Proses Produksi

Gambar 2.3. Blok Diagram Proses Pengolahan Kelapa Sawit (TBS)

8. Pengeringan Inti Sawit Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan asam lemak bebas, pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat yang cukup banyak terkandung terutama dalam inti sawit yang dihasilkan dengan pemisah secara basah alat pengeringan inti yang dipakai adalah tipe rectangulair. Alat ini mengeringkan inti dengan udara panas, yaitu mengalirkan udara melalui heater

0 yang terdiri dari spiral berisi uap panas dengan suhu 130 0 C (heater atas), 85 C (heater sedang), dan 60 0 C (heater bawah). Udara panas dihembuskan dan keluar

dari lubang yang sudah ada, sehingga pengeringan inti setiap lapisan dapat terjadi dengan baik. Masa pengeringan tergantung dari kadar air dalam inti, yang dipengaruhi oleh sistem perebusan bua, fermentasi biji dan sistem pemisahan inti dengan cangkang.

2.4. Mesin Dan Peralatan

Mesin adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan/tenaga yang dipergunakan untuk membantu manusia dalam melakukan proses pengerjaan/produksi, sedangkan peralatan merupakan instrumen atau perkakas dari suatu mesin. Mesin dan peralatan adalah salah satu faktor utama proses produksi. Pemilihan mesin dan peralatan yang tepat akan meningkatkan produktivitas dan meminimumkan biaya produksi. Adapun spesifikasi mesin dan peralatan yang digunakan PTPN III PKS Rambutan dalam kegiatan produksi pengolahan Minyak Sawit (Crude Palm Oil) dan Inti Sawit (Palm Kernel) adalah sebagai berikut :

1. Sterilizer Station Spesifikasi sterilizer 8 lori adalah : Diameter

Tekanan uap

= 0 – 3,5 kg/cm 2

o Temperatur uap = 115°C – 140 C Dibuat oleh

Fungsi = Sebagai ruangan untuk tempat perebusan buah

2. Threshing Station

a. Hoisting Crane Merk

Fungsi = Mengangkat buah dari dalam lori ke thresser

b. Automatic feeder Panjang

= 35 ton/jam

Power (P)

= 250 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

= 1,42 A

Putaran

= 24 rpm

Frekwensi (F)

Fungsi = Menggerakkan dan mengatur kecepatan pada mesin

polishing drum (bantingan)

3. Theresher (Mesin penebah) Diameter

= 35 ton/jam

Power (P)

= 240 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

Fungsi = Sebagai tempat bantingan agar buah dapat terlepas dari

tandannya

4. Empty Bunches Conveyor ( Konveyor Janjangan Kosong )

Garpu/timba

= 109 pcs

82 pcs

Type

= Reinold

Reinold

Pitch

Panjang rantai

= 46.000 mm

40.000 mm

Power (P)

= 600 Hp

400 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

Fungsi = Membawa janjangan kosong ke empty bunch conveyor

5. Empty Bunch Hopper (Penimbun janjangan kosong) Tinggi

Power (P)

= 240 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

Fungsi = Membongkar jajangan langsung ke trailer–trailer atau truk–truk yang ditempatkan di bawah hopper

6. Fruits Elevator (Timba–timba buah) Panjang

= 3000 mm

Kapasitas

= 35 ton/jam

Daya

= 5,5 Kw

P.Timba

= 525 mm

L.Timba

= 220 mm

Power (P)

= 150 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

Fungsi = Mengangkat buah untuk disuplai ke fruits distributing

conveyor

7. Pressing Station

a. Fruits Distributing Conveyor Diameter

Power (P)

= 200 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

Fungsi = Membawa berondolan-berondolan menuju digester

8. Digester Internal diameter = 1200 mm Tinggi Conteiner = 3000 mm Isi

= 3200 ltr

Kapasitas

= 10 ton/jam

Power (P)

= 240 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

Fungsi = Melumatkan berondolan-berondolan sebelum di press

9. Twin Screw Press Panjang

= 10 – 12 ton/jam

Power (P)

= 600 Hp

Tegangan (V)

= 380 V

Arus (I)

= 1,97 A

Putaran

= 24 rpm

Frekwensi (F)

Fungsi = Memisahkan buah yang sudah lumat menjadi minyak dan

cake

10. Clarification Station

a. Vibrio Separator Merek

Power (P)

= 4,05 Hp

Tegangan (V)

= 380 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

Fungsi = Memisahkan partikel-partikel besar yang ada dalam crude oil yang dialirkan dari sand trap tank

b. Crude Oil Tank Kapasitas

= 5m 3

c. Continuous Settling Tank

3 Kapasitas = 90 m

Fungsi = Memisahkan minyak dari bahan lain bukan minyak

d. Sludge Tank

3 Kapasitas = 24 m Jumlah

= 1 unit

Fungsi = Mempersiapkan cairan sisa agar lebih muda diproses

kembali pada decanter

e. Oil Tank

3 Kapasitas = 24 m Jumlah

= 4 unit

Fungsi = Menampung minyak yang berasal dari continious tank dan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam minyak

f. Sludge Drain Tank Kapasitas

Fungsi = Menampung hasil pengutipan minyak dari sludge

separator

g. Hot Well Water Tank Kapasitas

= 6m 3

Fungsi = Menampung kelebihan dari tangki air panas, air

kondensasi dan air pendingin turbin.

h. Sludge Oil Recovery Tank Kapasitas

11. Kernel Recovery Station

a. Depericarper Kapasitas

= 35 ton TBS/jam

Jumlah

= 1 unit

Power (P)

= 4 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

= 50 Hz

Fungsi = Memisahkan biji atau nut dari sabut/fibre dan campuran

lain yang tergolong fraksi ringan

b. Cake Breaker Conveyor Diameter

= 7 00 mm

Power (P)

= 100 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

= 50 Hz

= 35 ton TBS/jam

Jumlah

= 1 unit

Fungsi = Memecahkan gumpalan-gumpalan ampas yang keluar dari screw press dan juga untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam ampas agar memiliki persyaratan bagi bahan bakar boiler

c. Polishing Drum Diameter

Power (P)

= 150 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

Fungsi = Memisahkan kernel dengan bahan lain yang bukan kernel

d. Fibre Cyclone Diameter cyclone = 2500 mm Tinggi

= 2440 mm

Kapasitas

= 35 ton/jam

Jumlah

= 1 unit

Fungsi = Menampung serat-serat yang terangkat akibat tekanan

isap

e. Nut Conveyor Diameter

= 300 mm

Kapasitas

= 5 ton biji/jam

Power (P)

= 240 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

Fungsi = Membawa kernel menuju transport pneumatic biji

f. Pneumatic Nut Transport Kapasitas

= 5 ton biji/jam

Power (P)

= 240 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

= Membawa kernel menuju nut silo

g. Nut Silo

Fungsi = Tempat penampung nut sebelum dipecahkan

h. Ripple Mill Type

= E 450

Kapasitas

= 6 ton nut/jam

Power (P)

= 100 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

Fungsi = Memecahkan nut yang diperoleh dari nut silo

i. Cracked Mixture Conveyor Diameter

Power (P)

= 150 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

= 50 Hz

Cos Ø

Fungsi = Membawa inti agar dipisahkan menjadi kernel dan sheel j. Kernel Pneumatic Separator Tinggi I

Tinggi II

Fungsi = Memisahkan cracker mixture pada LTDS, dimana sheel

tenera yang halus dapat dibuang

k. Claybath Separator Panjang

Spesifik grafity lumpur = 1.11 – 1.14 kg/dm 3

Jumlah

= 1 unit

Fungsi = Memisahkan inti dengan cangkang berdasarkan

pada perbedaan berat jenis.

12. Kernel Silo Dryer = 40 m 3 Kapasitas Power (P)

= 9,23 Hp

Tegangan (V)

= 220 V

Arus (I)

Frekwensi (F)

= 50 Hz

Putaran

= 1450 rpm

Kec. Kipas

Fungsi = Mengeringkan inti dengan jalan pemanasan dengan uap dan juga menurunkan kadar air sehingga asam lemak bebas

13. Kernel Bulk Silo Kapasitas

= 400 ton inti

Jumlah

= 1 unit

Fungsi = Gudang penimbunan kernel yang siap untuk dipasarkan.

2.5. Utilitas

Utilitas merupakan sarana pendukung yang harus dipenuhi dalam proses produksi, setiap perusahaan mempunyai peralatan baik itu yang langsung berhubungan dengan proses produksi maupun peralatan penunjang lainnya. Untuk menghasilkan produk setengah jadi ataupun produk jadi, untuk itu utilitas harus dijaga keberadannya untuk mengoptimalkan kerja.

Utilitas yang terdapat pada pabrik PTPN III PKS Rambutan adalah :

1. Bengkel Bengkel yang dimaksud adalah tempat melakukan kegiatan perbaikan mesin dan peralatan-peralatan.

2. Boiler Fungsinya untuk memanaskan air dimana uap airnya akan dialirkan ke mesin sterilizer, station clarification, threeser dan mesin-mesin lain yang membutuhkan dalam proses produksi. Jumlahnya 2 unit.

3. Generator Setting (Genset) Berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik, selain dari PLN.

4. Water Treatment (Stasiun Penjernihan Air)

Water treatment adalah pengolahan air di luar ketel yang berfungsi untuk :

1. Menghilangkan unsur garam dalam air

2. Mengendapkan kotoran dalam air

3. Pengaturan pH air

4. Menghilangkan gas yang bersifat korosi

5. Menjernihkan air untuk dialirkan ke pabrik dengan cara penangkapan zat padat yang harus dibersihkan dengan sedimentasi bak dan sortasi

5. Stasiun Pembangkit Tenaga Listrik (Power Plant) Berfungsi untuk menghidupkan mesin dan peralatan pada proses pengolahan, penerangan pabrik dan penerangan di perumahan karyawan.

2.6. Safety and Fire Protection

Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan kerja, cacat dan kematian yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi dapat mengakibatkan hambatan-hambatan yang sekaligus juga merupakan kerugian secara tidak langsung seperti kerusakan mesin dan peralatan Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan kerja, cacat dan kematian yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi dapat mengakibatkan hambatan-hambatan yang sekaligus juga merupakan kerugian secara tidak langsung seperti kerusakan mesin dan peralatan

Cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah dengan menggunakan peralatan pelindung diri yang tergantung pada jenis pekerjaan di lapangan. Alat- alat pelindung diri meliputi :

1. Kaca mata untuk pekerja yang melakukan pengelasan.

2. Pelindung telinga khusus digunakan khusus bagi pekerja yang mendapatkan kebisingan dari, generator listrik, mesin-mesin diesel, kompresor dan sebagainya.

3. Pelindung pernapasan berupa masker khusus untuk melindungi dari pencemaran akibat gas, uap, debu dan sebagainya.

4. Sepatu pengaman untuk melindungi pekerja dari kecelakaan yang disebabkan oleh benda berat yang menimpa kaki, benda tajam yang mungkin terinjak, lantai yang licin.

5. Topi/helm khusus untuk melindungi kepala pekerja saat bekerja dari benda yang jatuh atau melayang dari atas.

6. Sarung tangan khusus untuk melindungi tangan dari tusukan, sayatan, terkena benda panas, aliran listrik dan sebagainya. Untuk pengamanan arus listrik maka saklar-saklar harus ditempatkan pada posisi yang mudah di jangkau dan tertutup, sekring-sekring harus pada panel tertutup, kabel listrik harus terpasang yang bagus agar tidak terjadi korslet antar 6. Sarung tangan khusus untuk melindungi tangan dari tusukan, sayatan, terkena benda panas, aliran listrik dan sebagainya. Untuk pengamanan arus listrik maka saklar-saklar harus ditempatkan pada posisi yang mudah di jangkau dan tertutup, sekring-sekring harus pada panel tertutup, kabel listrik harus terpasang yang bagus agar tidak terjadi korslet antar

2.7. Waste Treatment

Pengolahan limbah pada pabrik terdiri dari dua proses, yaitu :

1. Proses Pengolahan Limbah Padat Limbah padat yang berasal dari proses perontokkan buah dari tandannya menghasilkan limbah berupa tamdan kosong, dimana dari pembakaran tandan kosong ampas dan cangkang akan menghasilkan abu. Cangkang mengandung kalori yang tinggi, oleh karena itu sebagian cangkang digunakan untuk bahan bakar bolier dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk pengeras jalan. Ampas juga mengandung kalori yang cukup tinggi. Abu yang dihasilkan dikumpulkan ditempat penampungan tandan kosong, kemudian diangkut dengan truk ke kebun dan dapat digunakan untuk pupuk.

2. Proses Pengolahan Limbah Cair Limbah cair minyak sawit terdiri dari komponen-komponen antara lain karbohidrat, protein, minyak dan lemak. Dimana komponen-komponen

tersebut didegradasi oleh bakteri sehingga terbentuklah metana dan CO 2 yang cepat menguap. Limbah cair diolah dengan cara pengolahan atau pemurnian air industri pada Water Purifying Facilities. Setelah diolah dan dimurnikan air ini kemudian digunakan kembali untuk keperluan industri, maupun untuk keperluan konsumsi.

