PINJAMAN KOMERSIAL
3. PINJAMAN KOMERSIAL
Belakangan ini sumber dana dari luar negeri yang sangat cepat perkembangannya adalah pinjaman swasta yang berasal dari
3 sumber yaitu bond lending, pinjaman komersial, dan kredit ekspor. Bond lending ini merupakan salah satu bentuk dari investasi portofolio. Bentuk lainnya adalah pembelian saham perusahaan- perusahaan NSB oleh pihak asing. Bentuk kedua dan relatif paling baru adalah pinjaman komersial dari Bank-bank di luar negeri, baik dari pasar Eurocurrency maupun pinjaman biasa dari Bank-bank di luar negeri dengan menggunakan dana mereka sendiri. Jumlah
BAB IV
Keadaan sumber-sumber yang berhubungan dengan tenaga
PENYUSUNAN, PELAKSANAAN, DAN
dan bahan-bahan yang berasal dari luar;
PERTANGGUNGJAWABAN APBN
Harus diperhatikan terhadap pelaksanaan anggaran pada tahun yang dan juga tahun anggaran yang sedang berjalan
1. PENGERTIAN-PENGERTIAN.
karena kemungkinan ada anggaran-anggaran yang tidak mungkin dilaksanakan;
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara
Apabila rencana anggaran telah selesai dibuat maka usulan Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat . APBN
rencana anggaran tersebut disampaikan kepda DPR unutk dipelajari berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana
diolah dan mungkin perubhan-perubahan dalam prosesnya. Dalam penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
kebijakan keuangan Negara, pengeluaran pemerintah menyangkut Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan
seluruh pengeluaran untuk membiayai program-proram/ kegiatan – Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan
kegiatan dimana pengeluaaran-pengeluaran itu ditujukan untuk Undang-Undang . Penyusunan APBN, pemerintah mengajukan
mencapai kesejahteraan masyarakat. Kegiatan-kegiatan dari segi Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR.
pengeluaran ini dilakukan dengan menggunakan sejumlah resources Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang
dan product, baik dalam melaksanakan tugas-tugasnya untuk tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan
kemakmuran masyarakat dengan menggunakan uang. Pengeluaran anggaran dilaksanakan.
sebelum tahun
dengan menggunakan uang inilah yang dimaksud pengeluaran negara. Kebijakan-kebijakan negara meliputi:
Cara menyusun RAPBN; RAPBN disusun oleh menteri keuanagan pada tiap tahun anggran. RAPBN disusun berdasarkan
Kebijakan moneter. Kebijakan moneter adalah tindakan kebutuhan negara. Setiap penyusunan anggaran perlu diperhatikan
kebijakan yang berhubungan dengan jumlah uang yang beredar di dan dipelajari unsure-unsur beberpa jauh usaha-usaha tersebut dpat
masyarakat.
dilaksanakan dalam tahun anggaran. Yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RAPBN adalah :
Kebijakan Fiskal. Kebijakan fiskal adalah tindakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, yang berkaitan dengan
Penerimaan keuangan Negara; pendapatan dan pengeluaran uang. Kebijakan ini erat hubungannya Kemampuan akan sumber-sumber atau factor-faktor
dengan kebijakan moneter karena yang satu saling mempengaruhi produksi yang tersedia di dalam negeri;
yang lain. Kebijakan fiskal ini tercermin dalam anggaran, yang di Indonesia dinamakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) untuk lingkupan nasional. Sedangkan untuk lingkupan berlaku bagi pengelolaan keuangan di daerah. Pengelola keuangan daerah dinamakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
pembiayaan defisit (APBD).
dimungkinkan. Bila dimungkinkan bagaimana hal tersebut dilakukan, dan apa konsekuensinya.
Dari namanya itu dapat diketahui bahwa anggaran mempunyai 2 sisi, yakni sisi pendapatan (reveues) dan
Pasal 17 ayat 3 dalam UU Keuangan Negara memberikan pengeluaran/belanja (expenditures). Sisi pendapatan berisi macam,
suatu petunjuk yang jelas bahwa pengelolaan keuangan defisit jumlah, dan dari mana diperolehnya dana; sedangkan sisi belanja
dimungkinkan di tingkat pemerintahan daerah sejauh ada kejelasan berisi macam, jumlah dana ke sektor mana dana harus dikeluarkan.
darimana sumber-sumber pembiayaan defisit tersebut, dan dengan jumlah defisit tertentu. Suatu defisit dalam APBD dimungkinkan maksimal 3% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Daerah
a. APBD Defisit dan Defisit APBN
bersangkutan, dengan total pinjaman daerah dibatasi maksimal 60% dari PDRB-nya.
