Analisis Penggunaan Transaksi Non-Tunai di Kalangan Pengusaha Kota Medan

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGGUNAAN TRANSAKSI NON TUNAI DI KALANGAN PENGUSAHA MUDA DI INDONESIA (STUDI KASUS HIPMI KOTA

MEDAN)

Oleh :

Rayna Ditriano 110501058

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Nama : Rayna Ditriano

PERSETUJUAN PERCETAKAN

Nim : 110501058

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul : Analisis Penggunaan Transaksi Non-Tunai di Kalangan Pengusaha Kota Medan

Tanggal, Ketua Program Studi

NIP. 19710503 200312 1 003 Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, Ph.D

Tanggal, Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001 Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Nama : Rayna Ditriano

PERSETUJUAN

Nim : 110501058

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul : Analisis Penggunaan Transaksi Non-Tunai di Kalangan Pengusaha Kota Medan

Tanggal, Dosen Pembimbing

NIP. 19730408 199802 1 001 Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec

Tanggal, Dosen Penguji I

NIP. 19750909 200801 1 012 Syarief Fauzie, S.E., M.Ak., Ak

Tanggal, Dosen Penguji II

NIP. 19490808 198103 1 001


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Penggunaan Transaksi Non-Tunai di Kalangan Pengusaha Kota Medan” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, sumber tertentu, dan hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juli 2015

NIM: 110501058 Rayna Ditriano


(5)

ABSTRAK

ANALISIS PENGGUNAAN TRANSAKSI NON-TUNAI DI KALANGAN PENGUSAHA MUDA DI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA MEDAN)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat penggunaan transaksi non-tunai di kalangan pengusaha muda Kota Medan. Transaksi Non-Tunai merupakan bagian dari Sistem Pembayaran yang semakin maju dan inovatif seiring dengan perkembangan teknologi yang mendukung sistem keuangan dengan tujuan mewujudkan masyarakat non-tunai.

Penelitian menggunakan data primer dan sekunder dalam proses penyelesaiannya dengan didukung oleh studi pustaka dan penyebaran kuesioner kepada responden yang menjadi target penelitian yaitu pengusaha di Kota Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah mengadopsi dan menggunakan transaksi non-tunai dalam aktifitas usahanya meskipun masih lebih sering menggunakan transaksi dengan uang kontan sehari-hari. Secara umum tidak terlihat hubungan signifikan antara tingkat pendapatan dan umur terhadap frekuensi penggunaan transaksi non-tunai. Secara umum responden faktor pendorong dalam menggunakan transaksi non-tunai adalah dapat lebih efisien dalam penggunaannya dan lebih aman dan cepat, namun hambatan yang sering dihadapi adalah karena keterbatasan infrastruktur pendukung di berbagai tempat dan akses dalam menggunakan transaksi non-tunai yang masih terbatas di tempat-tempat tertentu.


(6)

ABSTRACT

ANALISIS PENGGUNAAN TRANSAKSI NON-TUNAI DI KALANGAN PENGUSAHA MUDA DI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA MEDAN)

The purpose of this research aims to see the utilization of non-cash transactions among the young businessman in Medan City. Non-Cash Transaction is a part of a growing advanced and innovative payment system which is in line with the technological development that encouraged the financial system in order to achieve the so-called Less Cash Society.

This research uses primary and secondary data during the process of its finishing, literature reference backed up and questionnaires which distributed to the targeted respondents whom are basically Medan Businessman.

The result indicates that most of the respondents admitted that they had already adopted non-cash transactions in their business effort, despite still remain dependent towards cash method transaction on daily basis. In general, there is no significant correlation between the level of income, ages towards the frequencies of using the non-cash transactions. Over all, the driven factors determine the utilization of non-cash transactions is a safer, quicker and more efficient purpose, however the challenges that occur on the ground mostly because of the lack of infrastructure and payment machine which is not always available at all venues.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Penggunaan Transaksi Non-Tunai di Kalangan Pengusaha Muda Indonesia (Studi Kasus HIPMI Kota Medan)”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Departemen Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara serta Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, pengarahan, dan bimbingan dari awal hingga selesainya skripsi ini.

5. Bapak Syarief Fauzie, S.E., M.Ak., Ak., dan Bapak Drs. Rakhmat Sumanjaya Hsb, M.Si selaku dosen penguji I dan penguji II yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.


(8)

6. Seluruh Staff Akademik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

7. Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2011 S1 Ekonomi Pembangunan maupun para junior yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam mendampingi penulis hingga selesainya skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna dan masih terdapat kekurangan yang disebabkan keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengulasan skripsi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun sehingga skripsi ini dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah selanjutnya. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis maupun para pembaca. Amin ya rabbal alamin.

Medan, Juli 2015

Penulis

NIM: 110501058


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...4

1.3 Tujuan Penelitian ...5

1.4 Manfaat Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bank ...6

2.2 Resiko Perbankan ...7

2.3 Fungsi Bank ...8

2.3.1 Agent of Trust ...8

2.3.2 Agent of Development... ...9

2.3.3 Agent of Services... ...10

2.4 Sistem Pembayaran ...12

2.4.1 Tunai (Cash) ...12

2.4.2 Non-Tunai (Cashless) ...12

2.4.3 Peran Bank Sentral dalam Sistem Pembayaran ...15

2.5 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran ...16

2.6 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penggunaan Transaksi Non Tunai ...18

2.7 Pengalaman Negara Lain ...19

2.8 Himpunan Pengusaha Mudan Indonesia (HIPMI) ...19

2.9 Penelitian Terdahulu ...22

2.10 Kerangka Konseptual ...24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ...25

3.2 Lokasi Penelitian ...25

3.3 Batasan Operasional ...26

3.4 Definisi Operasional ...26

3.5 Skala Pengukuran Variabel ...27


(10)

3.7 Jenis dan Sumber Data ...28

3.8 Metode Pengumpulan Data ...28

3.9 Teknik Analisis Data ...29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Transaksi Non-Tunai ...32

4.2 Gambaran Responden ...33

4.2.1 Profil Usia Responden... ....34

4.2.2 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...34

4.2.3 Profil Responden Berdasarkan Status... ....35

4.2.4 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan....35

4.2.5 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ...36

4.3 Analisis Crosstab ...36

4.3.1 Umur – Frekuensi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai... ...36

4.3.2 Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Alat Pembaya- Ran Non-Tunai... ...44

4.4 Faktor Pendorong dan Penghambat Penggunaan Alat Pembayaran Non-Tunai ...51

4.4.1 Pola Transaksi sehari-hari ...51

4.4.2 Faktor Pendorong Penggunaan Transaksi Non-Tunai ...53

4.4.3 Faktor Penghambat Penggunaan Transaksi Non-Tunai ...54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...56

5.2 Saran ...57


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Volume dan Nilai Transaksi Pembayaran Non Tunai 17 3.1 Teknik Analisis Data... 30 4.1 Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur... 33 4.2 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 33 4.3 Profil Responden Berdasarkan Status... 34 4.4 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan... 35 4.5 Crosstab Umur – Frekuensi Penggunaan Alat

Pembayaran Non-Tunai... 36 4.6 Hasil Chi Square Umur – Frekuensi Penggunaan ATM 38 4.7 Hasil Chi Square Umur – Frekuensi Penggunaan Uang

Elektronik... 39 4.8 Hasil Chi Square Umur – Frekuensi Penggunaan Kartu

Kredit... 39 4.9 Hasil Chi Square Umur – Frekuensi Penggunaan Kartu

Debit... 40 4.10 Hasil Chi Square Umur – Frekuensi Penggunaan Mobile

Banking... 40 4.11 Hasil Chi Square Umur – Frekuensi Penggunaan Phone

Banking... 41 4.12 Hasil Chi Square Umur – Frekuensi Penggunaan Internet

Banking... 42 4.13 Hasil Chi Square Umur – Frekuensi Penggunaan Cek/

Giro... 42 4.14 Crosstab Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Alat

Pembayaran Non-Tunai... 43 4.15 Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan

ATM... 45 4.16 Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan

Uang Elektronik... 46 4.17 Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan

Kartu Kredit... 46 4.18 Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan

Kartu Debit... 47 4.19 Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan

Mobile Banking... 47 4.20 Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan

Phone Banking... 48 4.21 Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan

Internet Banking... 49 4.22 Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan


(12)

4.23 Persepsi Responden Terhadap Prospek Pengembangan

Transaksi Non-Tunai... 52 4.24 Penerimaan Pembayara Transaksi Usaha Responden... 52 4.25 Alasan Pendorong Penggunaan Transaksi Non Tunai... 53


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 24 4.1 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan.. 35 4.2 Komposisi Penggunaan Uang cash sehari-hari Pada


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner ... 76 2 Hasil Pengolahan Data Melalui SPSS ... 80


(15)

ABSTRAK

ANALISIS PENGGUNAAN TRANSAKSI NON-TUNAI DI KALANGAN PENGUSAHA MUDA DI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA MEDAN)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat penggunaan transaksi non-tunai di kalangan pengusaha muda Kota Medan. Transaksi Non-Tunai merupakan bagian dari Sistem Pembayaran yang semakin maju dan inovatif seiring dengan perkembangan teknologi yang mendukung sistem keuangan dengan tujuan mewujudkan masyarakat non-tunai.