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Pengertian dan Tujuan Pengendalian Persediaan

Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan perdagangan ataupun pabrik selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, perusahaan akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan para pelanggannya, dan terhambatnya proses produksi. Hal ini mungkin terjadi, karena tidak selamanya suku cadang tersedia pada setiap saat, yang berarti bahwa perusahaan akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya didapat. Jadi persediaan sangat penting artinya untuk setiap perusahaan. Persediaan ini diadakan apabila keuntungan yang diharapkan dari persediaan tersebut (terjadinya kelancaran usaha) hendaknya lebih besar daripada biaya-biaya yang ditimbulkannya.

Beberapa pengertian mengenai peresediaan menurut para ahli sebagai berikut :

1. Pengertian persediaan menurut William J. Stevenson adalah An inventory is a stock or store of goods . Artinya persediaan adalah suatu barang yang disimpan

ataupun dijual. 1

2. Persediaan (inventory) menurut Jhon E. Biegel didefenisikan sebagai berikut :

1 William J Stevenson, Production/Operation Management (United States Of America: Homeewood, Illinois, 1986), p.467.

“Inventory may be defined as material held in storage for later use or sale”. Artinya persediaan didefenisikan sebagai suatu material yang disimpan di

gudang untuk penggunaan selanjutnya, atau untuk dijual. 2

3. Menurut Martin K. Starr defenisi persediaan sebagai berikut : “Inventory deals with the determination of optimal procedure for procuring stock of commodities to meet future demand “. Artiya persediaan berhubungan dengan penetuan prosedur yang optimal dalam pengadaan stok untuk

permintaan masa yang akan datang. 3

Dari defenisi-defenisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa persediaan adalah suatu prosedur pengerjaan yang optimum untuk mengadakan persediaan barang-barang untuk memenuhi permintaan masa yang akan datang. Setiap perusahaan harus dapat menentukan dan mempertahankan suatu tingkat persediaan optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran perusahaan dalam jumlah, waktu yang tepat dan biaya yang rendah. Untuk mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimal, maka perlu suatu sistem pengendalian persediaan.

Sistem pengendalian persediaan dapat didefenisikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat. Pengendalian

2 J.E. Biegel, Production Control A Quantitatif Approach (New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited, Second Edition, 1981), p. 90. 3

Martin K. Starr, Inventory Control Theory and Practice (New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited, 1981), p. 3.

persediaan secara umum bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas optimal dalam penyediaan material.

Sedangkan tujuan khusus pengendalian persediaan bagi perusahaan yaitu :

1. Menjaga supaya perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

2. Menjaga agar pembelian dalam jumlah yang relatif sedikit dan frekuensinya yang besar dapat dihindarkan sehingga total biaya pemesanan besar.

3. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih, sehingga biaya yang timbul akibat persediaan tidak terlalu besar.

4. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.

5. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan ataupun penjualannya. Pada dasarnya persediaan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi perusahaan yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang secara terus menerus. Dengan adanya persediaan, produksi tidak perlu dilakukan khusus buat konsumsi, atau sebaliknya tidak perlu konsumsi didesak supaya sesuai dengan kepentingan produksi. Alasan diperlakukannnya persediaan oleh suatu perusahaan ataupun pabrik adalah karena :

1. Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi untuk memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat proses yang lain, yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan.

2. Alasan organisasi, untuk memungkinkan satu unit atau bagian membuat jadwal operasinya secara bebas, tidak tergantung pada yang lainya.

Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinue diperoleh, diubah yang kemudian dijual kembali. Sebagian besar dari sumber-sumber perusahaan juga sering dikaitkan didalam persediaan yang akan digunakan dalam perusahaan atau pabrik. Nilai dari persediaan harus dicatat, digolongkan menurut sejenisnya yang kemudian dibuatkan perincian dari masing-masing barang dalam suatu periode yang bersangkutan. Pada akhir periode, pengalokasian biaya-biaya dapat dibebankan pada aktivitas yang terjadi dalam periode tersebut dan untuk aktivitas mendatang juga harus ditentukan.

3.2. Fungsi dan Jenis-Jenis Persediaan

Beberapa fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan.

2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik, sehingga harus dikembalikan.

3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.

4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman, sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia dipasar.

5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas.

6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang diperlukan.

7. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. Sedangkan jenis-jenis persediaan adalah sebagai berikut :

1. Fluctuation stock, merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya, dan untuk mengatasi jika terjadi kesalahan/penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang.

2. Anticipation stock, merupakan jenis persediaan untuk menghadapi permintaan

yang dapat diramalkan, misalnya pada musim permintaan tinggi, tetapi kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya proses produksi.

3. Lot-size inventory, merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu.

4. Pipeline inventory, merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ketempat dimana barang itu akan digunakan. Misalnya barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan, yang dapat memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu.

3.3. Sistem Persediaan

Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi output , dimana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi output , dimana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar

Variabel keputusan dalam pengendalian persediaan tradisional dapat diklasifikasikan kedalam variabel kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, variabel keputusan pada pengendalian persediaan sistem persediaan adalah sebagai berikut :

1. Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan atau dibuat.

2. Kapan pemesanan dilakukan.

3. Berapa jumlah persediaan pengaman.

4. Bagaimana mengendalikan persediaan. Sedangkan secara kualitatif, masalah persediaan berkaitan dengan sistem pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan persediaan. Variabel keputusan sistem persediaan secara kualitatif adalah :

1. Jenis barang apa yang dimiliki.

2. Dimana barang tersebut berada.

3. Berapa jumlah barang yang dipesan.

4. Siapa saja yang menjadi pemasok masing-masing item.

Ada dua cara atau sistem yang umum dalam menentukan jumlah persediaan pada akhir suatu periode, yaitu dengan :

1. Periodic System, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara fisik dalam menentukan jumlah persediaan akhir.

2. Perpetual system atau disebut juga book inventories yaitu sistem persediaan

yang melakukan pemesanan pada saat persediaan berada pada reorder point.

3.4. Sistem Pemesanan ( Order System) dalam Pengendalian Persediaan

Dalam usaha menutupi kebutuhan persediaan, maka dilakukanlah kegiatan pemesanan barang. Pemesanan barang yang dibutuhkan pada saat persediaan mencapai titik tertentu (order point system), dan pemesanan yang dilakukan pada saat dimana waktu tertentu ditetapkan dicapai (order cycle system).

Secara umum ada dua sistem pemesanan yang biasa dipakai, yaitu :

1. Sistem ukuran pemesanan tetap (Fixed order quantity system). Pada sistem ukuran pemesanan tetap, jumlah barang yang dipesan setiap kali pesanan jumlahnya tetap, sedangkan waktu periode pemesanan bervariasi. Sistem ukuran pemesanan tetap sering disebut dengan Q sistem. Dikatakan metode Q karena variabel keputusan adalah Q (yang menotasikan kuantitas) pesanan. Kriteria optimal adalah total biaya persediaan yang minimal.

2. Sistem pemesanan interval tetap (Fixed order interval system), atau sering disebut dengan P sistem. Pada sistem pemesanan interval tetap, jumlah barang yang dipesan bervariasi, sedangkan periode pemesanannya tetap.

Model P adalah suatu model persediaan yang variabel keputusannya adalah periode pemeriksaan persediaan (berapa hari/minggu/bulan/periode sekali pemeriksaan dilakukan pada persediaan). Dalam model ini, jumlah unit yang dipesan akan berubah-ubah tergantung sisa atau jumlah persediaan saat diperiksa. Besar kecilnya jumlah pemesanan akan berubah-ubah tergantung sisa, sementara variabel yang tetap adalah jarak waktu pemeriksaan.

Pada pemecahan masalah persediaan menggunakan Q sistem. Beberapa alasan yang dijadikan dasar dalam memilih Q sistem adalah sebagai berikut :

1. Permintaan diketahui dengan pasti dan konstan selama periode persediaan.

2. Semua item yang dipesan diterima seketika, tidak bertahap.

3. Jarak waktu sejak pesan sampai pesanan datang (lead time) pasti.

4. Semua biaya diketahui dan bersifat pasti.

5. Kekurangan persediaan (stock out) tidak diizinkan. Tidak ada diskon dalam tingkat kuantitas pesanan.

Sedangkan model P berfungsi dengan cara yang sangat berbeda dibandingkan model Q karena hal-hal berikut :

1. Model P tidak mempunyai titik pemesanan kembali, tetapi lebih menekankan pada target persediaan.

2. Model P tidak mempunyai nilai EOQ karena jumlah pemesanannya akan bervariasi tergantung permintaan yang sesuai dengan target persediaan.

3. Dalam model P, interval pemesanannya tetap sedangkan kuantitas pesanannya berubah-ubah.

Untuk lebih jelas, diagram sistem persediaan “Q” sistem dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Q Tingkat persediaan

Reorder point

Jumlah persediaan

Q/2 Persediaan rata-rata

Waktu

Gambar 3.1. Diagram Sistem Persediaan Q-Sistem

3.5. Biaya-Biaya dalam Persediaan

Tujuan dari manajemen persediaan adalah memiliki persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat dan dengan biaya yang rendah. Oleh karena itu, kebanyakan model-model persediaan menjadikan biaya sebagai parameter dalam mengambil keputusan. Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat persediaan. Biaya tersebut adalah biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan. Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan adalah sebagai berikut :

1. Biaya Pembelian (Purchasing cost) Biaya pembelian dari suatu item adalah harga pembelian setiap unit item jika item tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau biaya produksi perunit bila item tersebut berasal dari internal perusahaan. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan kedalam total biaya 1. Biaya Pembelian (Purchasing cost) Biaya pembelian dari suatu item adalah harga pembelian setiap unit item jika item tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau biaya produksi perunit bila item tersebut berasal dari internal perusahaan. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan kedalam total biaya

T cp = ∑ C j Q j

dimana : T cp = Total biaya pembelian selama satu periode

f = Frekwensi pembelian selama satu periode

C j = Biaya pembelian per unit pada pembelian ke-j Q j = Jumlah pemesanan setiap kali pemesanan ke-j

2. Biaya Pemesanan (Order cost) Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan barang, daru penempatan pesanan sampai tersedianya barang. Biaya pemesanan ini meliputi semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan barang tersebut, yang dapat mencakup biaya administrasi dan penempatan order, biaya ekspedisi, biaya pemilihan pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan biaya pemeriksaan barang. Biaya pemesanan tidak tergantung dari jumlah yang dipesan, tetapi tergantung dari beberapa kali pesanan dilakukan. Total biaya pemesanan selama satu periode pengendalian peresediaan dirumuskan sebagai berikut :

T co = ∑ A j

dimana : T co = Total Biaya Pemesanan selama satu periode dimana : T co = Total Biaya Pemesanan selama satu periode

Grafik biaya pemesanan dapat dilihat pada Gambar 3.2.

D/Q x S Annual cost

Order quantity

Gambar 3.2. Grafik Biaya Pemesanan

3. Biaya Penyimpanan (Holding cost) Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini antara lain :

1. Biaya sewa gudang

2. Biaya administrasi pergudangan

3. Gaji pelaksana pergudangan

4. Biaya listrik

5. Biaya modal yang tertanam dalam persediaan

6. Biaya asuransi

7. Biaya kehilangan ataupun kerusakan dan penyusutan barang selama dalam penyimpanan

Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase dari nilai rata-rata persediaan per tahun dan dalam bentuk rupiah per tahun per unit barang.

T ch = ∑ I t . H t

dimana : T ch = Total biaya penyimpanan selama satu periode

l = Panjang satu periode pengendalian persediaan t = Jumlah persediaan pada waktu ke-t I t = Biaya penyimpanan per unit barang per satuan waktu ke-t H

Grafik biaya penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Q/2 x H

Annual cost

Order quantity

Gambar 3.3. Grafik Biaya Penyimpanan

4. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage cost) Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu yang diperlukan. Biaya kekurangan persediaan pada dasarnya bukan biaya nyata, melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Termasuk dalam biaya ini, antara lain semua biaya kesempatan 4. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage cost) Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu yang diperlukan. Biaya kekurangan persediaan pada dasarnya bukan biaya nyata, melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Termasuk dalam biaya ini, antara lain semua biaya kesempatan

berikut : T cs =

dimana : T cs = Total biaya kekurangan persediaan

G = Frekwensi terjadinya stock out selama satu periode s = Biaya per unit untuk pengadaan darurat stock out ke-j C j = Waktu pemenuhan pada stock out ke-j Z

Hubungan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan(total biaya persediaan) dapat dilihat pada Gambar 3.4.

TC = x S + x H

Annual cost

Q 0 Order quantity

Gambar 3.4. Grafik Total Biaya Persediaan

Dari gambar diatas dengan jelas dapat diketahui bahwa semakin besar jumlah barang yang dipesan, maka ongkos penyimpanan semakin bertambah tinggi sedangkan ongkos pemesanan semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil Dari gambar diatas dengan jelas dapat diketahui bahwa semakin besar jumlah barang yang dipesan, maka ongkos penyimpanan semakin bertambah tinggi sedangkan ongkos pemesanan semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil

3.6. Model-Model Persediaan

Ada beberapa model dari persediaan yang dapat dilihat dari sifatnya, antara lain :

1. Model persediaan berdasarkan sifat-sifat demand, terdiri dari :

a. Static deterministic inventory models, dimana demandnya diketahui dan konstan serta laju demand sama untuk tiap periodenya.

b. Dynamic deterministic inventory models, dimana demandnya diketahui dan konstan, tetapi laju demand untuk tiap periode bervariasi.

c. Static probabilistic inventory models, dimana demand adalah variabel random berdistribusi probabilistic tergantung pada panjang periode. Distribusi probabilistic demand sama untuk tiap periode.

d. Dynamic probabilistic inventory models, model ini sama dengan model c, tetapi pada distribusi probabilistic demand yang berbeda untuk masing- masing periode.