Semenjak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2000, pemerintah pusat secara resmi tidak lagi
dinyatakan dalam menganut konsep anggaran berimbang yang selama 30 tahun
penjelasan pasal 17 ayat 3 ini rasanya bukan suatu batasan yang dipergunakan oleh Pemerintahan Orde Baru. Mulai APBN 2000
didasarkan atas teori tertentu, karena defisit sebesar 3% terhadap tersebut sangat menarik untuk dicermati bahwa Pemerintah pusat
suatu output tentu saja sangat tergantung darimana sumber-sumber dapat mengajukan pembiayaan defisit, yang sumber-sumber
pembiayaan defisit tersebut akan diperoleh, dan sudah seberapa pembiayaannya dinyatakan secara transparan dalam setiap
kronisnya kondisi stok hutang daerah bersangkutan. Bagi suatu pengajuan anggaran (RAPBN). Sistem anggaran semacam ini
daerah yang telah memiliki tumpukan hutang, maka rasanya 3% sebenarnya lebih dikenal di dunia internasional dibandingkan
itupun sangat terlalu tinggi, apalagi bila kemudian sumber dengan sistem “anggaran berimbang― ala Orde Baru. Strategi
pembiayaan defisit tersebut akan diperoleh lagi dari utang. Begitu APBN
pula bagi daerah yang relatif tidak memiliki tumpukan utang, dan diperbandingkan dengan berbagai negara lain di dunia.
Indonesia menjadi
memiliki kemampuan pengembalian utang yang cukup besar, maka batasan 3% tersebut tetap menjadi suatu masalah, karena akan
Keunggulan APBN ini adalah transparansinya, dimana mengurangi kemampuan ekspansi pembangunan daerah. setiap
pembiayaan yang jelas. Selama ini, apa yang berlaku pada Mengingat bahwa dalam pengaturan negara persoalan pengelolaan keuangan di pusat belum jelas apakah juga akan
defisit ini menjadi sangat krusial pada tingkat nasional, maka defisit ini menjadi sangat krusial pada tingkat nasional, maka
Negara Pasal 22 telah memberikan peluang bagi Daerah untuk melalui pinjaman daerah, maka diberlakukanlah Peraturan
menerima pinjaman, baik dari Pemerintah Pusat (ayat 2 dan 3) Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2002 tentang Pengendalian
maupun dari Pemerintah Daerah lainnya (ayat 4). Lebih jauh lagi, Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD untuk “sedikit
Pasal 23 ayat 2 memberikan kemungkinan Daerah untuk mengoreksi― UU Keuangan Negara, sehingga yang dimaksud
memperoleh pinjaman dari Luar negeri melalui Pemerintah Pusat. dengan defisit APBD sebesar 3% dari PDRB tetap memperhitungkan
Pasal-pasal ini tentu saja memberikan konsekuensi lebih lanjut akumulasi defisit APBD pada tingkat nasional yang tidak boleh
bagaimana implementasinya.
melebihi 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Mengingat bahwa setiap bentuk pinjaman daerah, baik dari Mengingat ketentuan-ketentuan tentang Defisit APBD yang
pusat maupun yang berasal dari luar negeri perlu memperoleh harus memperhatikan, baik UU keuangan negara maupun PP yang
persetujuan DPR dan DPRD, tentu saja harus diperjelas kriteria apa mengaturnya, maka tidak berlebihan bahwa Pemerintah Daerah
saja yang diperlukan untuk melaksanakan pasal ini. Dengan harus diberikan suatu pemahaman tentang makna dari defisit APBD
keterbatasan keuangan pemerintah pusat, rasanya suatu pinjaman ini secara lebih baik lagi, baik pada tingkat daerah maupun nasional.
yang benar-benar bersumber dari pusat hampir tidak mungkin terjadi. Oleh karena itu, rasanya implementasi dari Pasal 22 ayat (2)
b. Pinjaman Daerah
dan (3) tidak akan banyak terjadi. Satu-satunya yang mungkin terjadi adalah bila sumber pinjaman daerah tersebut berasal dari Luar
Mungkin yang perlu menjadi perhatian adalah bukan hanya Negeri yang berupa penerusan pinjaman, sesuai dengan bunyi pasal besarnya defisit APBD tersebut, tetapi darimana pembiayaan defisit
23 ayat 2 tersebut : ― Pinjaman dan/atau hibah yang diterima tersebut diperoleh. Sebagaimana halnya pemerintah pusat, banyak
Pemerintah Pusat dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah sumber-sumber yang dapat diandalkan Daerah untuk pembiayaan
Daerah/Perusahaan Negara/Perusahaan Daerah. defisit APBD-nya: (1) melakukan utang daerah (pinjaman daerah),
(2) penjualan aset Daerah, (3) menerbitkan obligasi daerah, dan Ada dua implikasi pokok dari Pasal 23 ayat 2 tersebut. lainnya. UU Keuangan Negara memang tidak mengatur secara rinci
Pertama, mekanisme penerusan pinjaman kelihatannya menjadi tentang berbagai kemungkinan sumber pembiayaan defisit APBD
preferensi untuk setiap bentuk pinjaman daerah yang bersumber dari tersebut, tetapi paling tidak UU Keuangan Negara telah memberikan
Luar Negeri. Kedua, diperlukan suatu mekanisme alokasi dari Pusat amanat perlunya hal-hal semacam ini diatur oleh UU yang mengatur
untuk menerus-pinjamkan utang luar negeri tersebut kepada Daerah. tentang keuangan daerah (misalnya UU No.25/1999). Saat ini, hal
Model penerusan pinjaman bukanlah hal yang baru, karena selama semacam ini baru diatur pada tingkat Peraturan Pemerintah.
