PROBLEM-PROBLEM SOSIAL DALAM NASKAH LAKON “AUM” KARYA PUTU WIJAYA

LAKON “AUM” KARYA PUTU WIJAYA (Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh

MUHAMMAD TAUFIQ C0203036 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Nama

: Muhammad Taufiq

NIM

: C0203036

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Problem-problem Sosial dalam Naskah Lakon “Aum” karya Putu Wijaya adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuat oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Maret 2011 Yang membuat pernyataan

Muhammad Taufiq

Hidup bukanlah untuk mengeluh dan mengaduh, hidup adalah untuk mengolah hidup. Bekerja membalik tanah, memasuki rahasia langit dan samodra. Serta mencipta dan mengukir dunia.

( W.S Rendra. Sajak seorang tua untuk istrinya)

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk:

Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.

Adikku-adikku. Istri dan anakku tersayang,

yang selalu setia di sisiku dalam suka dan duka.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi berjudul Problem- problem Sosial dalam Naskah Lakon ”Aum” Karya Putu Wijaya(Sebuah Tinjauan

Sosiologi Sastra) bisa diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag., selaku ketua jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Drs. Wiranta, M.S., selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini, yang dengan sabar dan bijak memberi bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta pada umumnya yang telah memberikan 4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta pada umumnya yang telah memberikan

6. Segenap staf perpustakaan pusat Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Mas Basuki, terimakasih atas kesediannya memberikan beberapa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan naskah lakon Aum.

8. Keluarga di rumah, bapak, ibu dan adik-adikku, terima kasih atas doa dan dorongannya.

9. Istri dan anakku tersayang, yang menemani setiap hari dan dengan sabar menghadapi kemalasanku.

10. Teman-teman Sastra Indonesia 2003, teman-teman seperjuangan yang telah memberikan sesuatu untuk dikenang, Muji “Gunung” Barnugroho, Penceng, Salpian, Bandot, Atha, Ame, Nasir Kusir dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan semangat dan dorongan agar diselesaikannya skripsi ini.

11. Teman-teman Teater Tesa, rumah kedua yang telah membuat banyak kenangan. Mas Basuki, Mas Bodot, Mas Janta, Janto, Penceng, Salpian, dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih dengan setia mengikuti dan mendampingi perjalanan hidup Tesa.

12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih penuh dengan kelemahan dan kekurangan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

pada umumnya dan bagi mahasiswa sastra pada khususnya.

Surakarta, Maret 2011

Penulis

Muhammad Taufiq. C0203036. 2011. Problem-problem Sosial dalam naskah lakon “Aum” Karya Putu Wijaya. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana gambaran struktur naskah lakon Aum yang meliputi alur, penokohan, latar, beserta aspek tema dan amanat? (2) Bagaimanakah gambaran problem-problem sosial yang meliputi; kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan yang terdapat dalam naskah lakon Aum?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan gambaran struktur naskah lakon Aum yang meliputi alur, latar, serta aspek tema dan amanat. (2) Mendeskripsikan problem-problem sosial yang terdapat dalam naskah lakon Aum yaitu kekuasaan, penindasan,ketidakadilan, dan kemiskinan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang pengungkapannya bersifat deskriptif. Data dalam penelitian ini disajikan dengan cara mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Penelitian terhadap naskah lakon ini dilakukan berdasarkan kerangka pendekatan struktural dan sosiologi sastra. Data diperoleh dengan menggunakan teknik studi pustaka.

Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Berdasarkan strukturnya, naskah lakon Aum memperlihatkan perpaduan hubungan atas unsur- unsurnya. Unsur-unsur yang dimaksud adalah: alur, latar, serta tema dan amanat. (2) Problem-problem sosial yang terkandung di dalam naskah lakon Aum meliputi: kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan. Kekuasaan yang dipegang oleh penguasa bersifat menindas dan tidak adil kepada seluruh elemen masyarakat menyebabkan masyarakat tidak bisa bebas untuk menyalurkan aspirasi yang mereka miliki. Rakyat hanya dijadikan alat oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Hal itu berpengaruh pula terhadap tidak meratanya perekonomian masyarakat. Sehingga menyebabkan kesnjangan sosial dalam masyarakat.

Penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh para penguasa harus kita sikapi secara positif dengan melakukan langkah-langkah kritis terhadap penguasa. Jangan melakukan hal-hal yang akan merugikan diri kita sendiri. Pada dasarnya kita bisa melewati setiap permasalahan dengan tenang dan sabar.

Muhammad Taufiq 1

Drs. Wiranta, M.S. 2

ABSTRAK

2011. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana gambaran struktur naskah lakon Aum yang meliputi alur, penokohan, latar, beserta aspek tema dan amanat? (2) Bagaimanakah gambaran problem-problem sosial yang meliputi; kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan yang terdapat dalam naskah lakon Aum? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan gambaran struktur naskah lakon Aum yang meliputi alur, latar, serta aspek tema dan amanat. (2) Mendeskripsikan problem-problem sosial yang terdapat dalam naskah lakon Aum yaitu kekuasaan, penindasan,ketidakadilan, dan kemiskinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang pengungkapannya bersifat deskriptif. Data dalam penelitian ini disajikan dengan cara mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Penelitian terhadap naskah lakon ini dilakukan berdasarkan kerangka pendekatan struktural dan sosiologi sastra. Data diperoleh dengan menggunakan teknik studi pustaka. Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Berdasarkan strukturnya, naskah lakon Aum memperlihatkan perpaduan hubungan atas unsur-unsurnya. Unsur-unsur yang dimaksud adalah: alur, latar, serta tema dan amanat. (2) Problem-problem sosial yang terkandung di dalam naskah lakon Aum meliputi:

Mahasiswa Jurusan Sastra Indonersia dengan NIM C0203036 2 Dosen Pembimbing

bisa bebas untuk menyalurkan aspirasi yang mereka miliki. Rakyat hanya dijadikan alat oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Hal itu berpengaruh pula terhadap tidak meratanya perekonomian masyarakat. Sehingga menyebabkan kesnjangan sosial dalam masyarakat.

Penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh para penguasa harus kita sikapi secara positif dengan melakukan langkah-langkah kritis terhadap penguasa. Jangan melakukan hal-hal yang akan merugikan diri kita sendiri. Pada dasarnya kita bisa melewati setiap permasalahan dengan tenang dan sabar.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sastra menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antara masyarakat dengan orang-seorang, antar-manusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang (Sapardi Djoko Damono, 1984: 1 ).

Karya sastra merupakan hasil penciptaan yang bersumber dari pemikiran akan kehidupan yang ada dalam masyrakat yang dimunculkan dalam karya fiksi. Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dinikmati, difahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat baik itu sebagai media hiburan maupun untuk pembelajaran. Maka dari itu sebuah karya sastra lahir berdasarkan fenomena- fenomena dalam masyarakat yang ditangkap dan diolah oleh pengarang.

Karya sastra bukan objek yang sederhana, melainkan objek yang kompleks dan rumit. Setiap karya sastra merupakan hasil dari pengaruh timbal balik dari faktor-faktor sosial dan kultural, dan karya sastra itu sendiri merupakan objek kultural yang rumit (Wellek dan Warren, 1990: 22).

Karya sastra bukan hanya merupakan curahan perasaan dan hasil imajinasi pengarang saja, namun karya sastra juga merupakan refleksi kehidupan, yaitu pantulan respon pengarang dalam menghadapi problem kehidupan yang diolah Karya sastra bukan hanya merupakan curahan perasaan dan hasil imajinasi pengarang saja, namun karya sastra juga merupakan refleksi kehidupan, yaitu pantulan respon pengarang dalam menghadapi problem kehidupan yang diolah

Sebagai salah satu bentuk karya sastra, drama berangkat dari imajinasi, yaitu imajinasi yang dituangkan melalui ide-idenya kemudian dituangkan dalam bentuk naskah lakon (drama), pengarang mencoba mengkaji hidup dengan merespon dan menanggapi masalah-masalah yang terdapat di lingkungannya. Naskah drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Melihat drama, penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat bahkan kadang-kadang konflik batin mereka sendiri seakan akan dapat terlihat. Drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka cita, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia.

Naskah adalah bentuk atau rencana tertulis dari cerita drama. Pada musik kita mengenal partitur sore, yaitu suatu bentuk atau rencana tertulis dari musik. Musik terwujud setelah partitur dimainkan, sehingga terdengar getaran-getaran, nada-nada yang dibunyikan dalam waktu dan ruang tertentu. Lakon adalah hasil perwujudan dari naskah yang dimainkan tersebut. Lakon cerita drama hanya terwujud pada saat terbuka hingga ditutupnya tirai pertunjukan. Sebelum dan sesudahnya tidak ada lakon, yang ada hanyalah naskah lakon yang berkali-kali dimainkan selalu berubah-ubah kondisi artistiknya, tergantung pada siapa dan dimana dimainkannya. Sedang naskah tetap kualitas artistiknya (Harymawan, 1988: 23-24).

Dalam khasanah kesusastraan, naskah lakon atau drama merupakan salah Dalam khasanah kesusastraan, naskah lakon atau drama merupakan salah

Berdasarkan pada pengertian-pengertian tersebut di atas, maka dalam penelitian ini, naskah lakon Aum yang menjadi objek kajian ini dapat dimasukkan dalam pengertian drama sebagai naskah lakon, sebagai pra-lakon; naskah yang belum dipentaskan atau naskah yang belum diproduksi oleh pekerja teater.

Aum adalah naskah lakon yang dikarang oleh sastrawan dan dramawan yang sangat produktif Putu Wijaya. Putu Wijaya telah banyak melahirkan naskah lakon yang kritis terhadap kehidupan yang ada dalam masyrakat yang terjadi di negeri ini. Naskah Aum ini diterbitkan dalam bentuk buku oleh Teater Mandiri pada tahun 1993. Naskah ini lebih mengacu kepada konvensi sastra tertentu, yaitu drama.

Naskah lakon Aum ini ditulis pengarang, berangkat dari pengamatan pengarang tentang peristiwa keseharian yang terjadi di masyarakat. Problem- problem sosial yang dirangkai dengan kritik-kritik sosial tentang kondisi dan proses sosial masyarakat lebih mengarah pada rakyat kecil yang selalu terpinggirkan. Naskah lakon Aum ini menarik untuk dikaji karena di dalamnya diungkapkan berbagai permasalahan sosial yang disajikan oleh pengarang secara terbuka dalam kemasan nuansa keseharian yang mudah ditangkap, dan ada unsur komedi sehingga menarik untuk dibaca bahkan oleh pembaca awam sekalipun. Problem-problem sosial yang ada dalam realitas kehidupan masyarakat diangkat dalam kemasan yang identik dengan keseharian masyarakat lokal sebagai Naskah lakon Aum ini ditulis pengarang, berangkat dari pengamatan pengarang tentang peristiwa keseharian yang terjadi di masyarakat. Problem- problem sosial yang dirangkai dengan kritik-kritik sosial tentang kondisi dan proses sosial masyarakat lebih mengarah pada rakyat kecil yang selalu terpinggirkan. Naskah lakon Aum ini menarik untuk dikaji karena di dalamnya diungkapkan berbagai permasalahan sosial yang disajikan oleh pengarang secara terbuka dalam kemasan nuansa keseharian yang mudah ditangkap, dan ada unsur komedi sehingga menarik untuk dibaca bahkan oleh pembaca awam sekalipun. Problem-problem sosial yang ada dalam realitas kehidupan masyarakat diangkat dalam kemasan yang identik dengan keseharian masyarakat lokal sebagai