2. Model persediaan berdasarkan jenis kebijakan yang digunakan, terdiri dari :

a. Periodic-Review Policy Berdasarkan kebijakan ini, tingkat persediaan ditinjau pada interval waktu yang sama (T). T merupakan lamanya periode pengamatan. Jika pada a. Periodic-Review Policy Berdasarkan kebijakan ini, tingkat persediaan ditinjau pada interval waktu yang sama (T). T merupakan lamanya periode pengamatan. Jika pada

b. Order-Up to R Policy Berdasarkan kebijakan ini, reorder level (r) disesuaikan dengan ukuran R. Oleh karena itu ukuran order Qi = R – Li selalu dilaksanakan diakhir periode Ti. R dan T adalah dua parameter yang hanya diperlukan pada kebijakan ini.

c. Continous-Review Policy Berdasarkan kebijakan ini, tingkat persediaan dipantau terus menerus dan ukuran order selalu dilakukan jik tingkat persediaan berada pada reorder level atau dibawahnya.

d. Fixed-Reorder-Quantity Policy Kebijakan ini mirip dengan kebijakan peninjauan terus menerus, tetapi pada kebijakan ini jumlah unit dikeluarkan dari persediaan sekali pada suatu waktu, sehingga tingkat persediaan dapat ditinjau ketika persediaan berada tepat pada R. Oleh karena itu ukuran pemesanan yang tetap (Q) selalu dilakukan ketika Li = R.

e. Base-Stock Policy Berdasarkan kebijakan ini, kita mengatur reorder level sama dengan R, dan order dilakukan setiap terjadi penarikan dari persediaan. Oleh karena itu jumlah stok yang ada dalam persediaan dan jumlah yang dipesan harus e. Base-Stock Policy Berdasarkan kebijakan ini, kita mengatur reorder level sama dengan R, dan order dilakukan setiap terjadi penarikan dari persediaan. Oleh karena itu jumlah stok yang ada dalam persediaan dan jumlah yang dipesan harus

3.7. Pengendalian Persediaan dengan Klasifikasi ABC

Pengendalian persediaan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain dengan menggunakan analisa nilai persediaan. Dalam analisa ini, persediaan dibedakan berdasarkan nilai investasi yang terpakai dalam satu periode. Biasanya persediaan dibedakan kedalam tiga kelas, yaitu kelas A, B dan C sehingga analisa ini dikenal dengan klasifikasi ABC. Klasifikasi ABC diperkenalkan oleh HF Dickie pada tahun 1940an. Klasifikasi ABC merupakan aplikasi persediaan yang menggunakan prinsip pareto. Idenya untuk memfokuskan pengendalian persediaan kepada item (jenis) persediaan yang bernilai tinggi (critical) daripada persediaan yang bernilai rendah (trivial). Klasifikasi ABC membagi persediaan dalam tiga kelas berdasarkan atas nilai persediaan. Dengan mengetahui kelas- kelas tersebut maka dapat diketahui item persediaan tentunya yang harus mendapat perhatian lebih intensif dibanding dengan item yang lain.

Yang dimaksud dengan nilai dalam klasifikasi ABC bukan harga persediaan per unit, melainkan volume persediaan dalam satu periode (biasanya satu tahun) dikalikan dengan harga per unit. Jadi nilai investasi adalah jumlah nilai seluruh item pada satu periode, atau dikenal dengan istilah volume tahun rupiah. Suatu item tertentu dikatakan lebih penting dari item yang lain karena item

4 Elsayed, E.A, Thomas O. Boucher, Analysis And Control Production System (New Jersey: Second Edition, Prentice Hall, 1994), p. 67 – 69.

itu memiliki nilai investasi yang lebih tinggi. Konsekwensinya item itu mendapat perhatian lebih besar dibandingkan item lain yang memiliki nilai investasi yang lebih rendah. Namun tidak berarti item yang memiliki nilai investasi rendah tidak perlu diperhatikan, hanya saja pengendaliannya tidak seakurat yang memiliki nilai investasi tinggi. Kriteria masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC adalah sebagai berikut : Kelas A : Persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang tinggi.

Kelas ini mewakili sekitar 80 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sedikit, hanya sekitar 20 % dari seluruh item. Persediaan yang termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi. Pemeriksaan dilakukan secara intensif.

Kelas B : Persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang menengah. Kelompok ini mewakili sekitar 15 % dari nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30 % dari jumlah item.

Kelas C : Barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang hanya mewakili sekitar 5 % dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50 % dari jumlah item persediaan.

Konsep ini menunjukkan tentang persediaan suku cadang dalam skala harga dan kontribusi barang-barang tersebut dari harga keseluruhan. Dalam penggambaran berbentuk grafik sistem koordinat, pada basis menyatakan persentase kumulatif dari item dan pada ordinat menyatakan persentase kumulatif Konsep ini menunjukkan tentang persediaan suku cadang dalam skala harga dan kontribusi barang-barang tersebut dari harga keseluruhan. Dalam penggambaran berbentuk grafik sistem koordinat, pada basis menyatakan persentase kumulatif dari item dan pada ordinat menyatakan persentase kumulatif

Persentase kumulatif Total Harga (%)

0 20 50 100 Persentase Kumulatif Jumlah Barang (%)

Gambar 3.5. Pengelompokan Barang Sistem ABC

3.7.1. Identifikasi Material Menggunakan Analisis Klasifikasi ABC

Klasifikasi ABC sering juga disebut sebagai analisis ABC yang merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material per periode waktu (harga per unit dikalikan volume penggunaan material tersebut). Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisis ABC juga dapat ditetapkan menggunakan kriteria lain, tergantung pada faktor-faktor penting apa saja yang menentukan Klasifikasi ABC sering juga disebut sebagai analisis ABC yang merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material per periode waktu (harga per unit dikalikan volume penggunaan material tersebut). Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisis ABC juga dapat ditetapkan menggunakan kriteria lain, tergantung pada faktor-faktor penting apa saja yang menentukan

1. Nilai total uang dari material

2. Biaya per unit dari material

3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material

4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk membuat material

5. Panjang dan variasi waktu tenggang dari material.

6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material.

7. Resiko penyerobotan atau pencurian material.

8. Biaya kehabisan stock atau persediaan dari material.

9. Kepekaan material terhadap perubahan desain. Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20 atau hukum pareto, dimana sekitar 80 % dari nilai total persediaan material diwakili oleh 20 % persediaan material.

3.7.2. Penggunaan Klasifikasi ABC

Penggunaan klasifikasi ABC adalah untuk menetapkan :

1. Frekuensi perhitungan inventori (cycle inventory), dimana material-material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventori dibandingkan material kelas B dan kelas C.

2. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material kelas A dan B memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan.

3. Prioritas pembelian, dimana aktivitas pembelian seharusnya difokuskan pada bahan-bahan bernilai tinggi. Fokus pada material-material kelas A untuk pemasok dan negoisasi.

4. Keamanan, meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik

dibandingkan nilai penggunaan, namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari material-material (kelas A,B,C) yang seharusnya aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian.

5. Sistem pengisian kembali, dimana klasifikasi ABC akan membantu mengidentifikasikan metode pengendalian persediaan yang digunakan.

6. Keputusan investasi, karena material-material kelas A menggambarkan investasi yang lebih besar dalam persediaan, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stock pengaman material kelas A dibandingkan material kelas B dan C.

3.8. Metode Economic Order Quantity

Salah satu cara perhitungan yang digunakan dalam pengendalian persediaan adalah Metode Economic Order Quantity (EOQ). Metode EOQ mengandung pengertian bahwa pada waktu tercapai titik pemesanan kembali, dilakukan pemesanan sebesar EOQ. Metode EOQ merupkan sebuah perhitungan dengan rumus mengenai berapa jumlah, atau frekwensi pemesanan, atau nilai pemesanan yang paling ekonomis. Dalam hampir semua situasi yang menyangkut pengelolaan persediaan barang jadi, metode ini dapat dikatakan cocok untuk Salah satu cara perhitungan yang digunakan dalam pengendalian persediaan adalah Metode Economic Order Quantity (EOQ). Metode EOQ mengandung pengertian bahwa pada waktu tercapai titik pemesanan kembali, dilakukan pemesanan sebesar EOQ. Metode EOQ merupkan sebuah perhitungan dengan rumus mengenai berapa jumlah, atau frekwensi pemesanan, atau nilai pemesanan yang paling ekonomis. Dalam hampir semua situasi yang menyangkut pengelolaan persediaan barang jadi, metode ini dapat dikatakan cocok untuk

Dalam metode EOQ digunakan beberapa notasi sebagai berikut :

D = Jumlah kebutuhan barang (unit/tahun) S

= Biaya pemesanan (rupiah/pesan)

h = Biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang)

C = Harga barang (rupiah/unit)

H = h x C = biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun) Q

= Jumlah pemesanan (unit/pesanan) T

= Jarak waktu antar pesan (tahun,hari,bulan)

F = Frekuensi pemesanan ( kali/tahun) TC

= Biaya total persediaan (rupiah/tahun) Cara untuk memperoleh EOQ adalah sebagai berikut : Biaya pemesanan per tahun

= Frekuensi pesanan x Biaya pesan

Biaya penyimpanan per tahun = Persediaan rata-rata x Biaya penyimpanan

Biaya total per tahun = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan

EOQ terjadi jika : Biaya pemesanan = Biaya penyimpanan Maka :

2 DS = HQ 2

2 2 DS

2 DS

Jadi :

Q* adalah EOQ, yaitu jumlah pemesanan yang memberikan biaya total persediaan yang rendah. EOQ juga bisa diperoleh dengan membuat turunan dari fungsi total biaya (TC) terhadap Q sebagai berikut :

TC =

dTC

dQ

dQ

H− DS

2 DS

Maka :

3.9. Terminologi Sistem Persediaan

Beberap terminologi sistem persedian adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan (demand) Keputusan pengadaan persediaan dibuat berdasarkan perkiraan demand masa yang akan datang. Sifat dari demand akan mempengaruhi keputusan yang akan dibuat. Laju demand adalah besarnya demand yang terjadi per satuan waktu. Sifat-sifat demand antara lain :

a. Deterministic, dimana besarnya demand diketahui.

b. Probabilistic, dimana besarnya demand tidak diketahui dan berbentuk suatu distribusi tertentu.

c. Static, dimana laju demand untuk tiap-tiap periode sama.

d. Dynamic, dimana laju demand setiap periode tidak sama.

2. Waktu Tenggang (lead time) Untuk memesan suatu barang sampai barang tersebut datang/siap dipakai diperlukan jangka waktu yang bisa bervariasi dari beberapa jam sampai beberapa bulan. Perbedaan waktu antara saat memesan sampai saat barang datang disebut waktu tenggang (lead time). Waktu tenggang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dari barang itu sendiri dan jarak pembeli dan pemasok.

3. Penggantian Persediaan (replenishment) Penggantian persediaan adalah penambahan persediaan yang ada digudang. Jumlah penggantian adalah jumlah barang yang diterima sesuai besarnya 3. Penggantian Persediaan (replenishment) Penggantian persediaan adalah penambahan persediaan yang ada digudang. Jumlah penggantian adalah jumlah barang yang diterima sesuai besarnya

4. Titik Pemesanan Ulang (reorder point) Pada saat harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa, sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan tepat waktu disebut titik pemesanan ulang (reorder point). Titik pemesanan ulang menandakan pembelian harus segera dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan. Jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu rendah, maka persediaan barang akan habis sebelum persediaan pengganti diterima, sehingga proses produksi dapat terganggu. Akan tetapi jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu tinggi, maka persediaan baru sudah datang, sedangkan persediaan digudang masih banyak. Hal ini akan mengakibatkan pemborosan biaya dan investasi yang berlebihan. Titik pemesanan ulang dihitung dengan mengalikan tenggang waktu (lead time) dengan permintaan per hari. Jika asumsi bahwa satu tahun terdiri dari 365 hari, maka permintaan per hari

adalah D 365 . Jadi, rumus untuk titik pemesanan ulang adalah :

D x L ROP =

5. Periode Pemesanan (scheduling period) Periode pemesanan adalah interval waktu antara pemesanan yang terjadi. Untuk sistem persediaan dengan periode pemesanan tetap, maka jumlah yang dipesan biasanya tergantung dari besarnya order level.

6. Level Pemesanan (order level) Level pemesanan adalah besarnya persediaan sebagai patokan dalam penentuan ukuran pemesanan.

7. Persediaan Pengaman (safety stock) Persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang, misalnya penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. Persediaan pengaman dapat ditentukan berdasarkan persentase dari kebutuhan dari kebutuhan selama waktu tenggang. Besarnya nilai safety stock tergantung pada ketidakpastian pasokan maupun permintaan. Pada situasi normal, ketidakpastian pasokan bisa diwakili dengan standar deviasi lead time dari supplier, yaitu waktu antara perusahaan memesan sampai material atau barang diterima. Sedangkan ketidakpastian permintaan biasanya diwakili dengan standar deviasi besarnya permintaan per periode. Kalau permintaan per periode maupun lead time sama-sama konstan maka tidak diperlukannya safety stock karena permintaan selama lead time memiliki standar deviasi nol.

