TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO

DALAM NASKAH LAKON “

KELUARGA YANG

DIKUBURKAN

” KARYA AFRIZAL MALNA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Disusun oleh

CORRY AGUSTIN. AM C0206013

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO

DALAM NASKAH LAKON “

KELUARGA YANG

DIKUBURKAN

” KARYA AFRIZAL MALNA

Disusun oleh CORRY AGUSTIN. AM

C0206013

Telah disetujui oleh pembimbing Pembimbing

Drs. Hanindawan NIP 195912041991031002

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag. NIP 196206101989031001


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO

DALAM NASKAH LAKON “

KELUARGA YANG

DIKUBURKAN

” KARYA AFRIZAL MALNA

Disusun oleh CORRY AGUSTIN. AM

C0206013

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada tanggal………..

Jabatan Nama Tanda Tangan 1. Ketua Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag

NIP 196206101989031001

2. Sekretaris Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum NIP 196412311994032005

3. Penguji I Drs. Hanindawan

NIP 195912041991031002 4. Penguji II Dra. Murtini, M. S.

NIP 195707141983032001

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

Drs. Sudarno, M.A. NIP 195303141985061001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Corry Agustin. AM

NIM : C0206013

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon “keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal

Malna adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuat oleh orang

lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Agustus 2010 Yang membuat pernyataan


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

· Hidup bukan untuk mengeluh dan mengaduh (W.S Rendra)

· Keberhasilan adalah kemampuan untuk tegak berdiri setelah terjatuh.

· Kata “berhasil” yang muncul sebelum kata “kerja keras” hanya ada dalam kamus.


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini, penulis persembahkan untuk:

Bapak dan Ibu (Almh.) yang telah memberikan kehidupan bagiku.

Adikku, Asnia tempatku berbagi.


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan bagi hamba-Nya sehingga skripsi berjudul Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon “Keluarga

yang Dikuburkan” Karya Afrizal Malna bisa diselesaikan meskipun ada

halangan dan rintangan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag selaku ketua jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Drs. Hanindawan selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini, yang dengan sabar dan bijak memberi bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta pada umumnya yang telah memberikan ilmu kepada penulis sehingga bermanfaat dalam menyusun skripsi ini.


(8)

commit to user

viii

5. Segenap staf perpustakaan dan tata usaha yang telah membantu penulis dalam melengkapi syarat-syarat ujian skripsi untuk menjadi sarjana sastra.

6. Segenap staf perpustakaan pusat Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Budi “Bodot” Riyanto, terimakasih atas kesediannya memberikan beberapa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan naskah “Keluarga yang Dikuburkan”

8. Keluarga di rumah, bapak, ibu (Almh.), dan adik “gendut” Asnia atas doa dan dorongannya.

9. Lelakiku, yang menemani setiap hari dan dengan sabar menghadapi perempuan manja (Elang Firdaus Rahayu Kurniawan, akan tiba saatnya nanti ada).

10.Teman-teman Sasindo 2006, teman-teman seperjuangan yang telah memberikan sesuatu untuk dikenang, Rike, Toto, Lia, Brigita, Dimmy, Apin, Dian, Yuyun, Hafidz, Ina, Nurul, Tiara, Ririn, Rohmah, Mila, Wendi “Babe”, Farida, Taqwa, Yan-yan, Adit, Aji, Amel, Ayum, Toni, Widya, dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan semangat dan dorongan agar diselesaikannya skripsi ini.

11.Teater Tesa, rumah kedua yang telah membuat banyak kenangan. Ayot, Mama, Gondes, Mas Uli, Mas Andri, Jambrong, Adis, Bre, Fina “Kencit’, Suryo, Pakdhe, Dewinta, Desi, Kiki, Mbak Atha, terimakasih atas celoteh kalian setiap hari. Tak lupa para sesepuh Tesa Mas Ma, Pak Bas, Kung Tabah, Lek Bodot, Mas Janta, Mbak Frides, Mbak Amee, Mbak Wiwin, Mas Pele, Mas Kencot, Mas Didit, Mbak Fitri, mas Alfian yang dengan setia mengikuti


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

dan mendampingi perjalanan hidup Tesa, serta semua keluarga besar Teater Tesa yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

12.Keluarga besar Mbah Abu, Bulik Ut, Budhe Sri, Pakde Mukhsin, Mas Nur, Mas Iqbal, Mbak Norma dan Raihan kecil, terimakasih untuk terus mengingatkan menyelesaikan skripsi ini dan pesan-pesan untuk hari esok. 13.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih penuh dengan kelemahan dan kekurangan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa sastra pada khususnya.

Surakarta, Agustus 2010


(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR... xiii

ABSTRAK... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A Latar Belakang Masalah ... 1

B Pembatasan Masalah ... 6

C Rumusan Masalah... 6

D Tujuan Penelitian... 7

E Manfaat Penelitian... 7

F Sistematika Penulisan... 7


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

A Penelitian Terdahulu…..…... 10

B Kajian Pustaka…..……… 12

C Kerangka Pikir... 23

BAB III METODE PENELITIAN... 25

A. Metode Penelitian... 25

B. Objek Penelitian ... 25

C. Sumber Data dan Data …………... 26

D. Teknik Pengumpulan Data... 26

E. Teknik Analisis Data... 27

BAB IV ANALISIS... 29

Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto... 29

a. Menentukan Nada Dasar………... 34

b. Menentukan Casting/Pemeranan………... 39

c. Latihan………..………... 43

d. Tata dan Teknik Pentas………... 77

e. Menguatkan atau Melemahkan Scene………. 106

f. Menciptakan Aspek Laku………..…. 122

g. Mempengaruhi Jiwa Pemain……… 124

h. Koordinasi……… 127

BAB V PENUTUP... 129

A. Simpulan... 129

B. Saran... 130


(12)

commit to user

xii

LAMPIRAN...

A. Wawancara………... 134

B. Pamflet Pertunjukan……….. 137

C. Biografi Sutradara... 138

D. Artikel Pendukung... 140

E. Biografi Teater Tesa………..……... 141


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar blocking 1……….. 55

Gambar blocking 2……… 56

Gambar blocking 3……… 57

Gambar blocking 4……… 58

Gambar blocking 5……… 59

Gambar blocking 6……… 60

Gambar blocking 7……… 61

Gambar blocking 9………. 63

Gambar blocking 10……….. 64

Gambar blocking 11……… 65

Gambar blocking 12……… 66

Gambar blocking 13……….. 67

Gambar blocking 14……… 68

Gambar blocking 15………. 69


(14)

