cm, C: 1.0-1.9 cm, D: 2.0-2.9 cm, E: Bentuk asli
Bagi tanaman fosfat merupakan salah satu bahan kimia yang sangat penting. Fosfor dialam terbagi dalam dua bentuk yaitu senyawa fosfat organik dan
senyawa fosfat anorganik Jeffris dan Mills, 1996. Berdasarkan Gambar 14 kandungan fosfat lindi masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan Kepmentan
No.70 Tahun 2011 tentang baku mutu pupuk organik cair dari limbah yaitu sebesar minimal 0,04 mgl Tabel 10. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa lindi yang ada dapat dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk pupuk cair.
Kadar Logam Berat Dalam Lindi
Untuk mengetahui karakteristik polutan dalam lindi dilakukan pengamatan terhadap kadar logam berat pada lindi. Analisis kadar logam berat merkuri Hg,
Kadmium Cd, Kromium Heksavalen Cr, Seng Zn, Tembaga Cu dan Timbal Pb dalam lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota dalam lisimeter
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Kandungan logam berat lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota Perlakuan
Satuan Logam Berat
Cr Cd
Pb Hg
Zn Cu
A mgl
0.351 0.007 0.007
0.005 0.621
0.095 B
mgl 0.125 0.003
0.011 0.003
0.411 0.125
C mgl
0.019 0.005 0.009
0.006 0.401
0.195 D
mgl 0.911 0.019
0.004 0.014
0.611 0.135
E mgl
0.025 0.006 0.011
0.009 0.571
0.092 Standar
mgl 210
0.5 12.5
0.25 5000 5000
Keterangan: Cr: Kromium Heksavalen, Cd: Kadmium, Pb: Timbal, Hg: Mercuri, Zn: Seng, Cu: Tembaga,:Pementan No.702011, A: 0.1 cm,
B: 0.1-0.9 cm, C: 1.0-1.9 cm, D: 2.0-2.9 cm, E: Bentuk asli. Logam berat Hg, Cd, Cr, Zn, Cu dan Pb dalam lindi yang dianalisis pada
semua perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan Peraturan Menteri Pertanian nomor 70 Tahun 2011 yaitu tentang persyaratan dan pengawasan kandungan
pupuk cair organik berasal dari limbah. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk semua lindi hasil perlakuan memenuhi standar baku yang aman untuk
dikembalikan ke lingkungan sebagai pupuk cair. Di dalam Permentan No.70 Tahun 2011 maksimum kadar enam macam logam berat yang diperkenankan ada
dalam pupuk cair organik adalah 0.25 mgl Hg, 0.5 mgl Cd, 210 mgl Cr, 5000 mgl Zn, 5000 mgl Cu dan 12.5 mgl Pb. Dari seluruh sampel lindi yang
dianalisis kadar Hg dan Cd terdeteksi paling tinggi pada perlakuan D. Kadar Pb terdeteksi paling tinggi pada perlakuan E dan B. Kandungan Cr dan Zn paling
tinggi pada perlakuan A serta Cu tertinggi pada perlakuan C. Pada air lindi juga terdeteksi adanya beberapa logam berat seperti timbal Pb, krom Cr dan nikel
Ni, meskipun dalam konsentrasi kecil Romli et al. 2004.
Kadar Merkuri Hg Lindi
Hasil analisis di laboratorium merkuri terdeteksi pada semua perlakuan lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota dalam lisimeter Tabel 10. Lindi
dengan kandungan merkuri ditemukan paling tinggi pada perlakuan D dengan kadar 0.014 mgl. Kadar ini belum melampaui standar Permentan No. 70 Tahun
30 2011 tentang persyaratan pupuk cair untuk merkuri. Hasil penelitian sebelumnya
tentang kandungan mercuri Hg pada lindi dari outlet IPAL TPA Galuga yang dilakukan oleh Nurhasanah 2012 yang menyatakan bahwa dalam lindi outlet
TPA Galuga mengandung mercuri 0.201mgl.
Dewi et al. 2013 melaporkan bahwa kandungan mercuri sebesar 0.248 mgl terkandung dalam lindi pada lindi di TPA Jatibarang Semarang. Apabila
dibandingkan hasil penelitian ini dengan kedua hasil penelitian terdahulu di atas, kandungan Hg dalam lindi yang didapatkan penelitian ini jauh lebih rendah.
Penyebab dari perbedaan ini kemungkinan bisa diakibatkan karena lingkungan yang lebih tercemar di kedua TPA tersebut.
