Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi dan Taksonomi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari
Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut
berasal dari Amerika, yakni dari Brazilia. Tanaman kelapa sawit berasal dari
daratan tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak diantara Afrika
dan Amerika. Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua
Afrika dan Amerika sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi
dipermasalahkan orang (Risza, 1994).
Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil. Batangnya tumbuh lurus, dan
umumnya tidak bercabang, dan tidak mempunyai kambium. Tanaman ini berumah
satu atau monoecius. Taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut :
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae


Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Palmae

Keluarga : Palmaeceae
Genus

: Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq
(Mangoensoekarja dan Semangun, 2005).
Menurut Suyatno (1995) tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6
kelompok yaitu :
a. Tanaman belum menghasilkan 0 – 3 tahun – muda (belum menghasilkan)
b. Tanaman menghasilkan 3 – 4 tahun – remaja (produksi/Ha; sangat rendah)


Universitas Sumatera Utara

c. Tanaman menghasilkan 5 – 12 tahun–teruna (produksi/Ha; mengarah naik)
d. Tanaman menghasilkan 12 – 20 tahun–dewasa (produksi/Ha; posisi
puncak)
e. Tanaman menghasilkan 21 – 25 tahun–tua (produksi/Ha; mengarah turun)
f. Tanaman menghasilkan 26 tahun – renta (produksi/Ha; sangat rendah)
Syarat tumbuh kelapa sawit merupakan aspek penting yang harus diperhatikan
karena merupakan aspek penentu dan sulit untuk dilakukan modifikasi. Hal ini
dapat diatasi dengan melakukan beberapa pendekatan agar faktor pembatas yang
ada dapat dicegah atau dapat ditekan sedemikian rupa sehingga berubah menjadi
faktor pendukung. Kelapa sawit dapat tumbuh di daerah antara 100 LU-120 LS.
Ketinggian tempat yang optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit berkisar 0-400
meter di atas permukaan laut. Curah hujan optimal yang dikehendaki sekitar
2000-2400 mm per tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Intensitas
penyinaran matahari optimum antara 5-12 jam per hari dan suhu optimum berkisar
antara 240 – 280 C. Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah seperti
tanah podsolik coklat, podsolik kuning, hidromorfik kelabu, alluvial, regosol, dan
organosol (tanah gambut). Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan
dan keseimbangan unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada tanah

dengan pH 5-7, dengan pH optimum antara 5-6 (Pahan, 2008).
Daun tanaman kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip
genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun disanggah oleh pelepah yang panjangnya
bisa mencapai 9 meter. Jumlah anak daun di setiap pelepah sekitar 250-300 helai.
Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Duduk pelepah daun pada
batang tersusun dalam satu susunan yang melingkari batang dan membentuk

Universitas Sumatera Utara

spiral. Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang dibudidayakan biasanya
memiliki 40-50 pelepah daun. Pertumbuhan pelepah daun pada tanaman muda
yang berumur 5-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang
lebih tua antara 20-25 helai. Kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur 12-14
bulan. Bunganya termasuk monocious yang berarti bunga jantan dan betina
terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Tanaman ini dapat
menyerbuk silang ataupun menyerbuk sendiri. Buah kelapa sawit termasuk buah
batu yang terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian luar (epicarpium) disebut kulit luar,
lapisan tengah (mesocarpium) atau disebut daging buah, mengandung minyak
kelapa sawit yang disebut Crude Palm Oil (CPO), dan lapisan dalam
(endocarpium) disebut inti, mengandung minyak inti yang disebut PKO atau Palm

Kernel Oil (Mangoensoekarja dan Semangun, 2005).
Tumbuhan seperti perkebunan, memiliki mekanisme proses fotosintesis
(asimilasi) yang menyerap CO2 atmosfer bumi dan energi matahari dan disimpan
dalam bentuk biomass (stok karbon). Selain proses fotosintesis, tumbuhan juga
melakukan pernafasan/respirasi yang menghasilkan CO2 ke atmosfer bumi. Oleh
sebab itu, yang perlu dilihat adalah penyerapan netto-nya yakni CO2 yang diserap
dikurangi CO2 yang dilepas. Henson (1999) menghitung penyerapan netto CO2
perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan hutan alam tropis. Data empiris
tersebut menunjukkan bahwa secara netto kelapa sawit dan hutan alam tropis (juga
tanaman lainnya) adalah penyerap CO2 dari atmosfer bumi. Namun kemampuan
perkebunan kelapa sawit dalam menyerap CO2 (secara netto) lebih besar
dibandingkan hutan alam tropis.