commit to user

xiv

Gambar blocking 17………... 71

Gambar tata panggung ……… 79

Gambar tata ruang……… 81

Gambar set lampu……… 83

Gambar set lampu spesial Basuki……… 84

Gambar set lampu jalan raya……… 86

Gambar set lampu surat wasiat……… 87

Gambar tata rias Basuki……….. 91

Gambar tata rias Budi ………. 93

Gambar tata rias Iwan ……… 94

Gambar tata busana Basuki………... 96

Gambar tata busana Krima 1………. 97

Gambar tata busana Krima 2………. 98

Gambar tata busana Budi 1.……… 99

Gambar tata busana Budi 2………... 99

Gambar tata busana Budi 3……… 100

Gambar tata busana Doni 1.……… 101


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

Gambar tata busana Iwan………. 103

Gambar tata busana Sekar 1……… 104

Gambar tata busana Sekar 2……….. 104

Gambar adegan Doni mencukur rambut Basuki……… 110

Gambar adegan Doni dan Budi………. 112

Gambar adegan monolog Budi……… 114

Gambar adegan Budi dan Sekar………….………. 116

Gambar adegan Doni, Budi dan Sekar……… 117

Gambar adegan monolog Iwan……… 118

Gambar adegan jalan raya………….……….. 119

Gambar adegan Iwan dan Basuki……… 121


(16)

commit to user

xvi

ABSTRAK

Corry Agustin AM. C0206013. 2010. Teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” Karya Afrizal Malna. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Penelitian ini membahas bagaimana teknik penyutradaran Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang

Dikuburkan” karya Afrizal Malna?

Tujuan penelitian ini adalah untuk Mendeskripsikan teknik-teknik penyutradaraan Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal Malna.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah proses penyutradaraan dari awal hingga pertunjukan naskah lakon “Keluarga yang

Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah

lakon “The Buried Child” karya Sam Shepard. Adapun data untuk penelitian ini adalah teknik-teknik yang dilakukan oleh Budi Riyanto dari bulan Desember 2006 sampai November 2007 berkenaan dengan tugasnya sebagai seorang sutradara yang menyutradarai naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” dan bentuk visualisasi pertunjukannya. Didukung data yang berupa artikel-artikel yang berhubungan dengan teater secara umum, ataupun artikel yang memuat pementasan tersebut, juga data-data lain berupa wawancara, buku-buku, majalah, dan artikel-artikel cyber dari internet. Teknik yang digunakan adalah (1) teknik pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan membaca dan mempelajari buku yang mempunyai hubungan atau buku-buku yang dapat menunjang penulis dalam penelitian. (2) teknik observasi dan wawancara, teknik observasi yang dilakukan penulis adalah pengamatan lapangan, yaitu ketika proses latihan dan pementasan. Setelah teknik observasi, penulis melakukan teknik wawancara dan kemudian mencatat yang selanjutnya diinventarisasikan sebagai data yang diolah dalam penelitian.

Berdasarkan analisis yang telah di sampaikan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

Teknik penyutradaraan yang digunakan Budi Riyanto dalam mengangkat naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, meliputi menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan, latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik), menguatkan atau melemahkan scene,

menciptakan aspek-aspek laku, mempengaruhi jiwa pemain, koordinasi.

Budi Riyanto mencoba mengangkat naskah lakon “Keluarga yang

Dikuburkan” yang diadaptasi bebas dari “The Buried Child” karya Sam Shepard.

Naskah lakon ini menceritakan berbagai masalah-masalah yang dialami oleh sebuah keluarga karena adanya kekacauan komunikasi. Budi Riyanto


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

menggabungkan konsep realis dan bentuk-bentuk simbolis dengan tujuan mempermudah interpretasi penonton.

Pementasan ini diperankan oleh enam orang aktor. aktor yang ikut dalam proses pementasan ini gabungan dari aktor yang sudah lama ikut berproses bersama Teater Tesa maupun baru (mahasiswa baru). Setiap aktor memiliki latar belakang yang berbeda dan kemampuan yang berbeda-beda dalam menangkap maksud dari naskah lakon tersebut. Untuk menghindari adanya ketidakseimbangan permainan, Budi Riyanto menggabungkan gaya penyutradaraan Gordon Craig dan Laisses Faire.

Gaya penyutradaraan Gordon Craig merupakan gaya penyutradaraan yang mutlak, semua ide dan gagasan dari sutradara harus dilakukan oleh para aktor. Gaya penyutradaraan Laisses Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang memberikan kebebasan para aktor untuk lebih mengekspresikan diri. Budi Riyanto menerapkan gaya Gordon Craig untuk aktor-aktor yang belum memiliki

jam terbang” tinggi, sedangkan gaya Laisses Faire diterapkan pada aktor yang

memiliki “jam terbang” tinggi. “jam terbang” setiap aktor ditentukan dari lamanya ia bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering ia ikut dalam setiap proses pementasan yang diadakan oleh Teater Tesa. Meskipun menggunakan penggabungan gaya Gordon Craig dan Laisses Faire, Budi Riyanto juga mengadakan diskusi-diskusi dalam setiap kesempatan. Dari diskusi-diskusi ini dapat dilihat bahwa Budi Riyanto tidak selalu memaksakan kehendak (diktator). Budi Riyanto bersedia mendengarkan masukan dari orang lain, meskipun tidak semua masukan ia terima dengan berbagai pertimbangan.


(18)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Penyutradaraan merupakan hal yang berhubungan dengan proses yang dilakukan dari awal hingga tampilnya sebuah pementasan diatas panggung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyutradaraan adalah proses, cara, perbuatan menyutradarai. Hal ini tentu saja berkaitan dengan seni peran.

(http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=penyutradaraan). Orang yang

menyutradarai suatu seni peran adalah orang yang sudah cukup berpengalaman dibidangnya. Sebuah penyutradaraan dilakukan oleh orang yang disebut sebagai sutradara.

Sutradara adalah orang yang membawa sebuah naskah drama ke atas panggung dengan menafsirkan naskah tersebut dan memvisualisasikan ke dalam seni garap teater secara utuh. Seorang sutradara merupakan sosok yang sangat penting dalam sebuah proses penggarapan drama.

Dalam sebuah proses penggarapan, seorang sutradara bertugas untuk mengatur dan mengarahkan segala sesuatu yang kemudian akan diwujudkan secara visual diatas panggung. Menurut Nano Riantiarno dalam sebuah esainya “Sutradara adalah suatu jabatan yang banyak mengandung resiko dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sutradara wajib memberikan instruksi-instruksi. Semua instruksi yang keluar dari seorang sutradara adalah sebuah instruksi yang penuh dengan pertimbangan dan perhitungan” (Tommy. F Awuy, 1999: 174). Dari pendapat Nano dapat dikatakan bahwa seorang sutradara


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

haruslah memiliki sebuah pemahaman yang matang pada sebuah naskah drama yang digarapnya, hal ini karena semua instruksi yang keluar dari seorang sutradara adalah pemahaman yang ditangkap oleh sutradara dari teks suatu naskah yang dibacanya.

Hasanudin W.S berpendapat bahwa “Sutradara adalah seseorang yang mengkoordinir dan mengarahkan segala unsur pementasan drama (pemain dan property), memberikan penafsiran pokok atas naskah, dan hal-hal lainnya, dengan kecakapannya sehingga mencapai suatu pementasan seni pertunjukan drama” (Hasanudin W.S, 2009: 198).

