminggu ≤ 2 kali adalah sebanyak 19 murid (25,3%), 3 – 4 kali sebanyak 31 murid (41,3%), 5 – 6 kali sebanyak 6 murid (8%), dan ≥ 7 kali sebanyak 19 murid (25,3%). Frekuensi murid yang mengkonsumsi protein nabati seperti tahu dan tempe dalam seminggu ≤ 2 kali adalah sebanyak 36 murid (48%), 3 – 4 kali sebanyak 22 murid (29,3%), 5 – 6 kali sebanyak 6 murid (8%), dan ≥ 7 kali sebanyak 11 murid (14,7%). Frekuensi murid yang mengkonsumsi sayur dalam seminggu ≤ 2 kali adalah sebanyak 19 murid (25,3%), 3 – 4 kali sebanyak 25 murid (33,3%), 5 – 6 kali sebanyak 13 murid (17,3%), dan ≥ 7 kali sebanyak 18 murid (24%). Frekuensi murid yang mengkonsumsi buah dalam seminggu ≤ 2 kali adalah sebanyak 34 murid (45,3%), 3 – 4 kali sebanyak 28 murid (37,3%), 5 – 6 kali sebanyak 5 murid (6,7%), dan ≥ 7 kali sebanyak 8 murid (10,7%).

Murid yang membawa bekal ke sekolah setiap hari adalah 74 siswa (98,7%) dan 1 murid (1,3%) tidak membawa bekal. Frekuensi murid yang jajan seperti misop dan bakso dalam seminggu ≤ 2 kali adalah sebanyak 64 murid (85,3%), 3 – 4 kali sebanyak 6 murid (8%), 5 – 6 kali sebanyak 4 murid (5,3%), dan ≥ 7 kali sebanyak 1 murid (1,3%). Frekuensi murid yang mengkonsumsi gorengan seperti bakwan dan pisang goreng dalam seminggu ≤ 2 kali adalah sebanyak 42 murid (56%), 3 – 4 kali sebanyak 24 murid (32%), 5 – 6 kali sebanyak 3 murid (4%), dan ≥ 7 kali sebanyak 6 murid (8%). Frekuensi murid yang mengkonsumsi manisan buatan seperti es krim dan sirup dalam seminggu ≤


(44)

2 kali adalah sebanyak 16 murid (21,3%), 3 – 4 kali sebanyak 26 murid (34,7%), 5 – 6 kali sebanyak 10 murid (13,3%), dan ≥ 7 kali sebanyak 23 murid (30,7%). Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Status TB/U

Status TB/U n %

Sangat Pendek (Severe Stunting) 1 1,3

Pendek (Stunting) 25 33,3

Normal 49 65,3

Total 75 100

Hasil tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 75 murid terdapat 1 murid (1,3%) dengan tinggi badan menurut usia yang sangat pendek (severe stunting) dengan Z-Score < -3 SD, 25 murid (33,3%) yang pendek (stunting) dengan Z-Score < -2 SD, dan sebanyak 49 murid (65,3%) yang normal yaitu Z-Score ≥ -2 SD.

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Indeks Massa Tubuh Menurut Usia(IMT/U)

IMT/U n %

Kurus 3 4,0

Normal 61 81,3

Overweight 8 10,7

Obesitas 3 4,0

Total 75 100,0

Hasil tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 75 murid terdapat 3 murid (4%) yang mempunyai nilai IMT/U dengan kategori kurus, 61 murid (81,3%) dengan kategori normal, 8 murid (10,7%) dengan kategori overweight, dan 3 murid (4%) dengan kategori obesitas.


(45)

Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Status Anemia

Status Anemia n %

< 12 mg/dl (Anemia) 45 60,0

≥ 12 mg/dl (Normal) 30 40,0

Total 75 100

Hasil tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 75 murid terdapat 45 murid (60%) yang mengalami anemia dengan kadar hemoglobin < 12 mg/dl dan 30 murid (40%) dengan kadar hemoglobin yang normal yaitu ≥ 12 mg/dl.

Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Prestasi Belajar Pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia

Mata Pelajaran n %

1. Matematika

 Baik 38 50,7

 Kurang 37 49,3

2. Bahasa Indonesia

 Baik 40 53,3

 Kurang 35 46,7

Total 75 100

Hasil tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 75 murid terdapat 38 murid

(50,7%) dengan nilai matematika baik yaitu jika nilai ≥ mean dan 37 murid

(49,3%) dengan nilai kurang jika nilai < mean. Sebanyak 40 murid (53,3%) dengan nilai Bahasa Indonesia yang baik dan 35 murid (46,7%) dengan nilai kurang.

Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Pola Makan

Pola Makan n %

Baik 33 44,0

Kurang 42 56,0

Total 75 100

Hasil tabel 5.8 menunjukkan dari 75 murid terdapat 33 murid (44%) dengan pola makan yang baik yaitu dengan nilai skor ≥ mean dan sebanyak 42 murid (56%) dengan pola makan yang kurang yaitu dengan nilai skor < mean.


(46)

5.1.3 Analisis Bivariat

Tabel 5.9 Distribusi Silang Antara Status Gizi TB/U dengan Status Anemia (n=75)

Status Gizi TB/U Anemia Total

Ya Tidak

Stunting 21 5 26

Normal 24 25 49

Total 45 30 75

Hasil tabel 5.9 menunjukkan sebanyak 45 murid mengalami anemia dan 30 murid tidak anemia. Terdapat 21 murid yang dengan tinggi badan stunting dan anemia, 5 murid stunting tidak anemia, 24 murid dengan tinggi badan normal dan anemia, dan 25 murid dengan tinggi badan normal tidak anemia.

Tabel 5.10 Distribusi Silang Antara Status Gizi TB/U dengan Pelajaran Matematika (n=75)

Status Gizi TB/U Matematika Total

Baik Kurang

Stunting 8 18 26

Normal 30 19 49

Total 38 37 75

Hasil tabel 5.10 menunjukkan sebanyak 38 murid dengan nilai matematika

baik yaitu nilai ≥ mean dan sebanyak 37 murid dengan nilai yang kurang yaitu

nilai < mean. Terdapat 8 murid yang mengalami stunting dengan nilai matematika baik, 18 murid stunting dengan nilai kurang, 30 murid dengan tinggi badan normal dan nilai baik, dan 19 murid tinggi badan normal dengan nilai yang kurang.


(47)

Tabel 5.11 Distribusi Silang Antara Status Gizi TB/U dengan Pelajaran Bahasa Indonesia

Status Gizi TB/U Bahasa Indonesia Total

Baik Kurang

Stunting 9 17 26

Normal 31 18 49

Total 40 35 75

Hasil tabel 5.11 menunjukkan sebanyak 40 murid dengan nilai Bahasa

Indonesia baik yaitu nilai ≥ mean dan sebanyak 35 murid dengan nilai yang

kurang yaitu nilai < mean. Terdapat 9 murid yang mengalami stunting dengan nilai Bahasa Indonesia baik, 17 murid stunting dengan nilai kurang, 31 murid dengan tinggi badan normal dan nilai baik, dan 18 murid tinggi badan normal dengan nilai yang kurang.

Tabel 5.12 Distribusi Silang Antara Status Gizi TB/U dengan Pola Makan

Status Gizi TB/U Pola Makan Total

Baik Kurang

Stunting 9 17 26

Normal 24 25 49

Total 33 42 75

Hasil tabel 5.12 menunjukkan sebanyak 33 murid dengan pola makan yang baik dan 42 murid dengan pola makan yang kurang. Terdapat 9 murid stunting dengan pola makan baik dan 17 murid stunting dengan pola makan kurang. Terdapat 24 murid dengan tinggi badan normal memiliki pola makan baik dan 25 murid tinggi badan normal dengan pola makan yang kurang.


(48)

Tabel 5.13 Rerata Kadar Hemoglobin Anak yang Stunting dan Normal

Hasil tabel 5.13 menunjukkan terdapat 26 anak yang mengalami stunting mempunyai nilai mean kadar hemoglobin 10,508 dengan standar deviasi 1,4131 dan standar error mean 0,2771. Sebanyak 49 anak dengan tinggi badan normal mempunyai nilai mean kadar hemoglobin 11,731 dengan standar deviasi 1,5879 dan standar error mean 0,2268.