Naskah lakon Aum ini pernah dipentaskan oleh Teater Mandiri pada tahun 1995 di TIM (Taman Ismail Marzuki). Pada tanggal 16 September 2004 dipentaskan oleh Teater Ngirit Universitas Muhammadiyah Surakarta di gedung olahraga Universitas Muhammadiyah Surakarta. Teater Tesa Universitas Sebelas Maret juga pernah mementaskan naskah lakon ini di Museum Seni Lukis Klasik Bali yang letaknya di Klungkung pada tanggal 11 Oktober 2004, kemudian berlanjut pada tanggal 14 Desember di STAIN Jogjakarta dan tanggal 21 dan 22 Desember di Taman Budaya Jawa Tengah yang ada di Solo. Naskah lakon ini menarik untuk dikaji karena permasalahan yang disajikan didalamnya begitu lekat dengan permasalahan keseharian. Pengkajian ini juga bertujuan untuk mengungkapkan fakta-fakta sosial yang ada dalam naskah lakon ini. Dengan mengungkap fakta-fakta sosial tersebut dapat diketahui dan dipahami nilai-nilai apa yang terkandung dalam naskah lakon Aum dan sejauh mana kompetensi nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Cerita dalam naskah lakon Aum ini menggambarkan tentang sekumpulan orang-orang Udik yang datang dari desa untuk menghadap bupati dan mengadukan permasalahan-permasalahan yang mereka alami. Tapi dalam Cerita dalam naskah lakon Aum ini menggambarkan tentang sekumpulan orang-orang Udik yang datang dari desa untuk menghadap bupati dan mengadukan permasalahan-permasalahan yang mereka alami. Tapi dalam

Sekumpulan orang-orang udik itu ingin menemui Bupati dan mengadukan permasalahan yang selama ini mereka alami, karena mereka sudah menanyakan perihal permasalahan mereka kepada semua orang tetapi tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan seperti yang mereka inginkan. Kemudian orang-orang udik itu bermaksud menemui Bupati dan menanyakan perihal permasalahan mereka, karena mereka menganggap Bupati merupakan pemimpin mereka yang mungkin bisa menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang mereka alami.

Setelah bertemu Bupati dan mengadukan permasalahannya, ternyata orang-orang udik itu mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan yang mereka inginkan. Orang-orang udik itu menjadi semakin bingung dengan jawaban dan sikap Bupati. Kemudian orang-orang udik yang dipimpin oleh Kepala keluarga ingin menanyakan langsung permasalahan mereka kepada Tuhan dengan cara bunuh diri bersama-sama agar mereka langsung bisa bertemu dengan Tuhan dan mengadukan permasalahan yang mereka alami.

Naskah lakon Aum penting untuk diteliti guna menggambarkan masalah- masalah kemiskinan, penindasan, ketidakadilan, dan kekuasaan yang ada dalam naskah lakon ini. Dengan mengungkap fakta-fakta tersebut dapat diketahui dan dipahami nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam naskah lakon Aum.

tidak terpenuhi karena keadaan sosial dalam masyarakat. Jadi pada dasarnya, problem-problem sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral, problem- problem tersebut merupakan persoalan, oleh karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak oleh sebab itu problem-problem sosial tak akan ditelaah tanpa pertimbangan ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap tidak baik.

Problem sosial yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan. Problem-problem sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut direspon oleh pengarang sehingga melahirkan sebuah karya setelah melalui proses kreatif.

Berdasarkan pada beberapa uraian di atas, maka pada kesempatan kali ini penulis memutuskan untuk menganalisis naskah lakon Aum ini dengan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan ini diharapkan dapat mengungkapkan permasalahan- permasalahan sosial yang meliputi kekuasaan, ketidakadilan, penindasan dan kemiskinan. Dalam pendekatan ini penulis juga ingin mengungkapkan respon pengarang terhadap masalah-masalah sosial tersebut. Judul penelitian ini adalah

Problem-problem Sosial dalam Naskah Lakon “Aum” Karya Putu Wijaya (Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra) .

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan untuk membatasi objek yang akan diteliti, sehingga dengan adanya pembatasan masalah atau penetapan fokus yang Pembatasan masalah dimaksudkan untuk membatasi objek yang akan diteliti, sehingga dengan adanya pembatasan masalah atau penetapan fokus yang

Pokok permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada analisis problem- problem sosial dalam naskah lakon Aum karya Putu Wijaya. Problem-problem sosial itu meliputi kemiskinan, penindasan, ketidakadilan, dan kekuasaan.

C. Perumusan Masalah

Permasalahan yang terdapat dalam penelitian perlu dijabarkan dalam rumusan masalah. Rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian yang dilakukan berdasarkan data empiris. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimanakah gambaran struktur naskah lakon Aum?

2. Bagaimanakah gambaran problem-problem sosial yang terdapat dalam naskah lakon Aum?

D. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan gambaran struktur naskah lakon Aum.