Penelitian menggunakan data primer dan sekunder dalam proses penyelesaiannya dengan didukung oleh studi pustaka dan penyebaran kuesioner kepada responden yang menjadi target penelitian yaitu pengusaha di Kota Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah mengadopsi dan menggunakan transaksi non-tunai dalam aktifitas usahanya meskipun masih lebih sering menggunakan transaksi dengan uang kontan sehari-hari. Secara umum tidak terlihat hubungan signifikan antara tingkat pendapatan dan umur terhadap frekuensi penggunaan transaksi non-tunai. Secara umum responden faktor pendorong dalam menggunakan transaksi non-tunai adalah dapat lebih efisien dalam penggunaannya dan lebih aman dan cepat, namun hambatan yang sering dihadapi adalah karena keterbatasan infrastruktur pendukung di berbagai tempat dan akses dalam menggunakan transaksi non-tunai yang masih terbatas di tempat-tempat tertentu.


(16)

ABSTRACT

ANALISIS PENGGUNAAN TRANSAKSI NON-TUNAI DI KALANGAN PENGUSAHA MUDA DI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA MEDAN)

The purpose of this research aims to see the utilization of non-cash transactions among the young businessman in Medan City. Non-Cash Transaction is a part of a growing advanced and innovative payment system which is in line with the technological development that encouraged the financial system in order to achieve the so-called Less Cash Society.

This research uses primary and secondary data during the process of its finishing, literature reference backed up and questionnaires which distributed to the targeted respondents whom are basically Medan Businessman.

The result indicates that most of the respondents admitted that they had already adopted non-cash transactions in their business effort, despite still remain dependent towards cash method transaction on daily basis. In general, there is no significant correlation between the level of income, ages towards the frequencies of using the non-cash transactions. Over all, the driven factors determine the utilization of non-cash transactions is a safer, quicker and more efficient purpose, however the challenges that occur on the ground mostly because of the lack of infrastructure and payment machine which is not always available at all venues.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Penggunaan Transaksi Non-Tunai di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Disatu sisi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional juga harus di dukung oleh sektor moneter dan perbankan yang kuat. Teknologi yang semakin diperbaharui juga memberikan dampak terhadap perkembangan industri jasa perbankan. Pola pembayaran yang selama ini bersifat paper based payment lambat laun berkembang menjadi

electronic payment system.

Kemajuan teknologi yang pesat selama dekade terakhir memberikan perubahan bagi segala pola hidup dan perilaku masyarakat. Masyarakat saat ini selalu menginginkan kecepatan dan ketepatan dan efisiensi. Termasuk tuntutan terhadap sistem pembayaran secara langsung.

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) diyakini sebagai faktor penting bagi kemuajuan sebuah bangsa di era global saat ini (Kling, 2000), hal ini pada gilirannya mengharuskan transformasi sosial/budaya di dalam kehidupan masyarakat. Digitalisasi menjadi tidak terelakkan pada semua bidang, termasuk juga dalam ruang lingkup perbankan (Aladwani, 2001).

Sistem pembayaran yang berkembang di Indonesia sekiranya selalu mengikuti perkembangan teknologi, tujuannya adalah mencapai efisiensi. Efisiensi yang dimaksud adalah kecepatan dan ketepatannya. Hal ini semakin dibutuhkan oleh masyarakat jika melihat perkembangan dimensi sosial ekonomi


(18)

dalam masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir. Dengan sistem yang semakin canggih (sophisticated) serta efisien maka segalam jenis transaksi dalam dunia usaha akan menjadi semakin mudah dan cepat. Sistem pembayaran elektronik menjadi bagian penting dalam sistem pembayaran nasional dengan memanfaatkan segala fasilitas teknologi penerapannya semakin dikembangkan dan dibutuhkan. Perkembangan tersebut kemudian memungkinkan keberadaan instrumen-instrumen pembayaran yang aman, efisien dan inovatif serta mudah digunakan oleh masyarakat. Sistem elektronik pada dasarnya dimotori oleh industri jasa perbankan, namun perusahaan-perusahaan non bank yang bergerak dibidang telekomunikasi juga ikut tumbuh dan signifikan pengaruhnya terhadap perkembangan sistem tersebut khususnya dalam hal transfer elektronik, sistem kliring melalui BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross Settlement).

Sistem pembayaran elektronik (electronic payment system) kini telah menjadi pilihan penting dan mudah bagi transaksi yang terjadi di Indonesia, penggunaannya semakin meluas dan berdampak pada perekonomian nasional. Pembayaran Non-Tunai di berbagai negara juga semakin mengarah menuju less cash society, dan hal tersebut semakin mempengaruhi gaya hidup dan pola transaksi para pelaku ekonomi. Transaksi-transaksi yang kecil maupun dalam volume lebih besar telah dapat diakomodir oleh sistem elektronik. Transaksi menggunakan sistem elektronik sesungguhnya lebih menguntungkan, transaksi dapat menggunakan kartu seperti transaksi ATM (Automated Teller Machine), kartu kredit dan kartu debit. Selain itu alat elektronik juga dapat memanfaatkan jaringan internet sebagai perantara transaksi seperti sms-banking dan internet


(19)

banking. Perusahaan-perusahaan besar di negara-negara maju saat ini juga mengembangkan transaksi elektronik dalam sistem pembayaran melalui internet. Hal ini juga menjadi perkembangan dalam dunia usaha dan perdagangan bukan hanya di satu negara tetapi juga antar negara di seluruh dunia.

Selain fungsinya yang begitu efektif ATM dewasa ini dapat pula menjadi mesin multifungsi ibarat sebuah toko. Toko yang dapat sekaligus dapat melakukan pembelian tiket, layanan pembayaran rekening listrik, air dan lain-lain.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 juga menjelaskan tugas Bank Indonesia (BI) dalam menyediakan instrumen pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Berdasarkan hal tersebut maka sudah selayaknya Bank Indonesia (BI) mengembangkan instrumen-instrumen non tunai di tanah air. Meskipun demikian efektifitas dari pengembangan sistem pembayaran non-tunai haruslah berdasarkan pada sosialisasi serta kesiapan dari berbagai pihak seperti masyarakat itu sendiri, dunia usaha dan industri perbankan sebagai pelaksana yang bertanggungjawab pada setiap transaksi sehari-hari dalam perekonomian.

Menurut Bank Indonesia (2004), Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) merupakan keseluruhan dari instrumen pembayaran yang berbasis sistem kartu antara lain : kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM), kartu kredit, kartu debit, serta jenis kartu lain yang dapat digunakan sebagai alat sistem pembayaran misalnya kartu smart, e-wallet, serta beberapa alat pembayaran lain yang dapat dipersamakan dengan kartu.


(20)

Global Insight (2003) mengungkapkan bahwa penerapan sistem pembayaran elektronik dapat berpengaruh positif dalam peningkatan penjualan barang-barang dan jasa. Hal ini dikarenakan dapat menurunkan penghalang langsung terhadap kredit dan likuiditas uang dan disisi lain menurunkan penghalang (barrier)

geografis dalam menjalankan transaksi perekonomian.

Penggunaan transaksi non-tunai lambat laun semakin menjadi bagian penting dalam perekonomian Indonesia, dengan tujuan mencapai less cash society, masyarakat secara umum menjadi objek dalam penerapannya. Pengusaha merupakan tujuan utama dalam penelitian ini, bagaimana penggunaan transaksi non-cash dalam aktifitas sehari-hari pengusaha dan bagaimana pula preferensi mereka dalam menggunakannya merupakan bagian dari tujuan penelitian ini.

Pengusaha pada umumnya memiliki volume dan frekuensi transaksi yang lebih sering dibandingkan kelompok masyarakat lainnya. Maka dari itu secara sederhana asumsinya adalah bahwa pengusaha akan membutuhkan transaksi atau tipikal transaksi yang lebih efisien dan efektif serta aman.

1. 2. Perumusan Masalah

1. Mengetahui pemahaman dan pengenalan pengusaha dalam keanggotaan HIPMI terhadap instrumen-instrumen pembayaran non-tunai.

2. Mengetahui persepsi dan preferensi pengusaha HIPMI terhadap sistem pembayaran non-tunai di Medan.

3. Mengetahui faktor-faktor pembentuk dan penentu preferensi pengusaha HIPMI terhadap terhadap instrumen Pembayaran non tunai.


(21)

1. 3. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan ini bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana penggunaan instrumen pembayaran non-tunai di kalangan pengusaha untuk mewujudkan masyarakat non-tunai (less cash society). Secara rinci tujuan-tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi pemahaman dan pengenalan pengusaha terhadap instrumen-instrumen pembayaran non-tunai.

2. Menjelaskan persepsi, preferensi dan perilaku pengusaha itu sendiri terhadap sistem pembayaran non-tunai beserta kendala-kendala yang dihadapi.

3. Menganalisis faktor-faktor pembentuk dan penentu preferensi pengusaha terhadap produk instrumen pembayaran non-tunai.

1. 4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan pembaca yang berkaitan dengan penggunaan transaksi non-tunai.

2. Sebagai bahan studi, bahan informasi dan tambahan literatur bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

3. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi otoritas perbankan nasional agar dalam rangka mewujudkan Masyarakat Non-Tunai (Less Cash Society).


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bank

Menurut Undang-Undang No.14 tahun 1967 Pasal 1 tentang pokok-pokok perbankan adalah, “ lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang”. Dengan kata lain perbankan sebagai sebuah institusi yang bergerak di bidang keuangan yang aktifitasnya adalah menarik uang dan menyalurkan kembali kepada masyarakat.