Universitas Sumatera Utara

Tanaman kelapa sawit juga memerlukan unsur hara tambahan untuk
pertumbuhannya, penyerapan unsur hara yang berasal dari pupuk akan lebih
efektif karena meningkatnya daya dukung tanah akibat penambahan bahan
organik dalam tanah. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman akan lebih baik
sehingga dapat meningkatkan berat basah dan berat kering tanaman dan sesuai

dengan kemampuan menyimpan oleh bagian tanaman tersebut
(Suwandi dan Chan, 1982) .
Sebagian areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera pada mulanya
dimiliki oleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya,
kepemilikan perkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari
Eropa. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang pesat pada tahun
1969. Pada saat itu luas areal perkebunan kelapa sawit adalah 119.500 hektar
dengan total produksi minyak sawit mentah yaitu 189.000 ton per tahun.
Sedangkan pada tahun 2005 produksi minyak kelapa sawit Indonesia mencapai
9,9 juta ton (Hadi, 2004).
Banyak air yang terkandung pada sepotong kayu disebut kadar air (KA)
kayu. Banyaknya kandungan kadar air pada kayu bervariasi, tergantung jenis
kayunya, bagian kayunya, kandungan tersebut berkisar sekitar 40-400%. Hasil
inventarisasi dikumpulkan dilapangan merupakan data berat basah sehingga
diperlukan data berat kering untuk memperoleh besar kadar air
(Dumanauw, 1990).
Hasil penelitian Iswanto et al., (2010) menyebutkan bahwa nilai kadar air
pohon kelapa sawit berkisar antara 219,9-379,4%. Tsoumis (1991) menyatakan

Universitas Sumatera Utara


bahwa besarnya kadar air dalam pohon bervariasi antara 30 – 300 % tergantung
spesies pohon, posisi dalam batang dan musim.
Dalam suatu pohon terdapat variasi kandungan air. Hal ini tidak hanya
pada pohon tetapi sama halnya pada kelapa sawit, dimana terdapat perbedaan
kandungan kadar air pada setiap bagian-bagiannya (Haygreen & Boyner, 1996).
Penelitian oleh Tjitrosemito dan Mawardi (2001) mengemukakan
kandungan karbon kelapa sawit pada umur 19 tahun sekitar 40,28 ton/ha.
Jika dilihat dari hasil tersebut maka diduga perkebunan kelapa sawit berada pada
lahan mineral yang subur. Kondisi maksimum pada umur 19-24 tahun dengan
kandungan karbon sebesar 27.168 ton setiap hektarnya. Variasi nilai yang
diperoleh tersebut sesuai dengan luasan lokasi penelitian dan umur kelapa
sawit. Namun, pembukaan

lahan

dengan

cara pembakaran hutan dan


konversi lahan gambut menjadi perkebunan terbukti melepaskan CO2 sebesar
20–55 ton/ha/tahun (Hooijer et al., 2006).
Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD)
Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan dua
aktifitas yang dapat mengurangi penambahan karbon di atmosfer. Peningkatan
simpanan karbon (di dalam REDD+) mengacu pada sequestrasi karbon dari
atmosfer. Ruang lingkup REDD+ dalam konteks yang luas, akan tetapi, juga
memasukkan cadangan karbon karena hal ini mengacu pada konservasi hutan dan
karbon yang disimpan di hutan yang masih utuh. Cadangan berbeda dengan emisi
dimana cadangan tidak berarti sebuah perubahan dalam konsentrasi gas rumah
kaca di atmosfer dan oleh karena itu tidak diakui sebagai aktifitas mitigasi
pengurangan perubahan iklim (Parke et al.,2009).

