Pencapaian Dakwah Bil-hâl di Masyarakat Ngabar

3. Pencapaian Dakwah Bil-hâl di Masyarakat Ngabar

a. Perubahan Sosial - Ekonomi

Masyarakat. Dakwah bil-hâl Pondok Pesantren

“Wali Songo” Ngabar di bidang ekonomi membawa kemanfaatan dan keberkahan bagi penduduk dan masyarakat sekitar pesantren terutama soal pendapatan (income). Secara alamiah, program pengembangan ekonomi yang dilakukan pesantren berimbas pada meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat Ngabar dibandingkan sebelum dakwah bil-hâl dilaksanakan. Meskipun peningkatan itu tidak terlalu signifi kan hal tersebut dirasa membantu. Tidak semua unit usaha yang dijalankan memperoleh keuntungan besar, bahkan sebagian merugi. Peningkatan income tergantung perkembangan usaha yang dijalankan. Secara umum dapat dikatakan jumlah penduduk miskin masyarakat Ngabar terus menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya

Tingkat kesejahteraan kelompok masyarakat yang terlibat dalam program pengembangan ekonomi diindikasikan meningkat seiring membaiknya kondisi fi nansial dan usaha-usaha pesantren. Jumlah santri yang setiap tahun meningkat menjadikan tingkat konsumsi hasil produksi dan jasa juga meningkat. Selama setahun, kebutuhan pondok terhadap makanan, pakaian, jasa sangatlah besar. Jika setengah dari total keseluruhan kebutuhan santri dipenuhi oleh unit-unit usaha pondok, maka akan berdampak luas pada tingkat kesejahteraan masyarakat Ngabar pada khususnya dan Ponorogo pada umumnya. Menurut Alwi Mudho ff ar, M.Pd selaku ketua

Dakwah Bil-H ầl Pesantren...(Sudarno Shobron dan Imron Rosyadi) bidang unit dan bidang usaha YPPW,

himpitan ekonomi. Perkembangan perputaran uang (cashfl ow) dari

PPWS yang semakin pesat memicu seluruh unit usaha Pondok mencapai

menjamurnya usaha rumahan dan 235 juta perbulan. Itu baru unit-unit

sentra-sentra ekonomi lainnya. Di usaha internal pondok seperti warung

antara jenis usaha tersebut ada yang amal, kantin dan dapur, belum unit-

memang masuk dalam program unit usaha yang dikelola masyarakat.

dakwah bil-hâl, ada pula yang inisiatif Wajar bila peningkatan aktifi tas

individu membuka lahan ekonomi ekonomi pondok berimbas, baik

baru. Bagi pesantren fenomena langsung maupun tidak langsung

tersebut tidak menjadi masalah, kepada tingkat kesejahteraan dan

justru memicu intensistas perputaran income masyarakat sekitar pondok.

ekonomi yang sehat. Meski secara Membaiknya kondisi ekonomi

makro, pesantren tetap memberikan masyarakat Ngabar secara umum

aturan-aturan yang harus ditepati dapat dilihat dari perubahan

guna mewujudkan stabilitas ekonomi infrastruktur yang ada, baik itu

yang konduksif.

rumah, balai desa, jalan desa, Perubahan sosial ekonomi fasilitas umum lainnya. Penambahan

masyarakat Ngabar bukan tanpa tempat ibadah, gardu (pos ronda)

masalah. Meski secara umum bahkan jembatan sebagian besar

masyarakat menikmati hasil dananya merupakan swadaya dari

pemberdayaan ekonomi Pesantren masyarakat menunjukkan tingkat

melalui program dakwah bil-hâl, kesejahteraan dan kemampuan persoalan baru mulai muncul. Salah fi nansialnya bertambah. Proyek satunya, terpusatnya ekonomi pada irigasi dan kanalisasi sungai yang

level tertentu dari masyarakat, dananya diambilkan dari iuran

maupun internal pesantren. setiap kelurahan mengindikasikan

Menurut Sunyoto Usman secara kemampuan fi nansial masyarakat

teoritis hubungan sosial yang terjadi cenderung membaik. Selain di masyarakat bersifat elitis dan infrastruktur, bertambahnya kurang melibatkan hubugan dalam jumlah orang yang naik haji atau

dimensi horizontal dengan membuka umroh menunjukkan peningkatan

kesempatan dialog dua arah dan kesejahteraan. Meskipun secara kasat

menghargai terjadinya perbedaan. mata, penduduk miskin tentu masih

Bagaimanapun pesantren memiliki ada, namun kecenderungannya pola interaksi dan struktur yang khas, menurun dibanding sebelum di mana peran keluarga dan dzurriyah program dakwah bil-hâl diluncurkan

