2
1.2 Perumusan Masalah
Observasi laut atau survey in situ biasanya menggunakan tenaga manusia untuk mengambil sampel pada lokasi yang diinginkan. Pengambilan sampel
dengan teknik ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tinggi. Apabila menggunakan kapal riset besar, biaya pengambilan data di laut mencapai 15.000
euro atau 200 juta rupiah per hari Voigt 2007. Seiring dengan perkembangan teknologi, dikembangkan sistem observasi yang mampu mengambil data secara
otomatis. Salah satu wahana yang dikembangkan adalah menggunakan mooring buoy atau buoy tertambat. Buoy tertambat merupakan wahana yang menggunakan
metode eularian, yaitu pengukuran parameter dilakukan pada pada lokasi yang tetap. Menurut Ravichandran 2011 kelebihan sistem buoy tertambat antara lain:
Resolusi horisontal bisa diatur sesuai kebutuhan, dapat dipasang di daerah terpencil, informasi kolom perairan dapat diperoleh melalui sistem sensor
mooring, sampling time cepat, kuat, dan relatif murah. Namun, kekurangan dari sistem ini adalah: biofouling, kebutuhan penyimpanan data yang besar, resolusi
horisontal tergantung jumlah buoy yang dipasang, variabel pengamatan terbatas, dan tidak bisa dipasang di beberapa wilayah. Salah satu wahana buoy tertambat
paling sukses adalah Tropical Atmosphere Ocean Triangle Trans-Ocean Buoy Network TAOTRITON array di Samudera Pasifik. Sistem buoy yang
dikembangkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration NOAA dan Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology JAMSTEC ini
sukses mengamati fenomena iklim global termasuk La Nina dan El Nino. Lebih dari 600 jurnal ilmiah telah dipublikasi dari data TAOTRITON sejak tahun 1980.
Pemodelan iklim global berkembang dengan pesat semenjak saat itu. Gambar 1 menunjukan peta penyebaran buoy tertambat di seluruh dunia yang terdaftar di
National Data Buoy Center, National Oceanic and Atmospheric Administrations NDBC-NOAA, Amerika Serikat. Wahana buoy tertambat terbukti sukses dalam
memperoleh data yang sangat penting untuk mempelajari ekosistem laut dan iklim global.
Gambar 1 Peta sebaran buoy tertambat di seluruh dunia. Gambar direproduksi dari http:www.ndbc.noaa.gov
3 Untuk menghadapi lingkungan laut yang tidak bersahabat, buoy
TAOTRITON ini dirancang supaya kuat sehingga ukurannya pun besar. Tidak hanya itu, dimensi yang besar ini juga berkaitan dengan kebutuhan kompartemen
catu daya yang besar karena kebutuhan energi yang tinggi untuk komunikasi melalui satelit. Beberapa jenis buoy tertambat bahkan memiliki generator diesel
didalamnya. Hal ini menyebabkan tingginya biaya produksi dan distribusi. Skema umum sistem observasi in situ laut menggunakan wahana buoy tertambat dapat
dilihat pada Gambar 2. Komponen utama sistem observasi laut ini adalah sensor bawah air dan permukaan, prosesor, sistem telemetri radio, catu daya, dan sistem
buoy yang terdiri dari wahana terapung, jangkar serta tali tambat Albaladejo et al. 2010. Sistem observasi buoy jenis ini umumnya dipakai untuk mengamati
fenomena skala besar.
Gambar 2 Skema umum sistem observasi laut menggunakan mooring buoy. Diadaptasi dari Albaladejo et al
2010 dengan lisensi open access
Lalu bagaimana dengan pengamatan ekosistem pesisir? Sebagai contoh studi kasus ekosistem terumbu karang. Ekosistem ini memiliki fungsi ekologis
yang sangat penting dan rentan terhadap aktivitas manusia Bengen 2009. Umumnya pengamatan skala luas ekosistem ini menggunakan citra satelit. Misal,
satelit Aqua MODIS yang memiliki resolusi spasial 1000m
2
dan resolusi temporal harian pada pukul 13.30. Spesifikasi satelit ini cukup memadai untuk fenomena
skala global, namun resolusi spasial dan temporal satelit tidak memadai untuk pengamatan kondisi terumbu karang secara real-time Bromage et al. 2007.
Sistem pengamatan buoy tertambat dengan resolusi tinggi baik temporal maupun spasial perlu dikembangkan untuk kebutuhan daerah pesisir.