Analisis Peran Serta Petugas Puskesmas Tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014

(1)

ANALISIS PERAN SERTA PETUGAS PUSKESMAS TENTANG PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR)

DI PUSKESMAS TELADAN KOTA MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh

NATASYA S.E. SIAHAAN NIM. 101000195

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

ANALISIS PERAN SERTA PETUGAS PUSKESMAS TENTANG PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR)

DI PUSKESMAS TELADAN KOTA MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

NIM. 101000195 NATASYA S.E. SIAHAAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

(4)

ABSTRAK

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas. Salah satu puskesmas di Kota Medan yang telah menerapkan KTR di lingkungan puskesmas adalah Puskesmas Teladan Kota Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis peran serta petugas puskesmas tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Puskesmas Teladan Kota Medan. Informan dalam penelitian ini ada 10 orang yang ditentukan secara purposive. Pengumpulan data meliputi data primer dengan wawancara mendalam (in-depth interview) dan data sekunder diperoleh dari Puskesmas Teladan Kota medan dan instansi terkait. Analisis data menggunakan teknik analisis domain (domain analysis).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran serta petugas puskesmas tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) termasuk kategori peran serta aktif. Peran serta petugas dalam penerapan KTR adalah menginformasikan, melarang, menegur dan menyuruh keluar bila pengunjung/ pasien yang masih merokok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa larangan merokok hanya diterapkan di dalam ruangan Puskesmas Teladan, hal ini menyebabkan masih ditemukannya perokok di halaman Puskesmas Teladan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar memberikan pemasangan poster yang menarik yang akan menimbulkan kesadaran bagi pasien, pengunjung serta tenaga medis dan non medis, memberikan sosialisasi kepada petugas Puskesmas mengenai Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2014, Kepada Kepala Puskesmas agar memberikan informasi mengenai larangan merokok di lingkungan Puskesmas dengan memasang pengeras suara yang isinya tentang larangan untuk merokok dan menghimbau kepada setiap pengunjung untuk tidak merokok.


(5)

ABSTRACT

The implementation of No Smoking Area is safeguard for society against the risk of health problems threat because the smoke-polluted environment. The implementation of No Smoking Area should be organized in a health-care facilities such as Public Health Center (PHC). One of the PHC in Medan that have implemented No Smoking Area around the PHC is Puskesmas Teladan.

This research is a survey research with qualitative approach that aims to analyze the role of health center staff on the implementation of No Smoking Area in Puskesmas Teladan, Medan. There are 10 informants in this study who are determined purposively. The data collection includes primary data with in-depth interviews and secondary data which obtained from Puskesmas Teladan and other relevant agencies. Analysis of the data using domain analysis techniques.

The result of study shows that the role of health center staff on the implementation of No Smoking Area (NSA) including active participation category. The role of health center staff on implementation of No Smoking Area is to inform, forbid, rebuke and expel the visitors or patients who are still smoking. The results showed that banned smoking only applied inside of Puskesmas Teladan, so we still find smokers around of yard of Puskesmas Teladan.

It is recommended to the Departemen of health in Medan in order to provide an attractive poster that will cause awareness for patients, visitors and medical personnel and non-medical, giving a socialization for the health center staff about The Regional Regulation No. 3/ 2014, for the Head of Puskesmas Teladan in order to provide information about the smoking ban in the area of Puskesmas by installing loudspeakers that give voice about prohibit to smoke and appealed to every visitor to not smoke.

Keywords: Analysis, Role of health center staff, Implementation of No Smoking Area (NSA)


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Natasya S.E Siahaan

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 18 September 1992

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 5 dari 5 Bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Selamat Lurus No.10-S, Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1997 – 1998 : TK Katolik Cinta Rakyat Pematangsiantar Tahun 1998 – 2004 : SD Swasta Budi Mulia No. 2 Pematangsiantar Tahun 2004 – 2007 : SMP Swasta RK Bintang Timur Pematangsiantar Tahun 2007 – 2010 : SMA Negeri 1 Pematangsiantar


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Peran Serta Petugas Puskesmas Tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing Akademik.

2. dr. Heldy B.Z, M.P.H., selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

3. Dr. Juanita, SE, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.

4. dr. Rusmalawaty, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.

5. dr. Fauzi, SKM., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan terhadap skripsi ini.


(8)

6. Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan terhadap skripsi ini.

7. Para Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK). 8. Kepada Kepala Puskesmas Teladan Ibu dr. Kus Puji Astuti dan seluruh staf di

Puskesmas Teladan Kota Medan yang telah bersedia membantu dan memberi dukungan bagi Penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Spesial kepada kedua orangtua Penulis, Ayahanda Drs. Pintor Siahaan, M.Si dan Ibunda Rotua Hotmida br. Saragih yang telah banyak memberikan kasih sayang, dukungan, doa, semangat dan materi selama ini. Kakanda Riama Indah Clara Siahaan, Spd dan Lasma Melinda Siahaan, SE, Abangnda Yoseph Parlindungan Siahaan, SH dan Bistok Hamonangan Siahaan, S.Sos yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat- sahabat, teman-teman seperjuangan di FKM-USU dan Departemen AKK yang memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dari semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

“When luck on your hands, all that remains is a courage”

Medan, Oktober 2014


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ... 13

2.1.1. Pengertian KTR ... 13

2.1.2. Ruang Lingkup KTR ... 13

2.1.3. Tujuan KTR ... 15

2.1.4. Kebijakan KTR ... 15

2.2. Rokok ... 17

2.2.1. Pengertian Rokok dan Merokok ... 17

2.2.2. Sejarah Rokok ... 18

2.2.3. Kandungan Rokok ... 19

2.2.4. Jenis Rokok ... 20

2.2.5. Dampak Rokok atau Tembakau pada Kesehatan ... 21

2.3. Peran Sosial ... 26

2.3.1. Peranan (Role) ... 26

2.3.2 Tujuan Peran Sosial ... 28

2.4. Puskesmas ... 29

2.4.1. Pengertian Puskesmas ... 29

2.4.2. Visi Puskesmas ... 29

2.4.3. Misi Puskesmas ... 29


(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 32

3.2.2. Waktu Penelitian ... 32

3.3. Informan Penelitian ... 33

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 33

3.5. Triangulasi ... 33

3.6. Teknik Analisa Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN... 35

4.1. Deskripsi Puskesmas Teladan... 35

4.1.1. Sejarah Singkat Puskemas Teladan ... 35

4.1.2. Wilayah Kerja Puskesmas Teladan ... 35

4.2. Karakteristik Informan ... 36

4.3. Peran Serta Petugas Puskesmas ... 37

4.3.1. Pengetahuan Informan tentang Perda No.3 Tahun 2014 Mengenai Penerapan Kawasan Tanpa Rokok ... 37

4.3.2. Pengetahuan Informan tentang Penerapan KTR Dapat Terlaksana dengan Baik di Puskesmas Teladan ... 39

4.3.3. Pengetahuan Informan tentang Tujuan Penerapan KTR Untuk Melindungi Anak-anak dan Bukan Perokok dari Resiko Terhadap Kesehatan ... 41

4.3.4. Peran Serta Informan tentang Larangan Kepada Setiap Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis untuk Merokok di Puskesmas Teladan ... 43

4.3.5. Peran Serta Informan tentang Adanya Pengawasan Internal Terhadap Penerapan KTR di Puskesmas Teladan ... 45 4.3.6. Peran Serta Informan tentang


(11)

Penerapan KTR di Puskesmas Teladan ... 46

4.3.7. Peran Serta Informan tentang Pemberian Informasi Kepada Setiap Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis tentang Peraturan Penerapan KTR di Puskesmas Teladan ... 48

4.3.8. Peran Serta Informan tentang Tindakan yang Dilakukan bila ada Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis yang Merokok di Puskesmas Teladan ... 50

4.3.9. Peran Serta Informan tentang Dukungan Terhadap Pemberian Sanksi bagi Pelanggaran Perda No.3 Tahun 2014 ... 52

4.3.10. Peran Serta Informan tentang Dampak Penerapan KTR Terhadap Petugas Puskesmas dan Masyarakat... 53

4.3.11. Saran Terhadap Perda No.3 Tahun 2014 tentang Peraturan Penerapan KTR ... 54

4.4. Analisis Domain ... 56

BAB V PEMBAHASAN ... 58

5.1. Pengetahuan Informan tentang Perda No.3 Tahun 2014 Mengenai Penerapan Kawasan Tanpa Rokok ... 58

5.2. Peran Serta Informan tentang Pemberian Informasi Kepada Setiap Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis tentang Peraturan Penerapan KTR di Puskesmas Teladan ... 60

5.3. Peran Serta Informan tentang Tindakan yang Dilakukan bila ada Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis yang Merokok di Puskesmas Teladan ... 63

5.4. Peran Serta Informan tentang Dampak Penerapan KTR Terhadap petugas Puskesmas dan masyarakat ... 64

5.5. Peran Serta Informan tentang Adanya Pengawasan Internal Terhadap Penerapan KTR di Puskesmas Teladan ... 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

6.1. Kesimpulan ... 68

6.2. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1. Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik ….…... 36 4.2. Matriks Pengetahuan Informan tentang

Perda No.3 Tahun 2014 Mengenai

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok ……… 37 4.3. Matriks Pengetahuan Informan tentang