3.10. Ukuran Lot (Lot Sizing)

Perencanaan produksi dan penyediaan bahan baku merupakan dua hal yang berkaitan. Berapa banyak bahan baku yang harus disediakan, ditentukan oleh berapa jumlah produk yang akan dibuat pada suatu periode tertentu. Metode perencanaan untuk penyediaan bahan baku ada beberapa macam. Dua di antara metode perencanaan penyiapan bahan baku adalah lot-for lot dan economic order Perencanaan produksi dan penyediaan bahan baku merupakan dua hal yang berkaitan. Berapa banyak bahan baku yang harus disediakan, ditentukan oleh berapa jumlah produk yang akan dibuat pada suatu periode tertentu. Metode perencanaan untuk penyediaan bahan baku ada beberapa macam. Dua di antara metode perencanaan penyiapan bahan baku adalah lot-for lot dan economic order

Dalam sistem MRP dikenal berbagai macam teknik pengukuran lot. Berdasarkan tingkatannya, teknik penentuan lot dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas

2. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas

3. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas

4. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas Teknik penetapan ukuran lot untuk satu tingkat dengan asumsi kapasitas tak terbatas dapat diklasifikasikan lagi kedalam empat cara, sebagai berikut :

1. Fixed Order Quantity (FOQ)

2. Lot-For-Lot (LFL)

3. Fixed Periode Requirement (FPR)

4. Economic Order Quantity (EOQ)

5. Period Order Quantity (POQ) Teknik ukuran lot FOQ dan EOQ berorientasi pada tingkat kebutuhan, sedangkan teknik ukuran LFL dan FPR merupakan teknik ukuran lot diskrit, karena hanya 5. Period Order Quantity (POQ) Teknik ukuran lot FOQ dan EOQ berorientasi pada tingkat kebutuhan, sedangkan teknik ukuran LFL dan FPR merupakan teknik ukuran lot diskrit, karena hanya

Teknik penentuan ukuran lot mana yang paling baik dan tepat bagi suatu perusahaan adalah persoalan yang sangat sulit, karena sangat tergantung pada hal- hal sebagai berikut :

1. Variasi dari kebutuhan, baik dari segi jumlah maupun periodenya.

2. Rentang waktu perencanaan.

3. Ukuran periodenya (minggu, bulan, dan sebagainya).

4. Perbandingan biaya pesan dan biaya simpan. Hal-hal inilah yang mempengaruhi keefektifan dan keefisienan suatu metode dibandingkan metode lainnya. Dalam prakteknya, teknik LFL seringkali menjadi pilihan. Apabila ada kesulitan yang berarti barulah teknik yang lain dipakai. Kesulitan lainnya dalam penentuan lot adalah untuk kasus struktur produk yang bertingkat banyak karena masih dalam tahap pengembangan. Sehingga bisa disimpulkan ada 2 pendekatan dalam menentukan ukuran lot, yaitu periode demi periode untuk kasus satu level dan level demi level untuk kasus multi level.

3.10.1. Fixed Order Quantity (FOQ)

Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara subyektif. Berapa besarnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi. Tidak ada teknik yang dapat dikemukakan untuk berapa ukuran lot ini. Kapasitas produksi selama lead time produksi dalam hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot ditetapkan, maka lot ini akan digunakan untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Berapapun kebutuhan bersihnya, rencana pesan akan tetap sebesar lot yang telah ditentukan tersebut. Metode ini dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat mahal.

Besarnya jumlah mencerminkan pertimbangan faktor-faktor luar, seperti peristiwa atau kejadian yang tidak dapat dihitung dengan teknik-teknik penentuan ukuran lot. Beberapa keterbatasan kapasitas atau proses yang harus dipertimbangkan antara lain batas waktu rusak, pengepakan, penyimpanan dan lain sebagainnya. Apabila teknik ini akan diterapkan dalam sistem MRP, maka besar jumlah pemesanannya dapat menjadi sama atau lebih besar dari kebutuhan bersih, yang terkadang diperlukan bila ada lonjakkan permintaan. Sebagai contoh ukuran lot produksi secara intuitif telah ditetapkan sebesar 100 unit, kemudian pemesanan dilakukan apabila jumlah kebutuhan bersih untuk beberapa periode yang akan datang mendekati 100. Salah satu ciri dari metode FOQ adalah ukuran lotnya selalu tetap, tetapi periode pemesanannya yang selalu berubah. Contoh penetapan ukuran lot dengan metode FOQ dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Penetapan ukuran Lot dengan Metode FOQ

1 2 3 4 5 6 7 8 Kebutuhan Bersih

Periode

20 50 60 80 40 40 40 60 Jumlah Pemesanan 100

3.10.2. Economic Order Quantity (EOQ)

Penetapan ukuran lot dengan metode EOQ sangat populer sekali dalam sistem persediaan tradisional. Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap. Penentuan lot berdasar biaya pesan dan biaya simpan, dengan rumus sebagai berikut :

EOQ =

2 DS

Dimana dalam contoh diatas D : Jumlah Kebutuhan = 400

S : Biaya Pesan = Rp. 21.500

H : Biaya Simpan = Rp. 3000/periode Maka EOQ = 75 unit. Contoh penetapan ukuran lot dengan metode EOQ dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Penetapan ukuran Lot dengan Metode EOQ

Periode

1 2 3 4 5 6 7 8 Kebutuhan Bersih

20 50 60 80 40 40 40 60 Jumlah Pemesanan 75 75 75 75 75 75

Persediaan

Biaya simpan = 55 + 5 + 20 + 15 + 50 + 10 + 45 + 60 x Rp. 3000 = Rp 780.000 Biaya pesan = 6 x Rp. 21.500

= Rp 129.000 Biaya Total

= Rp 909.000 Metode EOQ ini biasanya dipakai untuk horison perencanaan selama satu tahun. Metode EOQ baik digunakan bila semua data konstan dan perbandingan biaya pesan dan biaya simpan sangat besar.

3.10.3. Lot-For-Lot (LFL)

Teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit. Disamping itu, teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol (0). Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan per unit sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik LFL ini memiliki kemampuan yang lebih baik. Disamping itu teknik ini sering digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat set-up permanen pada proses produksinya.

Pada metode lot-for-lot penentuan jumlah kebutuhan bahan baku ditetapkan berdasarkan kebutuhan bersih untuk satu periode tunggal. Komponen biaya pada metode lot-for-lot terdiri dari biaya pemesanan (atau biaya persiapan pembuatan, dalam kasus bahan baku dibuat/disiapkan sendiri di perusahaan) dan Pada metode lot-for-lot penentuan jumlah kebutuhan bahan baku ditetapkan berdasarkan kebutuhan bersih untuk satu periode tunggal. Komponen biaya pada metode lot-for-lot terdiri dari biaya pemesanan (atau biaya persiapan pembuatan, dalam kasus bahan baku dibuat/disiapkan sendiri di perusahaan) dan

Tabel 3.3. Penetapan ukuran Lot dengan Metode LFL

Periode

1 2 3 4 5 6 7 8 Kebutuhan Bersih

20 50 60 80 40 40 40 60 Jumlah Pemesanan 20 50 60 80 40 40 40 60

Persediaan

Biaya simpan = Rp 0 x Rp 3000

= Rp 0

Biaya pesan = Rp 8 x Rp 21.500

= Rp 168.000

Biaya Total

= Rp 168.000

3.10.4. Fixed Period Requirement (FPR)

Dalam metode FPR penentuan ukuran lot didasarkan pada periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah kebutuhan tidak berdasarkan ramalan, tetapi Dalam metode FPR penentuan ukuran lot didasarkan pada periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah kebutuhan tidak berdasarkan ramalan, tetapi

Untuk contoh yang sama, misalnya ditentukan periode pemesanan adalah setiap 2 periode, hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Penetapan ukuran Lot dengan Metode FPR

Periode

1 2 3 4 5 6 7 8 Kebutuhan Bersih

80 100 Persediaan

Jumlah Pemesanan 70 140

Biaya pesan = Rp 21.500 x 4

= Rp 86.000

Biaya Simpan = Rp 3000 x 230

= Rp 690.000

Biaya Total

= Rp 776.000

3.10.5. Period Order Quantity (POQ)

Pada metode POQ pemesanan atau pembelian dilakukan secara periodik dengan jangka waktu antar pemesanan selalu sama. Adapun prosedur dalam pengerjaan POQ adalah :

1. Hitung EOQ

2. Gunakan EOQ untuk menghitung frekuensi pemesanan per tahun (N)

EOQ

Dimana N : Frekuensi pemesanan per tahun

D : Jumlah Kebutuhan per tahun

3. Hitung POQ

POQ =

Jumlah Periode per Tahun

Contoh : - Demand per tahun = D = 1440 - Ongkos pesan

= S = Rp 60 per order

- Cost rate of carrying 1 unit in inventory = h = 0.3 per tahun - Ongkos 1 unit = P = Rp 90 per unit - Jumlah minggu per tahun = 50

80 Maka POQ = 50/18 = 3

Contoh perhitungan lot dengan metode POQ dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Penetapan ukuran Lot dengan Metode POQ

Periode

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 GR SR POH

NR * * * 20 34 8 50 0 51 0 9 38 13 PORec 62 101 60 PORel 62 101 60

3.11. Klasifikasi Suku Cadang

Pengendalia persediaan suku cadang adalah bagian dari tugas manajemen logistik dalam suatu perusahaan. Menurut penggunaanya, suku cadang dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pembagian ini sangat berguna untuk membagi kebijakan penyimpanan dan pengisian kembali. Selain itu, untuk menentukan kebijakan dalam jenis dan jumlah penyimpanannya nanti, perlu juga diketahui perbedaan jenis peralatannya dipandang dari fungsinya. Pembagian suku cadang dimaksud adalah :

1. Suku cadang habis pakai (Consumable parts) Yaitu jenis suku cadang untuk pemakaian biasa, yaitu yang akan aus dan rusak karena gesekan, tegangan, kena panas dan sebagainya. Kerusakan suku cadang jenis ini dapat terjadi sewaktu-waktu, sehingga penggantiannya dapat pula sewaktu-waktu. Oleh karena itu pengaturannya haruslah sedemikian rupa sehingga sewaktu-waktu diperlukan haruslah selalu tersedia, atau dapat diadakan dalam waktu singkat sehingga tidak mengganggu jalannya peralatan. Suku cadang jenis ini misalnya seal, v-belt, dan oil filter.

2. Suku cadang pengganti (Replacement parts) Adalah jenis suku cadang yang penggantiannya biasanya dilakukan pada waktu overhaull, yaitu pada waktu diadakan perbaikan besar-besaran. Waktu overhaull ini biasanya dapat dijadwalkan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat peralatan tersebut. Oleh karena itu, biasanya jenis suku cadang ini tidak disimpan dalam persediaan, kecuali untuk peralatan yang bersifat vital. Suku cadang jenis ini misalnya gasket, piston dan piston rings.

3. Suku cadang jaminan (Insurance parts) Adalah jenis suku cadang yang biasanya tidak pernah rusak, tetapi dapat rusak juga, dan apabila rusak dapat menghentikan operasi dan produksi. Suku cadang jaminan ini biasanya bentuknya besar, harga mahal, dan waktu pembuatannya lama. Contohnya cylinder head, crankshaft, dan flywheel.

3.11.1. Pengelolaan Suku Cadang

Suku cadang atau material merupakan bagian pokok yang perlu diperhitungkan dalam pengaruhnya terhadap biaya perawatan. Biaya material dan suku cadang untuk perawatan biasanya berkisar antara 40 sampai 50 persen dari total investasi, termasuk adanya kerugiankerugian karena kerusakan. Dengan demikian, rata-rata perusahaan mengeluarkan sekitar 15 sampai 25 persen dari total biaya perawatan untuk suku cadang dan material. Oleh karena itu, pemakaian material atau suku cadang direalisasikan sehemat mungkin dan perlu pengontrolan dalam pengelolaannya. Pada dasarnya pengontrolan material atau suku cadang dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan usaha dan kondisi pengoperasiannya. Namun demikian perubahan dapat saja terjadi dan memerlukan pengaturan setiap waktu. Jadi setiap bagian perawatan perlu mengorgasisasian sistem penyimpanan suku cadang dan mengembangkan suatu program pengontrolan yang dibutuhkan secara khusus.

Dalam kaitan ini, penting adanya perhatian manajemen untuk pengontrolan material atau suku cadang yang dibutuhkan pada pekerjaan perawatan. Usaha-usaha yang perlu ditangani dalam mengelola dan mengontrol Dalam kaitan ini, penting adanya perhatian manajemen untuk pengontrolan material atau suku cadang yang dibutuhkan pada pekerjaan perawatan. Usaha-usaha yang perlu ditangani dalam mengelola dan mengontrol

3.11.2. Kontrol Suku Cadang

Untuk pengelolaan suku cadang yang dikontrol dengan baik, maka perlu adanya :

a. Sistem pencatatan (record system) Penyimpanan suku cadang, material, dan perlengkapan lainnya harus tercatat secara sistematis. Perlu adanya sistem penomoran dalam pembukuan yang menjelaskan deskripsi, lokasi, biaya, sumber, dan lain-lain yang menjadi pokok dalam sistem pengolahan data.

b. Sistem penyimpanan Sistem penyimpanan dapat diartikan sebagai sistematika dalam penempatan, penyimpanan dan pencatatan barang, komponen, suku cadang, atau material yang disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga akan mempermudah pelayanan pengoperasiannya secara praktis dan ekonomis.