2. Mendeskripsikan problem-problem sosial yang terdapat dalam naskah lakon Aum .

Dari penelitian ini diharapkan hasilnya mampu memberikan manfaat bagi pembaca, baik berupa manfaat teoretis maupun manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi contoh model penelitian, khususnya dalam bidang sosiologi sastra.

2. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai salah satu contoh model dalam menyikapi berbagai masalah kehidupan yang sampai saat ini masih sering dijumpai, terutama masalah kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa bab sebagai berikut. Bab satu berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab dua berisi kajian pustaka dan kerangka pikir yang terdiri dari pendekatan struktural dan pendekatan sosiologi sastra. Bab tiga berisi metodologi penelitian yang terdiri dari metode penelitian, pendekatan, objek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan teknik penarikan kesimpulan.

sosiologi sastra naskah lakon Aum, yang meliputi problem sosial kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan sebagai realitas sosial beserta aspek- aspeknya dalam masyarakat, serta respon pengarang terhadap problem-problem sosial tersebut.

Bab lima berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan di universitas sekitar

Solo (UMS, UNS, UNIVET, UNISRI, UGM), diperoleh penulisan skripsi yang meneliti naskah lakon Aum karya Putu Wijaya seperti di bawah ini.

Penelitian tentang naskah lakon Aum pernah dilakukan sekali yaitu oleh Janta Setiana. Penelitian yag dilakukannya berjudul Teknik Penyutradaraan Rohmat Basuki dalam Naskah Lakon ”Aum” Karya Putu Wijaya. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini menjawab masalah bagaimana teknik penyutradaraan dan tugas sutradara Rohmat Basuki sebagai bentuk penyutradaraaan terhadap naskah lakon Aum karya Putu Wijaya.

Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan teknik penyutradaraan dan tugas sutradara dari Rohmat Basuki selama menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya sebagai kebutuhan pementasan.

Simpulan dari penelitian ini yaitu teknik penyutradaraan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya. Kedelapan teknik Rohmat Basuki itu, antara lain: 1) menentukan nada dasar,

to type, casting by ability, dan antitype casting , 3) latihan, meliputi olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, dan blocking, 4) tata teknik dan pentas, meliputi: tata ruang, tata lampu, tata musik, tata rias, dan tata busana, 5) menguatkan dan melemahkan scene, meliputi adegan yang dibuat oleh sutradara Rohmat Basuki dari adegan I sampai XI, 6) menciptakan aspek-aspek laku, dengan pendekatan ketat dan fleksibel, 7) mempengaruhi jiwa pemain, meliputi: observasi, diskusi, dan latihan alam, 8) koordinasi, meliputi: mengumpulkan semua yang terlibat, baik para pemain, crew setting, crew ligthing, makeuper, pemusik, dan produksi untuk tumbuh bersama dalam menyukseskan pertunjukan Aum karya Putu Wijaya ke dalam pertunjukan drama.

Pendekatan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya adalah menggunakan gaya penyutradaraan Laisez Faire dan Gordon Craig. Laisez Faire adalah gaya penyutradraan dengan memberikan kesempatan bagi para pemain untuk lebih mengembangkan dirinya, gaya Laisez faire dilakukan pada para pemain yang memiliki “jam terbang” tinggi

dalam pengalaman bermainnya, sedangkan Gordon Craig yaitu gaya penyutradaraan dengan cara-cara ketat, gaya ini digunakan bagi pemain-pemain yang pemula.

Dari penelusuran penulis, skripsi yang meneliti tentang naskah lakon Aum karya Putu Wijaya hanya pernah dilakukan oleh seorang saja, yaitu Janta Setiana, sehingga judul skripsi Problem-Problem So sial dalam Naskah Lakon ”Aum” Karya Putu Wijaya benar-benar belum pernah diteliti oleh penulis lain.

1. Struktural Sastra

Pada penelitian ini, pendekatan struktural sastra digunakan sebagai alat untuk mengetahui isi yang terkandung di dalam naskah lakon Aum karya Putu Wijaya.

Dalam sebuah karya sastra yang padu, antara unsur-unsurnya selalu terjadi hubungan timbal balik dan saling menentukan. Unsur-unsur struktur tersebut tidak dapat dipandang sebagai hal-hal yang berdiri sendiri, tetapi harus dilihat keterjalinannya satu dengan yang lainnya sehingga secara bersama-sama akan menghasilkan makna yang menyeluruh. Analisis struktural pada prinsipnya adalah analisis yang bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Bukan saja penjumlahan dari gejala-gejala yang berhubungan dengan aspek waktu, aspek ruang, penokohan, point of vieuw, sorot balik, dan apa saja, tetapi yang penting justru sumbangan yang diberikan oleh semua gejala semacam itu pada keseluruhan makna, dalam keterjalinan dan keterikatan antara berbagai tataran (Teeuw, 1984:135-136). Oleh karena itu, unsur-unsur tersebut harus dipahami sepenuhnya atas dasar pemahaman dalam keseluruhan karya sastra.

Jean Piaget menurut parafrase Hawkes menunjukan tiga aspek konsep struktural. Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa bagian- bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang Jean Piaget menurut parafrase Hawkes menunjukan tiga aspek konsep struktural. Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa bagian- bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan pendekatan struktural adalah pendekatan yang dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain dan bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

2. Sosiologi Sastra

Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan adalah anggota masyarakat, ia terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang, yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat (Sapardi Djoko Damono, 1984: 1).

sastra, dan masyarakat terjadi hubungan yang erat. Pengarang sebagai anggota masyarakat dalam menciptakan karyanya tidak bisa lepas dari kehidupan sebagai suatu kenyataan sosial. Oleh karena itu, tidak heran apabila suatu karya sastra bisa mengandung gagasan yang mungkin dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu (Sapardi Djoko Damono, 1984: 2).