Penerapan KTR Dapat Terlaksana dengan

Baik di Puskesmas Teladan ………...……… 39 4.4. Matriks Pengetahuan Informan tentang

Tujuan Penerapan KTR Untuk Melindungi Anak-anak dan Bukan Perokok dari Resiko

Terhadap Kesehatan ………..……… 41 4.5. Matriks Peran Serta Informan tentang

Larangan Kepada Setiap Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis Untuk

Merokok di Puskesmas Teladan ………... 43 4.6. Matriks Peran Serta Informan tentang

Adanya Pengawasan Internal Terhadap

Penerapan KTR di Puskesmas Teladan ……… 45 4.7. Matriks Peran Serta Informan tentang Dukungan

Terhadap Perda No. 3 Tahun 2014 mengenai Penerapan KTR di Puskesmas Teladan …………... 47 4.8. Matriks Peran Serta Informan tentang

Pemberian Informasi Kepada Setiap Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan

Non Medis tentang Peraturan Penerapan

KTR di Puskesmas Teladan ………... 48 4.9. Matriks Peran Serta Informan tentang

Tindakan yang Dilakukan bila ada Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis


(13)

4.10. Matriks Peran Serta Informan tentang Dukungan Terhadap Pemberian Sanksi bagi

Pelanggaran Perda No.3 Tahun 2014 …………..…….. 52 4.11. Matriks Peran Serta Informan tentang Dampak

Penerapan KTR Terhadap Petugas Puskesmas

dan Masyarakat ………. 53

4.12. Matriks Saran Terhadap Perda No.3 Tahun 2014

tentang Peraturan Penerapan KTR ……… 55 4.13. Peran Serta Petugas tentang Penerapan

Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Teladan


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat konsumsi yang relatif tinggi di masyarakat. Masalah rokok juga masih menjadi masalah nasional yang diprioritaskan upaya penanggulangannya karena menyangkut berbagai aspek dalam kehidupan seperti aspek ekonomi, sosial politik, dan terutama aspek kesehatan. Meski menyadari bahaya merokok, orang-orang di seluruh dunia masih terus menghisap belasan milyar batang rokok setiap harinya. Jumlah perokok di negara-negara berkembang jauh lebih banyak dibanding jumlah perokok di negara maju (Kemenkes RI, 2011).

Penelitian Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington di Amerika Serikat yang mengkaji tingkat perokok dari tahun 1980-2012 berdasarkan data dari 187 negara. Terungkap bahwa Timor Leste dan Indonesia menduduki peringkat pertama dan kedua perihal banyaknya jumlah perokok. Di Timor Leste, 61 persen penduduk merokok, sementara di Indonesia porsinya adalah 57 persen. Menurut penelitian ini, jumlah perokok secara keseluruhan meningkat dalam 30 tahun terakhir disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dunia


(15)

Berdasarkan data Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, perilaku merokok penduduk 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013, cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. Ditemukan 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013. Ditemukan juga 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun; 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja; dan 32,3 persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah.

Remaja Indonesia yang merokok terbilang tinggi, begitu juga anak-anak yang menjadi perokok pemula jumlahnya terus meningkat dalam 10 tahun terakhir. Seperti yang disampaikan Smet dalam Komalasari dan Helmi (2000), bahwa usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara 11-13 tahun dan pada umumnya individu pada usia tersebut merokok sebelum usia 18 tahun. Remaja yang sudah kecanduan merokok pada umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok, mereka cenderung sensitif terhadap efek dari nikotin sehingga selanjutnya merokok menjadi sesuatu yang sulit untuk ditinggalkan.

Menurut World Health Organization (WHO, 2008) menyatakan bahwa risiko penyakit jantung pada perokok terjadi 2-4 kali lebih besar dibandingkan bukan perokok. Pada perokok risiko terkena katarak 50% lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok. Kematian kanker paru 20 kali lebih besar terjadi pada perokok. Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Dilihat dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbon monoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan saraf pusat dan susunan saraf simpatis


(16)

sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain. Selain itu, merokok menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif (WHO, 2010).

Rokok menghasilkan asap yang sangat berbahaya bagi kesehatan si perokok sendiri sebagai perokok aktif, maupun orang lain yang ada di sekitarnya sebagai perokok pasif. Perokok pasif menghisap lebih banyak zat berbahaya dibandingkan perokok aktif yang hanya menghisap sekitar 25% dari asap rokok yang berasal dari ujung yang terbakar. Sementara 75% lainnya diberikan kepada non perokok ditambah separuh asap yang dihembuskan perokok (Aditama, 2006). Saat asap rokok terlepas, secara langsung seorang perokok pasif akan menghirup udara yang bercampur asap rokok. Ini bisa mengakibatkan sesak napas, iritasi hingga sakit jantung dan paru-paru. Asap rokok yang terlepas mengandung nikotin, karbon monoksida, hidrogen sianida dan amonia. Semua zat-zat tersebut adalah racun mematikan yang lambat laun bisa menggerogoti kesehatan tubuh perokok pasif, bahkan efeknya bisa lebih parah jika dibandingkan dengan perokok aktif (Aditama, 2006).

Efek dari rokok tidak hanya dirasakan pada perokok aktif, tetapi juga dapat dirasakan oleh perokok pasif. Risiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya dibanding dengan perokok aktif karena daya tahan tubuh terhadap zat-zat yang berbahaya dari rokok lebih rendah (Gondodiputro, 2007). Dari data yang diperoleh oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2010, prevalensi perokok secara nasional sebesar 34,7%. Berarti lebih dari sepertiga penduduk berisiko mengalami beberapa gangguan kesehatan. Banyak orang yang mengkonsumsi rokok tanpa memikirkan resiko bahaya dan kandungan yang terdapat dalam rokok tersebut bagi kesehatan.


(17)

Tingginya presentasi penduduk Indonesia yang mempunyai kebiasaan merokok, menjadikan kesehatan sebagai faktor yang tidak bisa dikesampingkan. Tercatat tidak kurang dari 4.000 jenis zat kimia yang terkandung dalam sebatang rokok dan 60 zat diantaranya bersifat karsinogenik dan bersifat adiktif (Gondodiputro,2007). Menurut Kendal dan Hammen (1998) dilihat dari sisi kesehatan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalam rokok akan memacu kerja dari susunan saraf pusat dan susunan saraf simpatis sehingga dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Komalasari dan Helmi, 2000).

Dalam upaya melindungi perokok pasif, muncullah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), pada tahun 2002 yang di dalamnya terdapat beberapa strategi untuk melakukan pengendalian tembakau. Pertama, adalah pengurangan permintaan (reducing demand) melalui kenaikan harga dan pajak, pengaturan dan pelarangan iklan, promosi, sponsorship rokok serta edukasi, pelatihan, peningkatan kesadaran, dan bantuan untuk berhenti merokok. Strategi kedua adalah melalui regulasi terhadap kandungan, pengemasan dan label rokok, pengurangan perdagangan, pembatasan penjualan pada anak-anak, serta perlindungan perokok pasif. Strategi berikutnya, proteksi lingkungan dan kesehatan pekerja tembakau, dukungan terhadap alternatif ekonomi yang memungkinkan, riset, survei dan pertukaran informasi, serta dukungan terhadap aktivitas legislatif. Negara yang menandatangani dan meratifikasi FCTC diharuskan melaksanakan strategi tersebut (Tobacco Control Support Center, 2008).


(18)

Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan organisasi kesehatan dunia (WHO) Indonesia melaporkan 4 alternatif kebijakan terbaik untuk pengendalian tembakau, yaitu: 1) Menaikkan pajak {65 persen dari harga eceran}; 2) Melarang semua bentuk iklan rokok; 3) Mengimplementasikan 100% Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tempat umum, tempat kerja dan tempat pendidikan; dan 4) Memperbesar peringatan merokok dibungkus rokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok. Salah satu alternatif yang cukup layak diterapkan di Indonesia dengan menimbang bahwa kebijakan tersebut dapat dimulai dari institusi atau pemerintah lokal adalah melaksanakan KTR (Prabandari, 2009).

Dalam rangka melindungi individu, masyarakat dan lingkungan terhadap paparan asap rokok, pemerintah telah menetapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok melalui Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 115 ayat 1 dan 2 yang mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah wajib untuk menetapkan dan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya (Kemenkes RI, 2009).

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Pada pasal 22 menyatakan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR). PP tersebut telah diperbaharui dengan telah ditetapkannya PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau Bagi


(19)

Kesehatan. Pada pasal 19 menyatakan dengan tegas bahwa Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib mewujudkan KTR.

Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan atau penggunaan rokok. Alasan diberlakukannya KTR adalah setiap orang berhak atas perlindungan terhadap bahaya rokok, asap tembakau membahayakan dan tidak memiliki batas aman, ruang khusus untuk merokok dan sistem sirkulasi udara tidak mampu memberikan perlindungan yang efektif. Sehingga perlindungan hanya efektif apabila 100% suatu tempat bebas dari asap rokok (Pedoman Pengembangan KTR, 2011).

Dalam upaya mewujudkan Indonesia sehat, pemerintah mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/Menkes/ PB/I/2011 No. 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Kawasan Tanpa Rokok. Tingginya antusias dari pemerintah terkait KTR, mendorong pemerintah daerah khususnya Pemda Kota Medan untuk mengeluarkan suatu peraturan yang dapat melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok orang lain, karena itu dikeluarkanlah Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Penerapan KTR merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penerapan KTR bertujuan untuk menciptakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat; memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung; dan menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat (Perda Kota Medan No. 3 Tahun 2014).