Melalui Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank merupakan suatu badan usaha yang kegiatan utamanya menerima simpanan dan kemudian mengalokasikannya kembali untuk memperoleh keuntungan serta menyediakan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Mishkin (2008) mendefinisikan bank sebagai lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman. Bank merupakan lembaga perrantara keuangan dimana rata-rata orang sering berinteraksi.

Kasmir (2008) mendefinisikan bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya.


(23)

2.2 Resiko Perbankan

Menurut Irsyad (2010), resiko-resiko yang dihadapi usaha perbankan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Resiko Kredit

Dana yang berhasil dihimpun pihak perbankan akan disalurkan kembali dalam bentuk pinjaman atau kredit masyarakat unit defisit yang disertai dengan beban bunga. Penyaluran kredit atau pinjaman harus memenuhi beberapa syarat sehingga pengembalian pokok pinjaman dan bunganya diharapkan lancar. Dalam hal ini pihak perbankan menghadapi resiko dimana nasabah tidak dapat mengembalikan pinjaman sehingga dapat mengganggu kinerja bahkan mempengaruhi tingkat kesehatan bank yang bersangkutan.

2. Resiko Pasar

Perbankan menghadapi resiko pasar yang dapat menimbulkan kerugian besar. Resiko atau kerugian ini timbul disebabkan terjadinya pergerakan variabel pasar yang merugikan seperti suku bunga dan nilai tukar yang akan berpengaruh kepada sejumlah portofolio yang dimiliki bank yang bersangkutan. Namun demikian pergerakan variabel-variabel tersebut bisa juga menguntungkan pihak bank

3. Resiko Likuiditas

Pihak bank harus dapat memenuhi semua kewajibannya yang telah jatuh tempo, dengan cara memastikan tingkat likuiditasnya cukup dan terjamin. Resiko likuiditas dapat terjadi sekiranya nasabah bank menarik dana


(24)

dalam jumlah yang besar diluar perkiraan pihak bank sehingga bank tersebut mengalami masalah. Penarikan dana besar dapat saja dilakukan oleh nasabah utama atau bank tersebut mengalami rush karena kekhawatiran para nasabah. Tingkat likuiditas yang tidak memenuhi ketentuan perbankan dapat menyebabkan tingkat kesehatan bank bersangkutan jatuh atau berubah ke peringkat yang lebih rendah sehingga mengurangi kepercayaan masyarakat.

4. Resiko Operasional

Resiko operasional dapat terjadi disebabkan oleh banyak faktor seperti kesalahan pegawai atau karyawan yang menangani suatu tugas, kegagalan sistem dalam bank sehingga proses internal dalam bank juga dapat menimbulkan kerugian. Lebih jauh dari itu kadang-kadang terjadi juga masalah eksternal yang mengganggu kesalahan operasional perbankan secara keseluruhan.

2.3 Fungsi Bank

Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik. Menurut Sigit Triandaru dan Totok Budiantoso (2008) bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development dan agent of services.

2.3.1 Agent of Trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau


(25)

menitipkan dana nyadi bank apabila dilandasi dengan unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bahwa bank tidak akan bangkrut dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi dengan unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur juga akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.

2.3.2 Agent of Development

Kegiatan perkonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perkonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dar adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan tersebut tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.


(26)

2.3.3 Agent of Services

Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank dan penyelesaian tagihan.

2.4 Sistem Pembayaran

Pada awalnya pola pembayaran yang paling lazim digunakan masyarakat kuno adalah pola barter dimana tukar menukar komoditas menjadi cara untuk saling memenuhi kebutuhan satu sama lain. Pada masa tersebut belum ada satuan nilai yang dijadikan sebagai acuan alat ukur tetap, maka pada masa itu masyarakat mengukur nilai suatu barang terhadap barang lainnya. Namun sistem barter ini kemudian menjadi sangat tidak efisien, beberapa hal yang menjadi kendala adalah perbedaan nilai antar satu barang dengan barang lain yang belum tentu sesuai, hhal lain yang menjadi kendala adalah karena sulit untuk menemukan orang atau pihak-pihak yang ingin menukarkan barangnya dengan barang yang ditawarkan.

Lambat laun perkembangan sistem pembayaran semakin pesat, dengan segala kekurangan yang ada pada sistem barter terutama masalah kesetaraan nilai standar baru pun muncul yaitu commodity money berupa perak atau emas yang berbentuk koin. Kemudian muncul pula fiat money (uang kepercayaan) yaitu uang yang diumumkan oleh pemerintah sebagai alat transaksi (Mishkin 2001). Kelebihannya adalah uang ini lebih praktis dan lebih ringan daripada commodity money yakni emas dan perak.


(27)

Listfield dan Montes-Negret (1994) mengelompokkan commodity money

dan fiat money menjadi sistem pembayaran tunai. Sistem pembayaran ini merupakan sistem pembayaran yang paling sederhana dan paling banyak digunakan untuk sebagian besar transaksi dalam perekonomian, terutama di negara-negara berkembang. Hal ini dikarenakan sistem pembayaran tunai dapat dengan mudah ditransferkan secara instan tanpa ada biaya lain seperti waktu, transaksi dan sebagainya.

Berbagai kendala dalam penggunaan uang tunai membuat munculnya terobosan-terobosan baru dalam penciptaan alat pembayaran yang bersifat non-tunai (cashless).

Instrumen pembayaran yang dapat juga diartikan sebagai alat pembayaran merupakan intermediasi yang digunakan dalam pembayaran. Alat pembayaran saat ini dapat dibedakan atas tunai dan non-tunai. Instrumen pembayaran tunai adalah uang kartal yang terdiri dari uang kertas dan uang logam yang sudah kita kenal selama ini. Di satu sisi instrumen pembayaran non-tunai dapat dibagi lagi atas alat pembayaran non-tunai dengan media kertas atau yang lazim disebut

paper-based instrument seperti cek, bilyet giro, wesel dan lain-lain serta alat pembayaran non-tunai dengan media kartu atau yang lazim disebut card-based instrument, seperti kartu debit, kartu kredit dan kartu ATM dan lain-lain.

Dengan semakin berkembangnya teknologi, saat ini mulai dikembangkan pula berbagai alat pembayaran dengan teknologi microchip atau yang dewasa ini lebih dikenal dengan electronic money dimana penggunaanya memiliki dampak


(28)

yang berbeda-beda dari berbagai aspek. Berikiut adalah klasifikasi bentuk transaksi dan instrumen pembayaran secara tunai maupun non-tunai:

2.4.1 Tunai (Cash)

Penggunaan transaksi tunai dalam perkonomian sangat banyak dipilih karena alasan kemudahannya. Dengan menggunakan uang tunai maka jika seseorang melakukan jual beri barang dan atau jasa, maka pada saat dia menerima barang dan atau jasa yang dibeli, penjual juga menerima uang sebagai pembayarannya. Maka jika semua pembelian barang dan jasa dilakukan dengan cara tunai, semua pelaku ekonomi harus menyimpan persediaan uang tunai dalam jumlah relatif besar dalam rangka memenuhi semua kewajiban pembayarannya. Agar lebih efisien dan lebih aman, maka digunakan alat pembayaran non-tunai yang pemakaiannya melibatkan lembaga perantara yaitu bank.

2.4.2 Non-Tunai (Cashless)

Pembayaran Non-Tunai melibatkan jasa perbankan dalam penerapannnya. Bank sebagaimana dalam fungsi normatifnya yaitu menghimpun dana masyarakat tentunya memberikan dan menyediakan jasa dalam lalu lintas pembayaran bagi nasabahnya. Jasa dalam lalu lintas pembayaran tersebut antara lain melalui penerbitan cek/bilyet giro untuk penarikan simpanan giro, transfer dana dari satu rekening simpanan ke rekening simpanan lainnya pada bank yang sama atau pada bank yang berbeda, penerbitan kartu kredit, penerbitan kartu debit dan lain-lainnya.


(29)

1. Cek

Pengertian cek secara umum adalah surat yang berisi perintah tidak bersyarat oleh penerbit kepada bank yang memelihara rekening giro penerbit untuk membayarkan suatu jumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa. Beberapa pihak yang terkait sehubungan dengan penggunaan cek adalah sebagai berikut ;

a. Penerbit (drawer)

Penerbit adalah orang yang mengeluarkan cek b. Pemegang (Holder)

yaitu orang yang diberi hak untuk memperoleh pembayaran, yang namanya tercantum dalam surat cek.

c. Tersangkut

yaitu bank yang diberi perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.

d. Pembawa (bearer)

yaitu orang yang ditunjuk untuk menerima pembayaran, tanpa menyebutkan namanya dalam surat cek. (Adanya pembawa ini sebagai akibat dari klausula atas unjuk yang berlaku bagi surat cek).

e. Pengganti

yaitu orang yang menggantikan kedudukan pemegang surat cek. Dalam hal ini surat cek diterbitkan dengan klausula atas pengganti dengan mencantumkan nama pengganti dalam surat cek.


(30)

Bilyet Giro merupakan surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah (bank tertarik) untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekening bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau lain.