Kyai sangat besar. Sebagian besar tahun: 2010. Dulu banyak anggota

mereka bertumpu secara ekonomis masyarakat yang memilih pergi dari

terhadap pesantren. Kios-kios atau desa Ngabar bekerja di luar daerah

tempat usaha milik keluarga kyai dan luar negeri, kini banyak yang

tumbuh subur di sekitar pesantren. ingin menetap memajukan desanya

Akibatnya terjadi kesenjangan dengan bertani dan usaha-usaha

antara unit usaha yang dimiliki produktif lainnya seperti sablon,

keluarga pesantren, pesantren catering dan bakery. Mereka yang baru

sendiri dan masyarakat umum. lulus (fresh graduate) baik dari sekolah

Kekuatan basis sosial jelas membuat atau pesantren tidak terdorong untuk

masyarakat dinomorduakan atau merantau ke luar daerah atau menjadi

sedikit termarginalkan. Mereka TKI/TKW di luar negeri dengan alasan

terpaksa bekerjasama dengan

PROFETIKA , Jurnal Studi Islam, Vol. 16, No. 1, Juni 2015: 26-49 keluarga Kyai karena unit usaha

mereka adalah bagian dari institusi pesantren. Kepentingan-kepentingan yang muncul di internal pesantren mempersulit penerapan manajemen terbuka dan akuntabel. Bukan soal kejujurannya, tapi dari aspek kultur dan administrasi.

b. Perubahan Persepsi dan Kepercayaan Terhadap Pesantren Menurut terminologi sosiologi

kepercayaan atau trust adalah hubungan antara kedua belah fi hak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu fi hak atau kedua belah fi hak melalui interaksi sosial. Interaksi yang dibangun Pondok dan masyarakat menghasilkan rasa percaya (trust) karena faktor-faktor tertentu, utamanya kemampuan pesantren dalam menyelesaikan masalah- masalah yang dihadapi masyarakat baik sosial-keagamaan, pendidikan dan khususnya ekonomi. Ekonomi betul-betul krusial mengingat dampak yang ditimbulkan sangat masif. Terutama memudarnya kepercayaan masyarakat kepada negara yang dianggap abai. Negara hadir ketika kepentingannya terwakilkan. Di lain fi hak, masyarakat hanya dianggap sebagai komoditas.

Faktor ‘berkah’ di bidang ekonomi menjadi alasan kuat kepercayaan (trust). Masyarakat Ngabar mayoritas hidup sebagai petani dan buruh tani merasakan betul beratnya profesi ini. Kehidupan mereka sangat bergantung kepada kondisi alam. Jika hasil pertanian baik maka kehidupan sosial mereka juga baik, dan sebaliknya. Sebelum teknologi pertanian diperkenalkan, pola dan metode pertanian yang digunakan masih tradisional. Mereka hanya mengandalkan cara bertani dari nenek moyang secara turun

menurun.Satu sisi, kearifan lokal masih sangat terjaga, tapi perubahan demografi dan cuaca yang tidak menentu, cara tradisional tidak cocok lagi digunakan. Pengendalian hama dan pemakian pupuk kimia, pestisida dan tata cara pertanian modern belum banyak digunakan. Hasil panen pun tidak dapat mengangkat kesejahteraan petani. Apalagi sebagaian hidup sebagai buruh tani yang hanya menggarap tanah pertanian orang lain, atau bekerja dengan upah tertentu. Keadaan tersebut mengancam kelangsungan hidup masyarakat secara layak. Diperlukan intervensi dari fi hak- fi hak yang memiliki kapasitas seperti pesantren dan lembaga swadaya.