3.11.3. Fungsi Kontrol Suku Cadang

a. Mengelola penyimpanan barang secara aktif, termasuk tata letak, sarana untuk

penyimpanan, pemanfaatan ruang gudang, prosedur penerimaan dan pengeluaran barang, suku cadang dan lain-lain.

b. Tanggung jawab teknis untuk keberadaan suku cadang. Termasuk metode penyimpanan, prosedur perawatan untuk mencegah kerusakan, pencegahan kehilangan.

c. Sistem pengontrolan stok (persediaan suku cadang). Catatan inventarisasi, prosedur pemesanan, pengadaan barang.

d. Perawatan untuk bahan-bahan khusus, dalam pengiriman barang, dalam proses pemakaian, kesiapan suku cadang dalam jumlah dan spesifikasi yang sesuai menurut kebutuhannya.

e. Melindungi suku cadang dari kerugian atau kehilangan karena penyimpanan yang kurang terkontrol, dan mencegah adanya pemindahan barang tanpa diketahui.

3.11.4. Dasar-dasar Kontrol Suku Cadang

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan suku cadang adalah bahwa penyimpanan stok tidak terlalu lebih atau tidak terlalu kurang dari kebutuhan. Jumlah maksimum dan minimum penyimpanan suku cadang harus ditentukan secermat mungkin. Batas-batas tersebut dapat ditentukan berdasarkan pengalaman dan kebutuhan nyata (lihat gambar 1).

3.12. Pengertian dan Tujuan Maintenance

3.12.1. Pengertian maintenance

Maintenance merupakan suatu fungsi dalam suatu industri manufaktur yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain seperti produksi. Hal ini karena apabila kita mempunyai mesin/peralatan, maka biasanya kita selalu berusaha untuk tetap dapat mempergunakan mesin/peralatan sehingga kegiatan produksi dapat berjalan lancar. Dalam usaha untuk dapat menggunakan terus mesin/peralatan agar kontinuitas produksi dapat terjamin, maka dibutuhkan kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang meliputi :

a) Kegiatan pengecekan.

b) Meminyaki (lubrication).

c) Perbaikan/reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada.

d) Penyesuain/penggantian spare part atau komponen. Ada dua jenis peneurunan kemampuan mesin/peralatan yaitu :

1. Natural Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan secara alami akibat terjadi pemburukan/keausan pada fisik mesin/peralatan selama waktu pemakaian walaupun penggunaan secara benar.

2. Accelerated Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan akibat kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat keausan mesin/peralatan karena mengakibatkan tindakan dan perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap mesin/peralatan.

Dalam usaha mencegah dan berusaha untuk menghilangkan kerusakan yang timbul ketika proses produksi berjalan, dibutuhkan cara dan metode untuk mengantisipasinya dengan melakukan kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan.

Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga mesi/peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi dengan adanya kegiatan maintenance maka mesin/peralatan dapat dipergunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama dipergunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu direncanakan tercapai.

Hasil yang diharapakan dari kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan (equipment maintenance) merupakan berdasarkan dua hal sebagai berikut :

1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang terdapat dalam mesin juga berfungsi dengan umur ekonomisnya.

2. Replecement maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang telah diencanakan sebelum kerusakan terjadi.

3.12.2. Tujuan maintenance

Maintenance adalah kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai.

Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain :

1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana

produksi.

2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.

3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai investasi terseut.

4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien keseluruhannya.

5. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

6. Memaksimumkan ketersedian semua peralatan sistem produksi (mengurangi downtime ).

7. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan.

3.12.3. Break Down Time

Kerusakan mesin/peralatan (equipment failur breakdowns) akan mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan akibat berkurngnya volume produksi atau kerugian material akibat produk yang dihasilkan cacat. Kerugian karena set-up dan adjustment adalah semua waktu set-up termasuk waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan mengganti uatu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuik produksi selanjutnya. Dengan kata lain total yang dibutuhkan mesin tidak berproduksi guna menganti peralatan (dies) bagi jenis produk berikutnya sampai dihasilkan produk yang sesuai untuk proses selanjutnya.

Loading time adalah waktu yang tersedia (availability) per hari atau per bulan dikurang dengan waktu downtime mesin direncanakan (planned downtime).

Loading time = Total availability – Planned downtime

Planned downtime adalah jumlah waktu downtime mesin untuk pemeliharaan (scheduled maintenance) atau kegiatan manajemen lainnya. Operation time Planned downtime adalah jumlah waktu downtime mesin untuk pemeliharaan (scheduled maintenance) atau kegiatan manajemen lainnya. Operation time

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang ada pada suatu perusahaan, yang disusun berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan teori-teori pendukung dalam pemecahan masalah, dan melakukan pengumpulan data baik melalui studi literatur maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan data, kemudian menganalisis pemecahan masalah sampai kepada penarikan kesimpulan dari permasalahan yang diteliti.

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PTPN III PKS Rambutan T. Tinggi. Penelitian dan pelaksanaan tugas sarjana ini berlangsung selama lima bulan yang dimulai pada tanggal 06 Pebruari 2009 sampai 31 Juli 2009.

4.2. Rancangan Penelitian

Adapun metode pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada jumlah pemesanan suku cadang mesin-mesin pabrik yang ekonomis dan biaya persediaan yang minimum dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dan metode Lot For Lot.

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah hal-hal apa saja yang menjadi titik perhatian suatu peneliti. Objek penelitian pada tugas sarjana ini adalah suku cadang mesin yang dipesan oleh perusahaan.

4.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu :

1. Variabel independen (Variabel bebas) Variabel independen adalah variabel penelitian yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Adapun variabel independen dalam penelitian ini adalah jumlah kebutuhan suku cadang tahun 2009, penentuan suku cadang kritis dengan menggunakan klasifikasi ABC, dan biaya-biaya yang berhubungan dengan masalah persediaan.

2. Variabel dependen (Variabel output) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah pemesanan suku cadang yang ekonomis dan total biaya persediaan yang optimal.

4.5. Jenis Penelitian

Jenis penelitian digolongkan pada tipe penelitian deskriptif analitic, yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci tentang pekerjaan manusia.

Penelitian ini menguraikan tentang karakteristik dari suatu keadaan dan menganalisa perbandingan tiap alternatif.

4.6. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian merupakan langkah awal dalam melakukan pennyelesaian masalah. Langkah-langkah awal yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian adalah :

1. Melakukan studi pendahuluan dengan mengetahui latar belakang masalah.

2. Merumuskan masalah dan menentukan tujuan penelitian.

3. Melakukan studi literatur berdasarkan referensi yang ada.

4. Menentukan model keputusan yang akan digunakan.

5. Merancang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laporan tugas sarjana.

6. Melakukan penelitian di pabrik.

7. Melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

8. Melakukan pengolahan data, yaitu membuat klasidikasi ABC untuk mencari suku cadang mesin yang kritis, menentukan pemakaian suku cadang mesin dengan mengetahui break down time mesin, menentukan jumlah kebutuhan suku cadang kritis tahun 2009, menentukan titik pemesanan kembali, dan meminimisasi total biaya persediaan.

9. Melakukan analisa terhadap hasil yang diperoleh dengan penerapan perusahaan.

10. Membuat kesimpulan dan memberikan saran terhadap perusahaan.

Secara garis besar tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1. di bawah ini.

Studi Pendahuluan

Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Studi Literatur/Pustaka

Penerapan Model Keputusan

Perancangan faktor-faktor yang berpengaruh

Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan Data

- Jumlah pemakaian suku cadang mesin tahun 2009 - Harga suku cadang mesin tahun 2009 - Data break down time tahun 2008 - Biaya yang berhubungan dengan persediaan

Pengolahan Data

- Klasifikasi ABC untuk mencari suku cadang kritis - Break down time suku cadang kritis - Jumlah kebutuhan suku cadang kritis tahun 2009 - Jumlah pemesanan ekonomis - Reorder point - Total biaya persediaan

Analisa Data dan Evaluasi

Kesimpulan dan Saran

Gambar 4.1. Tahapan Proses Penelitian

4.7. Pengolahan Data

Data yang diperoleh berdasarkan sumber dari perusahaan. Kemudian dilakukan pengolahan data dengan pengelompokan data mesin-mesin pabrik berdasarkan klasifikasi ABC. Setelah dilakukan pengelompokan data berdasarkan klasifikasi ABC selanjutnya data diolah menggunakan metode EOQ (Economic Order Quantity ) dan metode LFL, selanjutnya dilakukan analisis data dengan membandingkan metode EOQ, LFL dengan metode yang diterapkan oleh perusahaan (POQ). Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui jumlah pemakaiaan suku cadang mesin tahun 2009

2. Mengetahui data break down time mesin tahun 2008

3. Membuat klasifikasi ABC

4. Menentukan item suku cadang mesin yang kritis

5. Menentukan pemakaian suku cadang mesin kritis tahun 2009

6. Menentukan jumlah pemesanan ekonomis dengan menggunakan rumus :

2 DS

7. Menentukan reorder point pemesanan dengan rumus :

ROP =

Dimana : ROP

= Titik pemesanan ulang

D = Tingkat kebutuhan barang per unit waktu L

= Waktu tenggang (lead time)

52 = Asumsi satu tahun dalam minggu

8. Total biaya persediaan (Total annual cost) metode EOQ dengan rumus :

TC = x S +

9 . Total biaya persediaan (Total annual cost) metode LFL

10. Total biaya persediaan (Total annual cost) metode POQ Secara garis besar tahapan yang akan dilakukan dalam pengolahan data ini

dapat dilihat pada gambar 4.2. di bawah ini.

Jumlah Kebutuhan suku cadang tahun 2009

Klasifikasi Sisitem ABC

Item Suku Cadang Kritis

Break down time

Jumlah pemskaian suku cadang kritis tahun 2009

Jumlah Pemesanan Ekonomis

2 DS Q * =

Titik Pemesanan Ulang

ROP =

Total Biaya Persediaan EOQ

TC =

Total Biaya Persediaan LFL

Total Biaya Persediaan POQ

Gambar 4.2. Blok Diagram Pengolahan Data

4.8. Analisis Pemecahan masalah

Setelah melakukan pengumpulan dan pengolahan data menggunakan metode EOQ dan LFL kemudian total biaya persediaan yang diperoleh dianalisa dan diinterpretasikan untuk melihat perbandingan jumlah pemesanan, frekuensi pemesanan dan total biaya persediaan yang diperoleh dengan metode yang diterapkan oleh perusahaan.

4.9. Kesimpulan dan Saran

Setelah menganalisa data, kemudian diambil kesimpulan dari hasil penelitian dan pengolahan data. Sedangkan saran adalah masukan-masukan ataupun usulan yang diberikan oleh peneliti terhadap perusahaan dalam menentukan pengendalian persediaan suku cadang yang optimal.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang digunakan dalam menentukan tingkat persediaan suku cadang yang optimal, maka data-data yang diperlukan diperoleh dengan cara :

1. Melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian.

2. Mencatat data dan informasi yang berhubungan dengan pemecahan masalah pada perusahaan.

3. Melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang memberi informasi yang diperlukan.

4. Membaca buku-buku dan melakukan studi literatur yang dapat membantu pemecahan masalah.

5.1.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian secara langsung di lapangan. Adapun data-data yang diperlukan adalah :

1. Melalui wawancara Wawancara adalah dialog langsung melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden. Sumber data dari metode ini adalah responden, yaitu orang yang menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti secara lisan. Data yang diambil dengan metode ini adalah data mesin-mesin yang ada, jumlah 1. Melalui wawancara Wawancara adalah dialog langsung melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden. Sumber data dari metode ini adalah responden, yaitu orang yang menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti secara lisan. Data yang diambil dengan metode ini adalah data mesin-mesin yang ada, jumlah

2. Melalui observasi Sumber data dari metode observasi merupakan data yang langsung diamati yang dapat digunakan sebagai indikator penilaian. Observasi tidak dapat dilakukan melalui penggunaan telepon atau surat. Observasi mengharuskan peneliti berada di objek riset.