(20)

Menurut Perda Kota Medan No. 3 Tahun 2014 pasal 7 menyebutkan bahwa KTR meliputi fasilitas pelayanan kesehatan; tempat proses belajar mengajar; tempat anak bermain; tempat ibadah; angkutan umum; tempat kerja; tempat umum. Salah satu kawasan yang menerapkan KTR ialah fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat. Institusi pelayanan kesehatan yang menerapkan KTR seperti rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, balai pengobatan, laboratorium, posyandu, tempat praktek kesehatan swasta, apotik dan tempat pelayanan kesehatan lainnya.

Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai penyelenggara pembangunan kesehatan, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (Kemenkes RI, 2009). Jumlah Puskesmas di Sumatera Utara ada sebanyak 570 dengan puskesmas rawat inap sebanyak 164 sedangkan puskesmas non rawat inap sebanyak 406. Di Kota Medan terdapat 39 Puskesmas dan 41 Puskesmas Pembantu, 13 diantaranya kini telah memiliki fasilitas layanan rawat inap (Pusdatin Kemenkes RI, 2013).


(21)

Salah satu puskesmas di Kota Medan yang telah menerapkan KTR di lingkungan puskesmas adalah Puskesmas Teladan Kota Medan. Puskesmas Teladan merupakan puskesmas yang telah memasang spanduk bertuliskan “Kawasan Tanpa Rokok” di depan gedung puskesmas. Penerapan KTR sebenarnya sudah dimulai sejak lama, namun pemasangan spanduk KTR dimulai sejak pertengahan tahun 2011. Pemasangan spanduk ini merupakan perhatian awal dari Puskesmas Teladan dalam menerapkan KTR. Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu petugas puskesmas diungkapkan bahwa pemasangan spanduk bertuliskan KTR sebagai himbauan kepada pengunjung puskesmas untuk tidak merokok, namun belum ada sanksi yang diberikan dari pihak puskesmas sendiri. Oleh karena itu, pemasangan spanduk ini tidak memberi banyak efek positif karena masih ditemukan juga pengunjung yang merokok. Hal ini membuktikan masih rendah peran serta dari petugas puskesmas dalam menerapkan KTR di Puskesmas Teladan.

Puskesmas Teladan menyadari bahwa pentingnya menerapkan KTR di puskesmas dikarenakan puskesmas merupakan strata pertama dalam pelayanan kesehatan dan melindungi semua orang dari bahaya paparan asap rokok. Namun, penerapan KTR ini tidak berjalan efektif dikarenakan tidak ada pengawasan yang ketat dari pihak puskesmas sendiri. Meski sudah 3 tahun menerapkan Kawasan Tanpa Rokok, masih saja terlihat beberapa masyarakat yang mengunjungi Puskesmas Teladan sambil merokok.

Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan penulis ditemukan bahwa sebagaian besar pengunjung mengetahui adanya larangan merokok di Puskesmas Teladan, namun karena sudah terbiasa untuk merokok maka pengunjung seringkali


(22)

mengabaikan hal itu. Kebanyakan dari pengunjung akan merokok bila melihat adanya pengunjung lain merokok atau sedang bosan menunggu antrian. Meski pengunjung melakukannya di luar ruangan, namun Puskesmas Teladan merupakan salah satu area yang harus 100% bebas dari asap rokok.

Perilaku merokok di masyarakat tidak terjadi tanpa adanya hal-hal yang mendorong perokok untuk melakukan tindakan tersebut. Banyak faktor yang mendorong individu untuk merokok. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok adalah faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan keluarga dan lingkungan sebaya, serta kepuasan psikologi (Komalasari dan Helmi, 2000). Dukungan dari lingkungan yang menyebabkan perokok bebas untuk merokok dimana saja dan kapan saja. Oleh karena itu, peran serta dari petugas kesehatan di Puskesmas Teladan sangat penting dalam penerapan KTR ini.

Pelaksanaan KTR memang membutuhkan pengawasan yang ketat dari pihak puskesmas selaku pengelola sekaligus penanggung jawab agar penerapan KTR bisa mencapai angka 100%. Menurut Perda Kota Medan No. 3 tahun 2014 Pasal 21 bahwa setiap pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab KTR wajib melakukan pengawasan internal pada tempat dan/ atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya; melarang semua orang merokok di KTR yang menjadi tanggung jawabnya; tidak menyediakan asbak atau sejenisnya pada tempat dan/ atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya; dan memasang tanda-tanda dan pengumuman dilarang merokok sesuai persyaratan di semua pintu masuk utama dan tempat-tempat yang dipandang perlu dan mudah terbaca dan/ atau didengar baik.


(23)

Penerapan KTR di Kota Medan belum dapat dilakukan dengan baik karena tidak adanya sanksi yang tegas baik dari pemerintah maupun dari pemerintah daerah Kota Medan. Pada pasal 23 tertulis bahwa Pengelola, pimpinan dan/ atau penanggung jawab fasilitas pelayanan kesehatan, wajib melarang kepada setiap pasien dan/ atau pengunjung serta tenaga medis dan non medis untuk merokok di fasilitas pelayanan kesehatan (Perda No. 3 tahun 2014). Kemudian pada ayat 2 tertulis bahwa pengelola, pimpinan dan/ atau penanggung jawab fasilitas pelayanan kesehatan, wajib menegur dan/ atau memperingatkan dan/ atau mengambil tindakan, apabila terbukti pasien dan/ atau pengunjung serta tenaga medis dan non medis merokok di tempat pelayanan kesehatan (Perda No. 3 tahun 2014).

Berdasarkan penelitian Khotimah (2006) menyatakan persepsi tentang problem focused coping atau upaya yang dilakukan untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan memiliki hubungan yang signifikan dengan dukungan untuk melaksanakan kegiatan problem focused coping. Semakin baik persepsi maka makin baik pula dukungan untuk melaksanakan kegiatan problem focused coping dan begitu juga sebaliknya. Kemudian penelitian yang dilakukan Imelda yang berjudul Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Guru dan Siswa Tentang Rokok dan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Terhadap Partisipasi dalam Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di SMP Negeri 1 Kota Medan Tahun 2012 dengan hasil menunjukkan bahwa variabel pengetahuan rokok tidak berpengaruh terhadap partisipasi dalam penerapan kawasan tanpa rokok, sedangkan pada variabel sikap tentang rokok dan kebijakan kawasan tanpa rokok memilik pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi dalam penerapan kawasan tanpa rokok (Imelda, 2012).


(24)

Menurut Kozier Barbara, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Rendahnya peran serta petugas puskesmas terhadap pelaksanaan kawasan tanpa rokok di wilayah Puskesmas Teladan mengakibatkan penerapan KTR kurang berjalan efektif. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menganalisa Peran Serta Petugas Puskesmas Tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014. 1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Peran Serta Petugas Puskesmas Tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Peran Serta Petugas Puskesmas Tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014.


(25)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan setelah diterapkan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Teladan dengan efektif maka dapat dijadikan percontohan untuk puskesmas ataupun fasilitas kesehatan lainnya dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan.

2. Diharapkan hasil penelitian dapat memberi masukan bagi pihak Puskesmas Teladan agar dapat menerapkan area bebas asap rokok 100% sehingga pasien, petugas dan pengunjung terhindar dari paparan asap rokok.

3. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi ilmiah untuk penelitian selanjutnya yang berminat dalam permasalahan ini.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

2.1.1. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/ atau mempromosikan produk tembakau (Kemenkes RI, 2011).

2.1.2. Ruang Lingkup KTR

Adapun ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok menurut Kemenkes RI (2011), yaitu :

1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat.

2. Tempat Proses Belajar Mengajar

Tempat proses belajar Mengajar adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/ atau pelatihan.

3. Tempat Anak Bermain

Tempat anak bermain adalah area tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.


(27)

4. Tempat Ibadah

Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga.

5. Angkutan Umum

Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, dan udara biasanya dengan kompensasi.

6. Tempat Kerja

Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. 7. Tempat Umum

Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/ atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat.

8. Tempat Lainnya yang Ditetapkan

Tempat lainnya yang ditetapkan adalah tempat terbuka yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat.

Pemimpin atau penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana yang telah ditetapkan wajib menetapkan dan menerapkan KTR. Fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah dan angkutan umum merupakan ruang lingkup KTR yang dilarang menyediakan tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap hingga batas terluar.


(28)

Sedangkan tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya yang ditetapkan dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok.

2.1.3. Tujuan KTR

Tujuan penetapan kawasan dilarang merokok, adalah :

1. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok; 2. Merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat;

3. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula; 4. Mewujudkan generasi muda yang sehat;

5. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal;

6. Menurunkan angka kesakitan dan/ atau angka kematian;

7. Melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan; 8. Mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok;

Pengaturan pelaksanaan KTR bertujuan untuk:

1. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR; 2. Memberikan pelindungan yang efektif dari bahaya asap rokok;

3. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat; dan 4. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik

langsung maupun tidak langsung (Kemenkes RI, 2011). 2.1.4. Kebijakan KTR

Suatu kebijakan dapat terbentuk dengan adanya dorongan atau dukungan dari pihak yang membutuhkan suatu kebijakan tersebut guna untuk mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan sosialnya. Kebijakan merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengatasi suatu masalah yang sedang terjadi. Dengan adanya dukungan


(29)

yang kuat, berarti pihak tersebut sangat membutuhkan suatu kebijakan itu untuk mengatasi masalah dalam lingkungan sosialnya.