Uraian di atas menunjukan bahwa studi terhadap karya sastra menyangkut studi sosial atau sosiologi. Antara sosiologi dan sastra keduanya saling melengkapi. Sastra sebagaimana halnya sosiologi berurusan dengan manusia. Pendekatan terhadap karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan inilah oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra.

Penelitian terhadap naskah lakon Aum ini termasuk dalam klasifikasi sosiologi sastra yang mempermasalahkan pada teks sastra atau karya sastra itu sendiri, dengan memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan. Pokok penelaahannya adalah semua yang tersirat dalam karya sastra itu, tujuannya, dan amanat yang hendak disampaikannya. Dalam rangka menelaah semua yang tersirat dalam karya sastra itu, tujuannya, dan amanat yang hendak disampaikan, tentu saja harus melakukan penelaahan terhadap unsur-unsur sosial yang hadir dalam situasi dialogis sebuah karya sastra.

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan pendekatan sosiologi sastra adalah, penelitian terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan karya

dalam sebuah karya sastra. Hal ini berarti bahwa sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan realitas kehidupan saja, melainkan lebih dari itu juga memberikan sebuah refleksi realitas yang lebih besar dan lebih lengkap. Pendapat di atas mengungkapkan bahwa permasalahan umum yang muncul di dalam karya sastra merupakan refleksi dari kenyataan yang bersifat objektif dan relatif. Karya sastra mempunyai fungsi untuk membentuk/mencerminkan suatu bentuk kehidupan secara langsung, mulai dari permasalahan hidup itu sendiri dan kendala dalam proses perkembangan kehidupan.

Dalam penelitian dengan pendekatan sosiologi sastra ini memiliki beberapa permasalahan yang perlu dikaji. Secara khusus Rene Wellek dan Austin Warren dalam telaahnya mengklasifikasikan sosiologi terhadap karya sastra dalam tiga permasalahan yaitu:

1. Sosiologi pengarang, didalamnya mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi, politik, dan hal-hal yang menyangkut pengarang.

2. Sosiologi karya sastra yang mempermalsalahkan tentang apa yang tersirat di dalam karya sastra tersebut, dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan.

3. Sosiologi pembaca, disini mempermasalahkan tentang pembaca dan

pengaruh sosialnya terhadap masyarakat. Penelitian terhadap naskah lakon Aum ini termasuk dalam klasifikasi

sosiologi sastra yang mempermasalahkan pada teks sastra atau karya sastra itu sosiologi sastra yang mempermasalahkan pada teks sastra atau karya sastra itu

Sesuai dengan permasalahan yang terdapat dalam Naskah Lakon Aum karya Putu Wijaya, maka penelitian ini akan menekankan pada pendekatan yang mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan refleksi dari fenomena sosial yang timbul dari sikap mental masyarakat yang melingkupi terciptanya karya sastra. Konsep Wellek dan Warren yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan untuk menemukan dan mendeskripsikan kritik sosial dalam naskah lakon yang akan dibahas dimanfaatkan sebagai pelengkap pedoman dalam mengkaji karya sastra. Penelitian dengan pedoman ini akan terlepas dari faktor pengarang. Wilayah analisis hanya dalam ruang karya sastra itu saja.

Berdasarkan uraian di atas diperoleh gambaran bahwa sosiologi sastra merupakan pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan, yang mempunyai ruang lingkup luas, beragam dan rumit. Karya sastra merupakan cerminan gambaran kehidupan dan permasalahan sosial masyarakat pada waktu karya sastra itu dibuat, serta keterlibatan struktur sosial dalam sebuah karya sastra. Sosiologi sastra berhubungan dengan kenyataan-kenyataan sosial masyarakat, pengarang, pembaca, dan teks karya sastra itu sendiri.

B. Kerangka Pikir

Bagan 1 : Kerangka Pikir Analisis Sosiologi Sastra Naskah Lakon Aum.

Naskah lakon Aum karya putu wijaya

Analisis struktural Meliputi: -alur -latar -tema dan amanat

Teori sosiologi sastra

Analisis problem- problem sosial

Kekuasaan Penindasan Ketidakadilan Kemiskinan

Simpulan Simpulan

Karya sastra lahir bukan dalam kekosongan budaya. Sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tak lepas dari akar masyarakatnya. Melalui karya sastra dapat dilihat bagaimana masyarakat bekerja, bagaimana pola kerjanya, dan bagaimana mereka melangsungkan hidupnya. Dalam kaitan ini, sastra merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan satu tes dialektika antara pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra (Suwardi Endraswara, 2003: 78). Karya sastra lahir sebagai hasil interaksi pengarang dengan masyarakat. Ide utama yang dimiliki pengarang menjadi sumbu utama yang dipicu oleh kondisi dan situasi sosial kehidupan masyarakat atau realitas objektif yang melingkupi pengarang. Sebagai bentuk penghayatan terhadap realitas lingkungan sosialnya, pengarang merespon dan mengolah apa yang didengar, dilihat dan dirasakannya melalui sebuah hasil penciptaan yang diwujudkan dalam sebuah karya fiksi.