Kadar Kadmium Cd Lindi
Kadar kadmium Cd dalam lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota yang terdeteksi paling tinggi adalah pada perlakuan D 0.019 mgl. Menurut
Permentan No. 70 Tahun 2011 kadar Cd maksimum yang diperbolehkan dalam pupuk cair adalah 2 mgl Tabel 10. Fenomena ini mengindikasikan bahwa
kandungan Cd dalam lindi bila dibandingkan dengan standar Permentan tersebut semua perlakuan sudah memenuhi persyaratan pupuk cair. Kondisi lindi hasil
bio-konversi anaerobik sampah kota relatif cukup aman untuk dimafaatkan sebagai pupuk cair walaupun mengandung logam berat Cd tetapi masih berada
pada kisaran yang dipersyaratkan. Keberadaan logam berat Cd lindi dalam penelitian ini diperkirakan disebabkan oleh sampah kota yang tercampur dengan
sampah obat obatan dari rumah sakit disekitar TPS dan industri aki.
Kadar Timbal Pb Lindi
Kandungan Pb pada lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota yang terdeteksi berada pada kisaran sebesar 0.004 -0.011 mgl. Timbal Pb terdeteksi
pada semua perlakuan Tabel 10. Akan tetapi kadar Pb ini masih berada dibawah standar Permentan No.70 Tahun 2011 yaitu 50 mgl sehingga bisa disimpulkan
bahwa kandungan Pb pada lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota pada kisaran yang aman untuk dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk pupuk cair.
Kandungan Pb dalam lindi dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adanya rembesan sampah yang mengandung Pb baik sampah industri, sampah
pasar ataupun sampah rumah tangga ke dalam TPS tempat pembuangan sampah sementara.
Kadar Seng Zn Lindi
Kandungan Zn terdeteksi berada pada kisaran sebesar 0.401-0.625 mgl dalam lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota. Kandungan Seng Zn
terdeteksi pada semua perlakuan akan tetapi kadar Zn ini masih berada dibawah standar Permentan No. 70 Tahun 2011 sebesar 5000 mgl Tabel 10. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa kandungan Zn pada lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota pada kisaran yang aman untuk dikembalikan ke lingkungan dalam
bentuk pupuk cair. Diduga bahwa sumber pencemaran seng Zn dilingkungan berasal dari buangan limbah rumah tangga yang mengandung logam Zn seperti
korosi pipa-pipa air dan produk-produk konsumer misalnya, formula detergen yang tidak diperhatikan sarana pembuangannya. Seng Zn dialam tidak berada
dalam keadaan bebas, tetapi dalam bentuk terikat dengan unsur lain berupa
mineral. Mineral yang mengandung Zn di alam bebas antara lain kalamin, franklinite, smitkosonit, willenit, dan zinkit Samorn et al. 2002.
Kadar Tembaga CuLindi
Dari Tabel 10 hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Cu pada lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota berada pada kisaran yang aman
untuk dikembalikan ke lingkungan. Kandungan Cu pada lindi terdeteksi pada kisaran sebesar 0.092-0,195 mgl. Kandungan Tembaga Cu terdeteksi pada
semua perlakuan akan tetapi kadar Cu ini masih berada dibawah standar Permentan No.70 Tahun 2011 sebesar 5000 mgl dan bisa dikembalikan ke
lingkungan pada kondisi yang aman dalam bentuk pupuk cair. Masuknya kandungan Cu dalam sampah kota diduga karena aktivitas manusia seperti
buangan industri dan pertambangan Cu. Secara alami kandungan tembaga yang terdapat dalam bebatuan terkikis oleh air hujan. Air hujan ini memecah
kandungan tembaga dalam bebatuan dan melarutkan ion tembaga tersebut dalam air. Air yang mengandung tembaga terus mengalir ke TPS.
Kadar Kromium Heksavalen Cr
Kromium heksavalen Cr dalam lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota yang terdeteksi paling tinggi adalah pada perlakuan D 0.911 mgl.
Pencemaran Cr
6
ini diduga disebabkan banyak faktor antara lain konsentrasi limbah rumah tangga, industri cat, industri tekstil, industri penyamakan kulit dan
industri pelapisan logam sebagian besar berada di daerah Tanggerang Selatan atau sekitar TPS yang sangat berdekatan dengan pusat kota sehingga secara ekonomi
lebih banyak industri maupun pemukiman yang sangat padat. Oleh karena ini perlu dilakukan pengawasan terutama untuk limbah hasil buangan industri
tersebut sehingga pencemaran logam kromium dapat dihindarkan. Menurut Permentan No. 70 Tahun 2011 kadar Cr maksimum yang di perbolehkan dalam
pupuk cair adalah 210 mgl Tabel 10. Bila dibandingkan dengan standar Permentan tersebut semua perlakuan memenuhi persyaratan untuk dikembalikan
ke lingkungan sebagai pupuk cair.