Seorang sutradara adalah seorang seniman atau pekerja seni yang bertugas untuk mengkoordinasi suatu proses penggarapan dari naskah lakon yang dipilihnya. Sutradara juga bertanggung jawab penuh atas sebuah pertunjukan dari awal proses hingga naskah tersebut ditampilkan di atas panggung.

Dalam perannya sebagai seorang sutradara, ia dianggap mampu untuk menciptakan sebuah peristiwa teater. Teater merupakan pertunjukan dari serangkaian peristiwa. Dengan pemeran sebagai materi baku utama dalam upaya mengungkapkan pengalaman. Kata-kata yang diungkapkan diatas pentas mengandung suatu kompleksitas tersendiri, karena merupakan kata untuk:

1. dilakukan 2. didengar

3. dilihat (Ags. Arya Dipayana: 75).

Seni pertunjukan teater yang dipertontonkan kepada para penikmat seni merupakan sebuah proses seni yang melibatkan berbagai unsur. Unsur-unsur itu meliputi proses kemunculan ide, proses keutuhan penggarapan dan apresiasi penonton. Semua proses dalam peristiwa teater memerlukan seorang koordinator


(20)

commit to user

yang bertangggung jawab dan mampu mengolah pertunjukan menjadi suatu tontonan yang apik dan mempunyai keutuhan yang estetik.

Estetika yang ditampilkan pertunjukan teater sangat dipengaruhi oleh imajinasi seorang sutradara dalam meramu naskah tersebut. Pemahaman sutradara terhadap suatu naskah juga merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh sutradara.

Budi Riyanto adalah seorang pekerja seni yang memiliki imajinasi dan pemahaman yang mendalam dalam setiap naskah yang digarapnya. Budi Riyanto memulai perjalanan teaternya ketika memasuki masa perkuliahan. Budi Riyanto bergabung dengan Teater Tesa pada tahun 1996, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Sekarang selain bergabung dengan kelompok teater LUNGID dan menjadi pelatih di teater DEPAN (Politeknik Pratama Mulia) Budi Riyanto masih setia menemani setiap proses perjalanan TESA. Selama bergabung dengan Teater Tesa, Budi Riyanto banyak mengikuti proses penggarapan. Budi Riyanto pernah bermain dalam beberapa pertunjukan, antara lain :

a). Revolusi Burung-Burung, Naskah Anonim

b). Dalam Bayangan Tuhan, Naskah Arifin C. Noer

c). Soliloqui Pelayaran Hitam, Naskah Meong Purwanto d). Destrarasta, Naskah St. Wiyono

e). Pedati Kita Dikubangan, Naskah Hanindawan

f). Sula, Naskah Ambhita Dian Ningrum

g). Topeng-Topeng, Naskah Rahman Sabur


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

i). Pakaian dan Kepalsuan, Naskah Averchencho

j). Syeh Siti Jenar, Naskah Ferdi Kastamarta

k). TUK, Naskah Bambang Widoyo, SP (Kentoet)

l). Visa, Naskah Goenawan Muhammad

m). ROL, Naskah Bambang Widoyo, SP (Kentoet)

Berdasarkan pengalamannya bermain dalam beberapa naskah tersebut, Budi Riyanto memulai untuk mencoba masuk dalam tahapan yang lebih tinggi di dalam jagad seni teater, yaitu menjadi seorang sutradara. beberapa naskah lakon yang telah disutradarai adalah sebagai berikut:

a). Destrarasta, Naskah St. Wiyono

b).Topengtopeng, Naskah Rahman Sabur

c). Keluarga Yang DikuburkanNaskah Afrizal Malna

d). Paing Si Bedinde, Naskah Hanindawan

e). Ozone, Naskah Arifin C. Noer

f). Petang di Taman,Naskah Iwan Simatupang

g). Hanya Satu Kali, Naskah Galswoorty dan K. Modelwene

h). Paragraf Dalam Hujan, Naskah Meong Purwanto

Selain sebagai seorang pelakon seni dan sutradara muda di kota Solo, Budi Riyanto yang telah lama bergelut dalam dunia seni peran ini adalah seorang mahasiswa alumni Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Budi Riyanto mencoba untuk menerapkan ilmu yang didapatnya semasa kuliah untuk membawa sebuah naskah lakon keatas panggung.

Teater Tesa sendiri merupakan salah satu komunitas teater kampus di Solo. Tidak dapat dipungkiri bahwa dari berbagai komunitas teater di Indonesia,


(22)

commit to user

komunitas teater kampus merupakan komunitas yang paling banyak ada di Indonesia. Dari komunitas teater kampus inilah yang kemudian menjadi cikal bakal adanya teater-teater independent.

Dari pengalaman beberapa kali yang penulis alami sebagai pemain yang berproses dengan Budi Riyanto, penulis beranggapan bahwa Budi Riyanto adalah sosok sutradara dan seniman yang matang dan gaya penyutradaraannya siap untuk diteliti dan dikaji.

Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ini dimainkan oleh enam orang aktor. Semua aktor yang bermain dalam naskah lakon ini merupakan gabungan dari anggota TESA, baik anggota baru maupun anggota yang sudah lama berproses bersama TESA. Karena adanya keberagaman dalam setiap pemain inilah yang kemudian membuat Budi Riyanto menerapkan gaya penyutradaraan yang berbeda antara aktor yang satu dengan yang lain. Adanya perbedaan gaya yang diterapkan pada setiap pemain ini dilihat dari “jam terbang” masing-masing aktor. ”Jam terbang” masing-masing aktor disini dilihat dari berapa lamanya aktor bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering sang aktor ikut dalam berbagai proses pementasan Teater Tesa. Aktor yang belum mempunyai “jam

terbang” yang tinggi tentu saja harus bisa mengimbangi aktor yang telah

mempunyai “jam terbang” yang lebih tinggi begitu pula sebaliknya, aktor yang mempunyai “jam terbang” lebih tinggi juga di tuntut untuk dapat mengimbangi aktor yang lain. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan permainan yang seimbang antara aktor yang satu dengan aktor yang lain di atas panggung.

Dalam rangka penelitian teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh Sam Shepard, penulis berupaya mengungkapkan teknik Budi Riyanto ketika menyutradarai naskah lakon tersebut.

Adapun proses penyutradaraan yang akan diteliti adalah proses penyutradaraan yang dilakukan oleh sutradara Budi Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang dilakukan dari bulan Desember 2006 sampai November 2007 dan dipentaskan oleh kelompok kerja Teater Tesa Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon Keluarga yang Dikuburkan

Karya Afrizal Malna”

B.

Pembatasan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas sebenarnya masih terdapat banyak masalah yang harus di bahas baik masalah teks, keaktoran, dan lain sebagainya. Namun, agar penelitian lebih fokus, pembatasan masalah pada penelitian ini hanya penulis batasi pada teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna.

C.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu bagaimana teknik penyutradaran sutradara Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang


(24)

commit to user

D.

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan teknik-teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna.