Sosiologi sastra meneliti karya sastra dengan mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Sosiologi sastra dalam rangka menelaah semua yang tersirat dalam karya sastra itu, tujuan dan amanat yang hendak disampaikan, tentu saja harus melakukan penelaahan terhadap unsur-unsur sosial yang hadir Sosiologi sastra meneliti karya sastra dengan mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Sosiologi sastra dalam rangka menelaah semua yang tersirat dalam karya sastra itu, tujuan dan amanat yang hendak disampaikan, tentu saja harus melakukan penelaahan terhadap unsur-unsur sosial yang hadir

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah petunjuk yang memberi arah dan corak penelitian, sehingga dengan metode yang tepat suatu penelitian akan memperoleh hasil yang maksimal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.

Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Moleong, 2001: 3).

Data deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, frase, klausa, kalimat atau paragraf dan bukan angka-angka. Dengan demikian hasil penelitian ini berisi analisis data yang sifatnya menuturkan, memaparkan, memerikam, menganalisis dan menafsirkan (Soediro Satoto, 1993: 15).

Penelitian ini membicarakan tentang naskah lakon. Naskah lakon merupakan karya sastra yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan dan kemasyarakatan, yang lebih mendalam dan disajikan secara lebih jelas melalui dialog. Naskah lakon Aum karya Putu Wijaya digunakan sebagai data deskriptif dalam penelitian ini.

Pendekatan merupakan cara memandang dan mendekati suatu objek atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa pendekatan adalah asumsi-asumsi dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang objek (Attar Semi, 1993:63).

Sebuah pendekatan harus sesuai dengan objek yang akan diteliti (Sapardi Djoko Damono, 1984:2). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra.

Pendekatan sosiologi sastra merupakan pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakanginya (Nyoman Kutha Ratna, 2003: 2). Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa karya sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat (Attar Semi, 1993: 46).

C. Objek Penelitian

Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah: unsur-unsur struktural yang berupa alur dan latar, beserta tema dan amanat; dan problem-problem sosial yang meliputi kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan.

D. Sumber Data

Data yang dipakai dalam penelitian ini berupa kalimat dan paragraf atau pernyataan yang terdapat dalam naskah lakon Aum karya Putu Wijaya Sumber data dalam penelitian ini berupa sumber tertulis atau dokumen, yaitu naskah lakon Aum karya Putu Wijaya yang diterbitkan dalam bentuk buku oleh Teater Mandiri pada tahun 1993.

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan teknik kepustakaan, yaitu teknik yang mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Sumber-sumber tertulis itu dapat berwujud majalah, surat kabar, karya sastra, buku bacaan ilmiah dan bukan perundang-undangan (Soediro Satoto, 1993: 42).

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini melalui beberapa tahap. yaitu; (1) Pengumpulan data, yakni dilakukan dengan mencatat, baik dari buku-buku bacaan maupun artikel. (2) Reduksi data, yakni dilakukan dengan memilih, memusatkan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar dari catatan yang terkumpul. Data yang telah terkumpul diorganisir sedemikian rupa, sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir. (3) Penyajian data, penyajian dilakukan setelah semua data terkumpul dan direduksi, baru data tersebut dapat disajikan untuk kemudian dapat ditarik simpulan akhir.

A. ANALISIS STRUKTURAL

Unsur struktural yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah alur, penokohan, dan latar sebagai aspek formal struktural, serta tema dan amanat sebagai aspek tematis. Dan unsur-unsur inilah yang akan dianalisis dalam penelitian ini.

1. Alur

Naskah lakon Aum ini menggunakan alur maju, yaitu dimulai dari awal cerita, terus maju menuju peristiwa-peristiwa berikutnya, sampai peristiwa itu berakhir. Adapun gambaran secara jelas alur pada naskah lakon Aum ini adalah sebagai berikut.

a. Permulaan

Naskah lakon ini dimulai dengan penggambaran waktu subuh, tampak seorang hansip yang masih segar datang untuk menggantikan temannya yang semalam suntuk telah berjaga-jaga dirumah Bupati. Kemudian hansip yang tertidur itu bangun karena merasa diganggu. Ketika terbangaun ia terperanjat karena mendapati bahwa senjatanya tidak lagi berada ditempatnya. Seperti terlihat dalam nukilan berikut.

Hansip I : Hansip apa ini. Hansi II : Mana senjata gue, mana senjata gue. Hansip I : Wong disuruh jaga malah ngorok. Aduuuuh. Hansip I : Senjata gue tadi malam disini, sekarang dimana ya? Hansip I : Hansip apa ini. Hansi II : Mana senjata gue, mana senjata gue. Hansip I : Wong disuruh jaga malah ngorok. Aduuuuh. Hansip I : Senjata gue tadi malam disini, sekarang dimana ya?

Hansip I : Lho wong senjatanya disini lho kemaren, masih nyantel dipinggang. Mana ya?( Putu Wijaya, 1993 : 2)

Cerita kemudian menuju pada perbincangan antara hansip dengan orang-orang udik yang datang ingin menghadap bapak Bupati. Perbincangan pertama dimulai dari orang udik yang datang ingin mengembalikan senjata yang baru saja dipakai untuk ngupas ketupat. Senjata itu diambil dari hansip yang semalam tertidur. Kemudian muncul beberapa wanita dan orang tua, kedua hansip itu terlibat perbincangan dengan mereka yang ingin bertemu dengan Bupati. Kedua hansip itu berusaha menghalangi mereka yang ingin bertemu dengan pak Bupati. Seperti terlihat dalam nukilan berikut.

Orang udik : Kami hanya ingin bertemu dengan Bapak, jangan pukul

kami.