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Landasan hukum penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak seperti dinyatakan Kemenkes RI (2009), yaitu :

1. Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 5. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

6. PP RI No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan

7. PP RI No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan

8. Instruksi Menteri Kesehatan No. 84/MENKES/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan

9. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang Kawasan Bebas Rokok pada Sarana Kesehatan

10.Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No. 188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok 11.Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 35 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa

Rokok pada Perkantoran di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara 12.Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok


(30)

2.2. Rokok

2.2.1. Pengertian Rokok dan Merokok

Menurut PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, rokok adalah salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.

Menurut Harissons (1987) dalam Sitepoe (2000), merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 9000C untuk ujung rokok yang dibakar dan 300C untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok. Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen yaitu komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensi menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang dihisap berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel. Asap rokok yang dihisap melalui mulut tersebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke mengakibatkan


(31)

seseorang menjadi perokok pasif.

Perokok pasif adalah orang yang bukan perokok namun menghisap atau menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok (Kemenkes RI, 2011). Conrad dan Miller (1996) dalam Sitepoe (2000), menyatakan bahwa seseorang akan menjadi perokok melalui dorongan psikologi dan dorongan fisiologis. Dorongan psikologis seperti merokok rasanya seperti rangsangan seksual, sebagai suatu ritual, menunjukkan kejantanan, bangga diri, mengalihkan kecemasan dan menunjukkan kedewasaan. Dorongan fisiologis seperti adanya nikotin yang mengakibatkan ketagihan (adiksi) sehingga seseorang ingin terus merokok.

2.2.2. Sejarah Rokok

Awal mula perkenalan dunia pada tembakau dan kebiasaan merokok tak bisa dilepaskan dari peristiwa penemuan benua Amerika oleh para pelaut Spanyol di bawah pimpinan Christoper Colombus, melihat bangsa Indian mempergunakan daun kering dengan berbagai cara, salah satu diantaranya dengan membakarnya sebagai rokok yang mendatangkan kenikmatan pada tubuh mereka, menciptakan rasa nyaman dan mengurangi kelelahan. Sejarah rokok daun tembakau dipopulerkan pada abad XVI di Eropa, jumlah perokok terus meningkat. Bangsa Spanyol dan Portugis bersama menanam tembakau di Hindia Barat dan Brazil. Perancis mengenal tembakau lewat Jean Nicot dijumpai istilah Nicotiane untuk menyebut jenis tanaman obat (tembakau) yang dimaksud.

Pada abad XVIII orang Rusia mengenal cara baru menikmati tembakau dengan menggunakan pipa air, yang sebelumnya telah populer di kalangan orang Turki. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa.


(32)

Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual dan pengobatan, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata.

Merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan akhirnya menjadi penyebab banyak kelainan dan penyakit. Salah satu berhubungan dengan sistem kardiovaskuler, merokok juga berhubungan dengan jaringan lunak dan keras di rongga mulut karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok, maka mukosa mulut juga mempunyai dampak akibat dari merokok (Sitepoe, 2000).

2.2.3. Kandungan Rokok

Di dalam sebatang rokok terdapat gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Kadar kandungan zat kimia yang terkadung di dalam rokok memiliki kadar yang berbeda. Bahkan untuk merk dan jenis antara satu rokok dengan rokok lainnya pun memiliki kandungan yang berbeda-beda. Asap rokok yang dihirup seorang perokok mengandung komponen gas dan partikel. Komponen gas terdiri dari karbon monoksida, asam hidrogen sianida (HCN), amoniak, Nitrogen Oksida, formaldehid dan senyawa hidrokarbon. Adapun komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan Kadmium.

Kandungan yang paling dominan di dalam rokok adalah nikotin dan tar. Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan pada perokok. Nikotin berbentuk cairan, tidak berwarna, merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin berubah warna menjadi


(33)

coklat dan berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan udara, kadar nikotin dalam tembakau sebesar 12%. Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh orang dewasa setiap hari dapat membuat seseorang ketagihan.

Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok. Tar merupakan senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Tar biasanya berupa cairan coklat tua atau hitam yang bersifat lengket dan biasanya berakibat menempel pada paru-paru, sehingga membuat paru-paru perokok menjadi coklat, begitu juga halnya pada gigi dan kuku. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Tar yang ada di dalam asap rokok menyebabkan paralise silia yang ada di dalam saluran pernafasan dan menyebabkan penyakit paru lainnya (Aditama, 2006).

2.2.4. Jenis Rokok

Perbedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.

a. Berdasarkan bahan pembungkusnya maka rokok terdiri dari klobot yaitu rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren, sigaret yaitu rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.

b. Berdasarkan bahan baku atau isi maka rokok terdiri dari rokok putih yaitu rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberikan saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, rokok kretek yaitu rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, rokok klembak yaitu rokok yang


(34)

bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberikan saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

c. Berdasarkan proses pembuatannya rokok terdiri dari sigaret kretek tangan (SKT) yaitu rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan atau alat bantu sederhana, sigaret kretek mesin (SKM) yaitu rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok dan yang dihasilkan mesin pembuat rokok adalah berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok, biasanya dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun dalam bentuk pak. Adapula mesin pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak. d. Berdasarkan penggunaan filter, maka rokok terdiri dari rokok filter (RF) yaitu

rokok yang pada bagian atasnya terdapat gabus, rokok non filter (RNF) rokok yang pada bagian batangnya tidak terdapat gabus (Wikipedia, 2012).

2.2.5. Dampak Rokok atau Tembakau pada Kesehatan

Telah banyak terbukti bahwa dengan mengkonsumsi tembakau berdampak terhadap status kesehatan. Penyakit seperti kanker paru-paru, oseophagus, laring, mulut, dan tenggorokan, radang pada tenggorokan, dan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi rokok/ tembakau. Namun demikian, tidak hanya pada perokok aktif saja yang mendapatkan penyakit tersebut, tetapi masyarakat banyak yang terpapar oleh asap rokok yang kita kenal dengan


(35)

sebutan passive smokers. Telah terbukti bahwa passive smokers beresiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler, kanker paru, asma dan penyakit paru lainnya (Gondodiputro, 2007).

Menurut Gondodiputro (2007), ada beberapa penyakit yang disebabkan rokok yaitu :

1. Efek tembakau terhadap susunan saraf pusat

Hal ini disebabkan karena nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan gemetar pada tangan dan kenaikan berbagai hormon dan rangsangan dari sumsum tulang belakang menyebabkan mual dan muntah. Di lain tempat nikotin juga menyebabkan rasa nikmat sehingga perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang dan mampu menekan rasa lapar. Sedangkan efek lain menimbulkan rangsangan senang sekaligus mencari tembakau lagi. Efek dari tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor.

2. Penyakit Kardiovaskuler

Karena asap tembakau akan merusak dinding pembuluh darah. Nikotin yang terkandung dalam asap tembakau akan merangsang hormon adrenalin yang akan menyebabkan perangsangan kerja jantung dan menyempitkan pembuluh darah. Seseorang yang stress yang kemudian mengambil pelarian dengan jalan merokok sebenarnya sama saja dengan menambah risiko terkena jantung koroner, proses penyempitan arteri koroner yang mendarahi otot jantung menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai menimbulkan


(36)

kekurangan darah (ischemia). Sehingga apabila melakukan aktifitas fisik atau stress, kekurangan aliran meningkat sehingga menimbulkan sakit dada.

Penyempitan yang berat atau penyambutan dari satu atau lebih arteri koroner berakhir dengan kematian jaringan/ komplikasi dari infark miokard termasuk irama jantung tidak teratur dan jantung berhenti mendadak. Iskemia yang berat dapat menyebabkan otot jantung kehilangan kemampuannya untuk memompa sehingga terjadi pengumpulan cairan di jaringan tepi maupun penimbunan cairan di paru-paru. Orang yang merokok lebih dari dua puluh batang tembakau perhari memiliki risiko enam kali lebih besar terkena infark miokard dibandingkan dengan bukan perokok. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama dari kematian di negara-negara industri dan berkembang, yaitu sekitar 30% dari semua panyakit jantung berkaitan dengan memakai tembakau. 3. Arteriosklerosis

Arteriosklerosis merupakan menebal dan mengerasnya pembuluh darah, sehingga menyebabkan pembuluh darah kehilangan elastisitas serta pembuluh darah menyempit. Arteriosklerosis dapat berakhir dengan penyumbatan yang disebabkan oleh gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah. Sekitar 10% dari pasien yang menderita gangguan sirkulasi pada tungkai (arteriosklerosis obliteran) Sembilan puluh Sembilan diantaranya adalah perokok. Ada empat tingkat gangguan arteriosklerosis obliteran yaitu tingkat I tanpa gejala, tingkat II kaki sakit saat latihan misalnya berjalan lebih dari 200 meter dan kurang 200 meter, keluhan hilang bila istirahat, tingkat III keluhan yang timbul saat istirahat umumnya saat malam hari dan bila tungkai


(37)

ditinggikan sedangkan tingkat IV adalah jaringan mati. Dalam stadium ini tindakan yang dilakukan adalah amputasi, jika penyumbatan terjadi di percabangan aorta daerah perut akan menimbulkan sakit di daerah pinggang termasuk pula timbulnya gangguan ereksi.