E.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan dan penggunaan teori sastra, khususnya teori pementasan drama dalam memvisualisasikan suatu naskah lakon di atas panggung.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan atau dipergunakan oleh seorang sutradara atau calon sutradara sebagai bentuk penyutradaraan apabila ingin mementaskan suatu naskah lakon.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan adalah cara penyajian suatu urutan penulisan yang dibuat secara sistematis. Sistematika sangatlah penting artinya sebagai pedoman penelitian yang akan memberikan gambaran mengenai langkah-langkah penelitian sekaligus permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, sehingga memudahkan pemahaman yang menyeluruh dari penelitian tersebut.

Penulisan penelitian ini terbagi menjadi lima bab, yang masing-masing bab memuat suatu pembicaraan yang berlainan. Antara bab satu dengan bab yang


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

lainnya mempunyai keterikatan yang erat dan mempunyai kesinambungan, sehingga terbentuk satu kesatuan yang utuh. Uraian secara garis besar tentang kelima bab tersebut adalah sebagai berikut.

Bab pertama berisi pendahuluan yang di dalamnya menguraikan latar belakang masalah yang berhubungan dengan objek penelitian. Pembatasan masalah berisi tentang pembatasan masalah yang diteliti agar tidak melenceng dari pokok penelitian. Pokok permasalahan yang akan diteliti dipaparkan dalam perumusan masalah; tujuan penelitian menjelaskan untuk apa penelitian ini dilakukan; manfaat penelitian menjelaskan tentang manfaat praktis dan teoritis dari penelitian; dan sistematika penulisan yan akan memberikan keterangan mengenai alur penulisan dalam penelitian ini.

Bab kedua berisi penelitian terdahulu, kajian pustaka, dan kerangka berpikir. Kajian pustaka membahas mengenai teori teknik penyutradaraan sutradara.

Bab ketiga menjelaskan metode penelitian, yaitu mengenai data apa saja yang akan dijadikan sumber data, bagaimana teknik atau cara dalam pemerolehan data, dan bagaimana teknik analisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini.

Bab keempat merupakan pembahasan yang menyajikan mengenai analisis data, yaitu uraian mengenai teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh Sam Shepard.


(26)

commit to user

Bab kelima berupa penutup yang memuat simpulan yang berisi pernyataan singkat dari hasil penelitian dan pembahasan, selain itu juga akan disertakan beberapa saran relevan dalam penelitian ini.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A.

Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan di universitas sekitar Solo (UMS, UNS, UNIVET, UNISRI, UGM), diperoleh beberapa penulisan skripsi dengan menggunakan teknik penyutradaraan seperti di bawah ini:

1. Anton Tri Cahyono. C0296012. Konsep Penyutradaraan Ista Bagus Putranto

dalam Lakon ”Wabah” Karya Hanindawan. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah aspek-aspek formal yang membangun naskah lakon Wabah karya Hanindawan sebagai objek awal untuk menangkap makna, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji aspek interpretasi sebagai bekal menyusun konsep penyutradaraan lakon tersebut sebagai bentuk dari proses penyutradaraan Ista Bagus Putranto.

Penelitian ini merupakan hasil dari proses penyutradaraan sutradara Ista Bagus Putranto dengan Teater Kedok Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2001 di Aula Fakultas Kedokteran.

Secara keseluruhan, unsur-unsur naskah lakon Wabah mempunyai keterjalinan yang erat antara penokohan, alur, latar, tikaian, tema dan amanat, serta cakapan. Interpretasi sutradara Ista Bagus Putranto yang kreatif dan penggarapan tata panggung, tata lampu, tata rias dan busana, serta tata musik menghasilkan cerita yang menarik saat dipentaskan. Hal ini didukung oleh


(28)

commit to user

konsep penyutradaraan sutradara Ista Bagus Putranto yang menggunakan metode campuran antara teori Laissez Faire dan Gordon Craig.

2. Janta Setiana. C0200032. Teknik Penyutradaraan Rohmat Basuki dalam

Naskah Lakon ”Aum” Karya Putu Wijaya. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini menjawab masalah bagaimana teknik penyutradaraan dan tugas sutradara Rohmat Basuki sebagai bentuk penyutradaraaan terhadap naskah lakon Aum karya Putu Wijaya.

Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan teknik penyutradaraan dan tugas sutradara dari Rohmat Basuki selama menyutradarai naskah lakon Aum

karya Putu Wijaya sebagai kebutuhan pementasan.

Simpulan dari penelitian ini yaitu teknik penyutradaraan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya. Kedelapan teknik Rohmat Basuki itu, antara lain: 1) menentukan nada dasar, meliputi: menentukan dan memberikan suasana khusus, membuat lakon gembira menjadi suatu banyolan, mengurangi bobot tragedi yang berlebihan, memberikan prinsip dasar pada lakon, 2) memilih pemain atau pengkastingan, meliputi: casting to type, casting by ability, dan antitype casting, 3) latihan, meliputi olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, dan blocking, 4) tata teknik dan pentas, meliputi: tata ruang, tata lampu, tata musik, tata rias, dan tata busana, 5) menguatkan dan melemahkan scene, meliputi adegan yang dibuat oleh sutradara Rohmat Basuki dari adegan I sampai XI, 6) menciptakan aspek-aspek laku, dengan pendekatan ketat dan fleksibel, 7) mempengaruhi jiwa pemain, meliputi: observasi, diskusi, dan latihan alam, 8)


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

koordinasi, meliputi: mengumpulkan semua yang terlibat, baik para pemain,

crew setting, crew ligthing, makeuper, pemusik, dan produksi untuk tumbuh

bersama dalam menyukseskan pertunjukan Aum karya Putu Wijaya ke dalam pertunjukan drama.

Pendekatan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya adalah menggunakan gaya penyutradaraan Laisez Faire dan Gordon Craig. Laisez Faire adalah gaya penyutradraan dengan memberikan kesempatan bagi para pemain untuk lebih mengembangkan dirinya, gaya Laisez faire dilakukan pada para pemain yang memiliki “jam terbang” tinggi dalam pengalaman bermainnya, sedangkan Gordon Craig yaitu gaya penyutradaraan dengan cara-cara ketat, gaya ini digunakan bagi pemain-pemain yang pemula.

Dari penelusuran penulis, teori tentang teknik penyutradaraan hanya digunakan oleh dua orang penulis, yaitu Anton Tri Cahyono dan Janta Setiana, sehingga Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon

”Keluarga yang Dikuburkan” benar-benar belum diteliti oleh penulis lain.

B.

Kajian Pustaka

Teknik penyutradaraan adalah suatu cara seorang sutradara dalam melakonkan perannya untuk mengangkat sebuah naskah lakon ke dalam bentuk pementasan.

Ajib Hamzah berpendapat bahwa “Sutradara ketika berkehendak menyutradarai suatu naskah lakon, keberangkatan naskah lakon itu didukung oleh konsep yang telah dimiliki sebagai hasil kontrak dengan naskah” (1985: 196-197).