Tabel 5.14 Perbedaan Kadar Hemoglobin Anak yang Stunting dan Normal

Uji - T Tidak

Berpasangan t df Sig. (2-tailed)

Kadar Hemoglobin -3,294 73 ,002

Hasil tabel 5.14 menunjukkan hasil uji t dengan variabel kadar hemoglobin anak, didapati hasil uji t sebesar -3,294, nilai df sebesar 73, dan nilai p sebesar 0,002. Nilai p dari kadar hemoglobin menunjukkan nilai p – value < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara anak dengan tinggi badan yang stunting dan normal.

Kadar Hemoglobin n Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

Stunting 26 10,508 1,4131 ,2771


(49)

Tabel 5.15 Rerata Nilai Pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia pada Anak yang Stunting dan Normal

Prestasi Belajar n Mean Std.

Deviation Std. Error Mean

Matematika Stunting 26 74,46 8,746 1,715

Normal 49 81,53 7,036 1,005

Bahasa Indonesia

Stunting 26 76,50 8,091 1,587

Normal 49 83,86 7,191 1,027

Hasil tabel 5.15 menunjukkan nilai mean pelajaran matematika pada 26 anak stunting adalah 74,46 dengan standar deviasi 8,746 dan standar error mean 1,715. Nilai mean pelajaran matematika pada 49 anak normal adalah 81,53 dengan standar deviasi 7,036 dan standar error mean 1,005. Nilai mean pelajaran Bahasa Indonesia pada 26 anak stunting adalah 76,50 dengan standar deviasi 8,091 dan standar error mean 1,587. Nilai mean pelajaran Bahasa Indonesia pada 49 anak normal adalah 83,86 dengan standar deviasi 7,191 dan standar error mean 1,027.

Tabel 5.16 Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia Anak yang Stunting dan Normal

Uji - T Tidak

Berpasangan t df Sig. (2-tailed)

Matematika -3,801 73 ,000

Bahasa Indonesia -4,037 73 ,000

Hasil tabel 5.16 menunjukkan hasil uji t dengan variabel pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia. Hasil uji t dengan variabel nilai matematika didapati hasil uji t sebesar -3,801, nilai df sebesar 73, dan nilai p sebesar 0,000. Hasil uji t dengan variabel nilai Bahasa Indonesia didapati hasil uji t sebesar 4,037, nilai df sebesar 73, dan nilai p – value sebesar 0,000. Nilai p dari matematika dan Bahasa Indonesia menunjukkan nilai p – value < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara anak dengan tinggi badan yang stunting dan normal.


(50)

5.2 Pembahasan

Stunting adalah suatu keadaan tinggi badan anak yang rendah menurut usia berdasarkan grafik tinggi badan menurut usia WHO. Seorang anak dikatakan stunting jika TB/U < -2 SD dan severe stunting jika TB/U < -3 SD. Stunting disebut juga malnutrisi kronik. Berdasarkan hasil penelitian di SD Persa Juara pada anak kelas 4 – 6 yang berjumlah 75 siswa, terdapat 26 murid (34,7%) dengan tinggi badan rendah yang terdiri dari 25 murid stunting dan 1 murid severe stunting. Prevalensi stunting di SD Persa Juara Medan lebih tinggi dibanding dengan prevalensi stunting usia 5 – 12 tahun di Indonesia menurut Riskesdas 2013 yaitu sebesar 30,7%. Didapati juga bahwa banyak murid SD Persa Juara yang mempunyai pola makan yang kurang yaitu sebesar 56% yang menggambarkan kurangnya asupan gizi pada anak sekolah SD Persa Juara sehingga dapat menyebabkan tingginya angka kejadian stunting.

