Kematian, USG, Sembelihan dan Kloning

Kematian, USG, Sembelihan dan Kloning
PENGETAHUAN TENTANG WAKTU KEMATIAN DAN JENIS KELAMIN BAYI
DALAM RAHIM, HUKUM MEMAKAN MAKANAN SEMBELIHAN ORANG
KRISTEN, DAN HUKUM KLONING
Penanya:
Poniran Yahman,
Ds. Palembon, Kec. Kanor, Kab. Bojonegoro Jawa Timur
(disidangkan pada hari Jum’at, 8 Rabiul Awwal 1427 H / 7 April 2006 M)
Pertanyaan:
1.

Dalam al-Qur'an disebutkan bahwa manusia tidak tahu kapan akan mati dan di bumi mana
akan dikubur. Bagaimana dengan orang yang dihukum mati yang telah diberi tahu kapan akan
dieksekusi? Hal ini berarti telah diketahui kapan ia akan mati.
2.
Dalam al-Qur'an disebutkan bahwa manusia tidak tahu jenis kelamin yang ada dalam rahim
seorang ibu. Bagaimana dengan ultrasonography (USG) yang dapat mendeteksi dalam
kandungan, sehingga dapat diketahui apakah anak itu laki-laki atau perempuan?
3.
Bolehkah seorang Muslim memakan sembelihan orang Kristen, karena mereka menyembelih
dengan menyebut nama Yesus Kristus?

4.
Hukum Kloning.

Jawaban:
Pertanyaan 1 dan 2:
Pertanyaan No. 1 dan No. 2 dapat dijawab dalam satu jawaban. Agar lebih jelas kami
salinkan ayat-ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan masalah di atas. Allah SWT berfirman:
ّ

‫ت‬

‫نفس بأ ّ أ‬

‫م ت‬

‫ت سب غ‬

‫نفس م‬
‫أ ح م ت‬
.‫ه ع يم خبير‬


‫ي ّز لغيث ي م م ف‬

‫ع م ل ّس ع‬

‫ّ هع‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat;
dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan
tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Luqman (31): 34].
Dan firman Allah SWT:
.

‫ب ق‬

‫ك ّل شيئ ع‬

‫م تز‬


‫م تغيض أ ح‬

‫ه ي م م تح ل ك ّل أنث‬

Artinya: “Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim
yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.”
[QS. ar-Ra‘d (13): 8].

Di antara isi yang terkandung pada ayat di atas ialah hanya Allah saja yang mengetahui
dengan pasti kapan seseorang meninggal dunia , di bumi mana ia akan dikubur dan apa saja yang
terdapat dalam rahim seorang ibu. Selain Allah tidak ada yang dapat mengetahuinya dengan
pasti.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin banyak alat-alat canggih
yang ditemukan manusia untuk mengetahui, mendeteksi dan memperkirakan sesuatu, namun
pengetahuan manusia hanyalah bersifat relatif (nisbi), tidak sampai kepada kebenaran mutlak.
Pengetahuan manusia hanya mencapai tingkat ‘prakiraan’ yang masih perlu dibuktikan
kebenarannya. Seandainya manusia mengadakan penelitian tentang apa yang diperkirakan itu
dan merasa mendapatkan kebenaran, maka kebenaran itu hanyalah kebenaran relatif. Teori
relativisme ini pernah dikemukakan oleh Einstein, seorang ilmuwan Jerman yang terkenal.

Dalam Ilmu Tauhid dinyatakan bahwa selain dari Allah mumkin. Pernyataan ini ada
persamaannya dengan teori relativisme di atas.
Allah SWT menyatakan dalam firman-Nya bahwa kebenaran mutlak itu hanya ada pada
Allah:
‫بشيئ أ ّ ه ه‬

.‫ل ّس يع لب ير‬

‫ه ا يق‬

‫من‬

ّ ‫ب لح‬
‫ق لّ ين ي ع‬

‫ه يق‬

Artinya: “Dan Allah menghukum dengan keadilan. Dan sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah tiada dapat menghukum dengan sesuatu apapun. Sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [QS. al-Mukmin (40): 20].
Dan firman Allah SWT:

ّ ‫لح‬
.‫ق من بّك فا ت ن ّن من ل ترين‬
Artinya: “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk
orang-orang yang ragu.” [QS. al-Baqarah (2): 147].
Surat al-Mukmin ayat 20 menegaskan bahwa manusia tidak dapat menetapkan hukum
dengan adil. Hanyalah Allah yang dapat menetapkan hukum dengan adil yang sebenarnya.
Sedang surat al-Baqarah ayat 147 menegaskan bahwa kebenaran mutlak itu hanya ada pada
Allah semata, karena itu janganlah orang-orang yang beriman ragu-ragu tentang hal itu. Di
antara keberanan mutlak itu ialah al-Qur'anul-Karim.
Kembali pada persoalan di atas bahwa memang manusia (pemerintah) dapat menetapkan jam,
hari dan tanggal pelaksanaan eksekusi dari suatu hukuman mati, namun ketetapan itu masih
bersifat relatif. Kepastian seseorang akan mati tetap Allah yang menentukannya. Allah
berfirman:
.

