11
Makna religiusitas lebih luas universal dari pada agama, karena agama terbatas pada ajaran-ajaran atau aturan-aturan, berarti ia mengacu pada agama
ajaran tertentu Mangunwijaya, 1982 : 54. Untuk itu, dalam pembahasan tentang nilai-nilai religius yang lebih mengkhususkan pada ajaran agama
tenentu, digunakan acuan salah satu ajaran agama tertentu pula. Dalam penelitian ini yang akan digunakan sebagai acuan adalah agama Islam. Alasan
peneliti adalah karena disamping cerpen-cerpen yang akan diteliti bernuansa Islami, pengarangnya Koesmarwanti di samping dikenal sebagai sastrawan, ia
juga dikenal sebagai pemerhati perkembangan umat Islam di Indonesia.
2.4. Macam-macam Nilai Religius
Ada beberapa macam nilai religius, yaitu : 2.4.1
Nilai religius tentang hubungan manusia dengan Tuhannya. 2.4.2
Nilai religius tentang hubungan sesama manusia. 2.4.3
Nilai religius tentang hubungan manusia dengan alam atau lingkungan.
2.4.4 Nilai religius yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan
Dojosantoso, 1998 : 68 Sastra merupakan salah satu cabang seni yang senantiasa tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan kebudayaan manusia. Dalam perkembangannya, sastra akan tampil dengan wujud dan jenis yang berbeda-
beda. Perbedaan tersebut dapat dilihat berdasarkan struktur atau susunan sastra tertentu.
12
Suatu karya sastra berbeda dengan karangan-karangan yang lain. Karya sastra tidak sama dengan buku-buku sejarah, tidak sama dengan buku-buku
biologi, dan tidak sama dengan buku-buku matematika. Meskipun di dalam suatu karya sastra kadang-kadang terkandung pula kebenaran-kebenaran yang
bersifat sejarah, meskipun di dalam karya sastra kadang-kadang terkandung pemikiran-pemikiran yang logis, dan meskipun kadang-kadang menceritakan
suatu daerah tertentu. Karya sastra juga tidak dapat disamakan dengan buku- buku agama, meskipun banyak karya sastra yang menampilkan nilai-nilai
pendidikan keagamaan. Suatu karya sastra merupakan hasil pengamatan sastrawan terhadap
segala kehidupan di sekitarnya. Dengan demikian suatu karya sastra merupakan kehidupan buatan atau hasil rekaan, yang telah diwarnai dengan sikap
kehidupan penulisnya latar belakang kehidupannya, keyakinannya dan sebagainya. Oleh. karena itu kebenaran yang ada dalam suatu karya sastra tidak
dapat disamakan dengan kenyataan atau kebenaran yang ada di sekitar kita. Dengan kata lain kebenaran suatu karya sastra merupakan kebenaran
keyakinan, bukan kebenaran yang dapat kita saksikan dan kita alami dalam kehidupan sehari-hari Tarigan, 1985: 102.
2.5. Kriteria Bahan Ajar Apresiasi Sastra di SMP
Pembicaraan tentang kriteria bahan ajar apresiasi sastra ini akan diawali dengan pembahasan tentang hakikat dan tujuan pendidikan. Terdapat hubungan
yang, erat antara nilai-nilai didik, hakikat pendidikan, dan tuiuan pendidikan.
13
Hakikat pendidikan menyangkut pengertian masalah pengertian pendidikan, tujuan pendidikan dengan sasaran yang hendak dicapai dalam pendidikan,
sedangkan nilai-nilai didik dapat dikategorikan sebagai isi, subtansi, muatan, atau bahan yang tergolong sebagai unsur pendidikan.
Hadi 1993 : 18 menyebutkan bahwa unsur pendidikan tersebut, antara lain : l peserra didik ; 2 pendidik ; 3 interaksi edukarif peserta didik dan
pendidik ; 4 isi pendidikan; segala sesuatu yang disajikan oleh pendidikan agar menjadi milik anak didik.
Menurut waluyo 1992: 2 “Apresiasi adalah penghargaan, dan apresiasi sastra adalah penghargaan karya sastra”.
Tujuan pengajaran sastra menurut GBPP Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama adalah agar siswa mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan
karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Dalam pengajaran apresiasi sastra agar tercipta suasana yang memadai diperlukan seorang guru yang memiliki pengetahuan sastra yang memadai pula,
sesuai dengan jenjang pengetahuannya, pengetahuan tersebut penting bagi para calon pengapresiasi sastra sebab tingkat pengetahuan itulah yang akan
menentukan kedalaman apresiasi seseorang. Karya sastra cerpen yang akan disampaikan sebagai bahan dalam
pembelajaran apresiasi sastra di SMP haruslah diseleksi terlebih dahulu, dengan memperhatikan pada prinsip dan aspek-aspek yang harus dipertimbangkan
dalam pemilihan bahan ajar tersebut.