Berdasarkan penelitian ini didapati adanya perbedaan kadar hemoglobin anak yang stunting dan normal dengan p-value sebesar 0,002 yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kadar hemoglobin yang signifikan, dimana anak yang mengalami stunting memiliki kadar hemoglobin rerata yang lebih rendah dibanding anak dengan tinggi badan yang normal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Leite (2013) terhadap anak usia < 5 tahun di Brazil yaitu rendahnya tinggi badan menurut usia mempunyai hubungan dengan peningkatan status anemia pada anak. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yang (2012) pada anak usia 0 – 18 bulan di Cina. Peneliti menemukan bahwa stunting memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian anemia pada anak malnutrisi stunting. Hasil penelitian lain yang sejalan dilakukan oleh Ayoya (2013) pada anak usia 6 – 59 bulan di Haiti yang menunjukkan bahwa stunting merupakan faktor risiko untuk terjadinya anemia pada anak. Tingginya prevalensi anemia pada SD Persa bisa disebabkan oleh tingginya angka anak dengan pola makan yang kurang. Tingginya prevalensi anak stunting dengan pola makan kurang juga dapat memberi pengaruh terhadap rendahnya kadar hemoglobin pada anak yang stunting.


(51)

Berdasarkan penelitian ini juga didapati bahwa terdapat juga perbedaan dari prestasi belajar pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia antara anak yang stunting dan normal. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji T dengan hasil nilai p < 0,001 untuk pelajaran matematika dan p < 0,001 untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Nilai p < 0,001 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Perbedaan ini menunjukkan bahwa anak yang stunting memiliki nilai rerata pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia yang lebih rendah dibanding dengan anak dengan tinggi badan yang normal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti (2014) pada anak sekolah dasar di Kabupaten Sidoarjo yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara anak yang stunting dengan nilai pelajaran sekolah, dimana anak yang stunting memiliki peluang sebesar 2,7 kali lebih besar untuk mendapatkan nilai pelajaran yang rendah dibanding anak dengan tinggi badan yang normal. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarleton (2006) pada anak sekolah di Bangladesh yang menunjukkan bahwa anak yang stunting memiliki kecerdasan verbal dan non verbal yang lebih rendah dibanding anak yang normal.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudargo (2012) pada anak sekolah dasar kelas 3 – 5 di Jawa Tengah yang menjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stunting dan fungsi kognitif. Penelitian Sudargo juga menyatakan bahwa anak yang stunting memiliki risiko penurunan fungsi kognitif sebesar 9,226 kali lebih besar dibanding dengan anak tinggi badan normal. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2011) pada anak dasar kelas 4 – 6 di Jawa Tengah menunjukkan bahwa stunting memiliki hubungan yang signifikan dengan kemampuan kognitif anak. Puspitasari juga mengatakan bahwa anak yang stunting memiliki risiko sebesa 9,226 kali lebih besar untuk memiliki nilai IQ dibawah rata

– rata dibanding anak dengan tinggi badan yang normal.

Prestasi belajar anak stunting lebih rendah dari anak normal bisa disebabkan oleh karena tingginya prevalensi anak stunting dengan anemia dan tingginya anak stunting dengan pola makan kurang, sehingga dapat berpengaruh terhadap nilai pelajarannya. Sebanyak 52% anak tidak mempunyai meja belajar di


(52)

rumah juga dapat mempengaruhi prestasi belajar akibat tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung proses belajar di rumah.


(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapati kesimpulan berupa terdapat perbedaan yang signifikan prestasi belajar pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia dan kadar hemoglobin pada anak yang stunting dan normal. Prevalensi stunting di SD Persa Juara sebesar 34,7%. Ditemukan juga bahwa anak yang stunting memiliki kadar hemoglobin, nilai pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia yang lebih rendah dari anak dengan tinggi badan normal. Secara keseluruhan pola makan anak stunting cenderung kurang dan pada anak normal ditemukan pola makan baik dan kurang adalah relatif seimbang.

6.2 Saran

 Saran untuk orang tua murid adalah agar lebih memperhatikan asupan gizi anak untuk mencegah terjadinya stunting pada anak karena dapat menyebabkan penurunan kecerdasan dan kadar hemoglobin.

 Saran untuk SD Persa Juara adalah agar melakukan skrining pengukuran pertumbuhan anak secara rutin dan memberikan edukasi tentang pola makan yang baik untuk tumbuh kembang anak.

 Saran untuk dinas kesehatan agar melakukan skrining secara rutin untuk pemeriksaan anemia pada anak, pemberian tablet tambah darah, dan pemberian makanan tambahan anak sekolah.