(30)

commit to user

Sementara Suyatna Anirun berpendapat bahwa setiap pagelaran drama selalu bertolak dari pencetusnya ide-ide. Ide-ide yang telah melembaga menjadi suatu gagasan-gagasan itu mengembang menjadi bahasa teater” (1978: 19).

Sutradara adalah orang yang dapat mengaktualisasikan naskah lakon ke dalam panggung pementasan. Sutradara tidak dapat bekerja sendiri. Dalam setiap proses pementasan, sutradara akan berhadapan dengan naskah, aktor, kru panggung, serta penonton. Harymawan menjelaskan bahwa kedudukan seorang sutradara berada di tengah-tengah segitiga, ia bertindak sebagai pusat kekuatan, berikut adalah bagan yang menjelaskan posisi sutradara dalam proses pementasan:

pengarang/ naskah

sutradara

aktor penonton (Harymawan, 1993: 64).

Menurut Suyatna Anirun, ada empat unsur yang mengusung terciptanya sebuah teater yaitu, naskah, pemain, tempat pertunjukan, dan penonton. Semua merupakan satu kesatuan yang meruang, hanya dari sana kita akan mendapat kemungkinan terciptanya atmosfer teateral. Atmosfer tersebut hanya tercita apabila naskah sedang dimainkan, dipertunjukkan dengan tingkat permainan yang optimal, bertenaga dan berpengaruh, diusung oleh kondisi ruangan dan teknik akustik yang memadai sehingga secara visual memungkinkan terjadinya komunikasi estetis maupun emosional dengan penonton (Suyatna Anirun, 2002: 41).


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Seorang sutradara adalah seorang seniman, ia menyiapkan dan merencanakan kerja dan usaha-usaha kreatif untuk dapat menyuguhkan pementasan yang baik, namun sutradara juga menyadari bahwa seni bukan suatu dogma, apa yang diharapkan objektif selalu menjadi subjektif. Hal ini berkaitan dengan citra seseorang terhadap keindahan masing-masing ditentukan oleh sikap dan penalaran yang berbeda-beda.

Teknik penyutradaraan yang digunakan sutradara dalam memunculkan naskah lakon ke atas pangung meliputi beberapa cara, menurut Japi Tambayong, teknik yang digunakan oleh sutradara meliputi “memilih naskah, menentukan pokok penafsiran, memilih pemain, bekerja dengan staff, melatih pemain, dan mengkoordinasi setiap bagian” (1981: 68-70). Sementara Harymawan dalam bukunya berjudul Dramaturgi menguraikan teknik dalam proses penyutradaraan adalah menentukan nada dasar, casting, tata dan teknik pentas, menyusun miss

and scene, menguatkan dan melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku,

dan mempengaruhi jiwa pemain. Adapun penjelasan dari tugas dalam proses sutradara adalah sebagai berikut :

a.Menentukan Nada Dasar

Menentukan nada dasar adalah mencari motif yang memasuki karya lakon dan kemudian memberi ciri kejiwaan dalam suatu perwujudan naskah lakon dasar dapat bersifat sebagaimana berikut: 1). Menentukan dan memberikan suasana khusus.

2). Membuat lakon gembira menjadi suatu banyolan. 3). Mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan.


(32)

commit to user 5). Ringan

b. Menentukan Casting

Yang dimaksud casting ialah proses penuangan untuk menentukan pemeran berdasarkan analisis naskah untuk diwujudkan dalam pentas. Beberapa macam casting yang digunakan sutradara, adalah sebagai berikut:

1). Casting by ability : casting berdasarkan kecakapan yang

terbaik dan terpandai sebagai pemeran utama, serta menjadikan pemain dengan tokoh-tokoh yang penting dan sukar.

2). Casting to type : casting berdasarkan kondisi/kesesuaian fisik

dengan peran tokoh. Sutradara akan memilih pemainnya yang sesuai dalam memerankan tokoh dengan melihat kesesuaian fisik pemain dengan tokoh yang akan dilakoninya.

3). Antitype casting : casting yang agak bertentangan dengan

keadaan watak maupun sifat pemeran dalam memerankan tokoh yang akan dimainkannya. Proses pengcastingan dengan model ini akan membuat pemain lebih mengeksplor dirinya.

4). Casting to emotional temperament: casting berdasarkan pada

hasil observasi hidup pribadi, adanya kesamaan/kesesuaian dengan peran yang dimainkan dalam hal emosi dan temperamen. Pada tipe pengkastingan gaya emotional


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

temperament, sutradara akan lebih mudah menggarap para

pemainnya karena pemain memiliki kemiripan kondisi keseharian dengan tokoh yang dilakoninya.

5). Therapeutic casting: casting yang dikemukakan untuk

seorang pelaku yang bertentangan sekali watak aslinya dengan maksud menyembuhkan atau terapi mengurangi ketakseimbangan jiwanya. Pada tipe penyutradaraan gaya

therapeutic casting, sutradara sudah mencapai tahapan suhu

di mana ia mengerti betul kondisi para pemainnya dan berusaha untuk menyeimbangkan kondisi kejiwaan para pemainnya.

Dalam melakukan casting, sutradara harus memilih pemain atau orang yang sesuai untuk memainkan tokoh yang dimaksud. Kesesuaian itu berdasar pada fisik, karakter, warna suara, temperamen kesehariannya, dan mungkin juga pengalaman atau ““jam terbang”” yang dimilikinya dalam dunia panggung atau seni peran.

c. Tata dan Teknik Pentas

Tata dan teknis pentas adalah segala yang menyangkut soal tata

setting, tata rias dan busana, tata cahaya dan tata musik, kesemuanya

disesuaikan dengan nada dasar. Dalam merencanakan tata pentas, seorang sutradara mempunyai konsep mengenai tata pentas sebuah lakon yang akan disutradarainya, yang memberikan gambaran mengenai tata setting, tata rias dan busana, tata cahaya, dan tata musiknya.


(34)

commit to user

Pelaksanaan tata pentas ini dikerjakan oleh pekerja panggung, seperti penata setting, perias dan penata kostum, penata lampu dan penata musik. Hubungan sutradara dengan pekerja panggung tersebut, sutradara hanya memberikan konsep tata pentas secara garis besarnya saja, dan pekerja panggung mengerjakan menurut konsep tata pentas sutradara.

d. Menyusun Miss en Scene

Menyusun miss en scene adalah menyusun segala perubahan yang terjadi dan terdapat pada daerah pemain akibat adanya perpindahan pemeran atas perlengkapan panggung, pemberian bentuk bisa dicapai dengan hal-hal berikut :

1). Sikap pemain 2). Pengelompokan

3). Pembagian Tempat Kedudukan Para Pelaku 4). Variasi Saat Keluar dan Masuk

5). Variasi Posisi dari Dua Pemain yang Berhadap-hadapan 6). Komposisi dengan Menggunakan Garis dalam Penempatan

Pelaku

7). Ekspresi Kontras dalam Pakaian Pemeran 8). Efek yang Ditimbulkan oleh Tata Sinar Lampu 9). Memperhatikan Latar Belakang Pentas