Menurut M. Ali Azizakar penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama , kemiskinan alamiah, yakni kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumber-sumber daya yang langka jumlahnya, atau karena tingkat perkembangan teknologi yang rendah. Kedua, kemiskinan buatan. Maksudnya, kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada telah membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Sedang menurut Selo Soemardjan, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber- sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Golongan yang menderita “kemiskinan struktural” misalnya terdiri dari para petani yang tidak memiliki tanah sendiri sehingga pendapatannya tidak mencukupi untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluarganya.

Masyarakat Ngabar digolongkan miskin secara alamiah maupun

Dakwah Bil-H ầl Pesantren...(Sudarno Shobron dan Imron Rosyadi) struktural sekaligus. Selain

keterbatasan sumber daya alam dan sumber daya manusia, struktur sosial yang ada tidak memberi ruang pada petani untuk hidup sejahtera. Ketika musim tanam tiba, segala hal yang dibutuhkan petani menjadi langka dan mahal. Pupuk, air dan biaya produksi meningkat tajam. Sebaliknya, ketika musim panen tiba, harga gabah justru anjlok. Tidak adanya advokasi dan proteksi dari pejabat di struktural formal pemerintah memaksa petani beralih ke lembaga independenseperti pesantren dan LSM. Rendahnya produktivitas, keterbatasan sumber daya manusia, lemahnya akses hasil pembangunan, minimnya modal yang dimiliki, kesenjangan antara kaya dan miskin dan lemahnya posisi tawar menjadi agenda pemberdayaan masyarakat sangat urgent.

Problem yang dihadapi masyarakat Ngabar sebenarnya merupakan representasi kondisi aktual masyarakat Indonesia pada umumnya, yang termarginalkan oleh kebijakan ekonomi. Kebijakan ekonomi pembangunan yang terfokus pada pertumbuhan sektor industri dan kurang memperhatikan sektor-sektor tradisional lainnya, seperti pertanian, perkebunan dan perikanan jelas akan memicu gap besar di ranah sosial. Jurang antara si kaya dan miskin akan semakin lebar. Problemnya bukan pada etos kerja, mentalitas wirausaha atau budaya yang tidak biasa kerja keras, tapi lebih kepada sistem dan arus yang memaksa mereka tidak mampu. Kemiskinan yang muncul lebih banyak akibat struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber- sumber pendapatan yang tersedia bagi mereka. Petani yang tidak memiliki tanah sendiri, kaum buruh migran, pedagang kaki lima dan sejenisnya tergolong miskin secara

struktural. Pendek kata, kaum miskin relatif tidak dapat berbuat banyak atas eksploitasi dan proses marginalisasi karena mereka tidak memiliki alternatif pilihan untuk menentukan nasibnya ke arah yang lebih baik.

Di sinilah Islam dengan konsep dakwah bil-hâl dapat berperan mengiliminar probem sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi. Pesantren dengan dakwah bil-hâl-nya dapat menjadi pelopor pembangunan ekonomi umat.Dakwah bil-hâl fokus ke titik masalah yakni mengatasi problem kemiskinan, menyasar segmen masyarakat lapis bawah dan memperbaiki kondisi material masyarakat. Pemberdayaan yang didasarkan kepada nilai-nilai keagamaan terbukti tangguh menghadapi berbagai tantangan karena kuatnya moralitas yang menjadi pijakan dan landasan. Memandirikan masyarakat, memenuhi kebutuhan pokok dan memperdayakan masyarakat dari tekanan struktural ketimpangan sosial-ekonomi menjadi agenda penting dakwah PPWS di bidang ekonomi.