 Saran untuk dunia pendidikan agar hasil dari penelitian ini dapat dijadikan pelajaran dan edukasi bagi masyarakat untuk mencegah terjadinya stunting pada anak.

 Saran untuk peneliti selanjutnya agar dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mengembangkan penelitian dimasa depan yang berhubungan dengan stunting, anemia, dan prestasi belajar anak.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Alderman, H. & Shekar, M., 2011. Nutrition, Food Security, and Health. Dalam: Kliegman, R.M., Stanton, B.F., Schor, N.F., Geme III, J.W.Saint, Behrman, R.E., 2011. Nelson Textbook of Pediatrics 19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 170-178.

Ayoya, M.A., et al., 2013. Prevalence and Risk Factors of Anemia Among Children 6 59 Months in Haiti. Hindawi Publishing Corporation : 502968. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar

2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Bakta, I.M., 2009. Pendekatan Terhadap pasien Anemia. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., Setiati, S., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 1109 – 1115. Bakta, I.M., 2014. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta : EGC.

Bakta, I.M., Suega, K., Dharmayuda, T.G., 2009. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., Setiati, S., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 1127 – 1137.

Gajre, N.S., Fernandez, S., Balakhrishna, N., and Vazir, S., 2008. Breakfast Eating Habit and its Influence on Attention-concentration, Immediate Memory and School Achievement. Indian Pediatrics 45: 824-828.

Hoddinott, J. et al., 2013. Adult consequences of Growth Failure in Early Childhood.Am J Clin Nutr 98: 1170-1178.

International Food Policy Research Institute, 2014. Global Nutrition Report: Actions and Accountability To Accelerate The World’s Progress On Nutrition.

Kishawi, R.R.E., Soo, K.L., Abed, Y.A., and Muda, W.A.M.W., 2015. Anemia Among Children Aged 2-5 Years in The Gaza Strip - Palestinian: A Cross Sectional Study.BMC Public Health 15: 319.

Leite, M.S., et al., 2013. Prevalence of Anemia and Associated Factors Among Indigenous Children in Brazil: Results From The First National Survey of Indigenous People’s Health and Nutrition. Nutrition Journal 12: 69.


(55)

Lerner, N.B. & Sills, R., 2011. Iron-Deficiency Anemia. Dalam: Kliegman, R.M., Stanton, B.F., Schor, N.F., Geme III, J.W.Saint, Behrman, R.E., 2011. Nelson Textbook of Pediatrics 19th ed. Philadelphia:Elsevier Saunders, 1655-1657. Mamiro, P.S., Kolsteren, P., Roberfroid, D., Tatala, S., Opsomer, A.S., Camp,

H.V., 2005. F eeding Practices and Factors Contributing to Wasting, Stunting, and Iron-deficiency Anaemia among 3-23-month Old Children in Kilosa District, Rural Tanzania. J Health Popul Nutr 23 (3): 222-230.

Nasikhah, R. & Margawati, A., 2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-36 Bulan di Kecamatan Semarang Timur.JNC 1 (1): 176-184. Olumakaiye, M.F., 2013. Dietary Diversity as a Correlate of Undernutrition Among School Age Children in Southwestern Nigeria . School Nutrition Association 37 (1).

Perignon, et al., 2014. Stunting, Poor Iron Status and Parasite Infection Are Significant Risk Factors for Lower Cognitive Performance in Cambodian School-Aged Children. P los One 9 (11).

Picauly, I. & Toy, S.M., 2013. Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Jurnal Gizi dan Pangan 8 (1): 55-62.

Puspitasari, F.D., Sudargo, T., and Gamayanti, I.L., 2011. Hubungan Antara Status gizi dan faktor Sosiodemografi dengan Kemampuan kognitif Anak Sekolah Dasar di Daerah Endemis GAKI. Gizi Indon 34(1): 52-60.

Sediaoetama, A.D., 2009. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta: Dian Rakyat.

Senbanjo, I.O., Oshikoya, K.A., Odusanya, O.O., and Njokanma, O.F., 2011. Prevalence of and Risk Factors for Stunting among School Children and Adolescents in Abeokuta, Southwest Nigeria. J Health Popul Nutr 29 (4): 364-370.