10). Keseimbangan dalam Komposisi Pentas 11). Dekorasi


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Dalam menyusun miss en scene, sutradara akan menjumpai permasalahan mengenai bahasa naskah yang diangkat ke bahasa panggung, yang lazim disebut tekstur. Bahasa panggung atau tekstur meliputi, tata pentas, action, blocking, dan mood. Tata pentas meliputi aksi dan reaksi yang dilakukan oleh tokoh atau pelaku di panggung; baik dalam bentuk gesture (gerak isyarat), business (kesibukan), dan

movement (gerak berpindah tempat). Adapun blocking meliputi

pengelompokkan pemain, pembagian tempat kedudukan pemain, variasi saat keluar dan masuk panggung, keseimbangan dalam komposisi dengan menggunakan garis dalam penempatan pelaku. Mood

merupakan suasana jiwa yang tercipta atau diciptakan dalam setiap babak atau adegan.

e. Menguatkan atau Melunakkan Scene

Teknik ini adalah cara penggarapan suatu lakon yang dituangkan pada bagian-bagian adegan lakon. Sutradara bebas menentukan tekanan pada bagian-bagian lakon menurut pandangannya sendiri tanpa mengubah naskah. Kondisi penguatan dan pelunakan scene bisa didukung dengan efek cahaya dan musikalitas.

f. Menciptakan Aspek-aspek Laku

Sutradara memberikan saran-saran pada para aktor agar mereka menciptakan apa yang disebut laku simbolik atau akting kreatif, yaitu cara berperan yang biasanya tidak terdapat dalam instruksi naskah, tetapi diciptakan untuk memperkaya permainan, sehingga penonton lebih jelas dengan kondisi batin seorang pemeran.


(36)

commit to user g. Mempengaruhi Jiwa Pemain

Ada dua macam kedudukan sutradara sebagai penggarap cerita lakon:

1). Ciri Sutradara Teknikus

Dia akan menciptakan suatu pagelaran pentas yang menyolok dan menarik perhatian publik dengan teknik dekor yang luar biasa, tata sinar yang mewujudkan kostum yang menarik. Penyutradaraan teknikus terkesan mengelabuhi penonton dengan tampilan secara visual tanpa memahami unsur keaktorannya yang notabene sebagai media penyampai suatu maksud dari teks drama.

2). Ciri Sutradara Psikolog

Gaya sutradara psikologi memang kurang memperhatikan aspek selain keaktoran karena dalam penggambaran watak dia akan lebih mengutamakan tekanan psikologis, khususnya pada cara acting yang murni ketika prestasi permainan pribadi ditempatkan dalam arti sebenarnya. Jadi aspek di luar wilayah keaktoran agak dikesampingkan.

h.Koordinasi

Sutradara memerlukan koordinasi dengan semua pihak yang berhubungan dengan proses pementasan.

Dalam sebuah proses penggarapan suatu naskah lakon, seorang sutradara harus mampu memilih jalur yang akan dipilihnya untuk menjalankan penyutradaraannya. Jalur yang dipilihnya akan menjadi pedoman


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

kepemimpinannya dan menentukan tindakan yang akan diambilnya dalam sebuah proses tersebut. Japi Tambayong membagi kepemimpinan seorang sutradara, antara lain sebagai berikut :

a. Sutradara Konseptor: sutradara, tak pelak, adalah dengan sendirinya konseptor. Tetapi, seorang sutradara konseptor, berdiri sebagai pemegang konsep penafsiran yang ketat. Ia menyerahkan konsep penafsirannya pada para pemain, dan dibiarkannya pemain-pemain itu mengembangankan konsep itu secara kreatif, tetapi juga terikat.

b. Sutradara Koordinator: jika sebuah pertunjukan bersifat komersial, tentu aktor-aktor yang dipilih bermain adalah aktor-aktor ternama, atau paling tidak aktor-aktor yang sudah jadi. Mereka dipakai dan dibayar. Tugas sutradara disini, kuran lebih adalah pengarah. Ia tinggal mengkoordinasi pemain-pemain itu dengan konsep penafsirannya. c. Sutradara Diktator, sutradara di sini tidak percaya pada

pemain-pemainnya. Ia menjadi guru yang mengharapkan pemainnya dicetak persis seperti dirinya. Baginya tidak berlaku konsep penafsiran dua arah seperti sutradara konseptor. Ia mendambakan seni sebagai dirinya, “seni adalah aku”. Pemain-pemainnya tetap buta tuli, mereka hanya dibuat robot.

d. Sutradara Suhu: untuk Indonesia, barangkali pedoman sutradara sebagai suhu, amat diperlukan bagi pembangunan jangka panjang. Sutradara adalah seorang suhu, yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin anggota pemainnya. Kelompok teaternya dibuat seperti sebuah padepokan. Ada masanya belajar bersama-sama, ada masanya membangkang dan menyanggah guru, lalu ada masanya berdiri sendiri. Para aktor diberi keyakinan, bahwa mereka adalah cantrik-cantrik yang kelak harus hadir dengan dirinya sendiri, melawan secara jantan kepada pemimpinnya. Jantan di sini berarti, ilmunya telah benar-benar mustaid. (Japi Tambayong, 1981: 73-74).

Menurut Nano Riantiarno, dalam dunia penyutradaraan, tercatat ada empat jenis “gaya” sutradara. Semua berkaitan erat dengan perilaku atau perangainya sebagai seorang manusia. “gaya” dari sutradara tersebut yaitu sebagai berikut :

a) Sutradara Pemarah

Dalam dunia penggarapan, banyak sutradara yang mengikuti “gaya” ini. Hal ini disebabkan karena adanya suatu pengertian bahwa seorang sutradara marah-marah untuk menghasilkan hasil yang optimal.


(38)

commit to user

Sutradara pemarah sulit sekali untuk menjalin komunikasi yang baik dengan para pekerja panggung dan pemain-pemainnya. Padahal kerja panggung dalam suatu proses merupkan suatu kerja bersama. Dunia kesenian bagi sutradara pemarah makin lama akan makin sempit. Dia akan kehilangan banyak momen berharga.

b) Sutradara Pendiam

Gaya jenis ini juga memiliki banyak pengikut. Sutradara jenis ini biasanya lebih suka bekerja sendirian. Dia kurang gemar memerintah atau berpetuah, tapi lebih suka langsung memberi contoh. Harapannya, semoga yang lain tak enak hati dan mau bekerja lebih optimal pada masing-masing bidangnya. Sutradara jenis ini dapat menjadi bumerang bagi proses pementasan tersebut. Hal ini akan membuat orang yang ikut dalam proses pementasannya akan bertindak seenaknya.

c) Sutradara Cerewet

Biasanya seorang sutradara yang cerewet menyimpan niat untuk membuat hasil kerjanya jadi sesempurna mungkin. Dia suka menganggap para pekerjanya adalah orang-orang yang bodoh yang harus selalu digiring dan wajib diberitahu hingga hal-hal paling detil. Perkembangan pekerjaan harus berasal dari dirinya saja. Pertimbangan orang lain kurang dihargai, dan semua keputusan harus atas ijinnya.