3. Kartu Kredit (Credit Card)

Kartu kredit adalah alat pembayaran yang pembayarannya dilakukan kemudian. Dalam hal ini bank penerbit kartu memberikan kredit kepada nasabah pemegang kartu kredit dengan batas waktu dan tambahan bunga yang telah disepakati antara bank dan nasabah. Dalam penyelenggaraan kartu kredit ini terdapat beberapa pihak yang terlibat yaitu :

a. Penerbit (Issuer) , yaitu pihak yang menerbitkan kartu kredit. Dalam hal ini, issuer merupakan pihak yang mengadakan perjanjian dengan dan yang memberikan fasilitas kredit kepada pemegang kartu.

b. Pengelola (acquirer), yaitu pihak yang mengadakan hubungan atau kerjasama dengan pedangang.

c. Prinsipal, adalah pihak pemilik hak tunggal atas merk dalam penyelenggaraan kartu kredit seperti Visa, MasterCard, Dinners dan lainnya.

4. Kartu Debet (debit card)

Transaksi pembayaran dengan kartu debet secara langsung akan mengurangi rekening pemegang kartu yang ada di bank penerbit. Jadi dalam hal ini tidak ada semacam fasilitas khusus kredit yang diberikan pihak perbankan kepada nasabahnya atau si pemegang kartu. Sebagaimana halnya kartu kredit, transaksi menggunakan kartu debet pun membutuhkan semacam otorisasi.


(31)

5. Electronic Money (e-money)

Perkembagan teknologi di bidang informasi dan komunikasi telah memberi dampak terhadap berkembangnya dan bermunculannya berbagai bentuk inovasi-inovasi baru dalam pembayaran elektronik (electronic payment). Beberapa contoh pembayaran elektronik yang sudah cukup dikenal di Indonesia saat ini adalah internet banking, pembayaran dengan kartu kredit serta kartu debit/ATM.

6. Mobile Banking

Konsep mobile banking atau M-banking merupakan langkah awal dalam proses transformasi bank menjadi Financial Service Provider (FSP), dimana masyarakat tidak lagi harus menunggu dan mengantri di bank atau ATM, dikarenakan transaksi dapat dengan mudah diakses dimanapun kita berada dan kapan pun kebutuhannya melalui handphone. Hampir semua bank di Indonesia sudah memiliki layanan tersebut contohnya adalah transfer dana antar rekening dan lain-lain.

7. Internet Banking

Internet membawa pembaruan dalam evolusi atau pola perkembangan transaksi perekonomian. Nasabah perbankan dapat dengan mudah mengakses transaksi dengan memanfaatkan jaringan internet.

2.4.3 Peran Bank Sentral dalam Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran dapat diibaratkan seperti saluran darah dalam tubuh manusia. Untuk bertahan hidup manusis membutuhkan darah dan kelancaran saluran darah, begitu juga dengan perekonomian. Maka dari itu baik atau tidaknya perekonomian di suatu negara juga ditentukan oleh kelancaran sistem


(32)

pembayarannya. Perpindahan dana yang semakin cepat dan efisien serta aman dapat membantu perkembangan perekonomian. Namun disisi lain resiko-resiko yang muncul seperti resiko likuiditas, resiko operasional, resiko kredit dan resiko lainnya harus dapat dikelola dengan baik sehingga akan tercipta kestabilan untuk menghindari dampak-dampak yang berpengaruh tehadap perekonomian secara nasional.

Sistem pembayaran adalah salah satu pokok atau tugas utama bank sentral untuk mencapai kestabilan moneter. Undang-undang no.23 tahun 1999 menyatakan dengan tegas bahwa salah satu tugas Bank Indonesia dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, disamping dua tugas pokok lainnya yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan mengawasi bank. Dimana untuk tugas terakhir yaitu mengawasi bank telah secara resmi dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ketiga tugas pokok Bank Sentral pada dasarnya memiliki keterkaitan dan saling mendukung dalam rangka mencapai kestabilan moneter untuk mengawal pertumbuhan ekonomi yang berbasis kesejahteraan masyarakat. Tugas BI adalah mendukung terlaksananya sistem pembayaran yang efektif, efisien dan aman. Hal ini pun harus didukung oleh iklim perbankan yang sehat dan terhidar dari resiko sistemik (systemic risk).

2.5 Perkembagan Transaksi Sistem Pembayaran

Bank Indonesia (2014) menjelaskan Indonesia terus mengalami peningkatan dalam hal perkembangan transaksi pembayaran non-tunai, meskipun


(33)

belum secara signifikan mengurangi dominasi pembayaran secara tunai. Hal ini di masih dipengaruhi oleh beberapa faktor mendasar seperti masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap instrumen non-tunai dan masih terbatasnya ketersediaan infrastruktur untuk mendukung akses transaksi non-tunai tersebut. Manfaat-manfaat yang diperoleh dari insturmen ini antara lain manfaat efisiensi, kemudahan akses serta mendukung perekonomian melalui velocity of money.

Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan perekonomian di masyarakat, nilai dan volume transaksi melalui APMK, yang terdiri atas kartu ATM dan/atau Kartu Debet mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1 :

Volume dan Nilai Transaksi Pembayaran Non-Tunai

Nilai Nilai

S1 2013 S1 2014

%

S1 2013 S1 2014

% (Triliun Rp) (Triliun Rp) (jt Transaksi) (Jt Transaksi) 1) ATM &

ATM/DEBET 1.800,72 2.115,34 17,47 1.650.71 1.943,72 17,75

2) Kartu Kredit 106,67 120,5 12,97 116,23 123, 40 6,17

3) Uang

Elektronik 1,27 1,58 24,41 64,99 82,17 26,43

Sumber: Bank Indonesia/KSK 23 September 2014

Di sisi lain instrumen pembayaran yang relatif baru yaitu uang elektronik, terlihat bahwa masyarakat mulai menunjukkan preferensi yang cukup bagus dimana seperti yang terlihat dalam tabel bahwa baik volume maupun nilai secara rata-rata mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode yang sama setahun sebelumnya. Penggunaan instrumen pembayaran non-tunai masih akan terus berkembang seiring dengan perkembangan perekonomian nasional dan


(34)

perkembangan teknologi dimana akan semakin mendesak kebutuhan masyarakat untuk bertransaksi.

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Transaksi Non-Tunai

Dalam penelitiannya Loix, et al. (2005) beberapa kategori yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam menggunakan instrumen-instrumen pembayaran non-tunai yaitu:

1. Sosial Demografi, yang pada dasarnya terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan dasar, besar keluarga dan pekerjaan

2. Finansial, yaitu menggunakan variabel penghasilan per bulan responden setelah dikurangi pajak.

3. Teknologi, yakni penggunaan frekuensi telepon bergerak, komputer pribadi, internet, PDA, dan penggunaan pelayanan Bank melalui telepon bergerak. 4. Sisi Penawaran, termasuk didalamnya daerah tempat tinggal, daerah tempat

bekerja, jumlah terminal POS (Point Off Sale) dan sejumlah ATM baik di daerah tempat tinggal maupun tempat kerja, kepadatan penduduk di daerah tempat tinggal maupun tempak kerja, dan nilai tengah pendapatan perkapita di daerah tempat tinggal maupun tempat kerja.

Berdasarkan poin diatas dapat dilihat bahwa instrumen-instrumen pembayaran non-tunai memiliki dampak yang variatif, beberapa penelitian memperlihatkan adanya pengaruh usia, jenis kelamin, ketersediaan teknologi bahkan lokasi seperti wilayah perkotaan dan pedesaan dalam mempengaruhi penggunaan transaksi non-tunai.


(35)

2.7 Pengalaman Negara Lain

Penelitian-penelitian yang berkenaan penggunaan transaksi non-tunai bermula pada era 1980-an. Secara umum dan dalam pengertian luas faktor-faktor seperti penawaran, teknologi, finansial dan sosial-demografi menjadi aspek penting dalam menentukan perilaku suatu masyarakat yang menggunakan instrumen non tunai tersebut.

Kennickell dan Kwast (1997) yang menggunakan data Survey of Consumer Finances (SCF) tahun 1995, menghasilkan faktor umur yang mempengaruhi secara signifikan penggunaan instrumen non-tunai debit card oleh kalangan rumah tangga di Amerika Serikat.Dengan data yang sama Stavins (2001) menemukan bahwa pengaruh pendapatan tidak secara signifikan mempengaruhi penggunaan kartu debit, di sisi lain variabel teknologi ternyata lebih berpengaruh positif.

Viren (1994), dalam penelitiannya tentang prilaku penggunaan isntrumen kartu debit dan kartu kredit di Finlandia, hanya menghasilkan variabel jenis kelamin (perempuan lebih sedikit) yang berpengaruh negatif. Sementara Jonker (2005) melakukan penelitian untuk kasus Belanda, menyimpulkan bahwa variabel jenis kelamin (perempuan lebih banyak) yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap kartu debit, tetapi berpengaruh negatif terhadap kartu kredit.

2.8 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI)

Hipmi merupakan salah satu organisasi independen politik atau non-afiliasi di Indonesia yang secara khusus bergerak di bidang perekonomian dengan fokus kewirausahaan. Berdiri pada tanggal 10 Juni 1972, tujuannya pertama kali


(36)

adalah untuk menggerakkan wirausaa muda di Indonesia karena pada saat itu belum banyak anak muda yang bercita-cita menjadi pengusaha. Stigma yang berkembang mengingatkan bahwa pengusaha merupakan profesi yang penuh ketidakpastian, sehingga anggapan sebagian besar masyarakat ketika itu adalah lebih baik menjadi seorang birokrat atau aparat dan lain sebagainya.

