Persepsi Jajaran Pimpinan Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2014
PERSEPSI JAJARAN PIMPINAN TENTANG KAWASAN
TANPA ROKOK ( KTR ) DI DINAS KESEHATAN
KABUPATEN LANGKAT
TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH : ILHAM KHAIRI
091000127
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(2)
PERSEPSI JAJARAN PIMPINAN TENTANG KAWASAN
TANPA ROKOK (KTR) DI DINAS KESEHATAN
KABUPATEN LANGKAT
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat
Oleh : ILHAM KHAIR
091000127
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS KESEHATAN MASYARAKAT
(3)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : PERSEPSI JAJARAN PIMPINAN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : ILHAM KHAIRI Nomor Induk Mahasiswa : 091000127
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Tanggal Lulus : 17 Juli 2014
Disahkan Oleh Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM. Drs. Tukiman, MKM NIP. 19671219 199303 1 003 NIP. 19611024 199003 1 003
Medan, Juli 2014
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
(4)
ABSTRAK
Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan penggunaan rokok. Penetapan kawasan tanpa rokok merupakan upaya perlindungan masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Hal inilah yang melatar belakangi peneliti untuk mengadakan penelitian dengan studi kualitatif untuk mengetahui dan memahami persepsi jajaran pimpinan di Dinas Kesehatan kabupaten Langkat Tentang Kawasan Tanpa Rokok Tahun 2014 karena jajaran pimpinan merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam menentukan suatu kebijakan yang akan ditetapkan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan yang berjumlah enam orang.
Hasil penelitian menunjukkan semua informan setuju di Dinas Kesehatan Kabupaten langkat ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok karena memiliki dampak positif terutama dalam bidang kesehatan. Informan juga memiliki komitmen yang kuat untuk merealisasikannya. Rancangan kebijakan tentang kawasan tanpa rokok yang dinyatakan oleh beberapa informan yaitu berupa aturan tertulis beserta sanksinya, diawali dengan himbauan dan lebih bersifat pada penyadaran dengan menggunakan tahapan-tahapan promosi kesehatan. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar jajaran pimpinan menyegerakan penetapan kawasan tanpa rokok dan mengadakan sosialisasi tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok.
(5)
ABSTRACT
No Smoking Area is a place or area that prohibited for production, sales, advertising, promotion and use of cigarettes activities. Determination of No Smoking Area is an effort to protect the public against the risk of health problems due to the threat of contaminated environment. This is background of researcher to conduct the research with using a qualitative studies to identify and understand the perception of the leadership ranks at the District Health Office Langkat about No Smoking Area year 2014 because the leadership is the people who are influential in establish a policy to be determined.
This study uses a qualitative approach that utilizes a data collection technique with in-depth interviews to six-person as informant.
The results showed all informants are agreeing on the No Smoking Area in District Health Office Langkat because it has a positive impact especially in health sector. Informants also had a strong commitment to realize it. The policy draft regarding to No Smoking Area expressed by several informants in written rules and sanctions, it starts with the appeal and the to awareness by using the health promotion steps. Therefore, researcher suggest that the Leadership ranks to sets the No Smoking Area immediately and dissemination of guidelines for implementation of the No Smoking Area.
(6)
BIODATA IDENTITAS
Nama : Ilham Khairi
Tempat/Tanggal Lahir : Binjai, 08 November 1991
Status Perkawinan : Belum Kawin
Anak ke : 3 dari 3 Bersaudara
Alamat : Jln. T. Pura KM 29 No 36 Psr. III Cina Dsn. I Purnama Sari
Tandem Hulu II Kec. Hamparan Perak Kab. Deli Serdang.
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 1998-2003 : SDN 028289 Binjai
2. Tahun 2003-2006 : Mts Swasta Aisyiyah Muhammadiyah Binjai
3. Tahun 2006-2009 : MA Swasta Aisyiyah Muhammadiyah Binjai
4. Tahun 2009-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Tanggal Proposal : 10 Maret 2014
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
hidayah dan karunia yang tiada terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi
dengan judul “Persepsi Jajaran Pimpinan Tentang Kawasan Tanpa Rokok ( KTR ) di
Dinas Kesehatan Masyarakat Tahun 2014 ”.
Skripsi ini merupakan hasil proses belajar yang telah penulis terima selama
belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dalam rangka
memperoleh gelar sarjana. Dalam pembuatan skripsi ini penulis banyak mendapatkan
bantuan baik moral maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima
kasih penulis kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pempimbing
Akademik yang telah membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga saat
tugas terakhir ini
2. Bapak Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM. selaku dosen pembimbing I yang
telah banyak mengarahkan pikiran dan waktu untuk memberikan saran,
bimbingan, motivasi terbaik yang tiada terhingga dengan penuh kesabaran
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku dosen Pembimbing II dan juga sebagai
selaku Kepala Bagian Departemen PKIP FKM USU yang telah banyak
(8)
motivasi terbaik yang tiada terhingga dengan penuh kesabaran kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku dosen penguji I yang telah
banyak membantu penulis dalam memberikan masukan untuk memaksimalkan
hasil dari skripsi ini.
5. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku dosen penguji II yang telah banyak
membantu penulis dalam memberikan masukan untuk memaksimalkan hasil dari
skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen serta pegawai FKM USU khususnya staf edukatif
dan non edukatif Departemen PKIP yang telah banyak membantu,
memberikan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat serta motivasi dalam
menjalani pendidikan selama di FKM USU.
8. Kedua orang tua yang tercinta Ayahanda Rachmad dan Ibunda Suarti yang
telah memberikan motivasi, semangat, dukungan serta memperjuangkan
anak-anaknya agar menjadi anak yang berbakti pada agama, nusa dan
bangsa.
9. Saudaraku yang tersayang Susi Rahayu Spd, Elly Rahmayanti atas bantuan
dana, fasilitas, motivasi dan kesabarannya agar penulis dapat menyelesaikan
studi.
10. Teruntuk Keponakan ku tersayang Inaya Auliya Putri, Intan Dian Audina,
Mumthasis Aziz, Rizky yang telah banyak memberikan motivasi, dukungan,
(9)
11. Teruntuk nenekku tercinta Alm. Yatun yang telah selalu memberi nasihat-nasihat
penting yang membuat penulis bersemangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
12. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2009, semoga kita menjadi orang yang
berhasil seperti harapan pertama kita masuk FKM USU.
13. Rekan-rekan di Departemen PKIP yang selalu membantu dan memotivasi penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Teruntuk Mas Aji, Bang Koko, Bang Agus, Indah, Bagus ,Risa, Ipras, Wedy,
dan Indry yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
16. Untuk sahabatku Rahmat Rizky, Surya dan seluruh sahabatku yang lainnya,
yang selalu memberikan dukungan, motivasi, keceriaan, canda dan tawa dalam
keadaan susah dan senang kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurn, baik
dalam materi, makna maupun tata cara penulisan. Karena itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua
dan semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.
