Mataram Kuno: Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra

7. Mataram Kuno: Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra

Di Jawa Tengah pada abad ke-8 M telah berdiri sebuah kerajaan, yakni Mataram. Mataram yang bercorak Hindu-Buddha ini diperintah oleh dua dinasti (wangsa) yang berbeda, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Ibukota Mataram adalah Medang atau Medang Kamulan hingga tahun 925. Pada Prasasti Canggal terdapat kata-kata “Medang i bhumi Mataram”. Namun, hingga sekarang letak pasti ibukota ini belum diketahui (kecuali ada sebuah desa bernama Mendang di Purwodadi, Semarang).

Berdasarkan Prasasti Canggal diketahui, Mataram Kuno mula-mula diperintah oleh Raja Sanna. Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya, Sanjaya. Sanjaya adalah anak Sanaha, saudara perempuan Raja Sanna (Sanna tidak memiliki

Sumber: Lukisan Sejarah

keturunan). Sanjaya memerintah dengan bijaksana sehingga

Gambar 2.10

rakyat hidup makmur, aman, dan tenteram. Hal ini terlihat dari

Tulisan pada Prasasti Canggal yang bertuliskan huruf

Prasasti Canggal yang menyebutkan bahwa tanah Jawa kaya akan

Pranagari, menceritakan

padi dan emas. Selain pada Prasasti Canggal, nama Sanjaya juga

tentang Raja Sanjaya

tercantum pada Prasasti Balitung.

Setelah Sanjaya, Mataram diperintah oleh Panangkaran. Dari Prasasti Balitung diketahui bahwa Panangkaran bergelar Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Raka i Panangkaran . Hal ini menunjukkan bahwa Raka i Panangkaran berasal dari keluarga Sanjaya dan juga keluarga Syailendra. Sepeninggal Panangkaran, Mataram Kuno terpecah menjadi dua, Mataram bercorak Hindu dan Mataram bercorak Buddha. Wilayah Mataram-Hindu meliputi Jawa Tengah bagian utara, diperintah oleh Dinasti Sanjaya dengan raja−rajanya seperti Panunggalan, Warak , Garung, dan Pikatan. Sementara wilayah Mataram- Buddha meliputi Jawa Tengah bagian selatan yang diperintah Dinasti Syailendra dengan rajanya antara lain Raja Indra.

Perpecahan di Mataram ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 850, Raka i Pikatan dari Wangsa Sanjaya mengadakan perkawinan politik dengan Pramodhawardhani dari keluarga Syailendra. Melaui perkawinan ini, Mataram dapat dipersatukan kembali. Pada masa pemerintahan Pikatan−Pramodhawardani, wilayah Mataram berkembang luas, meliputi Jawa Tengah dan Timur. Pikatan juga berhasil mendirikan Candi Plaosan.

Sepeninggal Pikatan, Mataram diperintah oleh Dyah Balitung (898 −910 M). Setelah Balitung, pemerintahan dipegang

berturut−turut oleh Daksa, Tulodong, dan Wawa. Raja Wawa memerintah antara tahun 924−929 M. Ia kemudian digantikan oleh menantunya bernama Mpu Sindhok. Pada masa pemerintahan Mpu Sindhok inilah, pusat pemerintahan Mataram dipindahkan ke Jawa Timur. Hal ini disebabkan semakin besarnya pengaruh Sriwijaya yang diperintah oleh Balaputradewa. Selama

Bab 2 Perkembangan dan Keruntuhan Kerajaan-Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia Bab 2 Perkembangan dan Keruntuhan Kerajaan-Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

Merapi merupakan salah satu penyebab kehancuran Mataram. Letusan gunung ini diyakini oleh masyarakat Mataram sebagai tanda kehancuran dunia. Oleh karena itu, mereka menganggap letak kerajaan di Jawa Tengah sudah tidak layak dan harus dipindahkan.

Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha mengembangkan berpusat di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan Dinansti Sanjaya yang bercorak Hindu berpusat di Jawa Tengah bagian utara. Perbedaan letak antara dua dinasti ini terlihat dari perbedaan arsitektur candi-candi yang ada di Jawa Tengah bagian selatan dan utara. Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M) diketahui, raja pertama Mataram dari Dinasti Sanjaya adalah Raka i Mataram Ratu Sanjaya yang memerintah di ibukota Medang Kamulan. Berdasarkan isi Prasasti Mantyasih (Kedu) terdapat beberapa dari Wangsa Sanjaya yang memerintah di kemudian hari.

Antara Wangsa Syailendra dengan Sanjaya terjadi persaingan, namun kedua wangsa tersebut sempat menjalin hubungan baik. Pada abad ke-9 terjadi perkawinan antara Raka i Pikatan dari Sanjaya dengan Pramodawardhani dari Syailendra. Perkawinan ini mendapat tentangan dari Balaputeradewa, adik Pramodawardhani. Setelah bertikai dengan Pikatan dan kalah, Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke Sriwijaya, dan menjadi raja di sana, karena Balaputeradewa memunyai darah Sriwijaya dari ibunya, Dewi Tara, yang merupakan keturunan Sriwijaya. Sedangkan Raka i Pikatan yang berhasil menyingkirkan Balaputradewa mendirikan Candi Roro Jonggrang (Prambanan) yang bercorak Siwa.

Gambar 2.11

Candi Kalasan, candi Buddha pertama di Jawa, didirikan atas perintah Raka i Panangkaran guna menghormati Dewi Tara bagi umat Buddhis Mataram

Sumber: Indonesian Heritage 6

Sejarah SMA/MA Program IPS Jilid 2 Kelas XI

Rakai Pikatan dan Pramodawardhani yang berbeda agama ini banyak mendirikan bangunan yang bercorak Hindu maupun Buddha. Raka i Pikatan mendirikan Candi Loro Jongrang, sedangkan Pramodarwadhani sangat memperhatikan Candi Borobudur di Bumisambhara yang dibangun oleh ayahnya, yaitu Samaratungga pada 842 M.

Susunan raja-raja yang memerintah di Mataram berdasarkan Prasasti Balitung (Mantyasih) adalah: Raka i Mataram Ratu Sanjaya, Raka i Tejah Purnapana Panangkaran, Raka i Panunggalan, Raka i Warak, Raka i Garung Patapan, Raka i Pikatan, Raka i Kayuwangi, Raka i Watukumalang, Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu, Daksa, Tulodhong, Wawa, dan Sindhok.

Prasasti ini dibuat oleh Dyah Balitung yang memerintah dari 898 hingga 910. Setelah Sindok menjadi raja (929), pusat-pusat pemerintahan Mataram dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pemindahan ini dikarenakan pusat kerajaan mengalami kehancuran akibat letusan Gunung Merapi. Mpu Sindok kemudian mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isana. Ia memerintah hingga tahun 949. Pengganti Mpu Sindok yang terkenal adalah Dharmawangsa yang memerintah 990−1016. Dharmawangsa pernah berusaha untuk mengalihkan pusat perdagangan dari Sriwijaya pada 990, akan tetapi mengalami kegagalan karena Sriwijaya gagal ditaklukkan.

Pada tahun 1016 Dharmawangsa dan keluarganya mengalami pralaya (kehancuran) akibat serangan dari Sriwijaya yang bekerja sama dengan kerajaan kecil di Jawa yang dipimpin Wurawari. Akibat serangan ini kerajaan Dharnawangsa mengalami kehancuran. Menantu Dharmawangsa yang bernama Airlangga kemudian membangun kembali kerajaan, dan pada tahun 1019 ia dinobatkan menjadi raja. Keberhasilan Airlangga membangun kerajaan diabadikan dalam karya sastra Mpu Kanwa yaitu Arjuna Wiwaha . Pada 1041 Airlangga membagi dua kerajaan menjadi Janggala dan Panjalu.