4. Tukak Lambung dan Tukak Usus Dua Belas Jari

Tembakau meningkatkan asam lambung dengan daya perlindungan. Tembakau meningkatkan asam lambung sehingga terjadilah tukak lambung dan usus dua belas jari. Perokok menderita gangguan dua kali lebih tinggi dari yang bukan perokok.

5. Efek Terhadap Bayi

Ibu hamil merokok mengakibatkan kemungkinan melahirkan premature. Jika kedua orang tuanya perokok mengakibatkan daya tahan bayi menurun pada tahun pertama, sehingga akan menderita radang paru-paru maupun bronchitis dua kali lipat dibandingkan yang tidak merokok, sedangkan terhadap infeksi lain meningkat 30%. Terdapat bukti bahwa anak yang orangtuanya merokok menunjukkan perkembangan mentalnya terbelakang.

6. Efek Terhadap Otak dan Daya Ingat

Akibat proses arteriosklerosis yaitu penyempitan dan penyumbatan aliran darah ke otak yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen. Studi tentang hubungan tembakau dan daya ingat juga dilakukan baru-baru ini. Dari hasil analisis otak, peneliti dari Neuropsychiatric Institute university of California menemukan bahwa jumlah dan tingkat kepadatan sel yang digunakan


(38)

untuk berpikir pada orang yang merokok jauh lebih rendah daripada orang yang tidak merokok.

7. Impotensi

Pada laki-laki berusia 30-40 tahun merokok dapat meningkatkan disfungsi ereksi sekitar 50%. Ereksi tidak dapat terjadi bila darah tidak mengalir bebas ke penis. Oleh karena itu pembuluh darah, nikotin menyempit arteri yang menuju penis, mengurangi aliran darah dan tekanan darah menuju penis. Efek ini meningkat bersama dengan waktu. Masalah ereksi ini merupakan peringatan awal bahwa tembakau telah merusak area lain dari tubuh.

8. Kanker

Asap tembakau menyebabkan lebih dari 85% kanker paru-paru dan berhubungan dengan kenker mulut, faring, laring, esofagus, lambung, pankreas, mulut, saluran kencing, ginjal, ureter, kandung kemih, dan usus. Tipe kanker yang umumnya terjadi pada pemakai tembakau adalah kanker kandung kemih, kanker esofagus, kanker pada ginjal, kanker pada pankreas, kanker serviks, kanker payudara dan lain-lain. Mekanisme kanker yang disebabkan tembakau yaitu merokok menyebabkan kanker pada berbagai organ, tetapi organ yang terpengaruh langsung oleh karsinogen adalah saluran nafas.

9. Chronic Obstructive Pulnomary Diaseases (COPD)

Kebiasaan merokok mengubah bentuk jaringan saluran dan fungsi pembersihan menghilang, saluran bengkak dan menyempit. Seseorang yang menunjukkan gejala batuk berat selama paling kurang tiga bulan pada setiap tahun berjalan


(39)

selama dua tahun, dinyatakan mengindap bronchitis kronik. Hal ini sering terjadi pada separuh perokok diatas umur 40 tahun.

10. Interaksi dengan Obat-obatan

Perokok metabolisme berbagai jenis obat lebih cepat dari pada non perokok yang disebabkan enzim-enzim di mukosa, usus, atau hati oleh komponen dalam asap tembakau. Dengan demikian efek obat-obat tersebut berkurang, sehingga perokok membutuhkan obat dengan dosis lebih tinggi daripada non perokok misalnya analgetik.

11. Penyakit pada Perokok Pasif

Perokok pasif dapat terkena penyakit kanker paru-paru dari jantung koroner. Menghisap asap tembakau orang lain dapat memperburuk kondisi mengidap penyakit angina, asam, alergi, gangguan pada wanita hamil.

2.3. Peran Sosial

2.3.1. Pengertian Peranan (Role)

Dalam hidup bermasyarakat, selain mempunyai status yang mencerminkan kedudukan, individu juga mempunyai peranan-peranan tertentu sesuai dengan status yang melekat pada diri orang tersebut. Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan atau status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Peranan adalah perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya.


(40)

Interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Menurut Levinson dalam Soekanto, ada tiga hal yang tercakup dalam peranan, yaitu sebagai berikut :

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Merton dalam Raho mengatakan bahwa peranan didefenisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role set). Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus.

Wirutomo mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefenisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur


(41)

masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan. Menurut Kanfer ada lima aspek penting dari peran, yaitu :

1. Peran itu bersifat impersonal yaitu posisi peran itu sendiri akan menentukan harapannya, bukan individunya.

2. Peran itu berkaitan dengan perilaku kerja (task behavior) yaitu perilaku yang diharapkan dalam suatu pekerjaan tertentu.

3. Peran itu sulit dikendalikan (role clarity dan role ambiguity).

4. Peran itu dapat dipelajari dengan cepat dan dapat menghasilkan beberapa perubahan perilaku utama.

5. Peran dan pekerjaan (jobs) itu tidaklah sama yaitu seseorang yang melakukan satu pekerjaan bisa saja memainkan beberapa peran.

2.3.2. Tujuan Peran Sosial

Empat kategori utama dari tujuan yang digeneralisasikan sebagian atau seluruhnya disediakan oleh peran yang diharapkan dimainkan orang dan berfungsi sebagai penarik orang kepada peran ini.

a. Tujuan instrumental adalah dengan memainkan suatu peran untuk mencapai tujuan lain.

b. Penghargaan adalah suatu perasaan dihormati, dipandang, dinilai oleh oranglain sebagai yang penting.

c. Rasa aman, tujuan yang digeneralisasikan ketiga adalah rasa aman secara ekonomi, sosial dan psikologi.

d. Respon adalah kesempatan yang diberikan peran-peran tertentu untuk membentuk hubungan sosial yang memuaskan, menyenangkan dari orang-orang yang penting baginya.


(42)

2.4. Puskesmas

2.4.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/ kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes No. 128 Tahun 2004).

2.4.2. Visi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes No. 128 Tahun 2004).

2.4.3. Misi Puskesmas

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah :

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya 2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah

kerjanya

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya.


(43)

2.5. Fokus Penelitian

Berdasarkan teori yang telah diuraikan, maka fokus penelitian ini adalah :

Gambar 2.1. Fokus Penelitian

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut :

1. Pengetahuan tentang kawasan tanpa rokok adalah pengetahuan petugas Puskesmas Teladan tentang kawasan tanpa rokok dan penerapannya di Puskesmas Teladan.

2. Peran serta petugas puskesmas tentang penerapan kawasan tanpa rokok adalah tindakan petugas puskesmas dalam menerapkan kawasan tanpa rokok yang difokuskan pada :

Pengetahuan tentang Kawasan Tanpa Rokok

Peran Serta Petugas Puskesmas tentang Penerapan Kawasan

Tanpa Rokok a. Pemberian informasi kepada

pasien, pengunjung, petugas medis dan non medis

b. Tindakan petugas bila ada pasien, pengunjung, petugas medis dan non medis lain yang merokok c. Dampak penerapan kawasan

tanpa rokok terhadap petugas puskesmas dan masyarakat d. Pengawasan petugas puskesmas


(44)

a. Pemberian informasi kepada pasien, pengunjung, petugas medis dan non medis

b. Tindakan petugas bila ada pasien, pengunjung, petugas medis dan non medis lain yang merokok

c. Dampak penerapan kawasan tanpa rokok terhadap petugas puskesmas dan masyarakat


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis Peran Serta Petugas Puskesmas Terhadap Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Teladan Kota Medan. Adapun dasar pertimbangan penentuan lokasi penelitian karena Puskesmas Teladan merupakan salah satu fasilitas kesehatan strata pertama di kota medan yang telah menerapkan KTR dan memasang spanduk bertuliskan Kawasan Tanpa Rokok, namun belum mendapat perhatian dan dukungan dari pengunjung puskesmas termasuk pengunjung yang merupakan perokok aktif.

3.2 2. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan terhitung bulan Agustus sampai dengan bulan September tahun 2014.


(46)

3.3. Informan Penelitian

Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 10 orang yang ditentukan secara purposive, yaitu pihak yang mempunyai peran penting dalam penerapan KTR di Puskesmas Teladan. Adapun informan tersebut adalah Kepala Puskesmas, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Koordinator 1, Koordinator 2, Koordinator 3, Koordinator 4, Bagian Promkes, Bagian Kesling, Bagian Rujukan, Tukang Parkir.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) sumber data yakni :

1. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (in-depth interview) kepada informan dengan berpedoman pada panduan wawancara yang telah dipersiapkan.

2. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Teladan dan instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.5. Triangulasi

Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu dengan memilih informan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Data yang diperoleh dari beberapa informan tersebut dideskripsikan, dikategorikan dan menghasilkan kesimpulan. Hasilnya akan di cross-check melalui observasi/ pengamatan langsung untuk melihat kebenaran informan dengan penerapannya di Puskesmas Teladan.


(47)

3.6. Teknik Analisa Data

Untuk mengetahui peran serta petugas puskesmas tentang penerapan kawasan tanpa rokok di Puskesmas Teladan Kota Medan dilakukan analisis secara kualitatif berdasarkan keterangan serta alasan yang dinyatakan oleh informan dengan menggunakan teknik analisis domain (domain analysis), selanjutnya disajikan dan dibahas berdasarkan teori yang terkait dan diambil kesimpulan mengenai peran serta petugas puskesmas tentang penerapan kawasan tanpa rokok di Puskesmas Teladan Kota Medan tahun 2014.