Medan, Juli 2014
(10)
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACK ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.3.1. Tujuan Umum ... 6
1.3.2. Tujuan Khusus ... 7
1.3.3. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Persepsi ... 8
2.1.1. Pengertian Persepsi ... 8
2.1.2. Persepsi dan Perilaku ... 9
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 9
2.1.4. Proses Pembentukan Persepsi ... 14
2.2. Teori yang Mempengaruhi Persepsi ... 15
2.2.1. Health Belief Model ... 15
2.2.2. Teori Stimulus- Organisme-Respon ... 16
2.3. Rokok ... 17
2.3.1. Jenis Rokok ... 18
2.3.2. Bahan Kimia Dalam Rokok ... 21
(11)
2.3.4. Faktor yang Mempengaruhi kebiasaan Merokok ... 23
2.4. Kawasan Tanpa Rokok ... 26
2.4.1. Tempat Kawasan Tanpa Rokok ... 27
2.4.2. Kebijakan Mengenai Kawasan Tanpa Rokok ... 28
2.5. Kerangka Pikir Penelitian ... 32
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 34
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 34
3.2.2. Waktu Penelitian ... 35
3.3. Pemilihan Informan ... 35
3.4. Metode Pengambilan Data ... 35
3.5. Defenisi Istilah ... 36
3.6. Instrumen Pengambilan Data ... 37
3.7. Teknik Analisis Data ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Daerah Penelitian ... 38
4.2. Karekteristik Informan ... 40
4.3. Hasil Wawancara ... 41
4.3.1. Distribusi Tentang Persepsi Informan Jika di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Ditetapkan Sebagai Kawasan Tanpa Rokok ... 41
4.3.2. Distribusi Tentang Kekuatan dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, Bila di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Dijadikan Kawasan Tanpa Rokok ... 42
4.3.3. Distribusi Tentang Cara Mengatasi Kelemahan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat ... 44
4.3.4. Distribusi Tentang Peluang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Tersebut Dalam Meningkatkan Kesehatan ... 47
(12)
4.3.5. Distribusi Tentang Mengatasi Ancaman Dari Kelemahan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok ... 50 BAB V PEMBAHASAN
5.1. Persepsi Informan Mengenai Jika Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Ditetapkan Sebagai Kawasan Tanpa Rokok ... 52 5.2. Kekuatan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Bila Dinas
Kesehatan Kabupaten Langkat Dijadikan Kawasan Tanpa Rokok ... 53 5.3. Cara Mengatasi Kelemahan Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat ... 57 5.4. Peluang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Dalam
Meningkatkan Kesehatan ... 59 5.5. Mengatasi Ancaman Dari Kelemahan Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok ... 61 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 62 6.2. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Surat Survei Pendahuluan Lampiran 3 Surat Penelitian
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik Informan ... 40 Tabel 4.2. Distribusi Tentang Persepsi Informan Jika di Dinas Kesehatan
Kabupaten Langkat Ditetapkan Sebagai Kawasan Tanpa Rokok 41 Tabel 4.3. Distribusi Tentang Kekuatan dari Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok, Bila di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Dijadikan
Kawasan Tanpa Rokok ... 42 Tabel 4.4. Distribusi Tentang Cara Mengatasi Kelemahan Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat . 44 Tabel 4.5. Distribusi Tentang Peluang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
Tersebut Dalam Meningkatkan Kesehatan ... 47 Tabel 4.6. Distribusi Tentang Mengatasi Ancaman Dari Kelemahan
(14)
ABSTRAK
Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan penggunaan rokok. Penetapan kawasan tanpa rokok merupakan upaya perlindungan masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Hal inilah yang melatar belakangi peneliti untuk mengadakan penelitian dengan studi kualitatif untuk mengetahui dan memahami persepsi jajaran pimpinan di Dinas Kesehatan kabupaten Langkat Tentang Kawasan Tanpa Rokok Tahun 2014 karena jajaran pimpinan merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam menentukan suatu kebijakan yang akan ditetapkan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan yang berjumlah enam orang.
Hasil penelitian menunjukkan semua informan setuju di Dinas Kesehatan Kabupaten langkat ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok karena memiliki dampak positif terutama dalam bidang kesehatan. Informan juga memiliki komitmen yang kuat untuk merealisasikannya. Rancangan kebijakan tentang kawasan tanpa rokok yang dinyatakan oleh beberapa informan yaitu berupa aturan tertulis beserta sanksinya, diawali dengan himbauan dan lebih bersifat pada penyadaran dengan menggunakan tahapan-tahapan promosi kesehatan. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar jajaran pimpinan menyegerakan penetapan kawasan tanpa rokok dan mengadakan sosialisasi tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok.
(15)
ABSTRACT
No Smoking Area is a place or area that prohibited for production, sales, advertising, promotion and use of cigarettes activities. Determination of No Smoking Area is an effort to protect the public against the risk of health problems due to the threat of contaminated environment. This is background of researcher to conduct the research with using a qualitative studies to identify and understand the perception of the leadership ranks at the District Health Office Langkat about No Smoking Area year 2014 because the leadership is the people who are influential in establish a policy to be determined.
This study uses a qualitative approach that utilizes a data collection technique with in-depth interviews to six-person as informant.
The results showed all informants are agreeing on the No Smoking Area in District Health Office Langkat because it has a positive impact especially in health sector. Informants also had a strong commitment to realize it. The policy draft regarding to No Smoking Area expressed by several informants in written rules and sanctions, it starts with the appeal and the to awareness by using the health promotion steps. Therefore, researcher suggest that the Leadership ranks to sets the No Smoking Area immediately and dissemination of guidelines for implementation of the No Smoking Area.
(16)
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan adalah bagian penting dari pembangunan nasional
yang menyatukan segala bentuk upaya Bangsa Indonesia dalam satu gerakan guna
menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan menuju masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur. Pada dasarnya kesehatan merupakan hak azasi manusia
sekaligkhhus investasi untuk keberhasilan bangsa ( SKN, 2006 ).
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan
Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan
perilaku hidup sehat (Depkes, 1999).
Sumber daya manusia adalah modal utama pembangunan disegala sektor
kehidupan. Generasi muda merupakan salah satu sumber daya yang menjadi kunci
suksesnya pembangunan dan mereka berada pada posisi utama untuk mempersipkan
masa depan bangsa dan negara. Remaja menjadi penting untuk mendapatkan
perhatian yang besar meskipun dari sudut pola morbilitas, remaja sering dimasukkan
pada kategori kelompok umur yang relatif bebas dari masalah kesehatan spesifik,
(17)
Persepsi merupakan sebuah proses saat individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka
tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri.
Merokok merupakan masalah kesehatan masyarakat karena dapat
menimbulkan berbagai penyakit dan kematian. Jumlah perokok di Indonesia, menurut
data Survei Kesehatan Nasional 2001, terdiri dari 54,4% laki-laki dan 1,2%
perempuan (BPOM, 2003). Pengendalian perilaku merokok salah satunya adalah
penerapan kawasan tanpa rokok.
Di seluruh dunia, tembakau merupakan salah satu penyebab yang paling
penting untuk kecacatan, penderitaan, dan kematian prematur. Rokok sangat
berbahaya bagi kesehatan tubuh karena menyebabkan timbulnya berbagai
penyakit, sepertistroke, katarak, kanker mulut dan tenggorokan, infeksi paru, PPOM
(Penyakit Paru Obstruktif Menahun), serangan jantung, kanker pankreas,
aneurisma aorta (penggembungan pembuluh nadi utama), kanker ginjal, kanker
leher rahim, serta penyakit pembuluh darah tepi (Crofton dan Simpson, 2002).
Lebih dari 4.000 bahan kimia telah diidentifikasi dalam asap tembakau.
Banyak diantaranya beracun, beberapa bersifat radioaktif. Lebih dari 40
diketahui menyebabkan kanker. Bahan-bahan kimia ini terutama terkonsentrasi
di dalam tar, yaitu cairan cokelat lengket yang terkondensasi dari asap
(18)
(sampai 9000 C) yang ditimbulkan diujung rokok yang menyala ketika dihisap
oleh perokok (Crofton dan Simpson, 2002).
Menurut WHO (2008) lebih dari satu miliar perokok yang hidup saat ini, 500
juta akan terbunuh oleh tembakau dengan kecenderungan antara 2005 dan 2030, 175
orang akan terbunuh. Berbagai hasil penelitian baik dalam maupun luar negeri
menunjukkan bahwa perilaku merokok terbukti dapat berdampak buruk terhadap
kesehatan dan ekonomi keluarga. Badan kesehatan dunia (WHO)
memperkirakan jumlah kematian di dunia akibat konsumsi rokok pada tahun 2030
akan mencapai 10 juta orang setiap tahunnya dan sekitar 70% diantaranya terjadi di
negara berkembang termasuk Indonesia (Bambang Setiaji, 2008).
Menurut WHO (2008) yang dikutip oleh Prabandari dkk, dalam lima
tahun terakhir posisi Indonesia diantara negara-negara dengan jumlah perokok
terbanyak di dunia telah bergeser dari negara ke-5 menjadi negara ke-3 terbanyak di
dunia dengan jumlah perokok 65 juta orang atau 28% per penduduk, diperkirakan 225
miliar batang rokok yang dihisap per tahun.
Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan rokok yaitu
sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena bermain anak, tempat ibadah
dan angkutan umum.Tujuan dari kawasan tanpa rokok adalah melindungi masyarakat
dengan memastikan bahwa tempat-tempat umum bebas asap rokok. Kawasan
(19)
mengembangkan kawasan tanpa rokok, yaitu untuk melindungi anak-anak dan
bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan, mencegah rasa tidak nyaman, bau
dan kotoran dari ruang rokok, untuk mengembangkan opini bahwa tidak merokok
adalah perilaku yang lebih normal, dan kawasan tanpa rokok mengurangi secara
bermakna konsumsi rokok dengan menciptakan lingkungan yang mendorong
perokok untuk berhenti atau yang terus merokok untuk mengurangi konsumsi
rokoknya (Crofton dan Simpson, 2002).