Universitas Sumatera Utara

Data mengenai luas lahan kelapa sawit sangat bervariasi, tergantung
sumbernya. Berdasarkan data statistik, luas perkebunan sawit di Indonesia
tahun 2013 mencapai sekitar 9,3 juta ha, dimana sekitar 40% diusahakan oleh
petani, sedangkan sisanya dikuasai perusahaan swasta dan BUMN. Departemen
Pertanian Amerika Serikat memperkirakan bahwa Indonesia pada tahun 2009

telah menanam kelapa sawit pada lahan seluas kira-kira 7,3 juta hektar.
Organisasi-organisasi non- pemerintah bahkan memperhitungkan sampai 9,2 juta
hektar. Indonesia menjadi produsen ekspor minyak kelapa sawit terbesar di
dunia. Pada musim panen 2009/2010 menghasilkan 21 juta ton minyak kelapa
sawit, yaitu hampir separuh dari produksi minyak kelapa sawit dunia yang
berjumlah 45 juta ton. Di samping minyak kelapa sawit, juga dihasilkan 5,3 juta
ton minyak biji sawit yang masuk ke pasar dunia. Patut diamati bahwa Indonesia
mengalami pertumbuhan ekspor yang luar biasa antara tahun 2003 dan 2010
yaitu berlipat ganda menjadi 16,2 juta ton (musim panen 2009/2010) dan
berdasarkan perkiraan akan terus meningkat (Adams, 2011).
Tanggapan pemerintah dalam soal pembukaan lahan / sistem pertanian
dengan cara membakar hutan / lahan ini sebenarnya menjadi titik penting untuk
melihat bagaimana menempatkan posisi masyarakat ketika berhadapan dengan
isu lingkungan hidup. Tekanan atas masih terjadinya pembakaran hutan makin
menguat bukan hanya oleh kepentingan kelancaran transportasi atau kesehatan
tetapi juga oleh keinginan Indonesia untuk terlibat lebih jauh dalam perundingan
perubahan iklim dengan melaksanakan salah satu skema mitigasi perubahan
iklim berupa REDD. Pembakaran lahan apalagi dilahan gambut merupakan salah

Universitas Sumatera Utara


satu contributor terbesar bertambahnya karbon di atmosfer yang menjadikan
Indonesia sebagai salah satu emitter terbesar dunia saat ini (Angelsen, 2008).
REDD dalam pelaksanaannya merujuk pada dua hal. Pertama, proses
pembentukan mekanisme pembayaran kepada negara berkembang yang telah
mengurangi emisinya lewat pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan.
Kedua, ia merujuk pada aktifitas persiapan bagi negara agar terlibat dalam
mekanisme

REDD,

yang

setidaknya

akan

melakukan

pengujian


dan

pengembangan metodologi, teknologi dan institusi pengelolaan hutan secara
berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi emisi karbon. Di Indonesia,
rujukan kedua itu dikenal dengan istilah Demonstration Activities (DA)
(Departemen Kehutanan, 2008).
Produksi kredit karbon REDD membutuhkan implementasi suatu set
tahapan yang menuntut adanya berbagai institusi dan kegiatan praktek lapangan
baru. Karena REDD beroperasi berdasarkan pendekatan nasional dan di
implementasikan pada tingkat subnasional (provinsi/kabupaten/unit manajemen),
berbeda dengan CDM yang diimplementasikan dengan pendekatan proyek
(project based). Oleh karena itu, untuk mendukung implementasi REDD
diperlukan suatu pengukuran densitas karbon setidaknya pada level kabupaten
agar didapatkan data yang lebih akurat pada level nasional (FAO, 2006).