Sehubungan dengan kemungkinan bervariasinya domain, Spradley dalam Bungin (2008) menyarankan hubungan semantik (semantic relationship) tipe sebab akibat yang bersifat universal dalam analisis domain yaitu memberikan makna atau arti pada kata, kalimat atau ucapan yang diberikan informan ketika menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya.


(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Puskesmas Teladan 4.1.1. Sejarah Singkat Puskemas Teladan

Pada tanggal 2 Agustus 1976 peletakan batu pertama oleh M.Saleh Arifin yang merupakan Walikota Madya Kepala daerah TK-II Medan dan diresmikan pada tanggal 1 April 1977 oleh Marah Halim yang merupakan Gubernur Kepala daerah tingkat-I. Terletak di jalan Sisingamangaraja No. 65 Kelurahan Teladan Barat, Kecamatan Medan Kota. Puskesmas Teladan adalah Puskesmas yang terdiri dari lima kelurahan dengan jumlah penduduk 38,803 jiwa.

4.1.2. Wilayah Kerja Puskesmas Teladan

Wilayah kerja Puskesmas bisa berdasarkan kecamatan, faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan demografi, dan keadaan infrastruktur lainnya yang merupakan bahan perimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa satu kelurahan sedangkan puskesmas di ibu kota kecamatan merupakan rujukan dari puskesmas kelurahan. Adapun kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja puskesmas Teladan adalah :

1. Kelurahan Teladan Barat : 13 lingkungan 2. Kelurahan Mesjid : 9 lingkungan 3. Kelurahan Pasar baru : 8 lingkungan 4. Kelurahan Pusat Pasar : 8 lingkungan 5. Kelurahan Pandau Hulu 1 : 9 lingkungan


(49)

Adapun Batasan wilayah Puskesmas Teladan Kecamatan Medan Kota jumlah kelurahan yang ada yaitu :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Maimun

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Teladan Timur c. Sebelah Barat berbatasan dengan Simpang Limun

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Medan Perjuangan 4.2. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari Kepala Puskesmas, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Koordinator 1, Koordinator 2, Koordinator 3, Koordinator 4, Bagian Promkes, Bagian Kesling, Bagian Rujukan, Tukang Parkir. Karakteristik Informan dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Tabel 4.1. Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik

Informan Jabatan Pendidikan Umur

(Tahun)

Jenis Kelamin

I Kepala Puskesmas S1 46 Perempuan

II Kepala Subbag Tata Usaha D3 40 Laki-laki

III Dokter Madya (Koordinator 1) S2 40 Perempuan

IV Dokter Muda (Koordinator 2) S1 35 Perempuan

V Dokter Gigi Utama (Koordinator 3) S1 60 Perempuan VI Dokter Gigi Muda (Koordinator 4) S1 37 Perempuan VII Perawat Penyelia (Bagian Promkes) D3 56 Perempuan VIII Sanitarian Penyelia (Bagian

Kesling)

D3 43 Perempuan

IX Penyuluh Kesehatan Masyarakat (Bagian Rujukan)

S1 33 Laki-laki


(50)

4.3. Peran Serta Petugas Puskesmas

4.3.1. Pengetahuan Informan tentang Perda No.3 Tahun 2014 Mengenai Penerapan Kawasan Tanpa Rokok

Hasil penelitian menunjukkan dari 10 informan yang diwawancarai, ternyata ada 6 informan menyatakan sudah mengetahui adanya Perda No. 3 Tahun 2014 Mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Sedangkan 4 informan menyatakan belum mengetahui adanya Perda No.3 Tahun 2014 tetapi sudah mengetahui adanya larangan merokok di Puskesmas Teladan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2. Matriks Pengetahuan Informan tentang Perda No.3 Tahun 2014 Mengenai Penerapan Kawasan Tanpa Rokok

No. Informan Pernyataan

Informan I Ibu sudah tahu. Informasi ini langsung diberitahukan oleh Dinas Kesehatan ke setiap Puskesmas termasuk Puskesmas Teladan. Sebenarnya larangan merokok sudah kami lakukan jauh sebelum perda ini ada, jadi perda ini sifatnya hanya menguatkan puskesmas karena saat ini pihak puskesmas sudah bisa menunjukkan ke pengunjung bahwa memang diwajibkan area bebas rokok di fasilitas kesehatan.

Informan II Bapak sudah mengetahui adanya Perda tersebut karena dari Dinas Kesehatan langsung menghimbau kepada masing- masing instansi Puskesmas untuk menerapkan KTR.

Informan III Ibu sudah tahu mengenai Perda itu. Sebenarnya sosialisasinya sudah dua tahun lalu, tahun 2012. Sosialiasi dilakukan dari dinas kesehatan, akan tetapi saat itu hanya berupa himbauan dari dinas kesehatan ke puskesmas karena belum ada peraturan daerahnya. Jadi, saat Perda ini resmi dikeluarkan maka dinas kesehatan lebih serius dalam menerapkan KTR.


(51)

sebelum perda itu dikeluarkan, Puskesmas sudah menerapkan area bebas asap rokok. Namun, sekarang kami lebih berani melarang pengunjung karena sudah ada peraturannya, beda kalau dulu sebelum ada perda.

Informan V Saya belum tahu adanya perda yang mengatur tentang kawasan tanpa rokok. Ibu tahunya ada larangan merokok di Puskesmas ini, tapi jika Perda No.3 Tahun 2014, ibu baru dengar ini.

Informan VI Ibu memang belum tahu adanya Perda tersebut. Yang Ibu tahu, puskesmas ini sudah lama menerapkan larangan merokok, sebelum adanya perda itu.

Informan VII Ibu belum pernah dengar tentang Perda itu. Sepengetahuan ibu, memang benar area puskesmas ini tidak boleh merokok, dan sudah lama diterapkan begitu. Tapi Perda No. 3 Tahun 2014 itu baru ibu dengar.

Informan VIII Ibu sudah tahu adanya Perda No.3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Tapi, sebenarnya kan perda itu baru dikeluarkan ya baru tahun ini, jadi memang kami baru serius untuk menerapkannya. Maklum saja kalau dulu kami hanya menghimbau pengunjung dan pasien tapi kalau sekarang sudah bisa benar-benar menegur untuk tidak merokok.

Informan IX Sudah tahu mengenai Perda itu. Sudah ada juga sosialiasi yang dilakukan dari dinas kesehatan ke Puskesmas.

Informan X Bapak kurang tahu tentang isi Perda itu, tapi bapak tahu tentang larangan merokok di area-area tertentu ya seperti Puskesmas Teladan ini kan tidak ada yang boleh merokok bahkan menjual rokok juga tidak boleh.


(52)

4.3.2. Pengetahuan Informan tentang Penerapan KTR Dapat Terlaksana dengan Baik di Puskesmas Teladan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 informan yang diwawancarai, semua memiliki jawaban yang berbeda ketika ditanyakan tentang penerapan KTR dapat terlaksana dengan baik di Puskesmas Teladan. Ada 2 informan menyatakan bahwa penerapan KTR dapat terlaksana dengan baik erat kaitannya dengan kesadaran masyarakat (pengunjung, pasien), 6 informan menyatakan penerapan KTR dapat terlaksana apabila semua pihak baik masyarakat maupun puskesmas mempunyai komitmen yang sama untuk menerapkan KTR, 2 informan menyatakan penerapan KTR tidak dapat terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3. Matriks Pengetahuan Informan tentang Penerapan KTR Dapat Terlaksana dengan Baik di Puskesmas Teladan

No. Informan Pernyataan

Informan I Menurut Ibu, pelaksanaan KTR dapat terlaksana dengan baik jika setiap pengunjung yang datang mematuhi peraturan Puskesmas untuk tidak merokok. Harus ada kerjasama antara pengunjung dan petugas dalam menerapkannya. Jika salah satu yang berperan maka hasilnya pun kurang maksimal.

Informan II Penerapan KTR itu sebenarnya sudah lama dilakukan Puskesmas Teladan, hanya saja sejak dikeluarkannya Perda No. 3 Tahun 2014, kami selaku pihak pelaksana KTR sudah mampu untuk melarang terutama pengunjung dan pasien untuk tidak merokok. Jika ditanya dapat terlaksana atau tidaknya KTR itu kan tergantung dari pengunjung, karena melarang orang untuk tidak merokok itu kan sulit.


(53)

Informan III Penerapan KTR bisa terlaksana dengan baik, karena kan Puskesmas itu ruang lingkupnya kecil jadi mudahlah dilaksanakan.

Informan IV Seperti yang Ibu katakan bahwa Perda ini memang masih baru, jadi masih terlalu dini untuk melihat tingkat keberhasilannya. Meski begitu, dinas kesehatan sangat mengharapkan kesadaran dari semua pihak untuk ikut berperan dalam menerapkan KTR.

Informan V Penerapan KTR tidak dapat terlaksana dengan baik karena kaitannya dengan kesadaran masyarakat (pengunjung, pasien) juga dari pemerintah. Kalau mau benar-benar serius mengurangi jumlah perokok maka seharusnya harga jual rokok dinaikkan.

Informan VI Penerapan larangan merokok itu sebenarnya sudah lama dilaksanakan di Puskesmas ini, tapi setelah keluarnya Perda ini diharapkan pelaksanaannya bisa lebih baik. Jadi masyarakat pun bisa paham untuk tidak merokok di sembarang tempat.