14
Prinsip yang penting daram pengajaran adalah bahwa bahan pengajaran yang akan disajikan haruslah sesuai dengan kemampuan siswa pada suatu
tahapan tertentu. Belajar merupakan upaya yang memakan waktu yang cukup lama, dari tidak tahu manjadi tahu, dari yang sederhana sampai yang rumit.
Dalam dunia pendidikan, saat ini dikenal istilah “kurikulum berbasis kompetensi”. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kurikulum berbasis
kompetensi pada hakekatnya mendorong kemampuan tertentu olah siswa karena didalam kurikulum berbasis kompetensi telah dicantumkan dengan jelas
kemampuan apa yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa. Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi memerlukan tindak lanjut bukan saja pada
pengembangan bahannya tetapi juga pada pengembangan sistem pengujiannya. Pengembangan pengujian perlu disesuaikan dengan tuntutan kurikulum berbasis
kompetensi. Salah satu hal penting dalam pengujian pada kurikulum berbasis
kompetensi adalah bahwa pengujian perlu dilakukan secara komperhensif dan berkelanjutan. Yang dimaksud dengan pengujian komperhensif adalah bahwa
pengujian hendaknya memuat kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Artinya, pengujian yang dikembangkan tersebut hendaknya dapat mangukur
semua kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Selanjutnya, pengujian juga dituntut memenuhi prinsip berkelanjutan. Artinya bahwa pegujian hendaknya
dilakukan secara terus-menerus selama proses belajar mengajar, bukan hanya pada akhir proses belajar mengajar Depdiknas, 2002 : 155.
15
Agar guru dapat mengembangkan kurikulum berbasis kornpetensi dan pengujian berbasis kompeiensi dengan lebih baik, guru perlu mengenal
karakteristik mata pelajaran. Hal ini penting, karena karakteristik suatu mata pelajaran akan memberikan warna tersendiri terhadap pengembangan silabus
dan sistem pengujiannya. Suatu mata pelajaran mungkin akan mempunyai karakteristik yang sangat
berbeda dengan karakteristik mata pelajaran yang lain. Sebagai contoh, Bahasa Indonesia mempunyai karakreristik yang berbeda dengan mata pelajaran biologi
atau matematika. Oleh karena itu, agar dapat mengajar dengan baik guru memerlukan informasi tentang karakteristik mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran eksakta atau mata pelajaran sosial lainnya. Perbedaan ini
terletak pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa belajar Bahasa Indonesia bukan saja belajar kosakata dan tatabahasa
dalam arti pengetahuannya, tetapi harus berupaya menggunakan atau mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kegiatan komunikasi. Seorang
siswa belum dapat dikatakan menguasai bahasa Indonesia kalau dia belum dapat menggunakan Bahasa Indonesia untuk keperluan komunikasi meskipun dia
mendapatkan nilai yang bagus pada penguasaan kosakata dan tatabahasanya. Memang diakui seseorang tidak mungkin akan dapat berkomunikasi dengan baik
kalau pengetahuan kosakatanya rendah. Oleh karena itu, penguasaan kosakata memang tetap diperlukan tetapi yang lebih penting bukan semata-mata pada
16
penguasaan kosakata tersebut tetapi memanfaatkan pengetahuan kosakata tersebut dalam kegiatan komunikasi bahasa indonesia.
Dalam belajar bahasa, orang mengenal keterampilan represif dan ketrampilan produktif Depdiknas, 2002 : 157.
Keterampilan reseptif meliputi keterampilan menyimak listening dan keterampilan membaca reading. Sedangkan ketrampilan produktif meliputi
keterampilan berbicara speaking dan keterampilan menulis writing, baik keterampilan reseptif rnaupun produktif perlu dikembangkan dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia. Agar dapat menguasai ketrampilan tersebut di atas dengan baik, siswa
perlu dibekali dengan unsur-unsur bahasa misalnya kosakata, penguasaan kosakata hanya salah satu unsur bahasa yang diperlukan dalam penguasaan
ketrampilan berbahasa. Unsur lain yang tidak kalah pentingnya adalah penguasaan tatabahasa. Telah dipahami bahwa tatabahasa telah membantu
seseorang untuk mengungkapkan gagasanya dan membantu sipendengar untuk memahami gagasan yang diungkapkan oleh orang lain. Sekali lagi perlu
ditekankan bahwa tatabahasa hanyalah unsur pembantu dalam penguasaan ketrampilan berbahasa. Oleh karenanya, pengajaran yang menekankan semata-
mata pada pengetahuan tatabahasa ditinggalkan. Tatabahasa hendaknya ditinggalkan dalam rangka memfasilitasi penguasaan keempat keterampilan
yang telah disebut di muka.