Biomassa Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Biomassa adalah total berat atau volume organisasi dalam suatu area atau
volume tertentu. Biomassa juga didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik
hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang utama dan

kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area (Brown, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Biomassa digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan
tanamam, karena tanaman dapat dianggap sebagai sumber (source) dan rosot
(sinks) dari karbon. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau
tidaknya, ada atau tidaknya permudaan alam, dan peruntukkannya. Biomassa
tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman, sejarah perkembangan vegetasi,
komposisi dan struktur tanaman serta faktor iklim (curah hujan dan temperatur)
mempengaruhi laju peningkatan biomassa tanaman, selain itu perbedaan iklim
juga menyebabkan perbedaan laju produksi bahan organik. Jumlah karbon dalam
pohon meningkat secara linier dengan meningkatnya biomassa pohon
(Onrizal, 2004).
Menurut Ahmad (1990) dalam Aminudin (2008) batang merupakan bagian
yang tersusun dengan banyak selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linier
yang berantai panjang yang tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi selulosa
maka kandungan karbon akan makin tinggi. Adanya variasi horizontal
mengakibatkan adanya kecenderungan variasi dari kerapatan dan juga komponen
kimia penyusun. Makin besar diameter tanaman diduga memiliki potensi selulosa
dan zat penyusun lainnya akan lebih besar. Lebih tingginya karbon pada bagian
batang erat kaitannya dengan lebih tingginya biomassa bagian batang jika
dibandingkan dengan bagian tanaman lainya.
Biomassa dibedakan menjadi dua kategori menurut Hairiah, et al. (2001),
yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di
bawah permukaan tanah (below ground biomass) . Biomassa diatas permukaan
tanah, meliput i :

Universitas Sumatera Utara

1. Biomasa pohon. Proporsi terbesar cadangan karbon di dataran
umumnya terdapat pada komponen pepohonan.
2. Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar
yang berdiameter batang

< 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-

rumputan atau gulma.
3. Nekromasa. Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah
tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan
komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi
cadangan karbon yang akurat.
4. Serasah. Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa
daun dan ranting yang terletak di permukaan tanah.
Adapun karbon di dalam tanah, meliputi :
1. Biomasa akar. Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung
ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama.
2. Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di
permukaan dan di dalam tanah.
Menurut Handoko (2007), biomassa disusun oleh senyawa karbohidrat yang
terdiri dari unsur karbon dioksida (CO2), hidrogen dan oksigen. Biomassa
tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh umur tanaman, komposisi dan struktur
tanaman.
Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan
organik hidup di atas tanah yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit
area. Hampir 50% dari biomassa dari vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon
dimana unsur tersebut dapat dilepas ke atmosfir dalam bentuk CO2, apabila hutan

Universitas Sumatera Utara

mengalami kebakaran akan menyebabkan konsentrasi CO2 meningkat secara
global di atmosfir dan menjadi masalah lingkungan hidup. Biomassa dapat
dibedakan dalam dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above
ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground
biomass).
Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling
dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;(ii) sampling tanpa
pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ;
(iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model (Sutaryo,
2009).
Biomasa akar pohon pada masing-masing kelas tutupan dihitung
berdasarkan pendekatan nilai terpasang (default value) nisbah pohon: akar pada
hutan tropika seperti yang telah dijelaskan dalam metodologi penelitian, yaitu4:1
untuk pohon di lahan kering, 10:1 untuk pohon di lahan basah dan 1:1 untuk
pohon di tanah-tanah miskin (Hairiah et al., 2001).
Karbon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Proporsi terbesar penyimpanan karbon di dataran umumnya terdapat pada
komponen tanaman hijau. Menurut Muhdi (2008), jumlah karbon dalam tanaman
pohon dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan respirasi dari tanaman pohon yang
akan mempengaruhi jumlah karbon dioksida bebas di atmosfer. Hubungan timbal
balik ini merupakan proses pengikatan dan pelepasan karbon bebas di atmosfer
menjadi karbon terikat pada tanaman. Tanaman hijau menggunakan energy
cahaya matahri untuk memecah molekul air dan menggabungkannya dengan
karbon dioksida untuk dijadikan karbohidrat.