Dasar hukum kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak yaitu
Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, UU No. 23/1997 tentang
pengelolaan lingkungan hidup, UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen,
UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak, UU No. 32/2002 tentang
penyiaran, Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian
pencemaran udara, PP RI No. 19/2003 tentang pengamanan rokok bagi
kesehatan, Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999
tentang kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan. dan Instruksi Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang lingkungan sekolah bebas
rokok, danKeputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri
RINo. 188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa
rokok.
Kawasan tanpa rokok mencakup semua fasilitas pelayanan kesehatan, sekolah
dan universitas, transportasi, tempat hiburan, restoran, bar, dan hotel. Kampanye
(20)
anti-tembakau (Crofton dan Simpson, 2002). Dalam Keputusan Bersama Menteri
Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No. 188/MENKES/PB/I/2011 tentang
pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok pada pasal 4 dinyatakan bahwa
fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak
bermain, tempat ibadah dan angkutan umum dilarang menyediakan tempat khusus
merokok dan merupakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang bebas dari asap
rokok hingga batas terluar. Sedangkan pasal 5 menyatakan bahwa tempat kerja
dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus merokok dengan syarat
merupakan ruang terbuka dan berhubungan langsung dengan udara luar, terpisah
dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk
beraktivitas, jauh dari pintu masuk dan keluar, serta jauh dari tempat orang
berlalu-lalang.
Sampai saat ini ada 58 kabupaten / kota dari 34 provinsi di Indonesia yang
sudah memiliki kebijakan KTR ( Kawasan tanpa Rokok ), salah satunya adalah Kota
Semarang. Dinas Kesehatan kota Semarang berkerja sama dengan Komunitas Peduli
Kawasan Tanpa Rokok. Perda tentang KTR ( Kawasan Tanpa Rokok ) Kota
Semarang disahkan pada Mei 2013. Pada saat ini pemerintah Kota Semarang lagi
genjar mensosialisasikan tentang KTR ( Kawasan tanpa Rokok ). Namun pada saat
ini pemerintah Kota Semarang belum menggunakan pendekatan sanksi atau
penindakan. Setelah satu tahun kebijakan tentang KTR berjalan pemerintah Kota
(21)
Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat merupakan unsur pelaksanaan otonomi
daerah dalam bidang kesehatan dan dipimpin langsung oleh kepala dinas. Dinas
Kesehatan Kabupaten Langkat menaungi 30 Puskesmas, 164 Puskesmas Pembantu,
102 Polindes, dan 1296 Posyandu. Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat belum
memiliki kebijakan mengenai Kawasan Tanpa Rokok ( KTR ). Seharusnya Dinas
Kesehatan Kabupaten Langkat menjadi contoh salah satu Dinas yang memiliki
kebijakan tentang Kawasan tanpa Rokok ( KTR ) dan juga menjadi panutan untuk
Puskesmas yang berada di Kabupaten Langkat. Di Dinas Kesehatan Kabupaten
Langkat memiliki beberapa bidang yaitu bidang pelayanan kesehatan, bidang
pencegahan dan pengobatan penyakit, bidang kesehatan keluarga, dan bidang
pembinaan kesehatan lingkungan masyarakat.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut: bagaimana persepsi jajaran pimpinan tentang kawasan tanpa rokok di Dinas
Kesehatan Kabupaten Langkat tahun 2014?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana persepsi jajaran pimpinan
(22)
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui persepsi jajaran pimpinan tentang kawasan tanpa rokok di
Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.
2. Untuk mengetahui komitmen jajaran pimpinan tentang kawasan tanpa rokok
di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.
3. Untuk mengetahui rancangan kebijakan jajaran pimpinan tentang kawasan
tanpa rokok di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.
1.3.3. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan
untuk menambah pengetahuan tentang kawasan tanpa rokok.
2. Dapat sebagai masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten
Langkat untuk menanggulangi masalah rokok.
3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dapat sebagai rancangan strategi
(23)
BAB II
KAJIAN TEORITIS 2.1. Persepsi
2.1.1. Pengertian Persepsi
Persepsi dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang terhadap suatu objek
dan situasi lingkunganya. Dengan kata lain, tingkah laku seseorang terhadap suatu
objek dipengaruhi oleh persepsinya.
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu
suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat
indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi
merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian
diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang
diindera.
Menurut Walgito (2002:69)
“Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu
merupakan proses diterimannya stimulus oleh individu melalui alat indera namun
proses itu tidak berhenti begitu saja melainkan stimulus tersebut diteruskan dan
proses selanjutnya merupakan proses persepsi”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu
penilaian atau kesan seseorang terhadap suatu objek yang dipengaruhi oleh faktor
(24)
2.1.2. Persepsi dan Perilaku
Persepsi dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang terhadap objek dan
situasi lingkunganya. Sementara tingkah laku seseorang juga dipengaruhi persepsinya
terhadap sesuatu baik benda maupun peristiwa. Manusia akan selalu dipengaruhi oleh
keadaan sekitarnya, tingkah laku dan cara berfikir untuk menanggapi sesuatu
peristiwa yang terjadi di lingkungannya.
Persepsi akan berarti jika di perlihatkan dalam bentuk pernyataan, baik lisan
maupun perbuatan. Meskipun demikian, terkadang apa yang dinyatakan dalam bentuk
pernyataan perilaku yang terlihat belum tentu sesuai dengan persepsi yang asli.
Menurut Walgito (2002:10) “Dalam kehidupan sehari - hari dapat dilihat bahwa
perilaku dapat dibentuk, diperoleh, berubah melalui proses belajar.”
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk
persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di
mana persepsi tersebut dibuat, yaitu :
1. Faktor Internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat
dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain :
1. Fisiologis.
Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini
(25)
lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang
berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda.
2. Perhatian.
Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan
atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu
obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap
obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu
obyek.
3. Minat.
Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak
energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi.
Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk
memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.
4. Kebutuhan yang searah.
Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari
obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan
(26)
5. Pengalaman dan ingatan.
Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana
seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu
rangsang dalam pengertian luas.
6. Suasana hati.
Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini menunjukkan
bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi
bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.
2. Faktor Eksternal yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari
linkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat
mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi
bagaimana seseoarang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah :
1. Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus.
Faktor ini menyatakan bahwa semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka
semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi
individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah
(27)
2. Warna dari obyek-obyek.
Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah
dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit.
3. Keunikan dan kekontrasan stimulus.
Stimulus luar yang penampilannya dengan latarbelakang dan sekelilingnya
yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik
perhatian.
4. Intensitas dan kekuatan dari stimulus.
Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan
dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus
merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.
5. Motion atau gerakan.
Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang
memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang
(28)
Sedangkan menurut Walgito (2002:70), faktor- faktor yang berperan dalam
persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu :
1. Objek yang dipersiapkan
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus
dapat datang dari luar individu yang mempersiapkannya tetapi juga dapat datang dari
dalam individu yang bersangkutan yang langs ung mengenai syaraf yang bekerja
sebagai reseptor.
2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus di samping itu
juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima
reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran.
3. Perhatian
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya
perhatian yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka
mengadakan persepsi. Perhat ian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh
aktivitas individu yang ditunjukkan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak faktor yang
mampu mempengaruhi persepsi seseorang yaitu faktor i nternal yang berasal dari diri
(29)
2.1.4. Proses Pembentukan Persepsi
Proses pembentukan persepsi disini merupakan hal yang harus dibahas dalam
penelitian, karena merupakan langkah pertama untuk menentukan bagaimana persepsi
jajaran pimpinan di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.
Adapun proses pembentukan persepsi menurut Walgito (2002:71) diuraikan
sebagai berikut:
Objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor,
perlu dikemukakan antara objek dan stimulus itu menjadi satu misalnya dalam
hal tekanan. Benda sebagai objek langsung mengenai kulit sehingga akan
terasa tekanan tersebut. Proses stimulus mengenai alat indera ditreuskan oleh
syaraf sensoris ke otak proses ini disebut sebagai proses psiologis. Kemudian
terjadilah proses diotak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari
apa yang dilihat dan apa yang didengar atau apa yang diraba. Proses yang
terjadi diotak atau dalam pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis.