ini pun telah dipakai dalam mengorganisir pinjaman ke Daerah.
Sementara itu, walaupun tidak secara eksplisit menyinggung tentang manajemen resiko dari suatu pinjaman. Setelah APBN ditetapkan mekanisme penerusan pinjaman ini, Peraturan Pemerintah
dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut No.107/2000 tentang Pinjaman Daerah juga memberlakukan
dengan Peraturan Presiden . Berdasarkan perkembangan, di tengah- mekanisme ini.
tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus
untuk mendapatkan dalam pengelolaan pinjaman Daerah, maka ke depan yang perlu
Mengingat hal ini bukanlah suatu mekanisme yang baru
persetujuan DPR.Perubahan APBN dilakukan paling lambat akhir dilakukan oleh Pemerintah adalah memperbaiki mekanisme
Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran DPR . Dalam penerusan pinjaman ini ke arah yang lebih baik. Salah satu kunci
keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat dari perbaikan mekanisme ini adalah adanya usulan dari bawah
melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. (Pemda) kepada Pemerintah Pusat tentang proyek-proyek di Daerah
Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, yang perlu dibiayai dengan Pinjaman Luar Negeri. Selain itu,
Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban ketentuan yang berlaku pada PP 107/2000 yang lebih menekankan
Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang kepada
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan . Struktur Anggaran (“revenue
Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah: dipertimbangkan untuk revisi, mengingat banyak juga proyek-proyek yang tidak bersifat menghasilkan penerimaan, tetapi sangat
Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:
dibutuhkan oleh masyarakat di Daerah. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan
Mengingat bahwa pinjaman Luar Negeri memiliki resiko untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang tinggi (resiko kurs misalnya), maka perlu dipertimbangkan
yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan kemampuan Daerah dalam pengelolaan resiko mata uang asing ini
tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan (Hedging). Mengingat selama ini Daerah tidak memiliki pengalaman
menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, cukup dalam melakukan Hedging, untuk beberapa kasus pinjaman
Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, daerah, rasanya pemerintah pusat perlu untuk tetap mengelola
Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), kebijakan Hedging tersebut, yang mana fee-nya dapat dibebankan
dan Belanja Lainnya.
kepada Pemerintah Daerah. Untuk Daerah yang relatif memiliki kapasitas fiskal yang memadai, ada baiknya bila pengelolaan resiko
Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah mata uang asing ini sebagian diserahkan kepada mereka sendiri.
Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah Hal ini sangat bermanfaat sebagai suatu proses pembelajaran atas
yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
Dana Bagi Hasil; pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai Dana Alokasi Umum ;
pendapatan nasional , Dana Alokasi Khusus ;
mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta Dana Otonomi Khusus .
prioritas pembangunan secara umum. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
Pembiayaan. Pembiayaan meliputi:
stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus
dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara , serta
digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran penyertaan modal negara.
berikutnya.
Pembiayaan Luar Negeri, meliputi: Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara
Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja Program dan Pinjaman Proyek
pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri
pendapatan dapat atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
pembelanjaan
atau
dipertanggungjawabkan kepada rakyat . Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran
Asumsi APBN. Dalam penyusunan APBN, pemerintah negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu:
merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung
Pertumbuhan ekonomi tahunan (%) pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan Inflasi (%)
dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan Nilai tukar rupiah per USD dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat
Suku bunga SBI 3 bulan (%) mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut Harga minyak indonesia (USD/barel)
agar bisa berjalan dengan lancar.
Produksi minyak Indonesia (barel/hari) Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi
menilai apakah kegiatan Fungsi APBN. APBN merupakan instrumen untuk mengatur
pedoman
untuk
pemerintah negara sesuai dengan pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai
penyelenggaraan
ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan
negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi tertentu itu dibenarkan atau tidak.
nasional.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan
Azas penyusunan APBN. APBN disusun dengan berdasarkan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan
efektivitas perekonomian. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran
Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
negeri.
Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas. pemerintah
Penajaman prioritas pembangunan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang Negara
Prinsip penyusunan APBN