Universitas Sumatera Utara

Cadangan karbon adalah jumlah karbon dalam suatu pool. Pool karbon
adalah suatu system yang mempunyai mekanisme untuk mengakumulasi atau
melepas karbon. Contoh pool karbon adalah biomassa hutan, produk-produk kayu,
tanah, dan atmosfer. Penyerapan karbon adalah proses memindahkan karbon dari
atmosfer dan menyimpannya dalam reservoir (Masripatin et al., 2010).
Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik.
Pergerakannya dalam suatu ekosistem bersamaan dengan pergerakan energi
melalui zat kimia lain; karbohidrat dihasilkan selama fotosintesis dan CO2
dibebaskan bersama energi selama respirasi. Dalam siklus karbon, proses timbal
balik fotosintesis dan respirasi seluler menyediakan suatu hubungan antara
lingkungan atmosfer dan lingkungan terestrial. Tumbuhan mendapatkan karbon
dalam bentuk CO2 dari atmosfer melalui stomata daun dan menggabungkannya
kedalam bahan organik biomassa melalui proses fotosintesis. Sejumlah bahan
organik tersebut kemudian menjadi sumber karbon bagi konsumen. Respirasi oleh
semua organism mengembalikan CO2 ke atmosfer (Sutaryo, 2009).
Besarnya karbon tersimpan di atas permukaan sangat ditentukan oleh jenis
dan umur tanaman, keragaman dan kerapatan tanaman, kesuburan tanah, kondisi
iklim, ketinggian tempat dari permukaan laut, lamanya lahan dimanfaatkan untuk
penggunaan tertentu, serta cara pengelolaannya. Contoh variabilitas simpanan
karbon dari berbagai jenis tanaman pada lahan gambut di Kalimantan barat
(Susanti et al., 2009), menunjukkan bahwa kelapa sawit dan karet mempunyai
karbon tersimpan yang tidak jauh berbeda dibanding hutan sekunder yakni berkisar
41-45 ton/ha. Namun demikian, dalam kondisi hutan alami atau dalam kondisi
relatif klimaks, besarnya above ground C-stock bisa mencapai >200 ton/ha. Hasil

Universitas Sumatera Utara

penelitian ini juga hampir sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menyatakan besarnya jumlah biomassa kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) umur
5 tahun adalah sebesar 28-30 ton /ha (Yulianti, 2010).
Umur tanaman sangat menentukan besarnya karbon tersimpan. Oleh karena
itu, dalam menentukan karbon tersimpan dalam biomassa tanaman, digunakan
nilai time average (rata-rata simpanan karbon dalam satu siklus hidup tanaman).
Karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit pada berbagai umur tanaman, dengan
nilai time average-nya menunjukkan perbedaan. Perbedaan nilai time average C
tanaman sawit yang didapat Rogi (2002) yaitu sebesar 60 ton/ha disebabkan oleh
adanya perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dan kemampuan
tanaman dalam menambat karbon, misalnya kesuburan tanah, varietas tanaman,
dan lain sebagainya (Susanti et al., 2009).
Kelapa sawit pada umur 0-10 tahun mempunyai cadangan karbon di atas
permukaan tanah 19 ton/ha, jika diperhatikan dengan baik nilai tersebut tergolong
tidak baik hal ini dikarenakan umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan
pengolahan lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis
lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan sangat tidak baik
ditemukan dilapangan (Hairiah, 2011).
Pendugaan cadangan karbon memiliki nilai yang bervariasi karena sangat
ditentukan oleh umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan pengolahan
lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis lahannya dan
juga teknik pengukuran yang digunakan (Hartley, 1967).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Karbon Tersimpan Dalam Tanaman Kelapa Sawit Pada
Berbagai Umur Tanaman Serta Nilai Time Average C
(Sumber: Rogi, 2002).

Hasil penelitian Muhdi (2012) di hutan alam tropika, Kalimantan Timur
menyatakan rata-rata kadar karbon berdasarkan kelas diameter memiliki kadar
karbon yang bervariasi, yakni kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang
sebesar 45,75%, dengan kisaran kadar karbon antara 40,29-53,12%. Rata-rata
kadar karbon terkecil yakni pada daun sebesar 19,61%, dengan kisaran kadar
karbon rata- rata 15,31-22,58% dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan
kadar abu yang tinggi. Selain itu, daun hanya mengandung sedikit bahan
penyusun kayu sehingga kadar karbon tersimpan sedikit.
Besarnya kadar karbon tergantung pada kadar abu dan zat terbang dimana
semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon juga semakin
rendah. Rata-rata massa karbon terbesar pohon berasal dari batang, yakni 253,31
kg (71,14%). Selanjutnya massa karbon akar sebesar 62,24 kg (17,48%), cabang
34,03 kg (9,56%), daun 6,41 kg (1,80%), dan buah 0,06 kg (0,02%). Hasil
penelitian Kusuma (2009) menyatakan bahwa rata-rata kadar karbon tertinggi
terdapat pada pangkal batang sebesar 61,62%. Demikian pula halnya dengan
penelitian Febrina (2012) yang menyatakan bahwa kadar karbon terbesar
terdapat pada bagian batang sebesar 63,49%.