Informan VII Penerapan Kawasan tanpa rokok akan lebih dimaksimalkan lagi setelah Perda ini keluarkan, karena itu Ibu juga berharap semua pihak baik pengunjung maupun petugas untuk saling bekerjasama dalam menerapkan KTR.

Informan VIII Ya, menurut Ibu mungkin bisa terlaksana dengan syarat semua orang mau melakukannya (tidak merokok). Tapi kan di lapangan hal ini sulit dilakukan. Paling-paling masih ada 2-3 orang yang merokok. Jadi memang tidak 100% ya. Informan IX Jika dibilang dapat terlaksana dengan baik, agak sulit. Tapi

jika di dalam puskesmasnya mungkin bisa, kalau diluar kan kita susah mengawasinya. Jadi kesadaran masyarakat juga


(54)

penting.

Informan X Menurut Bapak, penerapan KTR ini bisa terlaksana dengan baik, jika semua pihak seperti pengunjung maupun puskesmas mempunyai komitmen yang sama untuk menerapkannya.

4.3.3. Pengetahuan Informan tentang Tujuan Penerapan KTR Untuk Melindungi Anak-anak dan Bukan Perokok dari Resiko Terhadap Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 informan menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa salah satu tujuan penerapan KTR untuk melindungi anak-anak dan bukan perokok dari resiko terhadap kesehatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 :

Tabel 4.4. Matriks Pengetahuan Informan tentang Tujuan Penerapan KTR Untuk Melindungi Anak-anak dan Bukan Perokok dari Resiko Terhadap Kesehatan

No. Informan Pernyataan

Informan I Ibu setuju dengan pernyataan itu, dan Ibu juga berharap tujuan ini dapat tersampaikan ke pengunjung dan pasien. Jadi semua pengunjung yang datang ke Puskesmas Teladan sadar dan mau bersama-sama menerapkan KTR di wilayah Puskesmas.

Informan II Bapak setuju dengan hal itu, namun terkadang yang menjadi kendala adalah pengunjung dan pasien yang kurang sadar akan dampak dari merokok. Mungkin mereka sudah tahu bahaya merokok tapi kan karena memang sudah terbiasa jadi terbawa kemanapun. Oleh karena itu, tujuan ini harus terus disampaikan kepada pengunjung.

Informan III Iya, Ibu juga setuju dengan pernyataan itu. Dan hal ini yang selalu kami sampaikan ke pengunjung dan pasien.


(55)

Semoga tujuan ini dapat diterima dengan baik oleh pengunjung dan pasien.

Informan IV Sudah pasti tujuan KTR ini untuk kepentingan banyak orang apalagi untuk melindungi anak-anak dari asap rokok memang perlu diperhatikan. Menurut Ibu tujuan ini dapat dijadikan indikator keberhasilan penerapan KTR.

Informan V Tujuan ini memang harus disampaikan ke pengunjung dan pasien sehingga kesadaran untuk tidak merokok di Puskesmas ini dapat diterapkan.

Informan VI Pernyataan ini yang selalu kami sampaikan kepada pengunjung dan pasien.

Informan VII Saya sepaham dengan pernyataan itu, bahwa memang tujuan KTR pasti untuk melindungi orang yang bukan perokok. Jadi, menurut ibu tujuan ini harus disampaikan kepada perokok agar mereka bisa paham dan sadar dengan tujuan perda KTR ini.

Informan VIII Saya sependapat dengan pernyataan itu. Oleh karena itu, petugas harus lebih mengenalkan lagi kepada pengunjung, kalau perlu diadakanlah suatu kegiatan apa gitu yang bisa melibatkan perokok sehingga mereka paham kalau Puskesmas Teladan sudah KTR.

Informan IX Bapak setuju dengan pernyataan itu, karena untuk kepentingan banyak orang kan.

Informan X Bapak setuju dengan pernyataan itu, karena untuk kepentingan banyak orang.


(56)

4.3.4. Peran Serta Informan tentang Larangan Kepada Setiap Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis Untuk Merokok di Puskesmas Teladan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 informan sudah melakukan larangan kepada setiap pasien, pengunjung serta tenaga medis dan non medis untuk merokok di area Puskesmas Teladan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini :

Tabel 4.5. Matriks Peran Serta Informan tentang Larangan Kepada Setiap Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis Untuk Merokok di Puskesmas Teladan

No. Informan Pernyataan

Informan I Larangan untuk merokok di area Puskesmas sudah kami sampaikan baik kepada pengunjung, pasien, serta petugas medis dan non medis. Dan hal ini juga sudah dilakukan dengan baik.

Informan II Mengenai larangan itu sudah diberitahukan ke petugas kesehatannya. Karena itu, tidak ada lagi pegawai yang merokok. Tapi kalau ke pengunjung, hal ini harus disampaikan berulang karena kan pengunjung yang datang setiap hari pasti berbeda-beda. Jadi bila Bapak melihat ada yang merokok, baru lah diberitahukan kalau Puskesmas Teladan ini sudah KTR. Karena itu, pemasangan spanduk KTR memang cukup membantu menginggatkan pengunjung yang memang patuh, tapi kan tidak semua pengunjung bisa patuh hanya karena melihat spanduk itu, makanya harus diberitahukan secara langsung.

Informan III Memang benar, larangan untuk merokok sudah lama kami terapkan, karena itu kami juga harus menyampaikan ini kepada pengunjung dan pasien


(57)

yang belum mengetahuinya. Kami menyampaikan saat ada pengunjung atau pasien yang merokok di area Puskesmas khususnya ruang pendaftaran ya.

Informan IV Pihak puskesmas Teladan sudah melakukannya. Larangan merokok bagi setiap pengunjung, pasien dan petugas sudah diberitahukan sejak lama.

Informan V Larangan merokok sudah petugas sampaikan ke setiap pengunjung yang ketahuan merokok ya. Karena tidak semua pengunjung pasti merokok kan, jadi informasi untuk tidak merokok hanya kami sampaikan pada mereka yang memang sedang merokok di lingkungan puskesmas.

Informan VI Larangan ini sudah berkali-kali kami sampaikan kepada pengunjung dan juga pasien. Walau kadang kala kami selaku petugas sering jenuh karena harus menghimbau berkali-kali. Maka itu kami memasang spanduk KTR ini, jadi hanya menunjuk ke arah spanduk saja jadi lebih efisien kan.

Informan VII Sudah dilakukan, karena kami akan langsung menegur yang merokok.

Informan VIII Larangan ini sudah disampaikan, dan ke pengunjung kami juga sudah beritahu bila kedapatan ada yang merokok.

Informan IX Larangan itu sudah kami lakukan, jadi bila ada pengunjung, pasien yang merokok akan kami suruh keluar.

Informan X Memang benar, ada larangan untuk tidak merokok di area puskesmas ya. Hal itu disampaikan langsung oleh petugas kepada kami. Tapi, kadang-kadang jika tidak


(58)

ada yang melihat saya sering melanggarnya, karena kalau tidak merokok, Bapak sering bosan dan mengantuk begitu. Apalagi kalau pengunjungnya sepi. 4.3.5. Peran Serta Informan tentang Adanya Pengawasan Internal Terhadap

Penerapan KTR di Puskesmas Teladan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 informan menyatakan bahwa pihak puskemas aktif dalam menjalankan wewenang terkait pengawasan internal terhadap penerapan KTR. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini :

Tabel 4.6. Matriks Peran Serta Informan tentang Adanya Pengawasan Internal Terhadap Penerapan KTR di Puskesmas Teladan

No. Informan Pernyataan

Informan I Mengenai pengawasan internal memang ada, tapi bukan berupa tim khusus ya. Pengawasan Internal itu ya kami-kami ini, seluruh pegawai yang ada di Puskesmas Teladan. Maka dari itu, petugas Puskesmas Teladan harus 100% tidak ada yang boleh merokok saat sedang menjalankan tugas.

Informan II Tidak ada tim khusus yang dibuat untuk mengawasi pelaksanaan KTR ini. Tapi, petugas di Puskesmas harus aktif dalam mengawasi setiap pengunjung dan pasien untuk menjalankan wewenang ini.

Informan III Tidak ada tim khusus yang dibentuk. Pengawasan dari para petugas. Jadi, kami harus aktif menginformasikan kawasan tanpa rokok ini.

Informan IV Tidak ada pengawasan khusus yang dilakukan, karena setiap pegawai mempunyai peranan yang sama dalam menjalankan wewenang ini.


(59)

keadaan yang ada, meskipun pengunjungnya banyak, kami harus tetap memperhatikan jika ada yang merokok. Informan VI Peran petugas dalam menghimbau setiap pengunjung dan

pasien yang merokok diharapkan sebagai pengawasan yang efektif dalam menerapkan KTR.

Informan VII Petugas yang harus aktif mengawasi setiap pengunjung dan pasien bila ada yang kedapatan merokok.

Informan VIII Mengenai pengawasan internal itu tidak ada tim khusus, karena selama penerapan KTR ini petugas yang turut aktif dalam mengawasi wewenang ini.

Informan IX Pengawasan yang dilakukan dari para petugas saja. Tidak ada tim khusus yang dibentuk.