Kesadaran akan peran besar PPWS di bidang pengembangan ekonomi memunculan rasa percaya (trust) di masyarakat. Terjadi semacam transformasi kepercayaan terhadap pesantren dengan cepat, dari sekedar memandang institusi sosial dan moral, menjadi “problem solver.” Ini tidak lain peran pesantren sebagai agen perubahan berhasil mendinamisasi dan memfasilitasi masyarakat melakukan perubahan. Potensi besar yang dimiliki pesantren sejatinya jika dimanej dengan baik dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Adanya fi gur kyai sebagai pemimpin informal, link pesantren dengan lembaga- lembaga di luar, memungkinkan

PROFETIKA , Jurnal Studi Islam, Vol. 16, No. 1, Juni 2015: 26-49 pemberdayaan masyarakat berjalan

model pemberdayaan yang dilakukan lebih baik.

antara lain: (1) Pemberdayaan tenaga kerja sekitar pesantren,

PENUTUP

(2) Pemberdayaan pertanian, (3) Pemberdayaan peternakan sapi, (4)

Berdasarkan pembahasan di atas Pemberdayaan kesehatan masyarakat, dapat diambilbeberapa kesimpulan

(5) Pemberdayaan penyiaran dan sebagai berikut:

komunikasi dan (6) Pemberdayaan

1. Bahwa pelaksanaan dakwah bil-hâl kelompok usaha rumahan. Pondok Pesantren “Wali Songo”

2. Perubahan dan pencapaian dalam Ngabar menggunakan pola dan

masyarakat Ngabar, khususnya strategi yang sinergis antara dakwah

di bidang ekonomi, menunjukkan bil-lisân dan dakwah bil-hâl. Dakwah bahwa program dan kegiatan dakwah bil-lisân dilakukan dalam bentuk bil-hâl PPWS mencapai hasil-hasil indoktrinasisi, memperkuat basis yang signifi kan. Perubahan dalam hal

keagamaan masyarakat Ngabar pendapatan, tingkat kesejahteraan

dan pendidikan. Sedang dakwah bil-hâl di bidang ekonomi fokus

dan kehidupan masyarakat pada problem kemiskinan dan

meningkat lebih baik, menunjukkan ketimpangan ekonomi. YPPW-PPWS

efektifi tas program dakwah bil-hâl. sebagai lembaga yang secara spesifi k

Dakwah bil-hâl berperan sebagai menangani pemberdayaan ekonomi,

motivator, dinamisator dan fasilitator diharapkan mampu menjembatani

pemberdayaan ekonomi masyarakat dan membantu masyarakat Ngabar

Ngabar, dengan dukungan institusi keluar dari kemiskinan melalui model-

agama dan fi gur kyai.

Dokumen yang terkait

PROFIL MODEL PEMBELAJARAN SOFT-SKILL PADA SMK BIDANG EKONOMI DI SURAKARTA ( kajian aspek Apa; Mengapa; dan Bagaimana ) Budi Sutrisno Staf Pengajar pada Prodi Pendidikan Akuntansi – FKIP – UMS bs197ums.ac.id ABSTRACT - PROFIL MODEL PEMBELAJARAN SOFT-SKILL

0 1 21

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERWAWASAN SETS DALAM MENINGKATKAN PERAN SERTA DAN PRESTASI BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X2 SMA NEGERI KARANGPANDAN TAHUN PELAJARAN 2015/2016

0 0 13

Keywords: Learning Outcome, Activity, Jigsaw PENDAHULUAN - PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN JIGSAW PADA SISWA KELAS VIII B SEMESTER II S M P NEGERI 9 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016

0 0 11

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TATA RIAS WAJAH PUNAKAWAN WAYANG ORANG SRIWEDARI SURAKARTA

0 5 8

TELAAH TERHADAP PROBLEM PEMBELAJARAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PADA TAHUN 2013-2014

0 0 16

MOHAMMAD NATSIR DALAM DINAMIKA HUBUNGAN ANTARAGAMA DI INDONESIA

0 0 21

KONSEPSI NILAI NILAI PENDIDIKAN HUMANIS-RELIGIUS MENURUT PAKOE BOEWONO IV (1788-1820) DALAM SERAT WULANG-REH

0 2 15

KISAH DZULQARNAIN DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-KAHFI: 83-101 (Pendekatan Hermeneutik)

0 0 22

PENERAPAN STRATEGI NABI IBRAHIM DALAM MENDIDIK ANAK DALAM TAFSIR SURAT ASH-SHAFFAT AYAT 99-113 (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah 3 Muhammadiyah Masaran Sragen)

0 1 17

PEMIKIRAN HAJI ABDUL MALIK KARIM AMRULLAH (HAMKA) TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN DI INDONESIA TAHUN (1949 – 1963)

0 0 10