Universitas Sumatera Utara

Dalam proses fotosintesis, kelapa sawit akan menyerap CO dari udara
2

dan akan melepas O ke udara. Proses ini akan terus berlangsung selama
2

pertumbuhan dan perkembangannya masih berjalan. Umur kelapa sawit
mencapai lebih dari 25 tahun dengan pengelolaan yang baik. Berdasarkan data
Ditjenbun, perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu menyerap CO

2

sebanyak 430 juta ton. Kondisi ini ditunjukkan pula dengan data penelitian dari
IOPRI (Indonesia Oil Palm Research Institute) bahwa fiksasi CO adalah 25.71
2

ton/ha/tahun (Htut , 2004).
Hasil temuan Nurhayati (2005) mencatat kelapa sawit mampu menyimpan
lebih dari 80 ton C/ha. Akan tetapi jumlah tersebut dicapai setelah 10-15 tahun
pertumbuhan sehingga jumlah karbon rata-rata waktu yang ditambat oleh tanaman
kelapa sawit sekitar 60.4 ton/ha atau rata-rata sekitar 2,44 ton C/ha/tahun dan ekivalen
dengan 8,95 ton CO2 ha/tahun.
Menurut Maulana (2010), tingginya potensi simpanan karbon lebih
dipengaruhi oleh komposisi diameter pohon dan sebaran berat jenis vegetasinya.
Tipe hutan dengan komposisi jenis pohon berberat jenis tinggi akan mempunyai
potensi simpanan yang cenderung lebih tinggi daripada tipe hutan dengan
kerapatan tinggi tetapi jenis pohonnya berberat jenis rendah.
Peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan dengan meningkatkan
pertumbuhan biomassa hutan secara alami, menambah cadangan kayu hutan yang
ada dengan cara penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu. Karbon
yang diserap oleh tanaman dapat disimpan dalam bentuk biomassa kayu sehingga
cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan
menanam dan memelihara pohon (Rahayu et al., 2004).

Universitas Sumatera Utara

Unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang.
Kayu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang
sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang pohon
penting dalam menduga potensi karbon sawit (Limbong, 2009).
Hasil penelitian Muhdi (2013) pada 55 pohon contoh di hutan alam tropika,
Kalimantan Timur menyatakan rata-rata biomassa terbesar pohon berasal dari batang
yakni 485,65 kg (64,31%) dari total biomassa pohon. Biomassa akar sebesar 163,76
kg (21,68 %), cabang 76,69 kg (10,16%), daun 28,84 kg (3,82%), dan buah 0,18
kg (0,18%) dari total biomassa pohon. Berdasarkan hasil pengujian di
laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada daun,
yakni sebesar 108,72%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada bagian
cabang sebesar 80,21%. Daun memiliki nilai kadar air tertinggi disebabkan oleh
struktur daun tersusun atas rongga stomata yang diisi oleh sedikit bahan penyusun
kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Berdasarkan hasil penelitian Purba (2012) bahwa Kabupaten Langkat
memiliki luas areal kebun sawit sebesar 113.725,241 ha. Keberadaan tanaman
sawit kelas umur tanaman menghasilkan pada suatu sistem penggunaan lahan
memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap total cadangan karbon. Pada
sawit 70% dari total karbon berasal dari sawit kelas umur tanaman menghasilkan
sedangkan pada sawit kelas umur tanaman belum menghasilkan hanya 30%.
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada tanaman sawit di
perkebunan Kabupaten Langkat memiliki nilai karbon 68,85 ton/ha (14 tahun).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Hasil Pendugaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Perkebunan di Kabupaten
Langkat Dengan Menggunakan Metode Allometrik Tahun 2012
No
Perusahaan
Tahun Tanam Umur (Tahun) Total Cadangan Karbon
(ton/ha)
1 PT. Kinar Lapiga
2009
3
28,18
2 PT. Kinar Lapiga
2008
4
35,06
3 PT. PTPN II
2009
3
19,93
4 PT. PTPN II
2008
4
21,49
5 PT. PTPN II
2007
5
35,42
6 PT. PTPN II
2000
12
55,26
7 PT. PTPN II
1998
14
68,85
8 PT. Monopoli Raya
2009
3
19,20
9 PT. Monopoli Raya
2008
4
21,88