Dengan demikian dapat dikemukakan terakhir dari proses persepsi ialah
individu menyadari tentang misalnya : apa yang dilihat, apa yang didengar dan apa
yang diraba yaitu stimulus yang ditrima oleh alat indera, proses ini merupakan proses
terakhir dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses
(30)
pendengaran dan perabaan melalui alat indera terhadap objek yang dijadikan
perhatian.
2.2.Teori yang Memengaruhi Persepsi 2.2.1. Health Belief Model
Menurut Edberg (2007),Health Belief Model (HBM) merupakan teori
yang paling luas digunakan. HBM dicetuskan pada tahun 1950-an berkat
penelitian psikolog sosial dariU.S Public Health Service(USPHS) yakni Godfrey
Houchbaum, Irwin Rosenstock, dan Stephen Kegeles.
HBM dalam promosi kesehatan harus memperhatikan komponen
komponen atau konstruksi yang merupakan pengungkit bagi faktor yang
mempengaruhi perilaku. Komponen-komponen model hubungan kesehatan
dengan kepercayaan (HBM) adalah:
1. Persepsi kerentanan. Derajat risiko yang dirasakan seseorang terhadap masalah
kesehatan.
2. Persepsi keparahan. Tingkat kepercayaan seseorang bahwa konsekuensi
masalah kesehatan yang akan menjadi semakin parah.
3. Persepsi manfaat. Hasil positif yang dipercaya seseorang sebagai hasil dari
tindakan.
(31)
5. Petunjuk untuk bertindak. Peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk
bertindak.
6. Efikasi diri. Kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam melakukan
tindakan.
2.2.2.Teori Stimulus-Organisme-Respon
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya
kredibilitas dan kepemimpinan akan berpengaruh pada perubahan perilaku
seseorang atau sekelompok orang. Menurut Hosland, et al (1953) dalam
Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya
adalah sama dengan proses belajar. Perubahan perilaku tersebut menggambarkan
proses belajar yang terdiri dari:
1. Stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Jika
stimulus ditolak maka stimulus tersebut tidak efektif. Tetapi bila stimulus
diterima maka ada perhatian dan stimulus efektif.
2. Apabila stimulus mendapat perhatian maka stimulus akan dilanjutkan pada
proses selanjutnya.
3. Setelah organisme mengolah stimulus tersebut hingga kesediaan untuk
(32)
4. Adanya dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan adanya efek tindakan
(perubahan perilaku).
Pada penelitian ini lebih dibahas mengenai tahap terbentuknya sebuah
komitmen dan dukungan kebijakan yang siap untuk direalisasikan..
2.3. Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
(bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun
tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan
membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.
Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas
yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun
terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang
memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari
merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung (walaupun pada
(33)
2.3.1. Jenis Rokok
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas
bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan
penggunaan filter pada rokok.
Rokok berdasarkan bahan pembungkus.
a. Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.
b. Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.
c. Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.
d. Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.
Rokok berdasarkan bahan baku atau isi.
a. Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
b. Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan
cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
c. Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,
cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan
(34)
Rokok berdasarkan proses pembuatannya.
a. Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara
digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu
sederhana.
b. Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan
mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat
rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok
batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran
sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang rokok per menit. Mesin
pembuat rokok, biasanya, dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok
sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun
telah dalam bentuk pak. Ada pula mesin pembungkus rokok yang mampu
menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak.
Sayangnya, belum ditemukan mesin yang mampu menghasilkan SKT karena
terdapat perbedaan diameter pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM,
lingkar pangkal rokok dan lingkar ujung rokok sama besar.
Sigaret Kretek Mesin sendiri dapat dikategorikan kedalam 2 bagian :
1. Sigaret Kretek Mesin Full Flavor (SKM FF): rokok yang dalam proses
pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas. Contoh: Gudang Garam
(35)
2. Sigaret Kretek Mesin Light Mild (SKM LM): rokok mesin yang
menggunakan kandungan tar dan nikotin yang rendah. Rokok jenis ini jarang
menggunakan aroma yang khas. Contoh: A Mild, Clas Mild, Star Mild, U
Mild, L.A. Lights, Surya Slims dan lain-lain.
Rokok berdasarkan penggunaan filter.
1. Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
2. Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat
gabus.
Dilihat dari komposisinya :
1. Bidis: Tembakau yang digulung dengan daun temburni kering dan diikat
dengan benang.Tar dan karbon monoksidanya lebih tinggi daripada rokok
buatan pabrik. Biasaditemukan di Asia Tenggara dan India.
2. Cigar: Dari fermentasi tembakau yang diasapi, digulung dengan daun
tembakau. Adaberbagai jenis yang berbeda di tiap negara. Yang terkenal dari
Havana, Kuba.
3. Kretek: Campuran tembakau dengan cengkeh atau aroma cengkeh berefek
mati rasa dan sakit saluran pernapasan. Jenis ini paling berkembang dan
banyak di Indonesia.
4. Tembakau langsung ke mulut atau tembakau kunyah juga biasa digunakan di
(36)
jenis kunyah. Adalagi jenis yang diletakkan antara pipi dan gusi, dan
tembakau kering yang diisap denganhidung atau mulut.
5. Shisha atau hubbly bubbly: Jenis tembakau dari buahan atau rasa
buah-buahanyang disedot dengan pipa dari tabung. Biasanya digunakan di Afrika
Utara, TimurTengah, dan beberapa tempat di Asia. Di Indonesia, shisha
sedang menjamur seperti dikafe-kafe.
2.3.2. Bahan Kimia Dalam Rokok
a. Nikotin: efek fisiologis meliputi peningkatan denyut jantung dan peningkatan
tekanan darah.
b. Amonia: biasa ditemukan dalam pembersih toilet.
c. Aseton: sering digunakan dalam remover cat kuku.
d. Vinyl chloride: digunakan sebagai bahan plastik atau pipa PVC.
e. Kadmium: sebuah logam yang sangat beracun yang digunakan dalam batu
baterai.
f. Napthtalene: zat pestisida yang digunakan dalam kapur barus.
g. Karbon monoksida: gas beracun yang umum dilepaskan oleh knalpot
kendaraan bermotor atau asap pabrik.
h. Tar: zat yang menyebabkan noda kuning kecoklatan pada gigi dan lebih
parahnya dapat menurunkan suplai oksigen ke paru-paru.
i. Sianida: gas mematikan yang pernah digunakan dalam perang dunia kedua.
(37)
k. Arsenik: zat yang sangat beracun bagi tubuh manusia yang banyak terdapat
dalam racun tikus.
2.3.3. Alasan Mengapa Orang Merokok
Banyak alasan orang merokok. Walau merokok akan membahayakan
kesehatan, tetap saja orang mempunyai seribu alasan untuk merokok. Alasan orang
merokok dapat dilihat dari beberapa segi, baik itu segi psikologis dan fisiologis
(ketergantungan zat), alasan sosial, alasan estetika dan lain lain.
Menurut Sue Amstrong yang dikutip oleh Sihombing (2007) ada beberapa alasan
orang dewasa merokok, antara lain:
1. Mereka benar-benar menikmatinya sewaktu merokok. Mereka bahkan tidak
mampu menahan diri meskipun menyadari bahwa kesehatannya dipertaruhkan
untuk kesenangan tersebut.
2. Mereka menjadi ketagihan terhadap nikotin dan tanpa nikotin hidup terasa
hampa.
3. Mereka menjadi terbiasa menghisap rokok agar dapat merasa santai.
4. Tindakan mengambil sebatang rokok, menyulutnya dengan pemantik api,
memandangi asap dan memegang sesuatu dalam tangannya telah menjadi
bagian dari perilaku sosial mereka dan tanpa itu mereka akan merasa hampa.
(38)
5. Merokok adalah “penopang” bermasyarakat. Mereka mungkin seorang
pemalu yang perlu mengambil tindakan tertentu untuk menutupi perasaan
malunya terhadap orang lain.
Menurut Sitepoe (2000) yang mengutip Conrad dan Miler menyatakan bahwa
seseorang akan menjadi perokok melalui dua dorongan, yaitu:
1. Dorongan psikologis, merokok seperti rangsangan seksual, sebagai suatu
ritual, menunjukkan kejantanan (bangga diri), mengalihkan kecemasan, dan
menunjukkan kedewasaan.
2. Dorongan fisiologis, adanya nikotin yang dapat mengakibatkan ketagihan
(adiksi) sehingga ingin terus merokok.
2.3.4. Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok
Faktor – faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok antara lain:
A.Pengetahuan.
Selain kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya yang
sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan
perokok. Rokok juga disebut sebagai jendela awal terjadinya penggunaan narkoba.