5.1.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber data pada objek penelitian dan dari literatur-literatur atau referensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Dalam penelitian ini data yang diperlukan dalam pemecahan masalah adalah data skunder. Adapun data skunder yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah adalah :

a. Data kebutuhan suku cadang mesin tahun 2009

b. Data waktu break down mesin tahun 2008

c. Data pemakaian suku cadang mesin tahun 2009

d. Data harga satuan terakhir dari masing-masing suku cadang mesin

e. Data waktu menunggu kedatangan (lead time) suku cadang mesin

f. Biaya yang berhubungan dengan masalah persediaan

1. Data kebutuhan suku cadang mesin tahun 2009 Data kebutuhan suku cadang mesin tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Data Kebutuhan Suku Cadang Tahun 2009

Harga No

Nama Suku Cadang

Satuan

Kebutuhan Satuan per Tahun (Rp)

1 Nozzle

9 3.150.000 2 Phericall roller bearing

buah

5 12.125.000 3 Oil seal

buah

2 200.000 4 Nozzle 53419-83

buah

10 426.950 5 Buthing 536280-01

buah

8 375.000 6 Leading off screen

buah

1 6.500.000 7 Eriction pad

9 5.200 9 Housing bearing SN 511

buah

2 975.000 10 Hanger bearing c/w bronze bushing

buah

5 1.075.000 11 Pilow bearing

set

2 822.250 12 Angular ball bearing double row

buah

2 1.450.000 13 Sheet packing API garlock

buah

1 1.850.000 14 Bcarer ref 7 ac.ar.al

lembar

8 1.637.500 15 Top screen assembly mesh 40

buah

10 1.300.000 16 Top screen assembly mesh 30

buah

10 1.300.000 17 Top screen assembly mesh 20

buah

10 1.300.000 18 Resistance rubber gasket

buah

6 640.000 19 Coupling p/n 58949044

buah

5 3.900.000 20 Wire rope p/n 58944044

buah

38 285.000 21 Roller clain pitch

meter

12 4.487.500 22 Sproket T12 pitch

meter

2 3.384.000 23 Mur + baut + ring plate 1”

buah

2500 24 Bearing SKF 22215 c/w T.bush

buah

2 1.050.000 25 Trust miracle

buah

10 1.811.200 26 Trust greasheld 677 HT

liter

2 1.845.100 27 Trust greasheld 6888 HD

buah

2 2.765.000 28 Stering arm L/H

buah

5 550.000 29 Stering arm R/H

buah

5 524.000 30 Bottom stering arm

buah

2 515.000 31 Press cylinder S/N 12

buah

4 5.125.000 32 Strainer S/N

buah

2 855.000 33 Bearing SKF 23026

buah

2 3.300.000 34 Bearing SKF 29326

buah

2 6.550.000 35 Left & right handed worm P/N 13

buah

8 3.775.000 36 Adjustine cone P/N 8

buah

2 585.000 37 Elbow steam 2”

buah

24 32.000 38 Kawat las

buah

20 34.000 39 Pipa steam

meter

12 1.265.500 40 Baut + mur + ring plate 2”

Sumber : Kantor Tata Usaha PKS Rambutan

2. Data break down time mesin Break down time merupakan waktu kehilangan kesempatan mesin untuk

beroperasi karena mesin tersebut rusak atau sedang diperbaiki. Data break down time mesin 2008 dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Data Break Down Time Mesin Tahun 2008

Total Break Down Mesin

Periode

Time (Jam)

8.00 Vibro separator

9.45 Hoisting crane

10.35 Empty bunch hoper Mei

Sumber : Kantor Teknik PTPN III PKS Rambutan

3. Biaya-biaya yang berhubungan dengan persediaan suku cadang mesin-mesin adalah :

1. Biaya Pemesanan Suku Cadang Biaya pemesanan suku cadang terdiri dari :

1. Biaya transportasi (lokal)

= Rp 75.000

2. Biaya administrasi

= Rp 35.000

3. Biaya pemeriksaan barang

= Rp 45.000

4. Biaya bongkar muat barang

= Rp 25.000

5. Biaya telepon (lokal)

= Rp 15.000

Biaya pemesanan

= Rp 195.000

2. Biaya Penyimpanan Suku Cadang Besarnya biaya penyimpanan tergantung pada jumlah barang yang

disimpan di gudang. Jika suku cadang yang disimpan semakin lama, maka biaya penyimpanannya semakin besar, tetapi biaya pemesanan semakin kecil. Biaya penyimpanan suku cadang terdiri atas :

1. Holding cost, yaitu biaya yang timbul akibat adanya modal yang tertanam dalam persediaan. Besarnya biaya ini disesuaikan dengan bunga uang yaitu 6 % per tahun.

2. Insurance cost, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menjamin keselamatan barang dan pajak kekayaan. Jadi biaya penyimpanan adalah :

1. Holding cost

2. Insurance cost

Biaya penyimpanan

4. Biaya Kekurangan Persediaan Biaya kekurangan persediaan suku cadang mesin-mesin dianggap tidak ada, karena perusahaan selalu mengantisipasi kekurangan-kekurangan persediaan. Jadi biaya kekurangan persediaan adalah 0 %.

5. Waktu ancang-ancang (Lead time = L) Waktu ancang-ancang adalah waktu antara pada saat pemesanan sampai dengan diterimanya pesanan tersebut oleh perusahaan. Lead time untuk setiap pemesanan adalah 5 minggu. Daerah pemesanan suku cadang mesin berada di kota Medan, tepatnya di kantor direksi PTPN III Jl. Sei Batang Hari. Suku cadang mesin yang di pesan berasal dari dalam maupun luar negeri, tergantung kepada jenis suku cadang yang di pesan.

5.2. Pengolahan Data

Pengolahan data untuk pemecahan masalah pada tugas sarjana ini dilakukan melalui beberapa tahap. Setelah data-data yang dibutuhkan diperoleh, maka pengolahan data dilakukan berdasarkan metode yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya.

Menentukan Total Harga Suku Cadang Mesin

Data suku cadang mesin yang dihasilkan adalah sebanyak 40 suku cadang.. Total harga suku cadang mesin dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Total Harga Suku Cadang Mesin Tahun 2009

Jlh

Total Harga No

Harga

Nama Suku Cadang

Kebutuhan

Satuan (Rp) (Rp)

per Tahun

1 Nozzle 9 3.150.000 28.350.000 2 Phericall roller bearing

5 12.125.000 60.625.000 3 Oil seal

2 200.000 400.000 4 Nozzle 53419-83

10 426.950 4.269.500 5 Buthing 536280-01

8 375.000 3.000.000 6 Leading off screen

Tabel 5.3. Total Harga Suku Cadang Mesin Tahun 2009 (Lanjutan)

Jlh

Total Harga No

Harga

Nama Suku Cadang

Kebutuhan

per Tahun

Satuan (Rp) (Rp)

7 Eriction pad 3 125.000 375.000 8 Screw 8341

9 5.200 46.800 9 Housing bearing SN 511

2 975.000 1.950.000 10 Hanger bearing c/w bronze bushing

5 1.075.000 5.375.000 11 Pilow bearing

2 822.250 1.644.500 12 Angular ball bearing double row

2 1.450.000 2.900.000 13 Sheet packing API garlock

1 1.850.000 1.850.000 14 Bcarer ref 7 ac.ar.al

8 1.637.500 19.800.000 15 Top screen assembly mesh 40

10 1.300.000 13.000.000 16 Top screen assembly mesh 30

10 1.300.000 13.000.000 17 Top screen assembly mesh 20

10 1.300.000 13.000.000 18 Resistance rubber gasket

6 640.000 3.840.000 19 Coupling p/n 58949044

5 3.900.000 19.500.000 20 Wire rope p/n 58944044

38 285.000 10.830.000 21 Roller clain pitch

12 4.487.500 53.850.000 22 Sproket T12 pitch

2 3.384.000 6.768.000 23 Mur + baut + ring plate 1”

2500 500.000 24 Bearing SKF 22215 c/w T.bush

2 1.050.000 2.100.000 25 Trust miracle

10 1.811.200 18.112.000 26 Trust greasheld 677 HT

2 1.845.100 3.690.200 27 Trust greasheld 6888 HD

2 2.765.000 5.530.000 28 Stering arm L/H

5 550.000 2.750.000 29 Stering arm R/H

5 524.000 2.620.000 30 Bottom stering arm

2 515.000 1.030.000 31 Press cylinder S/N 12

4 5.125.000 20.500.000 32 Strainer S/N

2 855.000 1.710.000 33 Bearing SKF 23026

2 3.300.000 6.600.000 34 Bearing SKF 29326

2 6.550.000 13.100.000 35 Left & right handed worm P/N

8 3.775.000 30.200.000 36 Adjustine cone P/N 8

2 585.000 1.170.000 37 Elbow steam 2”

24 32.000 768.000 38 Kawat las

20 34.000 680.000 39 Pipa steam

12 1.265.500 15.186.000 40 Baut + mur + ring plate 2”

Sumber : Kantor Teknik PTPN III PKS Rambutan

Selanjutnya total harga setiap jenis suku cadang diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil seperti pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Total Harga Suku Cadang Terbesar Sampai Terkecil

Jlh

Harga Total Harga No

Nama Suku Cadang

Kebutuhan

per tahun

Satuan (Rp) (Rp)

1 Phericall roller bearing 5 12.125.000 60.625.000 2 Roller clain pitch

12 4.487.500 53.850.000 3 Left & right handed worm P/N 13

8 3.775.000 30.200.000 4 Nozzle

9 3.150.000 28.350.000 5 Press cylinder S/N 12

5 4.100.000 20.500.000 6 Bcarer ref 7 ac.ar.al

6 3.300.000 19.800.000 7 Coupling p/n 58949044

5 3.900.000 19.500.000 8 Trust miracle

10 1.811.200 18.112.000 9 Pipa steam

12 1.265.500 15.186.000 10 Bearing SKF 29326

8 1.637.500 13.100.000 11 Top screen assembly mesh 40

10 1.300.000 13.000.000 12 Top screen assembly mesh 30

10 1.300.000 13.000.000 13 Top screen assembly mesh 20

10 1.300.000 13.000.000 14 Wire rope p/n 58944044

38 285.000 10.830.000 15 Sproket T12 pitch

2 3.384.000 6.768.000 16 Bearing SKF 23026

2 3.300.000 6.600.000 17 Leading off screen

1 6.500.000 6.500.000 18 Trust greasheld 6888 HD

2 2.765.000 5.530.000 19 Hanger bearing c/w bronze bushing

5 1.075.000 5.375.000 20 Nozzle 53419-83

10 426.95. 4.269.500 21 Resistance rubber gasket

6 640.000 3.840.000 22 Trust greasheld 677 HT

2 1.845.100 3.690.200 23 Buthing 536280-01

8 375.000 3.000.000 24 Angular ball bearing double row

2 1.450.000 2.900.000 25 Stering arm L/H

5 550.000 2.750.000 26 Stering arm R/H

5 524.000 2.620.000 27 Bearing SKF 22215 c/w T.bush

2 1.050.000 2.100.000 28 Housing bearing SN 511

2 975.000 1.950.000 29 Sheet packing API garlock

1 1.850.000 1.850.000 30 Strainer S/N

2 855.000 1.710.000 31 Pilow bearing

2 822.25 1.644.500 32 Adjustine cone P/N 8

2 585.000 1.170.000 33 Bottom stering arm

2 515.000 1.030.000 34 Elbow steam 2”

24 32.000 768.000 35 Kawat las

20 34.000 680.000 36 Mur + baut + ring plate 1”

2.500 500.000 37 Oil seal

2 200.000 400.000 38 Eriction pad

3 125.000 375.000 39 Baut + mur + ring plate 2”

25 4.500 112.500 40 Screw 8341

Sumber : Hasil pengolahan data

5.2.2. Penentuan Material Kritis Pada studi ini pengelompokan suku cadang mesin menggunakan sistem ABC hanya membahas jenis suku cadang yang termasuk kelompok A saja atau kelompok suku cadang yang dinilai paling kritis. Langkah-langkah perhitungan metode pareto (klasifikasi ABC) adalah sebagai berikut :

1. Hitung total harga tiap suku cadang yang merupakan hasil perkalian antara jumlah kebutuhan suku cadang dengan harga suku cadang per satuan.

2. Urutkan total harga tiap jenis suku cadang mulai dari nilai terbesar sampai nilai terkecil.

3. Tambahkan secara kumulatif total harga tiap jenis suku cadang berdasarkan hasil urutan.

4. Konversikan kumulatif total harga menjadi persen kumulatif dengan cara membagi kumulatif total harga tiap jenis suku cadang.

5. Dari persen kumulatif total harga suku cadang dapat diketahui berapa banyak suku cadang yang termasuk dalam golongan A, B, dan C. Golongan A mempunyai persen kumulatif total harga mulai dari 0 s/d < 80 %, golongan B mulai dari 80 % s/d < 95 %, dan golongan C dari 95 % s/d 100 %.

Untuk menghitung persen kumulatif harga suku cadang dari setiap kelompok ABC adalah :

% kumulatif h arg a =

kumulatif h arg a setiap suku cadang

x 100 %

total kumulatif h arg a suku cadang

Sebagai contoh untuk persen kumulatif harga phericall roller bearing adalah :

% Kumulatif h arg a =

Dengan mengikuti langkah metode pareto diatas, maka hasil perhitungan klasifikasi suku cadang mesin dengan % kumulatif harga dapat dilihat pada Tabel

5.5.

Klasifikasi setiap jenis suku cadang mesin yang telah dikelompokkan berdasarkan sistem ABC dapat dilihat pada Gambar 5.1.

