Menguatkan atau Melunakkan Scene

commit to user 18 Dalam menyusun miss en scene, sutradara akan menjumpai permasalahan mengenai bahasa naskah yang diangkat ke bahasa panggung, yang lazim disebut tekstur. Bahasa panggung atau tekstur meliputi, tata pentas, action, blocking, dan mood. Tata pentas meliputi aksi dan reaksi yang dilakukan oleh tokoh atau pelaku di panggung; baik dalam bentuk gesture gerak isyarat, business kesibukan, dan movement gerak berpindah tempat. Adapun blocking meliputi pengelompokkan pemain, pembagian tempat kedudukan pemain, variasi saat keluar dan masuk panggung, keseimbangan dalam komposisi dengan menggunakan garis dalam penempatan pelaku. Mood merupakan suasana jiwa yang tercipta atau diciptakan dalam setiap babak atau adegan.

e. Menguatkan atau Melunakkan Scene

Teknik ini adalah cara penggarapan suatu lakon yang dituangkan pada bagian-bagian adegan lakon. Sutradara bebas menentukan tekanan pada bagian-bagian lakon menurut pandangannya sendiri tanpa mengubah naskah. Kondisi penguatan dan pelunakan scene bisa didukung dengan efek cahaya dan musikalitas. f. Menciptakan Aspek-aspek Laku Sutradara memberikan saran-saran pada para aktor agar mereka menciptakan apa yang disebut laku simbolik atau akting kreatif, yaitu cara berperan yang biasanya tidak terdapat dalam instruksi naskah, tetapi diciptakan untuk memperkaya permainan, sehingga penonton lebih jelas dengan kondisi batin seorang pemeran. commit to user 19 g. Mempengaruhi Jiwa Pemain Ada dua macam kedudukan sutradara sebagai penggarap cerita lakon: 1. Ciri Sutradara Teknikus Dia akan menciptakan suatu pagelaran pentas yang menyolok dan menarik perhatian publik dengan teknik dekor yang luar biasa, tata sinar yang mewujudkan kostum yang menarik. Penyutradaraan teknikus terkesan mengelabuhi penonton dengan tampilan secara visual tanpa memahami unsur keaktorannya yang notabene sebagai media penyampai suatu maksud dari teks drama. 2. Ciri Sutradara Psikolog Gaya sutradara psikologi memang kurang memperhatikan aspek selain keaktoran karena dalam penggambaran watak dia akan lebih mengutamakan tekanan psikologis, khususnya pada cara acting yang murni ketika prestasi permainan pribadi ditempatkan dalam arti sebenarnya. Jadi aspek di luar wilayah keaktoran agak dikesampingkan. h. Koordinasi Sutradara memerlukan koordinasi dengan semua pihak yang berhubungan dengan proses pementasan. Dalam sebuah proses penggarapan suatu naskah lakon, seorang sutradara harus mampu memilih jalur yang akan dipilihnya untuk menjalankan penyutradaraannya. Jalur yang dipilihnya akan menjadi pedoman commit to user 20 kepemimpinannya dan menentukan tindakan yang akan diambilnya dalam sebuah proses tersebut. Japi Tambayong membagi kepemimpinan seorang sutradara, antara lain sebagai berikut : a. Sutradara Konseptor: sutradara, tak pelak, adalah dengan sendirinya konseptor. Tetapi, seorang sutradara konseptor, berdiri sebagai pemegang konsep penafsiran yang ketat. Ia menyerahkan konsep penafsirannya pada para pemain, dan dibiarkannya pemain-pemain itu mengembangankan konsep itu secara kreatif, tetapi juga terikat. b. Sutradara Koordinator: jika sebuah pertunjukan bersifat komersial, tentu aktor-aktor yang dipilih bermain adalah aktor-aktor ternama, atau paling tidak aktor-aktor yang sudah jadi. Mereka dipakai dan dibayar. Tugas sutradara disini, kuran lebih adalah pengarah. Ia tinggal mengkoordinasi pemain-pemain itu dengan konsep penafsirannya. c. Sutradara Diktator, sutradara di sini tidak percaya pada pemain- pemainnya. Ia menjadi guru yang mengharapkan pemainnya dicetak persis seperti dirinya. Baginya tidak berlaku konsep penafsiran dua arah seperti sutradara konseptor. Ia mendambakan seni sebagai dirinya, “seni adalah aku”. Pemain-pemainnya tetap buta tuli, mereka hanya dibuat robot. d. Sutradara Suhu: untuk Indonesia, barangkali pedoman sutradara sebagai suhu, amat diperlukan bagi pembangunan jangka panjang. Sutradara adalah seorang suhu, yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin anggota pemainnya. Kelompok teaternya dibuat seperti sebuah padepokan. Ada masanya belajar bersama-sama, ada masanya membangkang