Hansip I : Dul sini Dul. Matamu itu sih yang bikin mereka curiga. BEBERAPA WANITA DENGAN TAKUT-TAKUT MAJU. Wanita I : Jangan pukul kami pak. Wanita II : Kami hanya ingin bertemu dengan Pak Bupati. WanitaIII : Sejak kapan Bapak tidak boleh ditemui, tidak ada begitu

bukan? Lantas kenapa kawan kami ditembak?( Putu Wijaya, 1993 : 8)

Berangkat dari peristiwa ini alur semakin maju dengan bertemunya orang-orang udik dan Bupati yang tanpa disengaja karena Pak Bupati sedang lari-lari pagi. Kemudian hansip dan orang-orang udik mengikuti Bupati yang sedang lari-lari. Seperti terlihat dalam nukilan berikut.

SEKALI Hansip I : (YANG DITENDANG) Kenapa pakai acara nendang?

(MENDENGAR BUPATI TERIAK haaaah, DIA LANGSUNG IKUT) Haaah!

Bupati : Memang betul (LARI-LARI KECIL MASUK) Rupanya memang harus pakai haaaah (BERTERIAK) Haaaah! Haaaaaaah! Begitu ya.

Hansip I : Haaah! Bupati : Haaah! Orang-orang udik

: Haaah!

Bupati

: Jadi sekaligus kotoran keluar. Pinter juga. (BERLARI- LARI DISEKITAR ITU) Hah! Tapi lama-lama jadi cepat lapar.( Putu Wijaya, 1993 : 13)

b. Pertikaian

Peristiwa terus maju, sampai mengalami pertikaian setelah kedatangan Kepala keluarga yang bertemu dengan pak Bupati secara langsung. Kepala keluarga dan Bupati sama-sama terkejut karena ternyata kedatangan orang- orang udik yang sudah sejak tadi malam tidak diberitahukan hansip kepada Bupati. Seperti terlihat dalam nukilan berikut.

Bupati

: Saya minta maaf, apakah saudara-saudara semua ini ingin bertemu dengan saya?

Kep keluarga : Kami juga minta maaf, Bapak ini Pak Bupati? Bupati

: Betul. Saya Bupati. Saya baru tahu Ibu dan keluarga ibu sudah menunggu dari kemarin.

Kep keluarga : Jadi tidak dikabarkan kepada Bapak, kami mau

Kep keluarga : Bapak Bohong!( Putu Wijaya, 1993 : 17) Situasi sedikit mereda setelah ada perbincangan langsung antara

Kepala keluarga dan Bupati. Baru sebentar saja keadaan sudah kembali tak Kepala keluarga dan Bupati. Baru sebentar saja keadaan sudah kembali tak

Hansip

: (BERBISIK) Orang-orang ini jangan terlalu dikasih hati Pak, nanti ngelonjak.

Wanita

: Kami tidak minta dikasih hati. Tidak kan Bu? Kep keluarga : Dikasih hati apa? Kami datang bukan untuk mengemis. Kami juga tidak perlu ditolong karena maksud kami bukan itu. Kami Cuma minta dijawab.

Bupati

: Dijawab bagaimana, pertanyaan saja dari tadi belum keluar. Ini kok seperti teka-teki silang. Praktis sedikit. Kep keluarga : Sebentar, sebentar. Saya memang sengaja dari tadi

mengulur-ulur

karena sengaja, agar Bapak memperhatikan dengan sungguh-sungguh pertanyaan kami. Sekarang sudah waktunya untuk berkata terus terang.

Bupati

: Memang, sejak tadi seharusnya sudah terus terang.(Putu Wijaya, 1993 : 22)

Kepala keluarga merasa bahwa Bupati harus lebih memperhatikan apa yang dialami oleh orang-orang udik dan memperhatikan pertanyaan yang akan ditanyakan. Namun Bupati merasa bahwa Kepala keluarga hanya mengulur- ulur waktu saja tanpa langsung terus terang mengatakan apa yang seharusnya dikatakan.

Pertikaian terus terjadi antara Buapti, Kepala keluarga, Orang-orang udik dan hansip yang ada disitu. Kepala keluarga yang mewakili orang-orang udik meminta jawaban atas apa yang telah mereka alami selama ini. Namun Pertikaian terus terjadi antara Buapti, Kepala keluarga, Orang-orang udik dan hansip yang ada disitu. Kepala keluarga yang mewakili orang-orang udik meminta jawaban atas apa yang telah mereka alami selama ini. Namun

c. Perumitan

Ketegangan-ketegangan mulai terjadi dan persoalan mulai merumit dan gawat ketika muncul Ucok memimpin doa bersama orang-orang udik. Keadaan yang semakin merumit ini dimulai ketika Ucok berdoa mengucapkan kata-kata yang mengatakan bahwa keadaan di udik kian lama semakin ganjil, tak menentu dan tak pernah ujung jawaban dari permasalahan mereka. Kondisi psikologis, batin, dan fisik Ucok yang sudah tidak tahan menahan beban hidup yang menembas alam pikiran inilah yang kemudian memaksa Ucok untuk melakukan bunuh diri. Seperti terdapat dalam nukilan berikut.