76,55 C

Persentase kumulatif Total Harga (%)

100 Persentase Kumulatif Jumlah Barang (%)

Gambar 5.1. Pengelompokan Suku Cadang Sistem ABC

Dari Tabel 5.5 dan Gambar 5.1 diatas, maka pengelompokan item suku cadang adalah sebagai berikut :

1. Kelompok A Pengendalian lebih ditunjukkan pada Kelompok A, yaitu kelompok yang menyerap modal sangat besar dari seluruh pengeluaran untuk pengadaan suku cadang mesin selama tahun 2009. Jenis-jenis suku cadang dalam kelas ini berjumlah 23,25 % dari jumlah keseluruhan suku cadang dengan menyerap 76,75 % dari modal yang tertanam pada persediaan.

2. Kelompok B Kelompok B menyerap 17,54 % dari modal yang tertanam pada persediaan suku cadang dan berjumlah 32,46 % dari jumlah keseluruhan suku cadang.

3. Kelompok C Meliputi jumlah suku cadang yang berada diluar kedua kelas tersebut diatas. Kelompok C menyerap modal sekitar 5,71 % dari modal yang tertanam pada persediaan suku cadang dan jumlahnya meliputi 44,29 % dari keseluruhan jenis suku cadang.

Dari pengelompokan ketiga kelas tersebut, maka kelompok A merupakan item suku cadang mesin yang kritis, dimana modal yang diserap sangat besar sekitar 76,75 %. Hasil pengelompokan suku cadang yang kritis (kelompok A) dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Kelompok Suku Cadang Kritis (Kelompok A) No

Nama Suku Cadang

Kelompok

1 Phericall roller bearing

2 Roller clain Pitch

3 Left & right handed worm P/N 13

4 Nozzle

5 Press cylinder S/N 12

6 Bcarer ref 7 ac.ar.al

7 Coupling p/n 58949044

8 Trust miracle

9 Pipa steam

10 Bearing SKF 29326

11 Top screen assembly mesh 40

12 Top screen assembly mesh 30

5.2.3. Data Break Down Time Mesin kritis

Setelah diketahui suku cadang mesin kritis, maka data break down time mesin 2008 dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7. Data Break Down Time Suku Cadang Mesin kritis Tahun 2008

Total Break

Jenis Suku Cadang

Mesin

Periode

Down Time

Pipa steam

Januari

8.20 Trust miracle

Nozzle

Mei

11.30 Left & right handed worm P/N Januari

September

8.25 Threser

9.45 Coupling p/n 58949044

Roller clain Pitch

Mei

8.25 Bcarer ref 7 ac.ar.al

September

8.00 Vibro separator

Januari

8.30 Phericall roller bearing

Mei

7.45 Top screen assembly mesh 40

September

9.45 Hoisting crane

Januari

11.20 Top screen assembly mesh 30

10.35 Empty bunch Press cylinder S/N 12

Bearing SKF 29326

Sumber : Kantor Teknik PTPN III PKS Rambutan

5.2.4. Data Pemakaian Suku Cadang Mesin Tahun 2009

Setelah diketahui suku cadang mesin kritis dan break down time mesin, maka dapat diketahui data pemakaian suku cadang mesin. Data pemakaian suku cadang mesin tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Data Pemakaian Suku Cadang Mesin Tahun 2009

Pemakaian (unit/periode) Mesin

Break

Jenis Suku Cadang

down

Januari Mei September

(jam/periode)

Pipa steam 7.35 4 4 4 Sterilizer

Nozzle 8.20 2 4 3 Trust miracle

11.30 4 5 1 Left & right handed worm

8.25 3 3 2 Threser

Coupling p/n 58949044 2 2 1

Digester Roller clain Pitch 10.25 2 4 6

Bcarer ref 7 ac.ar.al 8.00 2 2 2 Vibro separator

Phericall roller bearing

Top screen mesh 40 9.45 4 6 Hoisting crane

Top screen mesh 30

10.35 2 2 1 Empty bunch Press cylinder S/N 12

Bearing SKF 29326

Sumber : Hasil pengolahan data

5.2.5. Perhitungan Jumlah Pemesanan Menggunakan Metode EOQ

Pemecahan masalah dalam penulisan tugas sarjana ini adalah dengan menggunakan metode EOQ. Berikut ini perhitungan biaya persediaan suku cadang yang kritis.

A. Phericall roller bearing Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan phericall roller bearing dalam satu tahun (D = 5)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit phericall roller bearing (C = Rp 12.125.000)

Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang phericall roller bearing untuk setiap kali pesan diperoleh dengan mengunakan rumus :

= 1,27 ≈ 2 unit/pesan

B. Roller Clain Pitch Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan roller clain pitch dalam satu tahun (D = 12)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit roller clain pitch (C = Rp 4.487.500) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang roller clain pitch untuk setiap

kali pesan adalah :

= 3,22 ≈ 4 unit/pesan

C. Left & right handed worm P/N 13 Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan left & right handed worm P/N 13 (D = 8)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang left & right handed worm P/N 13 (C = Rp 3.775.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang left & right handed worm P/N

13 untuk setiap kali pesan adalah :

= 2,87 ≈ 3 unit/pesan

D. Nozzle Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan nozzle per tahun (D = 9)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit nozzle (C = Rp 3.750.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang nozzle untuk setiap kali pesan

= 3,06 ≈ 3 unit/pesan

E. Press cylinder S/N 12 Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan press cylinder S/N 12 per tahun (D = 5)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit press cylinder S/N 12 (C = Rp 4.100.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang press cylinder S/N 12 untuk

setiap kali pesan adalah :

= 2,18 ≈ 3 unit/pesan

F. Bcarer ref 7 ac.ar.al Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan bcarer ref 7 ac.ar.al per tahun (D = 6)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit bcarer ref 7 ac.ar.al (C = Rp 3.300.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang bcarer ref 7 ac.ar.al untuk setiap

kali pesan adalah :

2 DS Q * =

2 ( 6 ) ( Rp 195 . 000 ) Q * =

10 % ( Rp 3 . 300 . 000 )

= 2,67 ≈ 3 unit/pesan

G. Coupling p/n 58949044 Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan coupling p/n 58949044 per tahun (D = 5)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit coupling p/n 58949044 (C = Rp 3.900.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang coupling p/n 58949044 untuk

setiap kali pesan adalah :

= 2,24 ≈ 3 unit/pesan

H. Trust miracle Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan trust miracle per tahun (D = 10)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit trust miracle (C = Rp 1.811.200)

Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang trust miracle untuk setiap kali pesan adalah :

= 4,63 ≈ 5 unit/pesan

I. Pipa steam Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan pipa steam per tahun (D = 12)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit pipa steam (C = Rp 1.265.500) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali

pesan adalah :

= 6,08 ≈ 6 unit/pesan

J. Bearing SKF 29326 Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan bearing SKF 29326 per tahun (D = 8)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit bearing SKF 29326 (C = Rp 1.937.500) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali

pesan adalah :

= 4,01 ≈ 4 unit/pesan

K. Top screen assembly mesh 40 Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan top screen assembly mesh 40 per tahun (D = 10)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit top screen assembly mesh 40 (C = Rp 1.300.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali

pesan adalah :

= 5,07 ≈ 5 unit/pesan

L. Top screen assembly mesh 30 Data-data yang dibutuhkan adalah :

1. Jumlah kebutuhan top screen assembly mesh 30 per tahun (D = 10)

2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)

3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)

4. Harga barang per unit top screen assembly mesh 30 (C = Rp 1.300.000) Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali

pesan adalah :

= 5,07 ≈ 5 unit/pesan

5.2.6. Reorder Point Pemesanan

Reorder point (ROP) adalah menunjukkan suatu tingkat persediaan dimana pada saat itu harus dilakukan pesanan. Rumus yang digunakan untuk mencari reorder point pemesanan untuk suku cadang kritis, dimana lead time pemesanan 5 minggu adalah :

ROP =

Perhitungan setiap reorder point suku cadang mesin kritis adalah sebagai berikut :

1. Reorder point phericall roller bearing adalah : D x L

ROP = 52

5x 5 = = 0,48 unit ≈ 1 unit 52

Artinya, pada waktu tingkat persediaan phericall roller bearing mencapai 1 unit, pesanan untuk phericall roller bearing yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 2 unit.

2. Reorder point roller clain pitch adalah :

= 1,15 unit ≈ 2 unit

52 Artinya, pada waktu tingkat persediaan roller clain pitch mencapai 2 unit, pesanan untuk roller clain pitch yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 4 unit.

3. Reorder point left & right handed worm P/N 13 adalah : D x L

ROP = 52

8x 5 = = 0,76 unit ≈ 1 unit

52 Artinya, pada waktu tingkat persediaan left & right handed worm P/N 13 mencapai 1 unit, pesanan untuk left & right handed worm P/N 13 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.

4. Reorder point nozzle adalah : D x L

ROP = 52

9x 5 = = 0,86 unit ≈ 1 unit 52

Artinya, pada waktu tingkat persediaan nozzle mencapai 1 unit, pesanan untuk nozzle yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.

5. Reorder point press cylinder S/N 12 adalah :

D x L ROP =

52 5x 5

= = 0,38 unit ≈ 1 unit 52

Artinya, pada waktu tingkat persediaan press cylinder S/N 12 mencapai 1 unit, pesanan untuk press cylinder S/N 12 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.

6. Reorder point bcarer ref 7 ac.ar.al adalah : D x L

ROP = 52

6x 5 = = 0,48 unit ≈ 1 unit 52

Artinya, pada waktu tingkat persediaan bcarer ref 7 ac.ar.al mencapai 1 unit, pesanan untuk bcarer ref 7 ac.ar.al yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.

7. Reorder point coupling p/n 58949044 adalah : D x L

ROP = 52

5x 5 =

= 0,48 unit ≈ 1 unit

52 Artinya, pada waktu tingkat persediaan coupling p/n 58949044 mencapai 1 unit, pesanan untuk coupling p/n 58949044 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.

8. Reorder point trust miracle adalah :

D x L ROP =

52 10 x 5

= 0,96 unit ≈ 1 unit

52 Artinya, pada waktu tingkat persediaan trust miracle mencapai 1 unit, pesanan untuk trust miracle yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 5 unit.

9. Reorder point pipa steam adalah : D x L

ROP = 52

12 x 5 =

= 1,15 unit ≈ 2 unit

52 Artinya, pada waktu tingkat persediaan pipa steam mencapai 2 unit, pesanan untuk pipa steam yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 6 unit.

10. Reorder point bearing SKF 29326 adalah : D x L

ROP = 52

8x 5 = = 0,76 unit ≈ 1 unit 52

Artinya, pada waktu tingkat persediaan bearing SKF 29326 mencapai 1 unit, pesanan untuk bearing SKF 29326 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 4 unit.

11. Reorder point top screen assembly mesh 40 adalah :

D x L ROP =

52 10 x 5

= 0,96 unit ≈ 1 unit

52 Artinya, pada waktu tingkat persediaan top screen assembly mesh 40 mencapai 1 unit, pesanan untuk top screen assembly mesh 40 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 5 unit.

12. Reorder point top screen assembly mesh 30 adalah : D x L

ROP = 52

10 x 5 =

= 0,96 unit ≈ 1 unit

52 Artinya, pada waktu tingkat persediaan top screen assembly mesh 30 mencapai 1 unit, pesanan untuk top screen assembly mesh 30 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 5 unit.

5.2.7. Total Biaya Persediaan Metode EOQ

Total biaya persediaan suku cadang kritis dihitung dengan menggunakan rumus :

TC =

1. Total biaya persediaan phericall roller bearing, 1 kali penyimpanan selama 4

Bulan, h = 3,33 % adalah :

TC = x Rp 195 . 000 + x ( 3 . 33 % x Rp 12 . 125 . 000 )

TC = Rp 487.500 + Rp 403.763 = Rp 891.263

2. Total biaya persediaan roller clain pitch, 2 kali penyimpanan selama 8 Bulan, h = 6,67 % adalah :

TC = Rp 585.000 + Rp 598.633 = Rp 1.183.633

3. Total biaya persediaan left & right handed worm P/N 13, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan, h = 3,33 % adalah :

TC = x Rp 195 . 000 + x ( 3 , 33 % Rp 3 . 775 . 000 )

TC = Rp 520.000 + Rp 188.561 = Rp 708.561

4. Total biaya persediaan nozzle, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan, h = 3,33 % adalah :

TC = x Rp 195 . 000 + x ( 3 , 33 % x Rp 3 . 750 . 000 )

TC = Rp 585.000 + Rp 187.313 = Rp 772.313

5. Total biaya persediaan press cylinder S/N 12, 2 kali penyimpanan selama 4 bulan dan 8 bulan adalah :

TC = x Rp 195 . 000 + x ( 10 % x Rp 4 . 100 . 000 )

TC = Rp 325.000 + Rp 615.000 = Rp 940.000

6. Total biaya persediaan bcarer ref 7 ac.ar.al, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan, h = 3,33 % adalah :

TC = x Rp 195 . 000 + x ( 3 , 33 % x Rp 3 . 300 . 000 )

TC = Rp 390.000 + Rp 164.835 = Rp 554.835

7. Total biaya persediaan coupling p/n 58949044, 1 kali penyimpanan :

TC = x Rp 195 . 000 + x ( 3 , 33 % x Rp 3 . 900 . 000 )