Akibat kronik yang paling gawat dari penggunaan nikotin adalah ketergantungan.
Sekali saja seseorang menjadi perokok, maka ia akan sulit mengakhiri kebiasaan itu,
(39)
dopamine otak dengan proses yang sama seperti zat-zat psikoaktif. Hal inilah yang
tidak diketahui masyarakat pada umumnya.
B.Jenis Kelamin
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang dinilai sangat
merugikan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Hampir setiap saat
dapat disaksikan dan dijumpai orang yang sedang merokok.
Bahkan saat ini perilaku merokok sudah sangat wajar dipandang oleh para
remaja, khususnya remaja laki-laki. Akhirnya timbul sebutan “tidak wajar” ketika
pria dewasa tidak merokok dan tanggapan terhadap perilaku merokok pun
bermunculan dari berbagai perspektif.
Sebagian pihak berpendapat bahwa perilaku merokok biasa dilakukan oleh
siapa saja, bahkan wanita sekalipun. Perilaku dinilai wajar dan bisa dilakukan siapa
saja, yang tidak dibatasi oleh jenis kelamin. Sementara itu, pihak lain berasumsi
bahwa nilai moral seorang wanita akan luntur ketika ia merokok. Hal ini yang
menjadi titik berat di sini, yakni masih berada pada nilai normatif seorang wanita,
khususnya pandangan budaya Indonesia terhadap wanita.
C. Psikologis
Ada beberapa alasan psikologis yang menyebabkan seseorang merokok, yaitu
demi relaksasi atau ketenangan, serta mengurangi kecemasan atau ketegangan. Pada
(40)
untuk mengatasi diri sendiri secara mudah dan efektif. Rokok dibutuhkan sebagai alat
keseimbangan.
Berhenti merokok bukan sesederhana seperti mengganti rokok dengan yang
lain, naamun lebih dari itu. Sungguh, berhenti merokok akan menyentuh aspek
kejiwaan yang sangat mendasar yang mungkin selama ini telah memberikan
ketenangan, mengurangi ketegangan, mengatasi kegelisahan dan mengalihkan
pikiran. Mengenali alasan atau penyebab merokok, seperti faktor kebiasaan dan
kebutuan mental (kecanduan/ketagihan) akan memberikan petunjuk yang sesuai
untuk mengatasi gangguan fisik ataupun psikologis yang menyertai proses berhenti
merokok.
Berikut ini adalah gejala-gejala yang dapat dicermati untuk mengenali alasan
merokok.
1. Ketagihan : Adanya rasa ingin merokok yang menggebu, mereka tidak bisa
hidup selama setengah hari tanpa rokok, merasa tidak tahan bila kehabisan
rokok, sebagian kenikmatan rokok terjadi saat menyalakan rokok, kesemutan
di lengan dan kaki, berkeringat dan gemetar (adanya penyesuaian tubuh
terhadap hilangnya nikotin), gelisah, susah konsentrasi, sulit tidur, lelah dan
pusing.
2. Kebutuhan Mental : Merokok merupakan hal yang paling nikmat dalam
kehidupan, ada dorongan kebutuhan merokok yang kuat karena tidak
(41)
merasa lebih rileks dengan merokok, keinginan untuk merokok saat
menghadapi masalah.
3. Kebiasaan : Merasa kehilngan benda yang bisa dimainkan ditangan,
kadang-kadang menyalakan rokok tanpa sadar. Kebiasaan merokok sesudah makan.
menikmati rokok sambil minum kopi.
D.Pekerjaan
Selama ini, merokok dianggap bisa meningkatkan daya konsentrasi, sehingga
ketika seseorang sedang mengalami masalah dan bekerja, maka ia akan merasa lebih
tenang dan berkonsentrasi untuk melakukan pekerjaannya. Padahal, jika ditinjau lebih
mendalam, seseorang dianggap lebih berkonsentrasi ketika ia merokok lantaran di
dalam rokok terdapat bahan-bahan yang dapat menyebabkan kecanduan. Makanya,
bagi seseorang yang telah terbiasa merokok, maka ia akan merasa kurang bergairah
dan tidak dapat berkonsentrasi. Sebab, candu yang terkandung dalam rokok mulai
bereaksi di dalam dirinya.
2.4. Kawasan Tanpa Rokok
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah area yang dinyatakan dilarang
untuk berbagai hal menyangkut rokok baik itu penggunaan, kegiatan produksi,
penjualan, iklan, penyimpanan atau gudang, promosi dan sponsorship rokok.
Penerapan KTR adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
memberlakukan suatu area terlarang untuk kegiatan penggunaan, kegiatan produksi,
(42)
2.4.1. Tempat Kawasan Tanpa Rokok
Kawasan Tanpa Rokok wajib ada di tempat pelayanan kesehatan, tempat
proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum,
tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).
1. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
2. Tempat proses belajar mengajar adalah sarana yang digunakan untuk kegiatan
belajar, mengajar, pendidikan dan/atau pelatihan.
3. Tempat anak bermain adalah area, baik tertutup maupun terbuka, yang
digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.
4. Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki
cirri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk
masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah
keluarga.
5. Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa
kendaraan darat, air dan udara biasanya dengan kompensasi.
6. Tempat kerja adalah ruang atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak
(43)
untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya.
7. Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh
masyarakat umum dan/atau tempat yang dapat dimanfaatkan
bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat.
8. Tempat lain yang ditetapkan adalah tempat terbuka yang dimanfaatkan
bersama-sama untuk kegiatan masyarakat.
2.4.2. Kebijakan Mengenai Kawasan Tanpa Rokok
Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau
lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support
Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama
dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health
Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik
untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran),
melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa
rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar
peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada
bungkus rokok.
Dasar hukum kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak seperti
(44)
1. Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
a. Pasal 10 yaitu setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam
upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.
b. Pasal 11 setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang
setinggitingginya.
c. Pasal 113 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang pengamanan penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan
lingkungan. Ayat 2 yaitu zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan
gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian
bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.
d. Pasal 115 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang kawasan tanpa rokok antara lain
fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak
bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum serta
tempat lain yang ditetapkan. Ayat 2 yaitu pemerintah daerah wajib
menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.
2. UU No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yaitu pasal 1 dinyatakan
bahwa bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau
konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
(45)
3. UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen yaitu terdapat pada pasal:
a. Pasal 2 tentang perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
b. Pasal 3 menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha dan
meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
4. UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak terutama tentang:
a. Pasal 44 ayat 1 yaitu pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan
menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap
anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.
b. Pasal 45 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang orang tua dan keluarga bertanggung
jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan.
Ayat 2 menyatakan bahwa dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak
mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka pemerintah wajib memenuhinya.
c. Pasal 59 menyatakan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan.
khusus kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi korban
(46)
(napza). Berdasarkan pasal ini berkaitan juga dengan perlindungan anak dari
asap rokok dan penggunaan rokok.
5. UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang terdapat pada pasal 46 ayat 3
terutama yang menyatakan siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi
minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif serta promosi rokok
yang memperagakan wujud rokok.
6. Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran
udara yaitu pada pasal 2 yang menyatakan bahwa pengendalian pencemaran udara
meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak sumber
bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik yang
dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan/atau sumber gangguan
yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien.
7. PP RI No. 19/2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan yaitu:
a. Pasal 2 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi
kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok
bagi individu dan masyarakat dengan melindungi kesehatan masyarakat
terhadap insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat
menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok, melindungi
penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan
pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap
rokok, meningkatkan kesadaran, kewaspadaan, kemampuan dan kegiatan
(47)
b. Pasal 3 tentang penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan
dilaksanakan dengan pengaturan kandungan kadar nikotin dan tar,
persyaratan produksi dan penjualan rokok, persyaratan iklan dan promosi
rokok, penetapan kawasan tanpa rokok.
c. Pasal 16 ayat 3 tentang iklan rokok pada media elektronik hanya dapat
dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.
d. Pasal 22 tentang tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat
yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan
anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan
tanpa rokok.
2.5. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 1. Kerangka Pikir
Skema di atas merupakan gabungan antara teori Health Belief Model (HBM)
dan Stimulus-Organisme-Respon. Adanya stimulus berupa isu kawasan tanpa rokok
kemudian akan memunculkan persepsi jajaran pimpinan di Dinas Kesehatan
(konstruksi yang merupakan pengungkit bagi faktor yang memengaruhi perilaku).