Hipmi didirikan juga oleh tokoh-tokoh muda kala itu yang pada dasarnya juga dari kalangan pengusaha seperti Drs. Abdul Latief, Ir. Siswono Yudo Husodo, Teuku Sjahrul, Datuk Hakim Tantawi, Badar Tando, Irawan Djajaatmaja, SH , Hari Sjamsudin Mangaan, Pontjo Sutowo dan Ir. Mahdi Diah.

Sejalan dengan perkembangannya hipmi telah berhasil memunculkan tokoh-tokoh serta kader-kader pengusaha baru Indonesia. Stigma yang selama ini berkembang mengenai strata sosial kaum pengusaha juga telah secara signifikan berubah, dan menjadikan posisi pengusaha atau profesi pengusaha sebagai profesi yang berwibawa dan ini pada saat ini telah cukup berhasil merubah pola pandangan masyarakat. Kader-kader hipmi saat ini tidak hanya bergerak di level nasional namun sebagian mampu menembus level internasional. Fokus hipmi di era ini adalah mengembangkan Usaha Kecil – Menengah agar menjadi bantalan kuat ekonomi Indonesia secara nasional. Tantangan ekonomi yang semakin tinggi ditengah persaingan global membuat pengusaha Indonesia harus dapat bersaing dan tahan banting. Merupakan salah satu tujuan hipmi, yakni menjadikan pengkaderan pengusaha-pengusaha muda yang bergerak di sektor miko, kecil dan menengah menjadi bagian penting dalam ketahanan ekonomi nasional.


(37)

Hipmi secara struktural dan organisasi memiliki tingkatan mulai dari tingkat atau level pusat atau Badan Pengurus Pusat yang berkedudukan di Ibukota Jakarta. Badan Pengurus Daerah yang berpusat di Ibukota Provinsi, serta pengurus cabang yang berposisi di Ibukota Kabupaten/Kota. Hipmi sampai saat ini telah hadir di hampir seluruh Indonesia yakni di 33 Provinsi dan sementara memiliki 511 cabang menyesuaikan dengan perkembangan otonomi daerah dan pemekaran di berbagai wilayah Indonesia.

Para anggota hipmi memiliki jenis usaha yang variatif, mulai dari usaha perkebunan, kehutanan dan pertanian, usaha pertambangan, industri kimia,

furniture dan pariwisata serta jasa-jasa di berbagai bidang. Hipmi terus berkembang sampai saat ini dengan inovasi-inovasi baru dan menyesuaikan dengan kondisi perkonomian saat ini.

Hipmi merupakan organisasi potensial yang terdiri dari para penggerak ekonomi yang memiliki dampak luas secara nasional. Para pengusaha selalu mengharapkan adanya kebaruan dan inovasi yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan usaha mereka. Hal ini tentunya dapat mendukung efisiensi dan efektifitas mereka dalam menjalankan usaha dan bertransaksi untuk kebutuhan usaha. Maka dari itu dirasa penting untuk menjadikan anggota Hipmi yang telah secara struktural merupakan asosiasi pengusaha sebagai bagian percontohan dan

role model untuk menciptakan perekonomian yang berbasis kemandirian. Pengusaha tentunya juga diharapkan agar menjadi pelopor dalam mewujudkan masyarakat non-tunai di Indonesia.


(38)

2.9 Penelitian Terdahulu

Sridawati (2006) dalam penelitiannya mengenai preferensi masyarakat dalam menggunakan kartu pembayaran elektronik mengungkapkan bahwa ada delapan variabel yang secara jelas mempengaruhi preferensi masyarakat dalam menggunakan kartu pembayaran elektronik antara lain: umur, jenis kelamin, pendapatan rata-rata, pendidikan, motivasi, teknologi dan lokasi. Penelitian ini juga menganalisis peluang antara variabel yang mempengaruhi kartu pembayaran elektronik. Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang menggunakan kartu pembayaran elektronik tidak lebih banyak dengan masyarakat yang tidak menggunakan kartu pembayaran elektronik. Bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian di negara-negara lain secara umum, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pembayaran elektronik di Indonesia juga tidak jauh berbeda dengan prilaku masyarakat di negara lain seperti Belgia dan Amerika Serikat.

Zinman (2005) dalam penelitiannya menulis tentang analisisnya mengenai perbandingan penggunaan atara kartu debet dan kartu kredit. Hasil dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa berdasarkan kemudahan dan efisiensi penggunaan, masyarakat di seluruh dunia dewasa ini lebih cenderung berminat menggunakan kartu debet.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Scheft (2005), membahas mengapa dan bagaimana konsumen memilih metode pembayarannya sendiri. Dengan menggunakan data Point Off Sale (POS) dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penggunaan metode pembayaran antara lain: biaya


(39)

transaksi, lama transaksi, resiko, nilai dari pembelian dan ketersediaan (mudah ditemukan) alat pembayaran tersebut.

2.10 Kerangka Konseptual

Penelitian ini menjelaskan dan menganalisis tentang penggunaan transaksi non-tunai di kalangan pengusaha. Sistem Pembayaran merupakan bagian besar dan penting dalam suatu perekonomian. Seiring waktu, pola instrumen pembayaran juga mengalami perubahan dan inovasi baru, setidaknya terbagi atas pembayaran tunai dan non-tunai. Tujuan utama pembayaran non-tunai atau yang dikenal dengan electronic payment system adalah pertimbangan efisiensi, keamanan serta waktu.

Perbankan merupakan motor promosi Less Cash Society, sementara pengusaha adalah bagian penting dalam perekonomian. Kalangan pengusaha memiliki frekuensi transaksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kalangan masyarakat lainnya. Pengusaha relatif lebih berkepentingan untuk memiliki akses ke perbankan, sehingga perlu dilihat bagaimana penggunaan instrumen pembayaran non-tunai di kalangan pengusaha khususnya pengusaha yang tergabung dalam keanggotaan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Kota Medan.


(40)

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual Sistem Pembayaran

Transaksi Pembayaran Non-Tunai (Cashless)

Penggunaan Transaksi Non-Tunai

Kartu Debet/Kredit

Giro/Cek Elecronic Money

Faktor Pendukung

Faktor Penghambat

Kartu ATM

Mobile Banking, Phone dan Internet Banking


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah dalam keilmuan dengan tujuan mengumpulkan data untuk kegunaan tertentu secara rasional, sistematis dan empiris. Berikut adalah metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini:

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan tujuan menganalisis atau mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang kenyataan-kenyataan dan perilaku atau sifat suatu objek atau populasi tertentu. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan menggunakan sistem questionnaire yang ditujukan pada populasi tertentu yang disebelumnya telah ditetapkan.

Kuncoro (2009) mendeskripsikan penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian. Tipe yang paling umum digunakan dari penelitian deskriptif ini meliputi penilaian sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi, keadaan ataupun prosedur. Data deskriptif pada umumnya dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam survei, wawancara ataupun observasi.

3.2 Lokasi Penelitian


(42)

3.3 Batasan Operasional

Penelitian ini mengkaji penggunaan transaksi di kalangan pengusaha khususnya anggota HIPMI Kota Medan. Penelitian mengkaji penggunaan instrumen pembayaran non-tunai berdasarkan kategori menggunakan alat pembayaran seperti kartu ATM, debet, kredit dan uang elektronik (e-money). Penelitian juga bertujuan untuk mengkaji faktor pendukung dan penghambat yang menentukan penggunaan transaksi menggunakan instrumen non-tunai.

3.4 Definisi Operasional

1. Transaksi Non-Tunai

Transaksi Non-Tunai adalah segala bentuk instrumen pembayaran elektronis tanpa transaksi tunai yang diselenggarakan oleh industri (Bank dan Non-Bank) dengan menggunakan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) seperti Kartu kredit, kartu ATM/Debit dan Uang Elektronik (E-money)

2. APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu)

Adalah alat pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu automated teller machine (ATM) dan/atau kartu debet yang digunakan oleh responden yakni pengusaha.

3. Uang Elektronik

Adalah transaksi yang menggunakan jaringan komputer seperti internet dan sistem penyimpanan digital. E-money memiliki nilai tersimpan (stored-valued) atau prabayar (prepaid) yakni sejumlah nilai uang yang tersimpan


(43)

dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang dalam hal ini adalah responden yang menjadi sasaran penelitian yaitu pengusaha.

4. Kartu Kredit

Adalah APMK yang digunakan oleh responden dalam hal ini pengusaha HIPMI untuk melakukukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang berkewajiban melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus atau pun dengan pembayaran secara angsuran.

5. Kartu Debet

Merupakan APMK yang digunakan oleh responden dengan tujuan melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

3.5 Skala Pengukuran Variabel.

Pada penelitian ini para responden harus memilih dari beberapa kategori yang ada yang tentunya sesuai dengan kenyataan dan pada akhirnya akan disimpulkan agara memperoleh hasil dari penelitian ini. Skala yang digunakan


(44)

adalah skala kategori (category scale). Skala ini digunakan untuk mendapatkan jawaban tunggal dari multiple item atas jawaban-jawaban yang tersedia bagi responden untuk dipilih sesuai dengan keadaannya (Sinulingga, 2011).

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang yang dipilih dalam penelitian ini yaitu para pengusaha-pengusaha muda yang terdaftar sebagai anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Medan. Jumlah sampel yang diambil adalah 50 responden. Data ini bertujuan untuk melihat pola prilaku penggunaan transaksi non tunai dikalangan pengusaha muda khususnya anggota HIPMI.