Kesimpulan
Proses konversi semua ukuran sampah kota pada lindi memperlihatkan penurunan yang ditampilkan oleh nilai BOD, COD, NH
4
-N, TKN, dan Fosfat P kecuali kalium K
+
yang terjadi peningkatan nilai selama proses bio-konversi. Parameter BOD, COD, dan NH
4
-N belum memenuhi standar untuk dikembalikan ke lingkungan, parameter TKN, fosfat, dan kalium K
+
memenuhi standar yang aman untuk dikembalikan ke lingkungan sebagai pupuk cair. Karakteristik
polutan dalam lindi hasil bio-konversi anaerobik sampah kota berupa logam berat Hg, Cr, Cd, Pb, Zn dan Cu pada lindi yang dianalisis dari semua perlakuan
memenuhi standar baku yang aman untuk dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk pupuk cair bagi kegiatan pertanian.
32
4 KARAKTERISTIK KOMPOS ANAEROBIK DAN POTENSI
PEMANFAATAN MENJADI PUPUK ORGANIK DALAM LISIMETER
Pendahuluan
Persoalan sampah merupakan persoalan serius yang mengancam keberlanjutan lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh timbunan sampah pada
tanah, air maupun udara yang merupakan komponen abiotik dalam ekosistem akan berdampak negatif pada kehidupan organisme dalam ekosistem, termasuk
manusia sebagai bagian dari ekosistem. Jika organisme dalam ekosistem tidak dapat beradaptasi terhadap kondisi ekosistem yang terpolusi, organisme dapat
punah dan kepunahannya tersebut dapat menganggu kestabilan ekosistem. Rusaknya kondisi ekosistem itu pada akhirnya akan mengancam keselamatan
organisme lain dalam ekosistem, termasuk keselamatan manusia Dasgupta 2012.
Pemerintah menyadari
pentingnya pengelolaan
dan perlindungan
lingkungan hidup sehingga menetapkan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah. Sejak Januari 2012 dikampanyekan gerakan Indonesia “Bersih, Asri,
Indah Berseri” yang mensosialisasikan pengurangan sampah mandiri menggunakan pendekatan 3R Reduce, Reuse, Recycle. Namun sayangnya
gerakan tersebut tidak berjalan baik karena kurangnya sosialisasi pada masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembakaran sampah di tempat
terbuka akan menghasilkan gas beracun serta dioxin yang berasal dari proses pembakaran plastik dan bahan beracun lain yang ada di dalam sampah.
Keberadaan gas beracun tersebut akan menambah polusi udara Dahuri 2004. Terkait hal ini UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah membuat
larangan bagi setiap orang untuk membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Namun nampaknya masyarakat belum
mendapat sosialisasi yang baik tentang pelarangan tersebut sehingga perilaku membakar sampah di tempat terbuka masih terus dilakukan masyarakat.
Berdasarkan fakta-fakta di atas disimpulkan bahwa permasalahan sampah di Indonesia merupakan permasalahan nasional yang berdampak serius pada
kehidupan masyarakat dan kondisi lingkungan sehingga perlu dilakukan upaya- upaya untuk mengoptimalkan implementasi UU No. 18 Tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah. Untuk itu pemerintah dan masyarakat perlu bekerjasama sesuai peran dan fungsi masing-masing agar dapat mengatasi persoalan sampah,
sehingga kita dapat hidup lebih nyaman di lingkungan yang bersih dan sehat. Saat ini kebutuhan akan pupuk untuk kebutuhan pertanian sangatlah besar dan untuk
mengatasi keterbatasan bahan baku pupuk yang selama ini digunakan perlu adanya perolehan pupuk dari bahan lain terutama dari bahan sampah kota.
Konversi bahan organik sampah kota dapat terjadi dalam keadaan anaerobik. Dalam penelitian ini digunakan lisimeter yang berfungsi sebagai reaktor anaerobik.