Model Alometrik Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon
Pemodelan adalah pengembangan analisis ilmiah yang dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yang berarti bahwa dalam memodelkan suatu ekosistem
akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya (Onrizal, 2004).
Model biomassa mensimulasikan penyerapan karbon melalui fotosintesis dan
kehilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih akan disimpan
dalam organ tumbuhan dalam bentuk biomassa. Fungsi dan model biomassa
dipresentasikan melalui persamaan tinggi dan diameter pohon
(Johnsen et al., 2001).
Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi paling baik antar
dimensi pohon dengan biomassanya. Sebelum membuat persamaan tersebut,
pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai
total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dari
suatu unit area tertentu (Sutaryo, 2009).
Hubungan allometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas
yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas, yang dalam hal ini diwakili oleh
karakteristik yang berbeda dalam pohon. Contohnya adalah hubungan antara

Universitas Sumatera Utara

volume pohon atau biomassa pohon dengan diameter dan tinggi total pohon.
Dalam hubungan ini, volume pohon atau biomassa pohon merupakan peubah tak
bebas yang besar nilainya diduga oleh diameter dan tinggi total pohon, yang
disebut sebagai peubah bebas. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam suatu
persamaan allometrik (Hairiah et al., 2001).
Persamaan allometrik dapat disusun dengan cara pengambilan contoh
dengan melakukan penebangan dan perunjukan dari berbagai sumber pustaka
yang mempunyai tipe hutan yang dapat diperbandingkan. Persamaan tersebut
biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada (Dbh) yang
diukur 1,3 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Persamaan empirik untuk
biomassa total W berdasarkan diameter D mempunyai sebuah bentuk polinomial :
W = a + bD + cD2 + dD3 atau mengikuti fungsi : W = aDb. Setelah persamaan
allometrik disusun, hanya diperlukan mengukur Dbh (atau parameter lain yang
digunakan sebagai dasar persamaan) untuk menaksir biomassa satu pohon.
Penaksiran biomassa total untuk seluruh pohon dalam transek ukur dapat
dikonversi menjadi biomassa dalam satuan ton per hektar (Hairiah et al., 2001).
Menurut Thenkabail et al., (2004) tanaman kelapa sawit yang tumbuh di
Afrika memiliki model persamaan alometrik yang baik ini berdasarkan hasil
penelitiannya, persamaan tersebut adalah sebagai berikut :
Berat Kering (kg) = 0.3747*tinggi (cm) + 3.6334 (R2 = 0.9804).
Pilihan persamaan model allometrik untuk tujuan penaksiran biomassa
harus berdasarkan persamaan yang telah diketahui. Model yang telah banyak
digunakan secara luas adalah berdasarkan hukum allometrik pertumbuhan : loge
Y = a + b logeX, dimana Y adalah berat biomassa dan X adalah peubah penduga

Universitas Sumatera Utara

hasil pengukuran seperti diameter pangkal atau diameter yang diukur setinggi
dada (Dbh) dengan berat, volume atau riap. Selain itu penaksiran dapat dilakukan
dengan memasukan pengukuran diameter dan tinggi pohon ke dalam persamaan :
loge Y = a + b loge (d2h). Setelah persamaan dibangun, dapat dilakukan
perhitungan berat biomassa dengan menggunakan berbagai dimensi pohon yang
diperlukan dari tanaman yang ada dalam wilayah contoh (Litton, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

5 61 75

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

0 0 12

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

0 0 2

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

0 0 5

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

0 0 4

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

0 0 9

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

0 0 6

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

0 0 29