TC = Rp 325.000 + Rp 194.805 = Rp 519.805

8. Total biaya persediaan trust miracle, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan :

TC = Rp 390.000 + Rp 150.782 = Rp 540.782

9. Total biaya persediaan pipa steam, 2 kali penyimpanan selama 4 bulan dan 8 bulan adalah :

TC = x Rp 195 . 000 + x Rp 126 . 550

TC = Rp 390.000 + Rp 379.650 = Rp 769.650

10. Total biaya persediaan bearing SKF 29326 adalah, 1 kali penyimpanan selama

4 bulan :

TC = x Rp 195 . 000 + x ( 3 , 33 % x Rp 1 . 637 . 500 )

TC = Rp 390.000 + Rp 109.056 = Rp 499.056

11. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 40, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan adalah :

TC = Rp 390.000 + Rp 108.225 = Rp 498.225

12. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 30, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan adalah :

TC = Rp 390.000 + Rp 108.225 = Rp 498.225

5.2.8. Total Biaya Persediaan Metode Lot For Lot (LFL)

Metode Lot For Lot adalah pembelian dilakukan sebanyak jumlah pemesanan yang diperlukan, dimana pada metode lot for lot tidak terjadi penyimpanan suku cadang mesin. Perhitungan total biaya persediaan menggunakan metode Lot For Lot adalah sebagai berikut :

1. Total biaya persediaan phericall roller bearing  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000  Total Biaya = Rp 585.000 + 0

= Rp 585.000

2. Total biaya persediaan roller clain pitch  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000

 Total Biaya = Rp 585.000 + 0

= Rp 585.000

3. Total biaya persediaan left & right handed worm P/N 13  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000  Total Biaya = Rp 585.000 + 0

= Rp 585.000

4. Total biaya persediaan nozzle  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000  Total Biaya = Rp 585.000 + 0

= Rp 585.000

5. Total biaya persediaan press cylinder S/N 12  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000  Total Biaya = Rp 585.000 + 0

= Rp 585.000

6. Total biaya persediaan bcarer ref 7 ac.ar.al  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000  Total Biaya = Rp 585.000 + 0

= Rp 585.000

7. Total biaya persediaan coupling p/n 58949044  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000  Total Biaya = Rp 585.000 + 0

= Rp 585.000

8. Total biaya persediaan trust miracle  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000  Total Biaya = Rp 585.000 + 0

= Rp 585.000

9. Total biaya persediaan pipa steam  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0

 Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000  Total Biaya = Rp 585.000 + 0

= Rp 585.000

10. Total biaya persediaan bearing SKF 29326  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000  Total Biaya = Rp 585.000 + 0

= Rp 585.000

11. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 40  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 390.000  Total Biaya = Rp 390.000 + 0

= Rp 390.000

12. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 30  Biaya pesan (S) = Rp 195.000  Biaya penyimpanan (H) = 0  Biaya pemesanan = 2 x Rp. 195.000 = Rp 390.000  Total Biaya = Rp 390.000 + 0

= Rp 390.000

5.2.9. Total Biaya Persediaan Metode Period Order Quantity (POQ)

Dalam hal ini perusahaan menerapkan metode POQ, dimana pembelian dilakukan secara periodik dengan jangka waktu antar pemesanan selalu sama. Perhitungan total biaya persediaan untuk setiap suku cadang mesin kritis yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah :

1. Biaya total phericall roller bearing Kebutuhan suku cadang per tahun

= 5 unit

Biaya pemesanan per tahun = Frekuensi pesanan x Biaya pesan =1 x Rp 195.000

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun = Persediaan rata-rata x Biaya penyimpanan

= x ( 10 % x Rp 12.125.000 )

2 = Rp 3.031.250 Biaya total persediaan per tahun = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan

= Rp 195.000 + Rp 3.031.250 = Rp 3.226.250

2. Biaya total roller clain pitch Kebutuhan suku cadang per tahun

= 12 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun

x ( 10 % x Rp 4 . 487 . 500 )

2 = Rp 2.692.500

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 2.692.500 = Rp 2.887.500

3. Biaya total left & right handed worm P/N 13 Kebutuhan suku cadang per tahun

= 8 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun = x ( 10 % x Rp 3 . 775 . 000 )

2 = Rp 1.510.000

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 1.510.000 = Rp 1.705.000

4. Biaya total nozzle Kebutuhan suku cadang per tahun

= 9 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun = x ( 10 % x Rp 3 . 150 . 000 )

2 = Rp 1.417.500

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 1.417.500 = Rp 1.612.500

5. Biaya total press cylinder S/N 12 Kebutuhan suku cadang per tahun

= 5 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun = x ( 10 % x Rp 4 . 100 . 000 )

2 = Rp 1.025.000

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 1.025.000 = Rp 1.220.000

6. Biaya total bcarer ref 7 ac.ar.al Kebutuhan suku cadang per tahun

= 6 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun = x ( 10 % x Rp 3 . 300 . 000 )

2 = Rp 990.000

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 990.000 = Rp 1.185.000

7. Biaya total coupling p/n 58949044 Kebutuhan suku cadang per tahun

= 5 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun = x ( 10 % x Rp 3 . 900 . 000 )

2 = Rp 975.000

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 975.000 = Rp 1.170.000

8. Biaya total trust miracle Kebutuhan suku cadang per tahun

= 10 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun

x ( 10 % x Rp 1 . 811 . 200 )

2 = Rp 905.600

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 905.600 = Rp 1.100.600

9. Biaya total pipa steam Kebutuhan suku cadang per tahun

= 12 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun

x ( 10 % x Rp 1 . 145 . 500 )

2 = Rp 687.300

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 687.300 = Rp 882.300

10. Biaya total bearing SKF 29326 Kebutuhan suku cadang per tahun

= 8 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun = x ( 10 % x Rp 1 . 637 . 500 )

2 = Rp 655.000

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 655.000 = Rp 850.000

11. Biaya total top screen assembly mesh 40 Kebutuhan suku cadang per tahun

= 10 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun

x ( 10 % x Rp 1 . 300 . 000 )

2 = Rp 650.000

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 650.000 = Rp 845.000

12. Biaya total top screen assembly mesh 30 Kebutuhan suku cadang per tahun

= 10 buah

Biaya pemesanan per tahun

= Rp 195.000

Biaya penyimpanan per tahun

x ( 10 % x Rp 1 . 300 . 000 )

2 = Rp 650.000

Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 650.000 = Rp 845.000

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Seperti yang telah diuraikan pada BAB I, bahwa tujuan penelitian dalam pemecahan masalah ini adalah menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis (optimum), menentukan reorder point dan meminimisasi total biaya persediaan suku cadang mesin. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), Lot For Lot (LFL) dan Period Order Quantity (POQ). Yang menjadi objek penelitian ini adalah suku cadang mesin yang dipesan oleh perusahaan. Dari 40 item jumlah suku cadang yang dipesan oleh perusahaan, diperoleh 12 item suku cadang yang termasuk kedalam suku cadang kritis (kelompok A), dimana cara pengelompokkannya dilakukan dengan klasifikasi ABC.

6.1. Analisis Klasifikasi ABC

Setelah diperoleh total harga, persen kumulatif harga, dan persen kumulatif barang dari setiap item suku cadang mesin, selanjutnya item suku cadang mesin dikelompokkan dengan sistem ABC. Ringkasan pengelompokkan sistem ABC dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Ringkasan Pengelompokan Sistem ABC

Kelompok

% Harga % Barang

A 76,75

B 17,54

C 5,71

6.2. Analisis Jumlah Pemesanan Suku Cadang Mesin

Dari hasil perhitungan pada BAB V, maka dapat dibandingkan jumlah pemesanan suku cadang mesin oleh perusahaan (Metode POQ) dengan jumlah pemesanan dengan menggunakan metode EOQ dan jumlah pemesanan metode lot for lot . Perbandingan jumlah pemesanan oleh perusahaan dengan metode EOQ dan metode lot for lot dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2. Perbandingan Jumlah Pemesanan oleh Perusahaan

dengan Metode EOQ dan Lot for Lot

Metode Lot Metode EOQ No

Perusahaan

Nama Suku Cadang

Metode POQ

for Lot (kali/tahun)

(kali/tahun)

(kali/tahun)

1 Phericall roller bearing 1 3 3 2 Roller clain Pitch

3 Left & right handed worm

4 Nozzle

5 Press cylinder S/N 12

6 Bcarer ref 7 ac.ar.al

7 Coupling p/n 58949044

8 Trust miracle

9 Pipa steam

10 Bearing SKF 29326

11 Top screen assembly mesh 40

12 Top screen assembly mesh 30

Dari uraian tabel diatas, dapat dilihat bahwa perusahaan melakukan pesanan satu kali dalam setahun. Artinya dengan melakukan pemesanan suku cadang sebanyak satu kali per tahun, maka terjadi penyimpanan suku cadang yang cukup lama di gudang. Penyimpanan suku cadang di gudang dapat mengakibatkan biaya peyimpanan (biaya investasi). Sedangkan dengan menggunakan metode EOQ dan lot for lot, penyimpanan suku cadang mesin tidak terlalu lama. Dengan perbedaan jumlah pemesanan ketiga metode tersebut, metode Lot for Lot lebih ekonomis.

6.3. Analisis Total Biaya Persediaan

Dari hasil perhitungan total biaya persediaan pada BAB V, maka dapat diketahui perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan dalam pembelian suku cadang mesin yang kritis. Perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan total biaya persediaan dengan menggunakan metode EOQ dan metode Lot for Lot dapat dilihat pada Tabel 6.3.

Tabel 6.3. Perbandingan Total Biaya Persediaan Perusahaan

per Tahun dengan Metode EOQ dan Lot for Lot

Total Biaya

Total Biaya Total Biaya

Persediaan Persediaan No

Persediaan

Nama Suku Cadang Perusahaan Metode EOQ

Metode Lot

(Rp)

(Rp)

for Lot (Rp)

1 Phericall roller bearing

891.263 585.000 2 Roller clain Pitch

1.183.633 585.000 3 Left & right handed worm

772.313 585.000 5 Press cylinder S/N 12

940.000 585.000 6 Bcarer ref 7 ac.ar.al

554.835 585.000 7 Coupling p/n 58949044

519.805 585.000 8 Trust miracle

540.782 585.000 9 Pipa steam

769.650 585.000 10 Bearing SKF 29326

499.056 585.000 11 Top screen assembly mesh 40

498.225 390.000 12 Top screen assembly mesh 30

Dari hasil uraian diatas diperoleh bahwa hasil pemecahan masalah dengan menggunakan metode Lot for Lot memberikan jumlah pemesanan yang ekonomis dan biaya persediaan yang optimum dibandingkan biaya yang diterapkan oleh perusahaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.3 adanya perbedaan yang signifikan antara total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam satu tahun

sebesar Rp 17.528.250 dengan penerapan metode Lot for Lot sebesar Rp 6.630.000. Selisih antara kedua metode tersebut sebesar Rp 10.898.250, artinya sebesar Rp 17.528.250 dengan penerapan metode Lot for Lot sebesar Rp 6.630.000. Selisih antara kedua metode tersebut sebesar Rp 10.898.250, artinya

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan data dan analisis pemecahan masalah yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemecahan masalah dalam pengendalian persediaan suku cadang mesin pada penelitian ini menggunakan ukuran pemesanan tetap (Q sistem) dan Lot For Lot .

2. Dari 40 item suku cadang yang dipesan oleh perusahaan diperoleh 12 item suku cadang mesin yang kritis (kelompok A) berdasarkan klasifikasi ABC, yaitu :

a. Phericall roller bearing

b. Roller clain pitch

c. Left & right handed worm P/N 13

d. Nozzle

e. Press cylinder S/N 12

f. Bcarer ref 7 ac.ar.al

g. Coupling p/n 58949044

h. Trust miracle

i. Pipa steam j. Bearing SKF 29326 k. Top screen assembly mesh 40 i. Pipa steam j. Bearing SKF 29326 k. Top screen assembly mesh 40

3. Dengan menggunakan metode EOQ, diperoleh total biaya persediaan suku cadang mesin, yaitu sebesar Rp 8.376.348, metode LFL sebesar Rp 6.630.000. Artinya metode LFL lebih optimum.

4. Total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan tahun 2009 sebesar Rp 17.528.250, sedangkan total biaya persediaan menggunakan metode LFL

sebesar Rp 6.630.000. Selisih antara kedua total biaya tersebut sebesar Rp 10.898.250, artinya dengan pengendalian persediaan menggunakan metode LFL, maka perusahaan dapat menghemat total biaya persediaan sebesar Rp 10.898.250 per tahun, atau sebesar 49,93 % dari total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan.

7.2. Saran

Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, penulis mengajukan beberapa saran untuk dapat memperoleh kondisi perencanaan pengendalian suku cadang mesin yang lebih efektif dan efisien pada masa yang akan datang, antara lain :

1. Sebaiknya perusahaan melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan dengan menggunakan metode Lot For Lot (LFL), sehingga jumlah pemesanan dan biaya persediaan yang dikeluarkan lebih optimal.

2. Dengan Penerapan metode LFL, maka tidak terjadi kekurangan/kehabisan suku cadang mesin,

3. Dengan metode EOQ, biaya investasi suku cadang mesin pada perusahaan dapat digunakan untuk keperluan lainnya, sehingga biaya yang dikeluarkan perusahaan tidak terlalu boros.

4. Perhitungan pengendalian persediaan suku cadang mesin seperti yang dilakukan pada penelitian ini dapat juga digunakan untuk pengendalian persediaan bahan.