Slameto, 2013. Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

So, W.Y., 2013. Association Between Frequency of Breakfast Consumption and Academic Performance in Healthy Korean Adolescents. Iranian J Publ Health 42 (1): 25-32.


(56)

Sudargo, T., Huriyati, E., Safitri, L., Irwanti, W., and Nugraheni, S.A., 2012. Hubungan Antara Status Gizi, Nemia, Status infeksi, dan Asupan Zat Gizi dengan Fungsi Kognitif pada Anak Sekolah Dasar di Daerah Endemik Gaki. Gizi Indon 35 (2): 126-136.

Tandirerung, E.U., Mayulu, N., and Kawengian, S.E.S., 2013. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Kejadian Anemia pada Murid SD Negeri 3 Manado.Jurnal e-Biomedik 1 (1): 53-58.

Tarleton, J.L., Haque, R., Mondal, D., Shu, J., Farr, B.M., and Petri, Jr.W.A., 2006. Cognitive Effect of Diarrhea, Malnutrition, and Entamoeba Histolytica Infection on School Age Children In Dhaka, Bangladesh. Am. J. Trop. Med. Hyg. 74 (3): 475-481.

World Health Organization, 2008. Traning Course on Child Growth Assessment. World Health Organization, 2012. WHA Global Nutrition Targets 2025: Stunting

Policy Brief.

World Heatlh Organization, 2013. Childhood Stunting: Challenges and opportunities.

Yang, W., Li, X., Li, Y., Zhang, S., Liu, L., Wang, X., and Li, W., 2012. Anemia, Malnutrition and Their Correlations with Socio-demographic Characterisitcs and Feeding Practices Among Infants Aged 0 18 Months in Rural Areas of Shaanxi Province in Northwestern China: A Cross - Sectional Study. BMC Public Health 12: 1127.

Yuniarti, A.N., Hadi, H., Adiyanti, M.G., 2014. Status Stunting dengan Prestasi Belajar pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Sukodono Kabupaten Siduarjo Tahun 2012. Medica Majapahit 6 (2): 59-77.


(57)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Darius Hartanto Jenis Kelamin : Laki – laki

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/11 Agustus 1994 Warga Negara : Indonesia

Status : Belum Menikah

Agama : Buddha

Alamat : Jalan Hasanuddin no. 5, Medan Nomor Handphone : 085773608233

Email : darius_hartanto@hotmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK IPEKA Tomang Jakarta (1997-2000) 2. SD IPEKA Tomang Jakarta (2000-2006) 3. SMP IPEKA Tomang Jakarta (2006-2012)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012-Sekarang)

Riwayat Pelatihan :

1. Peserta PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) FK USU 2012 2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU 2012 3. Peserta Pelatihan Balut Bidai TBM FK USU 2012


(58)

4. Peserta Seminar dan Workshop Basic Life Support and Traumatology TBM FK USU 2013

5. Peserta Seminar dan Workshop Basic Surgical Skills TBM FK USU 2013

Riwayat Organisasi :

1. Anggota seksi pemusik acara MHD (Medical Humanity Day) FK USU 2013


(59)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA CALON SUBJEK PENELITIAN

Salam Sejahtera,

Saya, Darius Hartanto, sedang menjalani pendidikan kedokteran di Program S1 Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status gizi, kadar hemoglobin (acuan yang digunakan untuk mengetahui apakah anak mengalami anemia [kurang darah] atau tidak), dan prestasi belajar murid SD. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan masukan dan pengetahuan bagi masyarakat untuk mencegah anak mengalami stunting karena memiliki dampak berupa kadar hemoglobin dan kecerdasan yang cenderung lebih rendah dibanding anak dengan tinggi badan yang normal.