dan menyanggah guru, lalu ada masanya berdiri sendiri. Para aktor diberi keyakinan, bahwa mereka adalah cantrik-cantrik yang kelak harus hadir dengan dirinya sendiri, melawan secara jantan kepada pemimpinnya. Jantan di sini berarti, ilmunya telah benar-benar mustaid. Japi Tambayong, 1981: 73-74. Menurut Nano Riantiarno, dalam dunia penyutradaraan, tercatat ada empat jenis “gaya” sutradara. Semua berkaitan erat dengan perilaku atau perangainya sebagai seorang manusia. “gaya” dari sutradara tersebut yaitu sebagai berikut : a Sutradara Pemarah Dalam dunia penggarapan, banyak sutradara yang mengikuti “gaya” ini. Hal ini disebabkan karena adanya suatu pengertian bahwa seorang sutradara marah-marah untuk menghasilkan hasil yang optimal. commit to user 21 Sutradara pemarah sulit sekali untuk menjalin komunikasi yang baik dengan para pekerja panggung dan pemain-pemainnya. Padahal kerja panggung dalam suatu proses merupkan suatu kerja bersama. Dunia kesenian bagi sutradara pemarah makin lama akan makin sempit. Dia akan kehilangan banyak momen berharga. b Sutradara Pendiam Gaya jenis ini juga memiliki banyak pengikut. Sutradara jenis ini biasanya lebih suka bekerja sendirian. Dia kurang gemar memerintah atau berpetuah, tapi lebih suka langsung memberi contoh. Harapannya, semoga yang lain tak enak hati dan mau bekerja lebih optimal pada masing-masing bidangnya. Sutradara jenis ini dapat menjadi bumerang bagi proses pementasan tersebut. Hal ini akan membuat orang yang ikut dalam proses pementasannya akan bertindak seenaknya. c Sutradara Cerewet Biasanya seorang sutradara yang cerewet menyimpan niat untuk membuat hasil kerjanya jadi sesempurna mungkin. Dia suka menganggap para pekerjanya adalah orang-orang yang bodoh yang harus selalu digiring dan wajib diberitahu hingga hal-hal paling detil. Perkembangan pekerjaan harus berasal dari dirinya saja. Pertimbangan orang lain kurang dihargai, dan semua keputusan harus atas ijinnya. Sutradara jenis ini mengatur sampai pada hal sekecil apapun. Ia ingin semua berjalan seperti keinginannya. d Sutradara Romantis commit to user 22 Sutradara jenis ini entah mengapa selalu ingin memacari para pemainnya. Ia ingin merasa lebih dekat dengan pemainnya. Sutradara ini merasa bahwa kedekatan antara dirinya dengan aktor akan mempermudah dalam memberikan petunjuk maupun instruksi-instruksi meskipun hal tersebut tentunya mempunyai benberapa kendala seperti mengesampingkan profesionalismenya sebagai seorang sutradara. Hal yang berbeda dikemukakan oleh Harymawan dalam bukunya, dramaturgi. Menurut Harymawan, terdapat dua gaya sutradara, yaitu gaya Gordon Craig dan Gaya Laisez Faire. Gordon Craig menyatakan bahwa ide dan gagasan seorang sutradara harus dilaksanakan oleh para aktor. para aktor harus mendedikasikan dirinya pada ide-ide sutradara. Gaya Gordon Craig ini menciptakan sesuatu yang sesuai dengan harapan sutradara, sempurna, dan teliti, namun gaya ini akan menjadikan seorang sutradara terkesan diktator. Gaya Laisez Faire merupakan kebalikan dari Gordon Craig. Sutradara memberikan kesempatan bagi para aktornya untuk lebih leluasa berekspresi. Sutradara bertindak sebagai pendamping, namun hal ini akan menimbulkan adanya kekacauan dan kurang teratur karena tiap-tiap aktor dibiarkan berkembang menurut kemampuannya, sehingga hanya aktor-aktor yang berpengalaman saja yang dapat menghadirkan pementasan yang baik. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyutradaraan sebuah naskah lakon berangkat dari suatu konsep penyutradaraan yang didapat oleh seorang sutradara untuk memvisualisasikan suatu naskah lakon ke atas panggung, dalam hal ini seorang sutradara harus mempunyai pedoman dalam sebuah proses penggarapan. commit to user 23 Teknik penyutradaraan merupakan cara yang digunakan oleh sutradara dalam mengangkat naskah lakon yang ia pilih menjadi sebuah pementasan. Gaya yang digunakan oleh seorang sutradara akan dapat mempengaruhi bagaimana bentuk pementasan yang akan ditampilkan di atas panggung. Beberapa teori tersebut di atas akan dipakai sebagai dasar atau landasan dalam memecahkan permasalahan dalam penelitian ini.

C. Kerangka Pikir