Informan X Pengawasannya dari para petugas puskesmas saja. Dan petugas sangat aktif melarang pengunjung yang merokok. 4.3.6. Peran Serta Informan tentang Dukungan Terhadap Perda No. 3 Tahun

2014 mengenai Penerapan KTR di Puskesmas Teladan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 informan, 8 informan menyatakan setuju dan mendukung Penerapan KTR di Puskesmas, sedangkan 2 informan menyatakan tidak setuju penerapan KTR. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini :


(60)

Tabel 4.7. Matriks Peran Serta Informan tentang Dukungan Terhadap Perda No. 3 Tahun 2014 mengenai Penerapan KTR di Puskesmas Teladan

No. Informan Pernyataan

Informan I Ibu setuju dengan adanya Perda No.3 Tahun 2014, karena itu berarti pemerintah daerah masih menaruh perhatian terhadap kesehatan banyak orang.

Informan II Bapak setuju saja dengan peraturan ini, karena tujuannya untuk melindungi banyak orang khususnya yang bukan perokok.

Informan III Ibu setuju, karena akan memberikan dampak yang positif bagi banyak orang khususnya anak-anak dan yang bukan perokok.

Informan IV Ibu setuju setuju saja, karena akan memberikan dampak yang positif bagi banyak orang.

Informan V Ibu tidak setuju, karena jika Pemerintah menggalakkan KTR tapi selama pabrik rokok masih bisa berproduksi tidak ada gunanya. Jadi bukan saya tidak setuju penerapan KTR, tapi lebih baik pemerintah menutup pabrik rokok dan menaikkan harga rokok, jadi tidak ada yang mau membeli rokok lagi. Itu lebih efektif daripada menerapkan KTR.

Informan VI Ibu setuju, karena Perda No.3 Tahun 2014 ini mengindikasikan pemerintah daerah masih memikirkan orang-orang yang bukan perokok.

Informan VII Ibu sangat setuju, dan kalau boleh tidak hanya di Puskesmas ini saja, tapi di fasilitas kesehatan yang lain seperti Rumah Sakit.

Informan VIII Ibu sangat setuju, karena tujuannya untuk kepentingan banyak orang, melindungi anak-anak dan yang tidak


(61)

merokok seperti Ibu. Karena sekarang ini, banyak sekali orang yang merokok dan kadang-kadang ibu jadi terganggu.

Informan IX Bapak setuju penerapan KTR di Puskesmas karena akan melindungi anak-anak dan yang bukan perokok

Informan X Ya gimana ya, kalau bapak bilang setuju, bapak masih lumayan sering ngumpet-ngumpet untuk merokok. Tapi kalau di bilang tidak setuju berarti bapak tidak patuh pada peraturan disini yah.

4.3.7. Peran Serta Informan tentang Pemberian Informasi Kepada Setiap Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis tentang Peraturan Penerapan KTR di Puskesmas Teladan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 informan menyatakan sudah memberitahu kepada setiap pasien, pengunjung serta tenaga medis lainnya tentang peraturan KTR di Puskesmas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini :

Tabel 4.8. Matriks Peran Serta Informan tentang Pemberian Informasi Kepada Setiap Pasien, Pengunjung, serta Tenaga Medis dan Non Medis tentang Peraturan Penerapan KTR di Puskesmas Teladan

No. Informan Pernyataan

Informan I Pemberian informasi itu kan tidak harus disampaikan ke satu-satu pengunjung, karena itu pihak Puskesmas Teladan memasang spanduk yang berukuran besar jadi semua yang datang ke Puskesmas ini bisa melihatnya.

Informan II Pemberian Informasi itu kami sampaikan melalui pemasangan spanduk di depan Puskesmas Teladan, jadi lebih efisien.

Informan III Kami selaku petugas puskesmas akan meng-informasikan larangan merokok bila ada yang kedapatan merokok di


(62)

dalam Puskesmas.

Informan IV Sudah ada pemberitahuan mengenai penerapan KTR pada setiap pengunjung dan pasien yang merokok.

Informan V Kami akan memberitahukan kepada pasien yang kami lihat merokok mengenai penerapan KTR, dan tidak boleh merokok di area ini.

Informan VI Kami selaku petugas puskesmas akan menginformasikan larangan merokok bila ada yang kedapatan merokok di ruang loket pendaftaran ini.

Informan VII Kalau kepada pengunjung ya tergantung. Bila pengunjungnya merokok di depan ibu mungkin akan diberitahu kalau tidak boleh merokok. Tapi jika masih di luar halaman, ya tidak ditegur.

Informan VIII Ya, kalau pengunjung atau pasien merokok di dalam ruangan, ibu akan informasikan kalau Puskesmas Teladan sudah KTR.

Informan IX Menurut bapak, tidak perlu lah harus diinformasikan ke satu-satu pengunjung. Kan sudah ada spanduk KTR itu, jadi pengunjung harusnya sadar sendiri. Karena bapak juga perokok, tapi tidak merokok saat di Puskesmas ini karena sudah tahu barangkali.

Informan X Kalau informasi dilarang merokok memang sudah disampaikan dari petugas kepada Bapak dan pengunjung yang kedapatan merokok ya.


(1)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengaman an Rokok Bagi Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan

Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/ Menkes/Pb/I/2011 Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan KTR (Kawasan Tanpa Rokok)

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Prabandari,YS,dkk. 2009. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Alternatif

Pengendalian Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas Rokok Terhadap Perilaku dan Status Merokok Mahasiswa di Fakultas Kedokteran UGM. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Priyanto Agus. 2009. Komunikasi dan Konseling – Aplikasi dalam Sarana

Pelayanan Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Salemba Medika: Jakarta Pusdatin Kementrian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012.

dan-informasi.html

Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Kementerian Kesehatan RI: Jakarta

Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Penerbit Gramedia: Jakarta Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. PT.Grasindo: Jakarta

Wikipedia. 2012. Rokok, Wikipedia tanggal 9 April 2014]

WHO. 2008. WHO Report on the Global Tobacco Epidemic. [diakses pada tanggal 17 Maret 2014]

_______. 2010. Tobacco Free Initiative, Perlindungan Terhadap Paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL). Jakarta [Diakses pada tanggal 5 April 2014]


(2)

http://jodenmot.wordpress.com/2012/12/29/teori-peran-pengertian-defenisi/ [Diakses pada tanggal 2 September 2014]

http://kaghoo.blogspot.com/2010/11/pengertian-peranan.html [Diakses pada tanggal 31 Agustus 2014]

http://ssbelajar.blogspot.com/2013/05/status-dan-peranan.html [Diakses pada tanggal 31 Agustus 2014]


(3)

PEDOMAN WAWANCARAANALISIS PERAN SERTA PETUGAS PUSKESMAS TENTANG PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR)

DI PUSKESMAS TELADAN KOTA MEDAN TAHUN 2014

I. Identitas Informan :

Nama :

Umur : Tahun Jenis Kelamin :

Jabatan :

II. Daftar Pertanyaan

1. Apakah Bapak/ Ibu sudah mengetahui mengenai Perda No. 3 Tahun 2014 tentang peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

2. Menurut Bapak/ Ibu apakah Perda No. 3 Tahun 2014 mengenai Kawasan Tanpa Rokok ini dapat terlaksana dengan baik di Puskesmas Teladan ini? 3. Salah satu tujuan penerapan KTR adalah melindungi anak-anak dan bukan

perokok dari resiko terhadap kesehatan. Bagaimana penilaian Bapak/ Ibu tentang hal ini?

4. Dalam Perda No. 3 Tahun 2014 disebutkan pengelola, pimpinan dan/ atau penanggung jawab fasilitas pelayanan kesehatan wajib melarang kepada setiap pasien dan/ atau pengunjung serta tenaga medis dan non medis untuk merokok di fasilitas kesehatan. Apakah hal ini sudah dilakukan di Puskesmas Teladan ini?


(4)

5. Dalam Perda No. 3 Tahun 2014 disebutkan bahwa setiap pengelola, pimpinan dan/ atau penanggung jawab KTR wajib melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan/ penerapan KTR di Puskesmas Teladan. Apa yang selama ini telah dilakukan Puskesmas Teladan dalam menjalankan kewenangan tersebut?

6. Apakah Bapak/ Ibu setuju diberlakukannya Perda No. 3 Tahun 2014 mengenai penerapan KTR di fasilitas kesehatan (Puskesmas Teladan)?

7. Apakah ada pemberitahuan kepada pasien dan/ atau pengunjung serta tenaga medis dan nonmedis mengenai penerapan KTR di puskesmas ini?

8. Apakah yang akan Bapak/ Ibu lakukan bila ada pengunjung dan atau pasien yang tidak mau mematikan rokoknya padahal sudah dilarang oleh petugas puskesmas?

9. Menurut Bapak/ Ibu dalam penerapan Perda No. 3 Tahun 2014, apakah diperlukan adanya sanksi administratif atau denda jika ada pasien dan/ atau pengunjung serta petugas medis dan non medis yang melanggarnya?

10.Menurut Bapak/ Ibu apakah Perda No. 3 Tahun 2014 mengenai penerapan KTR ini akan memberikan dampak positif atau negatif bagi Puskesmas Teladan?

11.Apakah Bapak/ Ibu mempunyai saran terhadap Perda No. 3 Tahun 2014 tentang penerapan KTR ini agar dapat terlaksana 100%?


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

23 220 103

Analisis Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015

50 465 97

Persepsi Jajaran Pimpinan Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2014

3 74 82

Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)

13 140 63

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

0 0 18

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

0 0 2

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) 2.1.1. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR) - Analisis Peran Serta Petugas Puskesmas Tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014

1 1 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Peran Serta Petugas Puskesmas Tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014

0 0 12

ANALISIS PERAN SERTA PETUGAS PUSKESMAS TENTANG PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI PUSKESMAS TELADAN KOTA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

0 0 13