Adanya persepsi yang positif berarti stimulus efektif, kemudian dilanjutkan mengenai
komitmen jajaran pimpinan tentang kawasan tanpa rokok di Dinas Kesehatan.
Kuatnya komitmen akan memunculkan pengambilan keputusan tentang kawasan Isu Mengenai
Kawasan Tanpa Rokok ( KTR )
Persepsi Jajaran pimpinaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat tentang KTR
Komitmen Jajaran Pimpinan Dinas Kesesehatan
dan rancangan kebijakan tentang KTR
(48)
tanpa rokok sebagai rancangan kebijakan kesehatan dari persepsi jajaran pimpinan
(49)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yang menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview)
untuk mengetahui Persepsi Jajaran Pimpinan tantang Kawasan Tanpa Rokok Dinas
Kesehatan Kabupten Langkat tahun 2014
3.2. Lokasi danWaktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat. Pemilihan
lokasi penelitian ini didasarkan atas:
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat merupakan salah satu badan pemerintah
yang berkecimpung dalam bidang kesehatan.
2. Dari hasil observasi peneliti, di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat belum ada
realisasi dari kawasan tanpa rokok..
3. Peneliti bertempat tinggal dekat dengan lokasi penelitian sehingga peneliti lebih
(50)
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu survei awal dilakukan pada Juli 2013 sampai dengan Maret 2014.
Dan waktu penelitian dilakukan pada April sampai dengan Mei 2014.
3.3. Pemilihan Informan
Pemilihan informan berdasarkan kesesuaian. Teknik pengambilan
informan berdasarkan pada pertimbangan tertentu yakni orang-orang yang terlibat
dalam suatu unsur pimpinan di bidang pelayanan kesehatan, bidang pencegahan dan
pengobatan penyakin, bidang kesehatan keluarga, dan bidang PKLM di Dinas
Kesehatan Kabupaten Langkat.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam ( indepth interview )
dengan menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun, seluruh informan
diwawancarai pada waktu dan yang terpisah. Untuk itu peneliti menggunakan alat
(51)
3.5. Definisi Istilah
1. Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/atau penggunaan
rokok di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.
2. Persepsi adalah suatu penilaian atau kesan dari jajaran pimpinan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Langkat terhadap Kawasan Tanpa Rokok.
3. Jajaran pimpinan adalah pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan
kewewenangan di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat untuk membuat
kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok ( KTR ).
4. Komitmen adalah keseriusan dari unsur pimpinan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Langkat dalam menyikapi suatu hal, terutama mengenai
kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
5. Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal, yang
bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan
suatu kebijakan baru yaitu Kawasan Tanpa Rokok di Dinas Kesehatan
(52)
3.6. Instrumen Pengambilan Data
Instrumen yang digunakan peneliti adalah buku, pulpen dan Digital Voice
Recorder (DVR) di handphone.
3.7. Teknik Analisis Data
Data hasil wawancara mendalam dengan menggunakan analisis kualitatif,
yaitu dengan menjelaskan secara mendalam berdasarkan jawaban dan keterangan
(53)
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Daerah Penelitian
Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksanaan otonomi daerah dalam bidang
kesehatan dan dipimpin langsung oleh kepala dinas. Dinas Kesehatan Kabupaten
Langkat menaungi 30 Puskesmas, 164 Puskesmas Pembantu, 102 Polindes, dan 1296
Posyandu.
Dinas kesehatan Kabupaten Langkat terletak di Jl. T. Imam Bonjol No. 53
Stabat dengan batas wilayah :
Utara : Dinas Pemuda dan Olah Raga
Barat : Dinas Pertanian
Selatan : Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Timur : Badan Statistik
Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat memiliki beberapa bidang yaitu
bidang pelayanan kesehatan, bidang pencegahan dan pengobatan penyakit, bidang
kesehatan keluarga, dan bidang pembinaan kesehatan lingkungan masyarakat.
Visi dan misi Dinas Kesehatan kabupaten Langkat adalah sebagai berikut :
1. Visi
Dalam menyelenggarakan pebangunan kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten
Langkat tetap memacu dan beroriantasi pada dasar-dasar pembangunan kesehatan
yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat memlalui Departemen kesehatan, sehingga
tetap dengan seksama memperhatikan dasar-dasar pembangunan kesehatan, yaitu :
(54)
a. Perikemanusiaan : Setiap upaya pembangunan kesehatan harus berlandaskan
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakan dan di kendalikan oleh keimanan
dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang maha Esa.
b. Pemberdayaan dan kemandirian : Setiap orang dan Juga masyarakat dengan
pemerintah berperan,berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat beserta
lingkungannya.
c. Adil dan merata : dalam pembangunan kesehatan, setiap orang mempunyai
hak yang sama dalam memperoleh deraajat kesehatan yang setinggi-tingginya,
tanpa memandang perbedaan suku, agama, dan status sosial ekonomi.
d. Pengutamaan dan manfaat : Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu
dan mengikuti perkembangan IPTEK, harus lebih mengutamakan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan, dan pencegahan penyakit.
Dengan memperhatikan dasar-dasar pembangunan kesehatan tersebut untuk
mencapai sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2014 dan juga
mempertimbangkan perkembangan serta masalah dan kecenderungan yang di hadapi
Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, Maka Visi dinas kesehatan kabupaten Langkat
(55)
2. Misi
a. Meningkatkan peran serta masyarakat dan sektor dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungannya.
b. Meningkatkan profesional dan efektifitas tenaga kesehatan.
c. Meningkatkan jangkauan, kecepatan, dan ketetapan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat
d. Mewujudkan dalam rangka mendorong, mengatur dan mengarahkan
pelaksanaan pembangunan kesehatan.
4.2. Karakteristik Informan
Dalam penelitian ini diperoleh orang informan yang merupakan jajaran
pimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat berdasarkan karakteristik nama, jenis
kelamin dan pangkat, sebagaimana dapat diihat dalam tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1
Karakteristik Informan Informan Jenis
Kelamin
Umur Jabatan Pendidikan
Terakhir
1 Laki-Laki 55 Sekretariat S1
Dokterandus
2 Laki-Laki 56 Ka.Sub.Bag. Umum S1 Ekonomi
3 Laki-Laki 53 Ka. Bidang PKLM S2 IKM
4 Perempuan 44 Ka. Seksi Gizi S1IKM
5 Laki-Laki 48 Ka..BidangP2
Penyakit
S2 IKM
6 Laki-Laki 50 Ka. Bidang Pelayanan kesehatan
(56)
Dari tabel 4.1 di atas memperlihatkan bahwa informan berjumlah 6 orang
dimana seluruhnya merupakan jajaran pimpinan Dinas Kesehtan Kabupaten Langkat.
Wawancara dilakukan dengan menyesuaikan waktu dan tempat. Agar tidak
mengganggu aktivitas informan. Wawancara juga dilakukan dengan terbuka dan
sesekali diselingi oleh lelucon.
4.3. Hasil Wawancara
4.3.1. Distribusi Tentang Persepsi Informan Jika Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok.
Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat merupakan unsur pelaksana otonomi
daerah yang bergerak dalam bidang kesehatan.Tujuannya adalah sebagai contoh
untuk rumah sakit, Puskesmas, klinik dan sebagai contoh untuk kantor dinas
pemerintah lainnya.
Tabel 4.2
Tentang Persepsi Informan Jika Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok.
Informan Jawaban
1
Sangat bagus, saya sangat setuju jika di Dinas ini di buat kawasan tanpa rokok. Maka otomatis Dinas Kesehatan dapat mencerminkan perilaku yang baik dan sesuai dengan tugas atau kegiatan dan tujuan dari Dinas Kesehatan sendiri.
2 Bagus sekali, saya sendiri sangat mendukung kebijakan itu jika kebijakan itu ada.
3 Setuju sekali, dan kebijakan itu harus ada dan harus segera di selelnggarakan agar terwujudnya kawasan tanpa rokok di Dinas
(57)
Kesehatan ini.
4 Sangat baik.Saya sangat setuju bila Dinas Kesehatan di jadikan KTR ( Kawasan Tanpa Rokok ).
5 Sangat setuju, karena dinas kesehatan merupakan unsur pemerintah yang bergerak dalam bidang kesehatan
6 Saya sangat setuju sekali, agar dinas kesehatan menjadi contoh dinas – dinas lainnya yang berda di kabupaten langkat.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua informan mengungkapkan
persepsi mereka kalau mereka setuju bila di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat
dtetapkan sebagai kawasan tanpa rokok.