3.7 Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung didapat atau dikumpulkan ole peneliti dengan cara metode observasi atau wawancara serta penyebaran kuesioner.

2. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data-data pendukung literatur yang diperoleh dari Bank Indonesia (BI). Data-data seperti Instrumen transaksi non-tunai dan hal-hal yang relevan dan berkenaan dengan judul penelitian.

3.8 Metode Pengumpulan Data

1. Kuesioner

Yaitu teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dengan cara menyebarkannya, adapan isi dari kuesioner tersebut adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. Dalam hal ini, responden


(45)

yang dimaksud adalah pengusaha muda yang terdaftar sebagai anggota HIPMI Kota Medan.

2. Studi Literatur

Merupakan teknik studi yang dilakukan dalam mengumpulkan data dan informasi melalui berbagai sumber baik buku, jurnal, tesis dan situs otoritas resmi instansi terkait dan sebagainya.

3.9 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis ini bertujuan untuk mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang sedang terjadi saat penelitian berjalan. Setelah data-data yang diperoleh dari para responden dimasukkan kedalam komputer dalam bentuk coding maka data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS 20. Hasil output SPSS tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat analisis statistika yang seperti yang diuraikan dibawah ini.


(46)

Tabel 3.1 Teknik Analisis Data

Tujuan Alat Analisis

1. Mengidentifikasi karakteristik dan prilaku pengusaha pengguna transaksi non-tunai.

2. Menjelaskan persepsi, preferensi dan prilaku pengusaha itu sendiri terhadap sistem pembayaran non-tunai beserta kendala-kendala yang dihadapi.

3. Menganalisis faktor-faktor pembentuk dan penentu preferensi pengusaha terhadap produk instrumen pembayaran non tunai

Analisis Crosstab

Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif

1. Analisis Cross-Tab

Analisis Cross-Tab (Cross-Tabulation) menggunakan uji statistik untuk mengidentifikasikan dan mengetahui korelasi antara dua variabel. Dimana apabila terdapat hubungan antara keduanya, maka terdapat tingkat ketergantungan yang saling mempengaruhi yaitu variabel yang satu ikut mempengaruhi perubahan pada variabel yang lain. Hipotesis awal yang digunakan pada tahap perhitungan

crosstab adalah adanya keterkaitan antara variabel baris dan kolom. Analisis Cross-Tab akan dilakukan dengan bantuan software SPSS 20 untuk memudahkan dalam menganalisis data yang didapatkan dari lapangan.


(47)

2. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjawab permasalahan yang kedua dan ketiga yaitu untuk mengetahui persepsi, preferensi dan prilaku pengusaha itu sendiri terhadap sistem pembayaran dan mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam menggunakan transaksi pembayaran non-tunai.

Analisis ini akan dilakukan dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul. Data yang analisis berupa jawaban-jawaban kuisioner dari para responden yaitu pengusaha-pengusaha di Kota Medan.


(48)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Transaksi Non Tunai

Transaksi non tunai dewasa ini menjadi bagian penting dalam mendukung terwujudnya transparansi dan menciptakan efisiensi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi sehari-hari. Kondisi global dimana kegiatan perekonomian semakin terintegrasi dan membutuhkan kecepatan dan ketepatan, berdampak pada kebutuhan masyarakat global yang semakin instan dan mengidamkan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tentunya membuat keadaan dimana inovasi dan terobosan dalam transaksi dan sistem pembayaran semakin dibutuhkan.

Transaksi non-tunai bukan hanya bertujuan untuk menciptakan kemudahan namun ternyata juga membuat terjadinya efisiensi dalam hal penggunaan anggaran untuk mencetak uang yang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dalam jangka panjang kebijakan untuk mendukung penggunaan transaksi non-tunai akan berdampak pada pola hidup masyarakat secara luas. Namun hal ini akan lebih cepat memiliki dampak pada kalangan masyarakat yang memiliki intensitas transaksi yang relatif tinggi, salah satunya adalah pengusaha. Pengusaha merupakan bagian penting dalam perekonomian, semakin tinggi persentase pengusaha di suatu negara atau masyarakat maka akan semakin baik pula perekonomian negara tersebut.

Pengusaha yang paling banyak memiliki kemudahan dalam transaksi dan fasilitas perbankan relatif memiliki jumlah uang tabungan atau deposito yang juga relatif banyak dan membutuhkan kemudahan dalam akses keuangan dan transaksi.


(49)

Terdapat sekitar 1,65% jumlah wirausahawan di Indonesia dari jumlah penduduk pada tahun 2013 (Kemenkop), dan diduga jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan upaya keras pemerintah dan keinginan masyarakat dalam melaksanakannya. Maka dari itu perkembangan pengusaha yang memiliki akses ke perbankan dan menikmati fasilitas keuangan perbankan juga akan secara proporsional meningkat. Seiring dengan hal itu maka pengetahuan dan penggunaan akan transaksi non tunai juga akan meningkat. Jika dilihat pengaruh penggunaan instrumen pembayaran non-tunai mempengaruhi frekuensi transaksi yang dilakukan oleh masyarakat khususnya di kalangan pengusaha.

Jika hal ini terus berlanjut, transaksi non-tunai akan menjadi substitusi transaksi konvensional dan lambat laun akan menjadi kebiasaan dalam masyarakat. Pengusaha juga melihat peluang hal tersebut dengan menggunakan dan memanfaatkan electronic payment system dalam transaksi sehari-harinya maka akan dengan mudah bagi pengusaha untuk mengatur keuangannya masing-masing.

4.2 Gambaran Responden

Responden yang menjadi target dalam penelitian ini adalah anggota pengusaha yang terdaftar di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI Kota Medan) sebanyak 50 responden. Beberapa kriteria yang terdapat pada responden adalah sebagai berikut:


(50)

4.2.1 Profil Usia Responden

Berdasarkan hasil kuesioner yang sudah diolah maka dapat diketahui secara umum umur berkisar antara 17-57 tahun.

Tabel 4.1

Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

No Umur (tahun) Jumlah Persen (%)

1 15-24 1 2

2 25-34 22 44

3 35-44 19 38

4 45-54 6 12

5 >55 2 4

Total 50 100%

Sumber : Data Primer Diolah

Sebagian besar responden yang mengisi kuesioner secara rata-rata berusia antara 25-44 tahun yaitu berjumlah 41 orang. Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 4.1 diatas.

4.2.2 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jika dilihat dari jenis kelamin maka persentase berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini bersifat seimbang yang mana terdiri dari 25 laki-laki dan 25 perempuan atau 50:50. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2

Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 25 50%

2 Perempuan 25 50%


(51)

4.2.3 Profil Responden Berdasarkan Status

Berdasarkan status masing-masing responden maka dapat pula dilihat bahwa sebagian besar responden atau 66% dari total sudah menikah dengan kata lain sebagian besar reponden pada dasarnya sudah berkeluarga dan hanya 32% atau sekitar 16 dari responden yang belum menikah. Hal ini dapat dilihat di tabel

Tabel 4.3

Profil Responden Berdasarkan Status

No Keterangan Jumlah Persentase

1 Belum Menikah 16 32%

2 Sudah Menikah 33 66%

3 Cerai Mati 1 2%

Sumber: Data Primer Diolah

4.2.4 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Dari hasil tabulasi kuesioner yang diperoleh maka dapat dilihat bahwa terdapat 56 % dari total responden adalah berpendidikan pada tingkat perguruan tinggi dan 16 % berpendidikan diploma, sementara hanya terdapat 28% dari responden yang berpendidikan SMA/SMK atau sederajat. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah berikut.


(52)

Gambar 4.1

Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumber: Data Primer Diolah

4.2.5 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Jika dilihat berdasarkan tingkat pendapatan secara umum seluruh responden yang merupakan anggota HIPMI maka akan terlihat seperti tabel 4.3 dimana 66 % atau 33 orang memiliki pendapatan kurang dari Rp 5.000.000/bulan, 28% atau 14 orang memiliki pendapatan dengan range antara Rp 6.000.000 s/d Rp 10.000.000 dan 6 % atau 3 responden berpendapatan antara Rp 11.000.000 s/d Rp 15.000.000.

Tabel 4.4

Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

No Pendapatan Jumlah Persentase

1 < Rp 5.000.000 33 66%

2 Rp 6.000.000 - Rp 10.000.000 14 28% 3

Rp 11.000.000 - Rp

15.000.000 3 6%

Total 50 100%

Sumber : Data Primer Diolah

4.3 Analisis Crosstab

Analisis crosstab digunakan untuk melihat tabulasi silang serta signifikansi dari hubungan beberapa variabel dalam penelitian

28%

16% 56%


(53)

4.3.1 Umur – Frekuensi Penggunaan Alat Pembayaran Non-Tunai

Tabel 4.5 dibawah menjelaskan hubungan antara umur responden secara keseluruhan terhadap frekuensi atau keseringan menggunakan Alat Pembayaran Non-Tunai berdasarkan hasil kuesioner yang telah diolah. Analisis akan dijelaskan oleh tabel ouput berikut.