Sutradara jenis ini mengatur sampai pada hal sekecil apapun. Ia ingin semua berjalan seperti keinginannya.


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Sutradara jenis ini entah mengapa selalu ingin memacari para pemainnya. Ia ingin merasa lebih dekat dengan pemainnya. Sutradara ini merasa bahwa kedekatan antara dirinya dengan aktor akan mempermudah dalam memberikan petunjuk maupun instruksi-instruksi meskipun hal tersebut tentunya mempunyai benberapa kendala seperti mengesampingkan profesionalismenya sebagai seorang sutradara.

Hal yang berbeda dikemukakan oleh Harymawan dalam bukunya, dramaturgi. Menurut Harymawan, terdapat dua gaya sutradara, yaitu gaya Gordon Craig dan Gaya Laisez Faire. Gordon Craig menyatakan bahwa ide dan gagasan seorang sutradara harus dilaksanakan oleh para aktor. para aktor harus mendedikasikan dirinya pada ide-ide sutradara. Gaya Gordon Craig ini menciptakan sesuatu yang sesuai dengan harapan sutradara, sempurna, dan teliti, namun gaya ini akan menjadikan seorang sutradara terkesan diktator. Gaya Laisez Faire merupakan kebalikan dari Gordon Craig. Sutradara memberikan kesempatan bagi para aktornya untuk lebih leluasa berekspresi. Sutradara bertindak sebagai pendamping, namun hal ini akan menimbulkan adanya kekacauan dan kurang teratur karena tiap-tiap aktor dibiarkan berkembang menurut kemampuannya, sehingga hanya aktor-aktor yang berpengalaman saja yang dapat menghadirkan pementasan yang baik.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyutradaraan sebuah naskah lakon berangkat dari suatu konsep penyutradaraan yang didapat oleh seorang sutradara untuk memvisualisasikan suatu naskah lakon ke atas panggung, dalam hal ini seorang sutradara harus mempunyai pedoman dalam sebuah proses penggarapan.


(40)

commit to user

Teknik penyutradaraan merupakan cara yang digunakan oleh sutradara dalam mengangkat naskah lakon yang ia pilih menjadi sebuah pementasan. Gaya yang digunakan oleh seorang sutradara akan dapat mempengaruhi bagaimana bentuk pementasan yang akan ditampilkan di atas panggung.

Beberapa teori tersebut di atas akan dipakai sebagai dasar atau landasan dalam memecahkan permasalahan dalam penelitian ini.

C.

Kerangka Pikir

Berdasarkan kerangka berpikir tersebut di atas akan mempermudah mengungkap permasalahan yaitu tentang teknik penyutradaraan sutradara Budi

Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto

Menentukan nada dasar

Menentukan

casting/pemeranan

Latihan

Tata dan Teknik Pentas

Menguatkan atau Melemahkan

Scene Menciptakan Aspek-aspek

Laku Mempengaruhi

Jiwa Pemain

Koordinasi


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal Malna.

Teknik penyutradaraan yang diterapkan oleh Budi Riyanto meliputi delapan langkah, yaitu: menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan, latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik), menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, mempengaruhi jiwa pemain, dan koordinasi.

Budi Riyanto menggunakan gaya penyutradaraan Laisez Faire dan Gordon Craig. Teori Gordon Craig menyatakan bahwa ide gagasan dari sutradara harus dipatuhi dengan mutlak, para pemain harus mendedikasikan dirinya terhadap ide sutradara. Gaya penyutradaraan ini biasanya digunakan Budi Riyanto untuk berproses dengan pemain-pemain pemula/ baru. Pemain pemula/ baru disini dilihat dari lamanya ia bergabung dengan teater TESA (mahasiswa baru). Sedangkan teori Laisez Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang memberikan suatu kebebasan bagi pemain untuk mengekspresikan dirinya.


(42)

commit to user

25

BAB III

METODE PENELTIAN

A.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mengungkap, memahami sesuatu dibalik fenomena dan mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui, bahkan belum diketahui, serta dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan (Strauus dan Corbin, 2003). Dalam penelitian kualitatif, data yang diteliti berupa kata dan bukan yang berupa angka dikumpulkan dari studi kepustakaan (Mulyadi, 2005: 9).

Metode kualitatif dapat digolongkan ke dalam metode deskriptif yang penerapannya bersifat menuturkan, memaparkan, memberikan analisis, dan menafsirkan (Soediro Satoto, 1995:15). Dengan demikian ini tidak terbatas hanya sampai pada penyusunan dan pengumpulan data, tetapi juga meliputi analisis interpretasi data yang ada.

B.

Objek Penelitian

Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah teknik penyutradaraan yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child”


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

C.

Sumber Data dan Data

1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah lakon “Keluarga

yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna, dokumentasi pementasan Teater Tesa

dan sutradara Budi Riyanto.

2. Data

Adapun data untuk penelitian ini adalah gerakan-gerakan dan visualisasi yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam pementasan “Keluarga

yang Dikuburkan” oleh Teater Tesa di Teater Arena Taman Budaya Surakarta

tanggal 21 November 2007, serta kata, kalimat yang terdapat dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”.

D.

Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan membaca dan mempelajari buku yang mempunyai hubungan atau buku-buku yang dapat menunjang penulis dalam penelitian.

2. Teknik Observasi dan wawancara, teknik observasi yang dilakukan penulis adalah pengamatan lapangan, yaitu ketika proses latihan dan pementasan. Setelah teknik observasi, penulis melakukan teknik wawancara dan kemudian mencatat yang selanjutnya diinventarisasikan sebagai data yang diolah dalam penelitian.


(44)

commit to user

E.

Teknik Analisis

1. “Pembacaan: pembacaan untuk kepentingan analisis, pembaca harus bisa menjaga jarak dengan tokoh-tokoh drama dan permasalahan yang dihadapi tokoh drama tersebut agar tidak melihat permasalahan tersebut dengan emosional tetapi rasional

2. Penginventarisasian: merupakan langkah pencatatan tentang konsep-konsep ataupun teknik-teknik penyutradaraan sebuah naskah lakon. Pencatatan harus secermat mungkin sampai data-data sekecil apapun, dengan prinsip bahwa semua data yang terdapat dalam konsep atau teknik penyutradaraan ada fungsi dan maksudnya.

3. Pengidentifikasian: suatu usaha mengelompokkan data yang telah selesai diinventaris.

4. Penginterpretasian: merupakan tahap pemberian makna dari data yang telah ada. Tahap ini merupakan usaha peneliti mengembalikan data imajinatif dalam proses penciptaan ke data objektif dengan menjelaskan kembali imajinasi dalam data tersebut.


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

5. Pembuktian: merupakan pencarian bukti, contoh, menalar hubungan hasil interpretasi dengan bukti dan penelitian, yakni dengan tidak mengabaikan bukti dan contoh yang menurut peneliti tidak relevan.

6. Pengumpulan serta pelaporan: yaitu menyusun kesimpulan-kesimpulan permasalahn-permasalahan kecil yang kemudian disusun menjadi laporan” (Hasanuddin W.S, 2009, 105-107).