17
Sedangkan Sarwadi dalam Jabrohim 1994 : 175 menyebutkan aspek- aspek yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan materi pembelajaran
apresiasi sastra adalah; estetis, psikologis, ideologi, dan paedagogi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu-persatu aspek-aspek tersebut
sebagai berikut : 2.3.1
Aspek Bahasa Dalam memilih bahan pembelajaran yang akan disampaikan pada
siswa harus diperhatikan faktor bahasanya. Bahan pembelajaran tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kebahasaan siswa. Bahan pembelajaran
dapat diperhitungkan dari segi kosakatanya, tatabahasanya, situasi, dan isi wacana termasuk ungkapan dan gaya penulis dalam menuangkan ide-
idenya, serta hubungan kalimat-kalimatnya. 2.3.2
Aspek Kematangan Jiwa Bahan ajar yang akan disampaikan siswa hendaknya
disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Taraf perkembangan kematangan jiwa siswa melewati tahap-tahap perkembangan tertentu
yang harus diperhatikan oleh guru. Menurut Moody dalam Jabrohim l994 : 174 siswa SMP termasuk dalam tahap realis atau realistic
stage 13 – 16 tahun. 2.3.3
Latar Belakang Budaya Suatu karya sastra yang akan disampaikan pada siswa
hendaknya mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan siswa atau yang dapat dihayati siswa. Siswa biasanya lebih tertarik dengan
18
karya sastra yang berlatar belakang identik dengan latar belakang siswa. Latar belakang tersebut meliputi tempat, adat istiadat, budaya,
iklim, geografi, sejarah, nilai masyarakat dan sebagainva. 2.3.4
Aspek Ideologi Karya sastra yang dipilih hendaknya dapat dipertanggungjawabkan
secara ideologi, sehingga tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional yang menyebutkan : “Pendidikan nasional bertujuan
mengembangkan manusia lndonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan” Depdiknas, 1995 : 217. 2.3.5
Aspek Paedagogis Karya sastra yang akan diajarkan pada siswa sedapat
mungkin adalah karya sastra yang mengandung nilai-nilai didik yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan cipta, rasa dan karsa para
siswa untuk menuju arah yang positif. Pengembangan berbagai aspek tersebut secara langsung akan memberikan kesadaran terhadap nilai-
nilai luhur kepada siswa. 2.3.6
Estetik Cerpen atau karya sastra yang diberikan pada siswa hendaknya
dapat dipertanggungjawabkan secara estetika. Ataupun telah diseleksi dengan baik oleh pengarang ataupun oleh penerbit.
19
Bentuk-bentuk sastra ada bermacam-macam, ada prosa, puisi, cerpen, drama dan lain-lain. Namun yang menjadi perhatian utama dalam penelitian
ini adalah cerita pendek atau cerpen. Menurut Sumardjo 1986 : 3 “sastra adalah ungkapan pribadi manusia
yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkrit yang membangkitkan pesona dengan alat
bahasa”. Sawardi dalam Jabrohim 1994: 165 memberi batasan “Cerpen adalah
cerita fiksi bentuk prosa yang singkat padat, yang unsur ceritanya terpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah dan pengembangan pelakunya terbatas,
dan keseluruhan cerita memberikan satu efek kesan tunggal”. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
cerpen merupakan cerita fiksi yang relatif singkat dan pendek, mengisahkan salah satu moment dalam suatu kehidupan sehingga jumlah pelaku dan
pengembangannya terbatas, dan dapat dibaca dalam sekali waktu. Dalam cerita pendek pengarang mengambil sari ceritanya saja. Oleh
karena itu ceritanya pendek singkat. Kejadian-kejadiannya dibatasi, yakni pada kejadian-kejadian yang benar-benar dianggap penting untuk membentuk
suatu cerita. Di samping itu cerita harus memiliki kepaduan atau kebulatan yang tinggi. Oleh sebab itu, tokoh yang digambarkan harus diperhatikan agar
tidak mengurangi kebulatan cerita dan berpusat pada tokoh utama dari awal hingga akhir.