Tabel 4.5

Crosstab Umur- Frekuensi Penggunaan Alat Pembayaran Non-Tunai

Sangat

Jarang Jarang

Cukup

Sering Sering

Sangat Sering

Tidak Pernah

ATM 0 Tahun

0 0 0 0 1

30 Tahun

5 4 3 6 4

40 Tahun

2 4 4 7 2

50 Tahun

1 1 2 2 0

>51 Tahun 0 1 0 0 1

Uang Elektronik 0 Tahun

0 1 0 0 0 0

30 Tahun

4 4 1 3 3 7

40 Tahun

3 6 2 4 0 4

50 Tahun

3 0 1 1 0 1

Frekuensi Penggunaa


(54)

>51 Tahun 0 0 0 0 0 2 Kartu Kredit

0 Tahun

0 1 0 0 0

30 Tahun

3 2 0 8 9

40 Tahun

0 4 0 7 8

50 Tahun

2 0 0 1 3

>51 Tahun 1 1 0 0 0

Kartu Debit 0 Tahun

0 1 0 0 0

30 Tahun

2 3 0 6 11

40 Tahun

0 1 0 9 9

50 Tahun

0 0 0 2 4

>51 Tahun 0 2 0 0 0

Mobile Banking 0 Tahun

0 1 0 0 0

30 Tahun

2 5 0 7 8

40 Tahun

0 4 1 3 11

50 Tahun

0 2 0 3 1

>51 Tahun 0 1 0 0 1

Phone Banking 0 Tahun

0 1 0 0 0

30 Tahun


(55)

40 Tahun

3 7 0 5 4

50 Tahun

1 3 0 2 0

>51 Tahun 0 0 0 2 0

Internet Banking 0 Tahun

0 1 0 0 0

30 Tahun

3 5 0 7 7

40 Tahun

2 4 0 10 3

50 Tahun

1 1 0 3 1

>51 Tahun 0 0 0 1 1

Cek/Giro 0 Tahun

0 0 0 0 1

30 Tahun

2 8 0 7 5

40 Tahun

1 5 0 9 4

50 Tahun

2 0 0 2 2

>51 Tahun 0 1 0 1 0

Sumber: data diolah

Tabel 4.5 menjelaskan hubungan antara umur responden terhadap keseringan dalam menggunakan alat pembayaran non tunai dimana dapat dilihat dengan jelas bahwa mayoritas responden yang sering menggunakan alat pembayaran non tunai berusia 21 – 40 tahun. Alat pembayaran non tunai yang menjadi instrumen pembayaran yang ditanyakan dalam kuesioner adalah kartu


(56)

ATM (utk transfer), uang elektronik, kartu kredit, kartu debet, mobile banking, phone banking, Internet Banking dan Cek/Giro.

Tabel 4.6

Hasil Chi Square Umur – Frekuensi Penggunaan ATM

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 12,804a 16 ,687 Likelihood Ratio 12,530 16 ,707 Linear-by-Linear

Association ,039 1 ,843

N of Valid Cases 50

a. 23 cells (92,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,16.

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 12,804 sedangkan Chi-Square tabel adalah 26,296 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan frekuensi penggunaan ATM.

Tabel 4.7

Hasil Chi-Square Umur – Frekuensi Pengguanaan Uang Elektronik

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 19,632a 20 ,481 Likelihood Ratio 20,399 20 ,433 Linear-by-Linear Association 1,180 1 ,277 N of Valid Cases 50

a. 28 cells (93,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,06.


(57)

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 19,632 sedangkan Chi-Square tabel adalah 31,410 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan frekuensi penggunaan uang elektronik.

Tabel 4.8

Hasil Chi-Square Umur – Frekuensi Penggunaan Kartu Kredit

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 17,952a 12 ,117 Likelihood Ratio 18,864 12 ,092 Linear-by-Linear

Association 1,059 1 ,304 N of Valid Cases 50

a. 16 cells (80,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,12.

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 17,952 sedangkan Chi-Square tabel adalah 21,026 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan frekuensi penggunaan kartu kredit.


(58)

Tabel 4.9

Hasil Chi- Square Umur – Frekuensi Penggunaan Kartu Debit

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 24,480a 12 ,017 Likelihood Ratio 19,498 12 ,077 Linear-by-Linear

Association ,088 1 ,767

N of Valid Cases 50

a. 16 cells (80,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,04.

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 24,480 sedangkan Chi-Square tabel adalah 21,026 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih besar dari Chi-Square tabel, maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara umur dengan frekuensi penggunaan kartu debit.

Tabel 4.10

Hasil Chi Square Umur – Frekuensi Penggunaan Mobile Banking

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 12,954a 16 ,676 Likelihood Ratio 14,195 16 ,584 Linear-by-Linear

Association ,202 1 ,653

N of Valid Cases 50

a. 21 cells (84,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 12,954 sedangkan Chi-Square tabel adalah 26,296 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima


(59)

yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan frekuensi penggunaan mobile banking.

Hal ini menjelaskan bahwa berdasarkan hasil kuesioner ada kecenderungan bahwa kelompok responden usia muda relatif lebih sering menggunakan kartu debit dalam transaksi pembayaran mengingat kartu debit adalah instrumen pembayaran dengan fungsi efisien meskipun dengan jumlah nominal transaksi yang besar. Di sisi lain responden juga adalah merupakan pengusaha yang memiliki kebutuhan transaksi yang cukup tinggi frekuensinya

Tabel 4.11

Hasil Chi- Square Umur – Frekuensi Penggunaan Phone Banking

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 11,140a 12 ,517 Likelihood Ratio 12,133 12 ,435 Linear-by-Linear

Association ,197 1 ,657

N of Valid Cases 50

a. 17 cells (85,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,16.

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 11,140 sedangkan Chi-Square tabel adalah 21,026 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan frekuensi penggunaan phone banking


(60)

Tabel 4.12

Hasil Chi- Square Umur – Frekuensi Penggunaan Internet Banking

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 7,476a 12 ,825 Likelihood Ratio 7,541 12 ,820 Linear-by-Linear

Association ,546 1 ,460

N of Valid Cases 50

a. 17 cells (85,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,12.

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 7,476 sedangkan Chi-Square tabel adalah 21,026 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan frekuensi penggunaan Internet banking.

Tabel 4.13

Hasil Chi- Square Umur – Frekuensi Penggunaan Cek/Giro

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 11,224a 12 ,510 Likelihood Ratio 11,953 12 ,449 Linear-by-Linear

Association ,041 1 ,840

N of Valid Cases 50

a. 15 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,10.

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 11,224 sedangkan Chi-Square tabel adalah 21,026 sehingga dapat diambil kesimpulan


(61)

bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan frekuensi penggunaan Cek/giro.

4.3.2 Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Alat Pembayaran Non-Tunai

Tabel dibawah menjelaskan hubungan antara pendapatan dan frekuensi penggunaan transaksi menggunakan Alat Pembayaran Non-Tunai berdasarkan hasil kuesioner yang telah diolah. Analisis akan dijelaskan oleh tabel output berikut.

Tabel 4.14

Cross tab Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Alat Pembayaran Non-Tunai

Sangat

Jarang Jarang

Cukup

Sering Sering

Sangat Sering

Tidak Pernah

ATM

< Rp 5.000.000 7 7 6 8 5

Rp 6.000.000 –

Rp 10.000.000 1 2 2 7 2

Rp 11.000.000 –

Rp 15.000.000 0 1 1 0 1

Uang Elektronik

< Rp 5.000.000 7 7 2 5 3 9

Rp 6.000.000 –

Rp 10.000.000 2 4 2 3 0 3

Rp 11.000.000 –

Rp 15.000.000 1 0 0 0 0 2

Kartu Kredit

< Rp 5.000.000 4 4 0 12 13

Rp 6.000.000 –

Rp 10.000.000 2 4 0 4 4

Frekuensi Penggunaan


(62)

Rp 11.000.000 –

Rp 15.000.000 0 0 0 0 3

Kartu Debet

< Rp 5.000.000 1 3 0 13 16

Rp 6.000.000 –

Rp 10.000.000 1 4 0 3 6

Rp 11.000.000 –

Rp 15.000.000 0 0 0 1 2

Mobile Banking

< Rp 5.000.000 2 7 0 8 16

Rp 6.000.000 –

Rp 10.000.000 0 6 0 3 5

Rp 11.000.000 –

Rp 15.000.000 0 0 1 2 0

Phone Banking

< Rp 5.000.000 6 14 0 8 5

Rp 6.000.000 –

Rp 10.000.000 2 5 0 3 4

Rp 11.000.000 –

Rp 15.000.000 0 1 0 1 1

Internet Banking

< Rp 5.000.000 1 10 0 13 9

Rp 6.000.000 –

Rp 10.000.000 4 1 0 7 2

Rp 11.000.000 –

Rp 15.000.000 1 0 0 1 1

Cek/Giro

< Rp 5.000.000 5 12 0 9 7

Rp 6.000.000 –

Rp 10.000.000 0 2 0 9 3

Rp 11.000.000 –

Rp 15.000.000 0 0 0 1 2

Sumber : data diolah

Tabel 4.14 mendeskripsikan hubungan antara tingkat pendapatan responden yang bervariasi terhadap frekuensi penggunaan transaksi menggunakan Alat Pembayaran Non-Tunai. Pada tabel terlihat range pendapatan responden terdiri dari tiga bagian yaitu, responden dengan pendapatan dibawah Rp


(63)

5.000.000, responden dengan pendapatan Rp 6.000.000 s.d Rp 10.000.000 dan responden dengan pendapatan Rp 11.000.000 s.d Rp 15.000.000.