‫ه خبير ب ت‬

‫ج ء أج‬

‫لن ي ّخر ه نفس‬


Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah
datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” [QS. alMunafiqun (63): 11].
Dan firman Allah SWT:

. ‫ا يستق م‬

‫سع‬

‫ل ّل أ ّم أجل فإ ج ء أج م ا يستأخر‬

Artinya: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu[537]; maka apabila telah datang waktunya
mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula)
memajukannya.” [QS. al-A‘raf (7): 34].
Betapa banyaknya suatu pelaksanaan hukuman mati tertunda atau tidak dapat dilaksanakan
pada waktunya, karena ada saja halangan yang datang secara tiba-tiba, karena segala sesuatu
hanyalah Allah yang memutuskan. Bahkan mungkin saja terjadi, seseorang terpidana mati yang
telah ditetapkan waktu eksekusinya, mati terlebih dahulu sebelum tiba waktu eksekusi tersebut.
Allah SWT berfirman:
Dan firman Allah SWT:

.

‫له كن في‬

‫ش ي أ يق‬

‫أ‬

‫نّ أمر‬

Artinya: “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia.” [QS. Yaasinn (36): 82].
Demikian pula halnya dengan janin yang ada dalam kandungan, sekalipun telah
menggunakan alat USG, namun hasilnya tetap merupakan kemungkinan atau prakiraan, bukan
kebenaran mutlak. Dr. Suprono (alm), seorang dokter ahli kebidanan pada Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada suatu seminar pernah menyatakan: “dalam laut dapat
diukur, dalam perut wanita siapa tahu”. Beliau sebagai seorang dosen yang telah berhasil
mendidik puluhan dokter ahli kandungan, masih menyatakan bahwa pengetahuannya tentang
sesuatu hanyalah sampai pada tingkat prakiraan.
Pertanyaan 3:

Tentang hukum memakan sembelihan orang Kristen (Ahli Kitab), ada dua pendapat.
Pendapat pertama menghalalkan memakan sembelihan Ahli Kitab asal yang disembelih itu
adalah binatang yang halal dimakan. Mereka beralasan dengan firman Allah:
.‫م م حلّ ل م‬

‫ح ّل ل م‬

‫ل ت‬

‫لّ ين أ ت‬

‫أح ّل ل م لطّيّب‬

‫لي‬

Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang
yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka ...” [QS. alMaidah (5): 5].
Pendapat kedua menyatakan bahwa sembelihan Ahli Kitab itu haram dimakan. Alasan
mereka ialah Ahli Kitab sejak zaman Nabi saw telah menganut kepercayaan syirik, tidak lagi
percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT:

.‫أليم‬

‫لي سّن لّ ين كفر م م ع‬

‫ع ّ يق ل‬

‫لم ي ت‬

‫م من له ا ّ له ح‬

‫ّ ه ث لث ثاث‬

‫لق كفر لّ ين ق ل‬

Artinya: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah
seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika
mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara
mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” [QS. al-Maidah (5): 73].

Majelis Tarjih dan Tajdid cenderung kepada pendapat yang kedua dengan pertimbangan

syadz adz-dzari'ah (mencegah kerusakan), berdasar pada sebuah kaidah ushul fiqh:
. ‫لح‬

‫جب ل‬

‫ء ل ف س مق ّ ع‬

Artinya: “Mencegah kerusakan didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.”
Selanjutnya, ketika telah pasti diketahui bahwa suatu sembelihan itu disembelih atas nama selain
Allah, maka haram hukumnya memakan sembelihan itu. Firman Allah:
‫حيم‬

‫ا ع فا ثم ع يه ّ ه غف‬

‫لحم ل زير م أه ّل به لغير ه ف ن ضط ّر غير ب‬

ّ‫ل‬

‫نّ ح ّر ع ي م ل يت‬


Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” [QS. al-Baqarah (2): 173].
Pertanyaan 4:
Tentang hukum kloning pernah dimuat pada rubrik Fatwa Agama Majalah Suara
Muhammadiyah No. 09 Tahun Ke-90/2005 yang kesimpulannya ialah hukum kloning manusia
adalah haram.
Wallahu a'lam bish-shawab. *km)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com