20
Penceritaan narasi dalam cerpen harus dilakukan secara ekonomis, sehingga dalam cerpen biasanya hanya ada dua atau tiga tokoh saja, hanya
ada satu peristiwa, hanya ada satu kesan saja, dan hanya ada satu efek saja bagi pembacanya. Namun sebuah cerpen harus tetap merupakan satu kesatuan
bentuk yang betul-betul utuh dan lengkap. Keutuhan dan kelengkapan sebuah cerpen tersebut terlihat dari segi-segi
unsur yang membentuknya. Adapun unsur-unsur tersebut adalah peristiwa cerita alur atau plot, tokoh cerita karakter, tema cerita, suasana cerita mood dan
atmosfir cerita, latar cerita setting, sudut pandangan pencerita poin of view, dan gaya style pengarangnya. Berdasarkan tuntutan ekonomis serta efek satu
kesan pada pembacanya, maka biasanya penulis cerpen hanya mementingkan salah satu unsur dalam cerpennya. Dalam hal ini, mementingkan atau penekanan
salah satu unsur cerpen tidak berarti meniadakan unsur-unsur yang lain. Sebuah cerpen harus lengkap dan utuh, artinya harus memenuhi unsur-unsur bentuk yang
sudah disebutkan tadi. Hanya pengarang dapat memusatkan fokus pada satu unsurnya saja yang mendominasi cerpennya.
Menurut Tarigan 1985 : I77 ciri-ciri cerita pendek adalah sebagai berikut :
a. Ciri-ciri utama cerita pendek adalah : singkat, padu, intensif brefity,
unity, intensifty. b.
Unsur-unsur cerita pendek adalah : adegan, tokoh dan gerak scene, character,and action.
21
c. Cerita pendek haruslah tajam, suggestive, dan menarik perhatian incisive,
suggestive, alert. d.
Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsep dirinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
e. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan satu efek dalam pikiran
pembacanya. f.
Cerita pendek haruslah menimbulkan perasaan dalam pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perhatian perasasaan dan
kemudian menarik pikiran. g.
Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita.
h. Cerita pendek harus mempunyai satu efek atau kesan yang menarik.
i. Centa pendek harus mempunyai seorang pelaku yang utama
j. Cerita pendek bergantug pada satu situasi.
k. Cerita pendek memberikan impresi tunggal.
l. Cerita pendek memberikan suatu kebutalan efek.
m. Cerita pendek menyajikan satu emosi.
Dalam pengajaran apresiasi sastra, karya sastra sebagai objek yang dibaca, dihayati, dinikmati, digemari berdasarkan tingkatan apresiasi sastra,
yaitu : 1 tingkat menggemari, 2 tingkat menikmati, 3 tingkat rnereaksi, 4 tingkat produktif Rahmanto, l988 : 7.
22
Berikut penjelasan dari tingkatan apresiasi sastra tersebut sebagai berikut : 2.3.1
Tingkat Menggemari Karya Sastra Pada tingkatan ini siswa merasa tertarik dan berkeinginan
untuk membaca karya sastra. Dalam tingkatan menggernari ini terdapat ketertarikan pada buku sastra, dan ingin membaca buku
sastra. Tertarik dan ingin menunjukan tingkat afektif yang paling rendah, karena didalamnya baru menunjukan penerimaan seseoorang
terhadap fenomena. Kata tertarik dan ingin belum menunjukan tingkah laku kongkrit, tetapi dapat diukur melalui tingkah laku yang
menunjukan minat dan keinginannya itu. 2.3.2 Tingkat Menikmati Karya Sastra
Tingkat menikmati karya sastra berarti menganggap karya sastra dapat menghibur dan bermanfaat bagi diri siswa.
2.3.3 Tingkat Mereaksi Karya Sastra Tingkat mereaksi karya sastra tentu saja bermacam-macam, atau
bertingkat-tingkat. Semakin mendalam pengetahuan dan pemahaman terhadap karya sastra reaksinya akan semakin bermutu juga. Jenis reaksi
terhadap karya sastra ditentukan oleh kedalaman pengetahuan sastra dan kedalaman penghayatan terhadap karya sastra yang dibaca atau yang
dinikmatinya 2.3.4 Tingkat Produktif
Dalam tingkatan ini siswa aktif bersastra misalnya menulis cerpen, novel, puisi, dan sebagainya. Pada tingkat ini, siswa tidak
23
hanya sekedar menerima dan merespon, tetapi juga menjadikan karya sastra sebagai bagian hidupnya. Siswa mungkin tidak dapat
memisahkan dirinya dengan sastra. Kelak mungkin sastra akan menjadi profesi yang dipilihnya, dan kehidupan bersastra menjadi
kehidupan yang benar-benar mengisi sebagian besar hidupnya.
24
BAB III METODE PENELITIAN