Ucok : Maafkan segala usaha kami ini. Kami bersumpah tidak ada dorongan lain yang mendesak kami untuk melakukan semua ini kecuali untuk mendapatkan penjelasan, sehingga kami tidak bimbang lagi melanjutkan kehidupan sehari-hari. Dan kini setelah menempuh perjalanan yang panjang sekali, kita sampai pada hari penentuan, untuk memutuskan apa selanjutnya yang masih bisa dikerjakan. Kami……. Ah! (MEMBANTING SESUATU) Aku sudah muak melakukan ini semua. Hasilnya akan sama saja, sama saja, tidak ada yang bisa menjawab. Hentikan! Hentikan sekarang, aku tidak kuat lagi, aku sudah, aku berangkat lebih dulu.(Putu Wijaya, 1993 : 23)

Situasi semakin merumit ketika Mawar mencoba membantu kepala keluarga untuk meminjam baju dari para wanita, tetapi mereka tidak mengijinkan bajunya untuk dipinjam. Akhirnya mereka meminjam baju dari Bupati dan hansip-hansipnya. Dalam keadaan seperti itu para wanita dan orang-orang udik sempat melakukan tari-tarian dengan musik disco yang tidak jelas sehingga menambah kerumitan yang terjadi. Dari peristiwa itu Situasi semakin merumit ketika Mawar mencoba membantu kepala keluarga untuk meminjam baju dari para wanita, tetapi mereka tidak mengijinkan bajunya untuk dipinjam. Akhirnya mereka meminjam baju dari Bupati dan hansip-hansipnya. Dalam keadaan seperti itu para wanita dan orang-orang udik sempat melakukan tari-tarian dengan musik disco yang tidak jelas sehingga menambah kerumitan yang terjadi. Dari peristiwa itu

Ucok : Apa jawaban Bapak. Berikan kami jawaban. Hansip : Jawab Pak. Bupati : Jawaban apa, apa yang harus dijawab? Ucok : Pertanyaan begitu banyak, mana jawabannya, sekarang! Nanti

terlambat. Bupati : Lho pertanyaan apa? (KEPADA KEPALA KELUARGA) He, apa mereka sudah bertanya tadi?(Putu Wijaya, 1993 : 27)

Semakin lama keadaan semakin merumit karena Bupati tidak paham dengan apa yang telah disampaikan oleh orang-orang udik. Padahal orang- orang udik ini menunggu jawaban dari pemecahan persoalan yang mereka alami. Karena tak tahan dan tak puas dengan Bupati yang tidak memperhatikan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan dan Bupati hanya asal menjawab saja, kemudian kepala keluarga ikut melontarkan apa yang dirasakannya selama ini. Seperti terlihat dalam nukilan berikut.

Kep keluarga : Sudah. Ya saya tahu, sudah semua. Kalau mereka mengerti dan bisa menjawab kami tidak akan menempuh ribuan kilometer kemari.

Hansip I

: Lah ribuan lagi.

Hansip II

: Orang dusun sebelah saja ngakunya ratusan kilometer.

HANSIP DAN MENDORONGNYA JAUH) Kamu pikir saja dulu, ini urusan jabatan. O jadi sudah, sudah?

Kep keluarga : Kami sudah bertanya sesudah mencoba mengerti tapi tak habis-habis mengerti. Dan kami mencari orang- orang yang pantas untuk ditanyai karena kami yakin makin lama makin banyak yang tidak bisa kami jawab sendiri yang memerlukan ahli-ahli. Seperti tukang tahu, tukang gado-gado, tukang liastrik, dukun, mantra, guru sekolah, bahkan juga camat dan dokter. Seperti Bapak, kami juga membuka hati kami lebar-lebar sampai robek, karena ingin penjelasan. Tapi apa? Apa yang Kep keluarga : Kami sudah bertanya sesudah mencoba mengerti tapi tak habis-habis mengerti. Dan kami mencari orang- orang yang pantas untuk ditanyai karena kami yakin makin lama makin banyak yang tidak bisa kami jawab sendiri yang memerlukan ahli-ahli. Seperti tukang tahu, tukang gado-gado, tukang liastrik, dukun, mantra, guru sekolah, bahkan juga camat dan dokter. Seperti Bapak, kami juga membuka hati kami lebar-lebar sampai robek, karena ingin penjelasan. Tapi apa? Apa yang

Setelah keadaan menjadi semakin rumit dan Kepala keluarga sakit kemudian muncul Mantri yang didaerah udik bertugas seperti seorang dokter. Terjadi perbincangan yang cukup menarik antara Bupati dan Mantri tentang berbagai permasalahan yang terjadi di udik. Tapi lama kelamaan Mantri juga merasakan bahwa ternyata ada jarak yang begitu lebar antara Bupati dengan warganya. Padahal seharusnya antara pemimpin dan rakyatnya harus bisa bersatu padu dan berdiri bersama berdampingan menyelesaikan persoalan- persoalan yang ada. Seperti nukilan berikut.

Bupati

: Simanakitu Bak eh maaf, maaf. Pertanyaan yang mana?

Kep keluarga : Pertanyaan yang mana? Pertanyaan Bapak hanya membuat hati saya tambah berdarah.

Mantri

: (SEMBARI MENANGIS) Jadi anda juga cuma sebegitu saja? Apa yang menyebabkan anda sudah berdiri sebegitu tinggi. Begitu tinggi sehingga kalau kita bicara saya harus mengangkat muka dan menjinjitkan kata-kata saya? Siapa yang sudah menempatkan kamu dalam posisi ujung tombak kami, sementara kami tetap kelaparan dan tak bisa menatap ujung hidungmu yang tak pasti arahnya itu. Kamu semua sama saja. Kamu hanya tembok-tembok penghalang yang menghalangi kami mengalir deras ke sumber kami yang tertinggi dimana ada jawaban. Kamu bending kami, kamu haling-halangi kamidengan segala pelayanan kamu yang manis sambil membunh kami perlahan- lahan di tengah jalan seperti….

Kep keluarga : Cukup!( Putu Wijaya, 1993 : 34)