Pada tabel dapat terlihat bahwa sebagian besar responden pernah menggunakan Alat Pembayaran Non-tunai pada kategori “sering” dan “sangat sering”. Alat Pembayaran Non-tunai yang ditanyakan dalam kuesioner adalah kartu ATM (utk transfer), uang elektronik, kartu kredit, kartu debet, mobile banking, phone banking, Internet Banking dan Cek/Giro.

Tabel 4.15

Hasil Chi-Square Pendapatan - Frekuensi Penggunaan ATM

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 6,481a 8 ,593 Likelihood Ratio 7,475 8 ,486 Linear-by-Linear Association 1,507 1 ,220 N of Valid Cases 50

a. 10 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,48.

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 6,481 sedangkan Chi-Square tabel adalah 15,507 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara penghasilan dengan frekuensi penggunaan ATM.


(64)

Tabel 4.16

Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Uang Elektronik

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 6,672a 10 ,756 Likelihood Ratio 8,381 10 ,592 Linear-by-Linear Association ,875 1 ,349 N of Valid Cases 50

a. 14 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,18.

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 6,672 sedangkan Chi-Square tabel adalah 18,307 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara penghasilan dengan frekuensi penggunaan uang elektronik.

Tabel 4.17

Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Kartu Kredit

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 6,962a 6 ,324 Likelihood Ratio 7,766 6 ,256 Linear-by-Linear

Association ,068 1 ,794

N of Valid Cases 50

a. 8 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,36.

Tabel 4.17 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 6,962 sedangkan Chi-Square tabel adalah 12,591 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima


(65)

yang berarti tidak ada hubungan antara penghasilan dengan frekuensi penggunaan kartu kredit.

Tabel 4.18

Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Kartu Debit

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 4,885a 6 ,559 Likelihood Ratio 5,015 6 ,542 Linear-by-Linear

Association ,264 1 ,607

N of Valid Cases 50

a. 9 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,12.

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 4,885 sedangkan Chi-Square tabel adalah 12,591 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara penghasilan dengan frekuensi penggunaan kartu debit.

Tabel 4.19

Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Mobile Banking

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 23,080a 8 ,003 Likelihood Ratio 14,897 8 ,061 Linear-by-Linear Association ,539 1 ,463 N of Valid Cases 50

a. 11 cells (73,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,06.


(66)

Tabel 4.19 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 23,080 sedangkan Chi-Square tabel adalah 15,507 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih besar dari Chi-Square tabel, maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara penghasilan dengan frekuensi penggunaan mobile banking.

Responden dengan tingkat pendapatan < Rp 5.000.000 dan secara umum relatif lebih sering menggunakan fasilitas mobile banking dikarenakan kemudahan yang diberikan oleh mobile banking atau yang dikenal dengan M-Banking. Kemudahan Mobile Banking jika dibandingkan dengan Internet Banking adalah akses yang lebih mudah dan lebih efisien karena dapat diakses melalui telepon seluler yang mana akan sangay membantu jika membutuhkan transaksi yang cepat tanpa harus mencari bank atau akses internet.

Tabel 4.20

Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Phone Banking

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 2,067a 6 ,913 Likelihood Ratio 2,467 6 ,872 Linear-by-Linear

Association 1,517 1 ,218 N of Valid Cases 50

a. 7 cells (58,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,48.

Tabel 4.20 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 2,067 sedangkan Chi-Square tabel adalah 12,591 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima


(67)

yang berarti tidak ada hubungan antara penghasilan dengan frekuensi penggunaan phone banking.

Tabel 4.21

Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Internet Banking

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 10,780a 6 ,095 Likelihood Ratio 11,581 6 ,072 Linear-by-Linear

Association ,665 1 ,415

N of Valid Cases 50

a. 8 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,36.

Tabel 4.21 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 10,780 sedangkan Chi-Square tabel adalah 12,591 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara penghasilan dengan frekuensi penggunaan internet banking.


(68)

Tabel 4.22

Hasil Chi Square Pendapatan – Frekuensi Penggunaan Cek/Giro

Tabel 4.22 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 11,164 sedangkan Chi-Square tabel adalah 12,591 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara penghasilan dengan frekuensi penggunaan cek/giro.

4.4 Faktor Pendorong dan Penghambat Penggunaan Alat Pembayaran

Non-Tunai

Pembayaran menggunakan transaksi non tunai di Indonesia bukanlah hal yang baru dan seiring dengan kemajuan teknologi dan inovasi keuangan dan perbankan, pembayaran non-tunai menjadi trend dalam sistem pembayaran secara umum. Namun perkembangannya masih mengalami tantangan dan hambatan. Para responden yang juga merupakan pengusaha memiliki dasar dalam memilih pola transaksi pembayarannya masing-masing, yang mana menurut mereka menjadi faktor pendorong dan penghambat dalam menggunakan Instrumen Pembayaran Non-Tunai akan dijelaskan pada bagian ini.

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 11,164a 6 ,083 Likelihood Ratio 12,645 6 ,049 Linear-by-Linear

Association 6,884 1 ,009 N of Valid Cases 50

a. 8 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,30.


(69)

4.4.1 Pola Transaksi sehari-hari

Hasil kuesioner penelitian ini juga menjabarkan mengenai pola transaksi sehari-hari para responden sebagai konsumen dan juga pengusaha yang menjelaskan bagaimana preferensi responden dalam memilih pola transaksinya serta pandangan responden mengenai perkembangan Alat Pembayaran Non-Tunai. Berikut penjelasan hasil kuesioner mengenai hal tersebut.

Gambar 4.2

Komposisi Penggunaan Uang “cash” sehari-hari pada Responden

Sumber : data diolah

Berdasarkan Gambar 4.2 di atas dapat dilihat dari keseluruhan responden bahwa sejumlah 92% atau 46 dari 50 responden yang menjadi objek penelitian masih menyatakan lebih sering menggunakan uang cash sebagai pola transaksi sehari-hari dan hanya 8% atau 4 dari 50 responden yang sudah menyatakan tidak lagi sering menggunakan transaksi menggunakan uang cash atau dengan kata lain non-cash (non-tunai).

92% 8%

Sering menggunakan uang "cash"

Tidak sering menggunakan uang "cash"


(1)

sangat jarang Jarang cukup sering sering sangat sering

Penghasilan

1 7 7 6 8 5 33

2 1 2 2 7 2 14

3 0 1 1 0 1 3

Total 8 10 9 15 8 50

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 6,481a 8 ,593

Likelihood Ratio 7,475 8 ,486

Linear-by-Linear Association 1,507 1 ,220

N of Valid Cases 50

a. 10 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,48.

penghasilan * PE05 Crosstabulation

Count

PE05 Total

0 sangat jarang jarang cukup sering sering sangat sering

Penghasilan

1 9 7 7 2 5 3 33

2 3 2 4 2 3 0 14

3 2 1 0 0 0 0 3


(2)

Likelihood Ratio 8,381 10 ,592

Linear-by-Linear Association ,875 1 ,349

N of Valid Cases 50

a. 14 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,18.

penghasilan * PE06 Crosstabulation

Count

PE06 Total

sangat jarang jarang sering sangat sering

Penghasilan

1 4 4 12 13 33

2 2 4 4 4 14

3 0 0 0 3 3

Total 6 8 16 20 50

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 6,962a 6 ,324

Likelihood Ratio 7,766 6 ,256

Linear-by-Linear

Association ,068 1 ,794

N of Valid Cases 50

a. 8 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,36.


(3)

sangat jarang jarang sering sangat sering

Penghasilan

1 1 3 13 16 33

2 1 4 3 6 14

3 0 0 1 2 3

Total 2 7 17 24 50

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 4,885a 6 ,559

Likelihood Ratio 5,015 6 ,542

Linear-by-Linear

Association ,264 1 ,607

N of Valid Cases 50

a. 9 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,12.

penghasilan * PE08 Crosstabulation

Count

PE08 Total

sangat jarang jarang cukup sering sering sangat sering

Penghasilan

1 2 7 0 8 16 33

2 0 6 0 3 5 14

3 0 0 1 2 0 3


(4)

Likelihood Ratio 14,897 8 ,061

Linear-by-Linear Association ,539 1 ,463

N of Valid Cases 50

a. 11 cells (73,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,06.

penghasilan * PE09 Crosstabulation

Count

PE09 Total

sangat jarang\ jarang sering sangat sering

Penghasilan

1 6 14 8 5 33

2 2 5 3 4 14

3 0 1 1 1 3

Total 8 20 12 10 50

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 2,067a 6 ,913

Likelihood Ratio 2,467 6 ,872

Linear-by-Linear

Association 1,517 1 ,218

N of Valid Cases 50

a. 7 cells (58,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,48.


(5)

sangat jarang jarang sering sangat sering

Penghasilan

1 1 10 13 9 33

2 4 1 7 2 14

3 1 0 1 1 3

Total 6 11 21 12 50

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 10,780a 6 ,095

Likelihood Ratio 11,581 6 ,072

Linear-by-Linear

Association ,665 1 ,415

N of Valid Cases 50

a. 8 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,36.

penghasilan * PE11 Crosstabulation

Count

PE11 Total

sangat jarang jarang sering sangat sering

Penghasilan

1 5 12 9 7 33

2 0 2 9 3 14

3 0 0 1 2 3


(6)

Likelihood Ratio 12,645 6 ,049 Linear-by-Linear

Association 6,884 1 ,009

N of Valid Cases 50

a. 8 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,30.