4.3.2. Distribusi Tentang Kekuatan Dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, Bila Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Dijadikan Kawasan Tanpa Rokok.
Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat jika dijadikan kawasan tanpa rokok
tentu kebijakan itu harus memiliki rancangan yang cukup kuat agar tercapainya
kawasan tanpa rookok di Dinas Kesehatan itu sendiri.
Tabel 4.3
Tentang Kekuatan Dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok,
Bila Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Dijadikan Kawasan Tanpa Rokok.
Informan Jawaban
1
Awal yang harus dilakukan adalah adanya himbauan dari kepala dinas kepada seluruh staf pegawai baik pegawai negeri sipil dan pegawai honorer untuk tidak merokok di lingkungan Dinas Kesehatan. Baik itu dalam jam berkerja atau jam istirahat siang. Bagi untuk para kepala
(58)
bagian juga tidak boleh merokok dalam ruangannya itu sendiri, jika itu terjadi maka sama saja tidak adanya kawasan tanpa rokok.
2
Kebijakan itu harus benar-benar kuat karena Dinas Kesehatan merupakan instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang kesehatan. Maka dengan sendirinya Dinas Kesehatan menjadi cerminan untuk dinas-dinas lainnya yang ada di Kabupaten Langkat. Untuk para pegawai Dinas Kesehatan baik dari atasan hingga bawahan juga harus benar-benar mentaati peraturan kawasan tanpa rokok itu sendiri agar terealisasinya kawasan tanpa rokok di Dinas Kesehatan kabupaten Langkat dengan baik. Dan Kebijakan ini juga harus memiliki dasar hukum yang kuat untuk tidak adanya pelanggaran kebijakan kawasan tanpa rokok ini.
3 Kekuatan dari kebijakan harus sangatlah baik bila KTR tersebut di perdakan atau di SK Bupati langkat.
4
Bila di Dinas Kesehatan ini di buat KTR maka kebijakan KTR tersebut harus benar-benar terencana baik dari sanksi dan denda yang akan di beri kepada pelanggar kebijakan KTR tersebut. Misalnya : ada pegawai di Dinas Kesehatan ini kedapatn lagi merokok di kantin belakang pas jam makan siang, lalu ada pegawai lain menegurnya namun si pegawai yang merokok ini diam saja atau cuek saja. Maka pegawai yang menegurnya wajib memberi sanksi mengambil rokoknya tersebut atau melaporkan kejadian tersebut ke petugas khusus yang memiliki kuasa kuat. Dan untuk para pedagang yang berada di lingkungan kantor Dinas Kesehatan di larang untuk menjual rokok. Jika pedagang kedapatan berjualan rokok maka pegawai segera memberi sanksi.
5
Harus benar-benar kuat kebijakan KTR ini Kerana cukup banyak yang masih jadi perokok aktif di Dinas Kesehatan ini.dan bagi pegawai yang tidak merokok dan menjadi perokok pasif harus segera mendukung
(59)
kebijakan kawasan tanpa rokok ini terwujud dan harus berpatisipasi dengan sungguh-sungguh.
6
Kekuatan dari kebijakan KTR ini sendiri harus di lihat dari pertama sekali terencana, dari sosialisasi kepada para pegawai kemudian hukuman dan denda kepada para pelanggar kebijakan ini. Denda atau sanksi harus memberi efek jera pada para pelanggar kebijakan kawasan tanpa rokok tersebut. Bila perlupun beri hukuman sekuat-kuatnya. Misalkan : bayar denda Rp. 100.000 setiap kali kedapatan merokok di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat. Atau penyitaan rokok saat ketahuan merokok di lingkungan Dinas Kesehatan.
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa seluruh informan yakin bahwa
kebijakan kawasan tanpa rokok itu benar-benar harus terencana kuat,karena Dinas
kesehatan merupakan instansi pemerintah. Harus benar-benar kuat kebijakan KTR ini
Kerana cukup banyak yang masih jadi perokok aktif di Dinas Kesehatan ini.dan bagi
pegawai yang tidak merokok dan menjadi perokok pasif harus segera mendukung
kebijakan kawasan tanpa rokok ini terwujud dan harus berpatisipasi dengan
sungguh-sungguh.
4.3.3. Distribusi Tentang Cara Mengatasi Kelemahan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.
Suatu kebijakan pasti memiliki kekuatan dan kelemahan, sama seperti halnya
kebijakan kawasan rokok yang pasti memiliki kelemahan yang harus diatasi segeraa
agar tercapainya tujuan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di Dinas Kesehatan
(60)
Tabel 4.4
Tentang Cara Mengatasi Kelemahan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.
Informan Jawaban
1
Cara mengatasi kelemahan kebijakn KTR adalah me Review ulang kebijakan itu. Laku melakukan perencanaan yang baru. Contohnya : kebijakan kawasan tanpa rokok sudah terjalin atau berjalan 1 tahun maka setelah berjalan 1 tahun tersebut harus dilakukan evaluasi sehingga tahu dimana letak kelemahan kebijakan kawasan tanpa rokok di Dinas Kesehatan itu sendiri. Setelah di temukannya banyak sekali kelemahan dalam kebijakan awasan tanpa rokok maka kelemahan itu harus segera di tangani dan di perbaiki.
2
Kepala dinas harus memberi sanksi kepada paraa pelanggar kebijakan kawsan tanpa rokok. Agar para pelanggar kebijakan kawasan tanpa rokok jera dan ikut berpatisipasi mewujudkan kawasan tanpa rokok di Dinas esehatan Kabupaten Langkat.
3 Kepala dinas harus benar-benar membuat kebijakan yang terncana matang sehingga tidak ada lagi kelemahan di kebijakan KTR.
4
Cara mengatasi kelemahan dari kebijakan kawasan tanpa rokok adalah mensosialisasikan terlebih dahulu tentang kebijakan kwasan tanpa rokok yang berisi pengertian kawasan tanpa rokok, bahaya rokok dan undang-undang untuk kawasan tanpa rokok. Kemudian membuat rancangan kebijakan kawasan rokok tersebut, proses saat kebijakan kawasan tanpa rokok terlaksana, sanksi atau denda untuk para pelanggar kebijakan kawasan tanpa rokok, dan evaluasi setelah kebijakan kawasan tanpa rokok tersebut berjalan sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
(61)
5
Ada sanksi atau hukuman secara lisan. Maksudnya adalah sanksi itu tidak hanya berupa tulisan yang di tempel di dinding saja, tapi sanksi juga harus memberi teguran,atau nasehat dari atasan pembuat kebijakan kawasan tanpa rokok. Karena saya yakin masih begitu banyaknya pegawai yang menjadi perokok aktif di Dinas Kesehatan ini. Merokok itu merupakan kecanduan yang sulit dihindari apa lagi bagi perokok aktif yang kuat, tidak merokok beberapa jam saja rasanya mulutnya pahit. Jadi kemungkinan untuk pelanggaran kebijakan kawasan tanpa rokok itu sangat besar. Maka seharusnya kebijakan kawasan tanpa rokok ini harus benar-benar terencana.
6
Mempererat hubungan antara para pegawai agar tercapainya kebijakan KTR. Karena hubungan sosial antara pegawai baik itu pegawai honorer atau pegawai negeri sipil harus benar-benar terjalin dengan baik, saling menghormati dan menghargai.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh informan ingin mengatasi
kelemahan dari kebijakan kawasan tanpa rokok, agar tercapainya kebijakan tersebut.
Informan 2 dan informan 5 mengatakan bahwa harus memberi sanki utnuk mengatasi
kelemahan kebijakan tersebut. Ada sanksi atau hukuman secara lisan. Maksudnya
adalah sanksi itu tidak hanya berupa tulisan yang di tempel di dinding saja, tapi
sanksi juga harus memberi teguran,atau nasehat dari atasan pembuat kebijakan
kawasan tanpa rokok. Karena saya yakin masih begitu banyaknya pegawai yang
menjadi perokok aktif di Dinas Kesehatan ini. Merokok itu merupakan kecanduan
yang sulit dihindari apa lagi bagi perokok aktif yang kuat, tidak merokok beberapa
(62)
kawasan tanpa rokok itu sangat besar. Maka seharusnya kebijakan kawasan tanpa
rokok ini harus benar-benar terencana.
4.3.4. Distribusi Tentang Peluang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Tersebut Dalam Meningkatkan Kesehatan.
Upaya mewujudkan kesehatan dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Peningkatan kesehatan ini terbagi lagi
dalam dua aspek yakni preventif (pencegahan penyakit) dan promotif
(peningkatan kesehatan itu sendiri).