Untuk mendapatkan data penelitian ini, saya akan melakukan wawancara terstruktur kepada anak Bapak/Ibu sebanyak 20 pertanyaan yang terdiri dari 8 soal tentang proses belajar dan 12 soal tentang pola makan. Selain itu, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu agar anaknya diperiksa tinggi badan dengan menggunakan microtois, kadar hemoglobin dengan menggunakan EasyTouch GCHb yang akan dilakukan pengambilan darah diujung jari manis sebanyak 1 tetes dengan menggunakan jarum steril sekali pakai (lancet) dan kapas alkohol, dan pengambilan nilai rapor akhir semester genap tahun ajaran 2014/2015 pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia. Adapun mungkin efek samping yang dapat terjadi berupa rasa nyeri yang dihasilkan akibat dari proses pengambilan darah untuk pengukuran kadar hemoglobin. Wawancara dan pengukuran akan berlangsung sekitar 5 menit.


(60)

Partisipasi anak Bapak/Ibu bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk penelitian ini, anak Bapak/Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila Bapak/Ibu membutuhkan penjelasan, maka dapat menghubungi Saya:

Nama : Darius Hartanto

Alamat : Jalan Hasanuddin No. 5

No. HP : 085773608233

Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu yang telah mengizinkan anak Bapak/Ibu ikut berpartisipasi pada penelitian ini. Keikutsertaan anak Bapak/Ibu dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan Bapak/Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya siapkan.

Medan, Agustus 2015

Peneliti,


(61)

Lembar Persetujuan Responden (INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Alamat :

Orang tua dari (nama anak) :

Telah membaca dan mengerti penjelasan sepenuhnya tentang penelitian “Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara” termasuk tujuan, dampak, dan manfaatnya. Dengan penuh kesadaran serta

tanpa paksaan, saya mengijinkan anak saya untuk menjadi peserta penelitian tersebut.

Dengan demikian surat persetujuan ini saya buat

Medan, 2015

( )


(1)

TB/U stunting normal aja * Pola Makan Murid Crosstabulation

Count

Pola Makan Murid

Total BAIK KURANG

TB/U stunting normal aja STUNTING 9 17 26

NORMAL 24 25 49

Total 33 42 75

Data Uji

T Tidak Berpasangan

Group Statistics

TB/U stunting normal aja N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Hb STUNTING 26 10.508 1.4131 .2771

NORMAL 49 11.731 1.5879 .2268

Independent Samples Test Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Hb Equal variances

assumed .397 .531 -3.294 73 .002 -1.2229 .3713 -1.9629 -.4829 Equal variances

not assumed -3.415 56.511 .001 -1.2229 .3581 -1.9402 -.5057


(2)

Group Statistics

TB/U stunting normal aja N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Matematika STUNTING 26 74.46 8.746 1.715

NORMAL 49 81.53 7.036 1.005

BahasaIndonesia STUNTING 26 76.50 8.091 1.587

NORMAL 49 83.86 7.191 1.027

Independent Samples Test Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differenc e Std. Error Differenc e 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Matematika Equal variances

assumed 1.597 .210 -3.801 73 .000 -7.069 1.860 -10.775 -3.363 Equal variances

not assumed -3.556 42.506 .001 -7.069 1.988 -11.080 -3.058 BahasaIndo

nesia

Equal variances

assumed 1.602 .210 -4.037 73 .000 -7.357 1.822 -10.989 -3.725 Equal variances

not assumed -3.892 46.128 .000 -7.357 1.890 -11.162 -3.553


(3)

Lampiran 7


(4)

Lampiran 8


(5)

Lampiran 9


(6)

Lampiran 10

Gambar Lokasi SD Persa Juara Medan


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR STUNTING DAN NON STUNTING Perbedaan Prestasi Belajar Dan Kesegaran Jasmani Pada Anak Sekolah Dasar Stunting Dan Non Stunting Di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 2 18

PENDAHULUAN Perbedaan Prestasi Belajar Dan Kesegaran Jasmani Pada Anak Sekolah Dasar Stunting Dan Non Stunting Di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 3 8

HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SD N KARTASURA 1, 4 DAN 6 DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO.

0 2 5

Bahasa Indonesia SD MI Kelas 6. Pelajaran 4

0 2 14

Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan Tahun 2015

0 0 15

Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan Tahun 2015

0 0 2

Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan Tahun 2015

0 0 4

Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan Tahun 2015

0 2 14

Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan Tahun 2015

3 3 3

Perbedaan Prestasi Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang Stunting dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan Tahun 2015

0 0 23