Sunda dan Pajajaran

6. Sunda dan Pajajaran

Berita tentang Kerajaan Sunda terdapat pada Prasasti Sanghyang Tapak yang berhuruf Kawi bertahun 952 Saka (1050 M), yang ditemukan di Citatih, Cibadak, Sukabumi (diperkirakan sezaman dengan Airlangga di Jawa Timur). Disebutkan bahwa yang memerintah Sunda ketika itu adalah Maharaja Jayabhupati yang bergelar Sri Jayabhupati Jayamanahen

Wishnumurti Samarawijaya Sakalabhuwana Mandala Weswaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa.

Jayabhupati disebutkan berkuasa di Praharyan Sunda dan beragama Waisnawa (Hindu-Wisnu). Dan pada masa berikutnya, ibukota dipindahkan dari Pakuan ke Kawali, Ciamis.

Sejarah SMA/MA Program IPS Jilid 2 Kelas XI

Gambar 2.9

Replika Prasasti Sanghyang Tapak (Kawali)

Sumber: Angkasa/Museum Sri Baduga

Sementara itu, Kerajaan Pajajaran banyak dibahas dalam babad atau kidung. Seperti Kidung Sunda, Sundayana, Pararaton, Carita Parahiyangan, Babad Galuh , dan Babad Pajajaran. Kitab ini sebagian memang disusun pada waktu Pajajaran masih ada. Namun, yang lainnya banyak ditulis pada masa kemudian, ketika Pajajaran tinggal hanya nama. Nama Pajajaran pun tertulis pada Prasasti Batutulis dan Prasasti Kebantenan. Prasasti Batutulis ditulis dengan bentuk candrasangkala dan memakai bahasa Sunda Kuno, berbunyi:

1. ...ini sakakala Prabu Ratu Purana pun, di Wastu

2. diva dingaran Prabu Guru Dewataprana di Wastu dija dingaran

3. Sri Baduga, maharaja ratuhaji di Pakwan Pajajaran

4. dewata pun ya nu nyusuk na Pakwan, dija anak rahiyang

5. niskala sasida mokta di guna tiga, incu Rahiyang Niskala Wastu

6. Kancana sakakala mokta ka nusa larang ya siya nu nyiyan

7. sakakala gugunungan ngabalay ngiyan samida nyiyan sang hiyang talaga

8. rena maha wijaya ya siya pun, i saka panca pandawa ngemban bumi.

Prasasti ini dianggap sebagai awal berdirinya Pajajaran. Ada pula yang beranggapan prasasti ini dibuat pada masa Prabu Surawisesa yang berisi penghormatan terhadap jasa-jasa ayahnya, Prabu Ratu Purana yang telah wafat. Mengenai tahun berdirinya, ada yang menyebutkan 1225 Saka (1335 M), ada yang berpendapat 1445 Saka (1533 M). Belum ada ahli yang tahu pasti kapan berdirinya Pajajaran dan siapa raja-raja yang memerintah. Setiap

Sumber: Angkasa/Museum Sri Baduga

babad menyebutkan nama-nama raja yang berlainan, meski ada

pula nama-nama yang sama. Kisah dalam kitab-kitab tersebut

Gambar 2.9

Replika Prasasti Batutulis

banyak yang bercampur dengan cerita-cerita legenda.

Bab 2 Perkembangan dan Keruntuhan Kerajaan-Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

INFO SEJARAH

Dalam Carita Parahyangan terdapat nama Sanjaya yang bergelar Rakryan Jambri. Padahal pada Prasasti Canggal, nama Sanjaya disebut sebagai Raja Mataram Hindu. Dalam Babad Galuh dan Babad Pajajaran disebutkan bahwa Ciung Wanara dan Nyai Purbasari (yang menikah dengan Lutung Kasarung ) adalah juga raja Pajajaran. Padahal, selama ini Ciung Wanara dan Lutung Kasarung dianggap tokoh-tokoh rekaan, belum terbukti kebenarannya.

Raja−raja yang diketahui memerintah Pajajaran adalah Maharaja Jayabhupati , Rahyang Niskala Wastu Kencana, Rahyang Dewa Niskala , Sri Baduga Maharaja, Hyang Wuni Sora , Prabu Surawisesa (catatan Portugis menulisnya Samian,

mungkin ucapan tak sempurna dari Sanghyang), dan Prabu Ratu Dewata . Dari prasasti Sanghyang Tapak diketahui bahwa raja Maharaja Jayabhupati menyebut dirinya Haji ri Sunda. Sebutan ini bertujuan untuk meyakinkan kedudukannya sebagai raja Pajajaran. Disebutkan bahwa Jayabhupati memeluk Hindu Waisnawa. Pada masa Jayabhupati, pusat Kerajaan terletak di Pakwan (Pakuan atau Pakuwan) di Bogor yang kemudian dipindahkan ke Kawali.

Pengganti Jayabhupati adalah Rahyang Niskala Wastu. Pusat kerajaan Pajajaran ketika masa pemerintahan raja ini sudah di Kawali. Istananya bernama Surawisesa. Kemudian Rahyang Dewa Niskala menggantikan Niskala Wastu. Namun tidak diketahui perkembangan Pajajaran dalam masa pemerintahan raja ini. Raja Rahyang Dewa Niskala kemudian digantikan oleh Sri Baduga Maharaja. Pada masa pemerintahan raja ini, terjadi Perang Bubat antara pasukan Gajah Mada Majapahit dengan Pajajaran. Dalam pertempuran ini, semua pasukan Pajajaran termasuk raja Sri Baduga tewas terbunuh. Sepeninggalan Sri Baduga, Pajajaran diperintahkan oleh Hyang Wuni Sora, kemudian berturut-turut oleh Prabu Niskala Wastu Kencana, Tohaan, dan Ratu Jaya Dewata.

Raja Pajajaran yang lainnya adalah Prabu Surawisesa. Dalam peninggalan sejarah disebutkan bahwa Ratu Samian pernah berkunjung ke Malaka untuk meminta bantuan Portugis dalam rangka menghadapi Demak yang ingin menguasai Sunda Kepala. Namun, Sunda Kelapa sebagai pelabuhan utama Pajajaran (konon lebih ramai dari pelabuhan Banten dan Cirebon) akhirnya jatuh ke tangan pasukan Demak pimpinan Fatahillah (Faletehan atau Fadillah Khan , menantu Sunan Gunung Jati). Ratu Samian digantikan Prabu Ratu Dewata. Pada masa pemerintahan Ratu Dewata, Pajajaran banyak mendapat serangan dari Kerajaan Banten yang dipimpin Maulana Hasanuddin. Akhirnya, Pajajaran runtuh dan wilayahnya dikuasai Banten.

Sejarah SMA/MA Program IPS Jilid 2 Kelas XI