Tabel 4.5
Distribusi Tentang Peluang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Tersebut Dalam Meningkatkan Kesehatan.
Informan Jawaban
1
Sangat dominan untuk meningkatkan kesehatan karena Karena gak ada orang yang merokok langsung sakit dan mati, efeknya panjang. Jadi, mencegah orang supaya mengurangi penyebab-penyebab sakit, iya kan.
Kita memulai yang sehat, itu saja. Jadi yang terlanjur tidak sehat dalam kriteria kesehatan, kita luruskan kembali. Kita kembalikan ke alam yang natural, yang lebih alami. Gak usah pakai rokok pun, lingkungan ini udah polusi. Gak usah ditambah-tambahi lagi. Makanya semua unsur, semua orang yang perokok harus mulai (mulai hidup sehat), mungkin itu kelebihan saya barangkali. Saya salah satu perokok, saya pimpinan, saya tidak boleh egois (sambil terbatuk, hukhuk). Saya paham, saya yang harus memulai itu.
(63)
Dalan tanda petik, saya korban rokok, itu urusan lain. Jadi tunggu waktu saja, saya harus ikuti peraturan yang saya bikin sendiri hehehehehe (sambil tertawa).
2
Peluangnya sangat bagus. ya itu tadi sadar bahwa dengan adanya kawasan tanpa rokok ya sadar lingkungan juga, bahwa merokok itu berbahaya. Pada situasi-situasi tertentu, berdasarkan pengalaman yang saya alami, sekuran-kurangnya bisa memberikan saran untuk mengurangi merokok. Pengalaman saya akan saya ceritakan, agar mereka tertarik untuk tidak merokok, yang paling penting saya juga akan mengatakan untuk kita yang sudah di atas lima puluh tahun agar bisa melakukan senam atau olahraga dan sebagainya untuk bisa mengurangi rokok.
3
Sangat besar peluangnya untuk meningkatkan kesehatan. Ya (sambil tersenyum). Ya yang masuk sini mau sehat kan, kalau disini bukan kawasan tanpa rokok, jadi dia sering terkontaminasi asap rokok mungkin dampak bagi perokok pasif terutama untuk individu-individu sensitif bisa terjadi.
4
Sangat baik. Ya, karena merokok ada tempat-tempatnya paling tidak, ya tidak mencemari orang lain. Itu kan kalo ada kebijakan saya turut mendukung, jika sudah ada kebijakan mengenai kawasan itu, paling tidak jika masih ada yang merokok di kawasan tersebut, ya menegurnya.
5 Sangat bagus karena dapat mengurangi resiko dan mengurangi kontaminasi.
6
Sangat bagus peluangnya untuk meningkatkan derajat kesehatan, apalagi bagi perokok aktif. Sangat bagus, sangat preventif. Aplikasi terhormat. Yang merokok tahu privasinya, yang tak merokok tahu privasi dia. Sebenarnya peran saya dominan tapi belum optimal. Secara
(64)
moral saya dominan, tapi belom optimal karena masih ada kendala-kendala psikologis, mungkin. Contoh kendala psikologis, ya pimpinan. Pimpinan kita merokok, beberapa kawan kita merokok, dilarang juga belum mau, ya kan kendala itu. Tapi kita gak bisa keras. Mengenai kawasan tanpa rokok, mau dibuat tapi belum bisa, belum tahu kita, belum ada kebijakan kesana. Kita belum menentukan kawasan tanpa rokok sehingga belum tanya dia, dia sendiri belum menentukan kawasan tanpa rokok.
Dari Tabel di atas dapat dilihat para informan mengatakan bahwa kawasan
tanpa rokok dapat meningkatkan kesehatan terutama bagi perokok aktif.
4.3.5. Distribusi Tentang Mengatasi Ancaman Dari Kelemahan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
Kebijakan kawasan tanpa rokok pasti memiliki kekuatan dan kelemahan.
Maka dari kelemahan kebijakan tersebut akan muncul ancaman-ancaman yang tidak
terduga.
Tabel 4.6
Distribusi Tentang Mengatasi Ancaman Dari Kelemahan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
Informan Jawaban
1
Seperti pertanyaan sebelumnya yang mengenai kelemahan, dapat kita
lihatkan bahwa tidak mudah untuk membuat kebijakan kawasan tanpa
(1)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
1. Informan setuju bila di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dijadikan Kawasan Tanpa Rokok.
2. Semua informan memiliki komitmen yang kuat untuk merealisasikan kawasan tanpa rokok sebagai upaya peningkatan kesehatan dan menjadikan kebijakan kawasan tanpa rokok yang terencana secara baik.
3. Ada beberapa rancangan kebijakan yang dinyatakan oleh informan untuk kawasan tanpa rokok di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat yaitu berupa aturan tertulis beserta sanksi-sanksinya, diawali dengan himbauan dan lebih bersifat pada penyadaran dengan meggunakan tahapan-tahapan promosi kesehatan.
6.2. Saran
1. Berdasarkan persepsi dan komitmen yang telah dinyatakan oleh jajaran pimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, maka untuk Dinas Kesetan Kabupaten Langkat perlu ditetapkan dengan segera kawasan tanpa rokok yang merupakan salah satu upaya meningkatkan kesehatan.
2. Mengadakan sosialisasi tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok kepada seluruh pegawai baik pegawai honorer dan pegawai negeri sipil melalui himbauan, poster, seminar dan diskusi interaktif tentang kawasan tanpa rokok.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Crofton, John dan David Simpson, 2002.Tembakau Ancaman Global. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Depkes RI,1999.Pembangunan Kesehatan Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Depkes RI
Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat,2013. Profil Kesehatan Kabupaten
Langkat Tahun 2012. Kabupaten Langkat: Dinas Kesehatan
Kabupaten Langkat.
Edberg, Mark, 2007.Buku Ajar Kesehatan Masyarakat: Teori Sosial
dan Perilaku.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Jaya, Muhammad, 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Yogyakarta: Riz’ma
Komalasari, Diandan Avin FadillaHelmi,2000.Faktor-Faktor Penyebab
Perilaku Merokok Pada Remaja.Jurnal Psikologi,28: 37-47
Notoatmodjo, Soekidjo,2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Cetakan I.Jakarta: PT Rineka Cipta
Nur Kholish.2011.Kisah Inspiratif Perjuangan Berhenti Merokok. Yogyakarta: Real Books
Prabandari, Yayi Suryo dkk, 2009. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Alternatif Pengendalian Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas Rokok Terhadap Perilaku dan Status
Merokok Mahasiswa di Fakultas Kedokteran UGM. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan,12(04): 218-225
Sarwono, Jonathan.2006.Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Cetakan I.Yogyakarta: Graha Ilmu
(3)
Sihombing, Ika MM. 2007. Gambaran Faktor-faktor yang Menyebabkan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Tidak Dapat Berhenti
Merokok di Universitas Sumatera Utara. Skripsi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan
Sitepoe, Mangku. 2000. Kekhususan Rokok Di Indonesia. Cetakan I.Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset
Hendriyanto, Pro Kontra Rokok Dalam Perspektif Politik dan
Kesehatan.http://haeranogue.blogspot.com/2010_04_10_archive.html
(diakses pada tanggal 02 Februari 2014)
---, Baru 58 Kabupaten/ Kota yang Memiliki Kebijakan Kawan Tanpa
Rokok. http://republika.co.id/berita/nasional ( diakses pada tanggal 10
Februari 2014 )
---, Perda Kawasan Tanpa Rokok( KTR )Penegakan Aturan Masih
Lemah. http://KoranSindo.com/node/345202( diakses pada tanggal 10
(4)
Pedoman Wawancara
Persepsi Jajaran Pimpinan Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2014
Lokasi : Dinas Kesehatan Kabupaten langkat Waktu : April – Mei 2014
Nama :
Umur :
Jabatan :
Pendidikan Terakhir :
1. Bagaimana persepsi anda jika Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok ?
2. Menurut anda bagaimana kekuatan kebijakan KTR tersebut, bila di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dijadikan Kawasan Tanpa Rokok ?
3. Menurut anda bagaimana cara mengatasi kelemahan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok ( KTR ) di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat ?
4. Menurut anda bagaimana peluang kebijakan KTR tersebut dalam meningkatkan kesehatan ?
5. Menurut anda bagaimana mengatasi ancaman dari kelemahan kebijakan KTR tersebut ?
(5)
(6)