Selain biogas hasil dari proses bio-konversi anaerobik adalah lindi dan padatan. Konversi anaerobik menghasilkan produksi kompos dalam bentuk kompos
anaerobik yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pupuk untuk kegiatan pertanian. Kandungan kompos anaerobik yang terdiri dari Nitrit, kalsium, dan
bahan organik lainnya sangat bermanfaat dalam perkembangan tanaman. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sampah kota mempunyai potensi untuk dijadikan pupuk
untuk tanaman dalam bentuk kompos anaerobik.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mutu kompos anaerobik berbagai ukuran sampah kota dalam lisimeter dan potensi pemanfaatan sebagai
pupuk organik.
Bahan dan Metode Bahan dan Alat
Penelitian tahap pertama bio-konversi anaerobik sampah kota dalam lisimeter dilaksanakan di BPPT Serpong dan analisis kualitas kompos anaerobik
dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Manajemen Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Bahan utama dalam penelitian ini adalah kompos anaerobik
yang diambil dari hasil bio-konversi anaerobik berbagai ukuran sampah kota dalam lisimeter dari berbagai ukuran selama proses bio-konversi 150 hari.
Tabel 11 Kualitas kompos anaerobik yang dianalisis
No Parameter
Satuan Metode
1 pH
- APHA ed. 21th 4500-H
+
B, 2005 2
CN Ratio -
By Different 3
Total Solid TS APHA ed. 21th 2540 B, 2005
4 Volatile Solid VS
APHA ed. 21th 2540 B, 2005 5
Kadar Air SNI 19-7030-2004
6 Kadar Abu
SNI 19-7030-2004 7
Nitrit NO
2
-N mgl
APHA ed.
21th
4500-NO
2
B, 2005 8
Suhu
o
C
-
Alat yang dipakai adalah Atomic Absorption Spectroscopy AAS, UV-Vis Spektrofotometer, TOC-Analyzer, High Performance Liquid Chromatography
HPLC, pH- meter, Mikroskop dengan image processing, peralatan pendukung untuk analisis menggunakan laboratorium Teknologi Manajemen Lingkungan
TML Institut Pertanian Bogor yang terakreditasi oleh KAN sesuai dengan prosedur APHA 2005.
Penelitian diawali dengan pengambilan sampel padatan hasil bio-konversi anaerobik dari 5 buah lisimeter yang berisi sampah kota berbagai ukuran yaitu
A=A 0.1 cm B=0,1 – 0,9 cm, C= 1,0 – 1,9 cm, D=2,0 – 2,9 cm, dan
E=Asli. Sampel diambil dengan cara membuka lubang kontrol bagian tengah lisimeter. Selanjutnya sampel di kemas menggunakan plastik kemudian dianalisis
di laboratorium Teknologi Manajemen Lingkungan TML, Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Metode analisis yang
dipakai dalam penelitian ini seperti yang tertera pada Tabel 11. Potensi kompos anaerobik sebagai pupuk organik dibandingkan dengan Permentan No. 70 Tahun
2011 tentang persyaratan pupuk organik.
Pengamatan meliputi kualitas kompos anaerobik selama waktu proses bio- konversi 150 hari di laboratorium. Parameter yang dianalisis meliputi
pH
, CN Ratio, Total Solid TS, Volatil Solid VS, Kadar air, Nitrit NO
2
-N, Suhu dan Kadar Abu.
34
Hasil dan Pembahasan Nilai pH
Pengamatan terhadap kompos anaerobik berbagai ukuran sampah kota pada masing masing perlakuan menunjukkan pH yang optimal dimulai sejak awal
proses sampai akhir proses bio-konversi. Menurut FFTC 2005 kondisi proses pengomposan yang optimal berada pada kisaran pH mendekati netral yaitu 6,8
– 7,5. Kondisi pH yang terlalu tinggi akan berpotensi kehilangan nitrogen akibat
penguapan amoniak NH
3
dan sebaliknya pH yang terlalu rendah berdampak pada kematian mikroorganisme Djuarnani et al. 2005.
Tabel 12 Profil perubahan nilai pH kompos anaerobik berbagai ukuran sampah kota
Perlakuan ukuran bahan
Waktu hari 30
60 90
120 150
Nilai pH A
4.98 4.46
4.53 5.90
6.20 6.40
B 5.61
5.44 5.66
5.59 5.40
5.80 C
5.23 5.50
6.91 6.43
6.00 6.40
D 5.70
5.84 5.30
5.89 5.80
5.89 E
5.26 5.19
6.32 6.20
5.70 6.21
Keterangan: A: 0.1 cm, B: 0.1-0.9 cm, C: 1.0-1.9 cm, D: 2.0-2.9 cm,