(46)

commit to user

29

BAB IV

ANALISIS

Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto

Teknik penyutradaraan yang digunakan oleh Budi Riyanto merupakan suatu cara atau teknik seorang sutradara saat melakonkan perannya sebagai orang yang menyutradarai suatu naskah lakon. Teknik yang digunakan oleh seorang sutradara yang berbeda satu sama lain dapat mempengaruhi bentuk suatu pementasan.

Seorang sutradara secara umum akan memperhatikan beberapa hal sebelum menyutradarai sebuah naskah. Beberapa hal yang diperhatikan Budi Riyanto merupakan hal-hal yang nantinya akan mempengaruhi teknik yang digunakannya. Hal yang sangat diperhatikan oleh Budi Riyanto di antaranya adalah penyikapan terhadap teks naskah lakon yang hendak dibawakan, pengalaman para aktor yang dipilihnya serta nama almamater yang dibawanya.

Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” merupakan sebuah naskah dari Amerika karya Sam Shepard yang diadaptasi oleh Afrizal Malna. Dalam menyikapi naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, yang dipertimbangkan oleh Budi Riyanto adalah masalah-masalah yang terdapat dalam naskah tersebut dan bentuk kemungkinan pementasannya. Hal ini disebabkan dalam setiap penyutradaraan akan berakhir pada sebuah pementasan di atas panggung. Penyutradaraan naskah lakon yang dilakukan oleh Budi Riyanto menggunakan konsep realis, tetapi dalam beberapa adegan maupun dialog ditemui bentuk-bentuk simbolis. Yang dimaksud dengan konsep realis di sini adalah suatu bentuk-bentuk pementasan yang melukiskan semua kejadian apa adanya dan tidak berlebihan.


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Meskipun unsur keindahan masih mendapat perhatian, tetapi dicoba untuk meniru kehidupan nyata. Ciri realis menurut Herman J Waluyo adalah (1) aktingnya yang bersifat wajar seperti dalam kehidupan sehari-hari, (2) aspek visual dalam pertunjukan tidak berlebihan dan disesuaikan dengan realitas kehidupan sehari-hari (Herman. J Waluyo, 2006: 59), sedangkan yang dimaksud dengan simbolis adalah pemakaian untuk mengekspresikan ide-ide (Suyatna Anirun, 2002: 169).

Penggunaan konsep realis dan beberapa bentuk simbolis dalam pementasan tidak lepas dari keinginan Budi Riyanto agar mempermudah interpretasi penonton dan agar pementasan terkesan luwes dan tidak monoton. Dalam permainan dialog, banyak pendialogan antartokoh yang disampaikan dengan cara- cara simbolik. Hal ini juga ditemui dalam properti-properti tokoh. Nampak adanya properti buah-buahan seperti jagung yang memang dapat dikaitkan sebagai properti yang menyimbolkan masyarakat desa yang bercocok tanam. Ini berarti naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” menjadi bentuk lakon yang realis simbolis.

Teater Tesa merupakan sebuah unit kegiatan mahasiswa yang berada di Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS. Teater Tesa merupakan salah satu teater kampus yang lahir pada 14 Oktober 1987. Dalam kesehariannya, para anggota Teater Tesa selalu dilatih untuk dapat mencari dan mengamati makna dari kehidupan yang dijalaninya. Hal tersebut dilakukan agar mereka dapat mendalami karakter dan watak dari peran yang nantinya akan dimainkannya dalam suatu pementasan. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa ada beberapa orang dari anggota Teater Tesa tidak dapat melakukannya dengan baik. Inilah yang nantinya dapat mempengaruhi pembawaan karakter peran yang ia mainkan dalam


(48)

commit to user

pementasan. Aktor yang tidak dapat membawakan karakter peran yang dimainkannya dengan baik tentu akan terlihat sangat kaku dan akan nampak juga perannya yang dibuat-buat.

Pementasan “Keluarga yang Dikuburkan” ini merupakan penggabungan antara aktor yang sudah mempunyai “jam terbang” yang tinggi dan aktor yang baru dalam dunia pementasan. Aktor yang sudah memiliki “jam terbang” tinggi di sini ditentukan dari lamanya sang aktor bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering bermain dalam berbagai pementasan, sedangkan aktor yang belum memiliki “jam terbang” tinggi dalam hal ini adalah anggota yang baru bergabung dengan keanggotaan Teater Tesa (mahasiswa baru). Aktor yang belum memiliki cukup pengalaman akan terasa sulit mengimbangi permainan dari aktor yang sudah lebih berpengalaman.

Berbagai kesulitan akan ditemui oleh aktor baru dalam usahanya mengimbangi permainan aktor yang lebih berpengalaman, misalnya dalam bentuk-bentuk gerak dan penghayatan terhadap naskah lakon yang dimainkan. Sutradara yang memiliki kepekaan yang tinggi tentu akan melihat hal ini sebagai sebuah tantangan. Ia harus berusaha untuk membuat permainan para aktornya terlihat seimbang.

Sebuah pementasan tidak hanya bertumpu pada para aktor, Budi Riyanto juga memperhatikan elemen-elemen pendukung seperti musik, lighting, setting,

make up dan costum. Elemen-elemen pementasan ini dapat mendukung dan

mempercantik tampilan sebuah pementasan. Dalam sebuah pementasan terdapat beberapa kru panggung yang mempersembahkan elemen-elemen pendukung


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

tersebut kehadapan penonton. Kru panggung dan pendukung pementasan lainnya antara lain adalah sebagai berikut :

1. Kru musik

2. Kru setting

3. Kru lighting

4. Make up dan costum

Sama seperti aktor yang bermain di atas panggung, keberadaan kru dan pendukung pementasan lainnya sangat diperlukan untuk melengkapi keutuhan sebuah pementasan. Antara satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan karena akan menghasilkan suatu pementasan yang tidak utuh dan kurang maksimal. Beberapa hal tersebut yang coba di atasi oleh Budi Riyanto dengan menggunakan gabungan dari gaya penyutradaraan Laissez Faire dan gaya penyutradaraan Gordon Craig.

Sebagai seorang sutradara, Budi Riyanto sadar bahwa tugas yang dilakoninya tidak mudah. Ia harus dapat membuat pementasan di atas panggung terlihat menarik. Dalam sebuah proses pementasan, ia selalu melihat latar belakang para aktornya. Hal ini merupakan suatu bentuk strategi untuk dapat menentukan teknik dan gaya penyutradaraan yang akan ia terapkan pada masing-masing aktor.

Adanya keberagaman kemampuan para aktor membuat Budi Riyanto menggunakan gaya penyutradaraan yang berbeda pada setiap aktor. Keberagaman para aktor sebenarnya tidak hanya dilihat dari “jam terbang” yang dimilikinya namun juga bakat yang dimiliki oleh setiap individu. Budi Riyanto menggunakan gaya Laissez Faire dan Gordon Craig dalam gaya penyutradaraannya. Penggunaan


(50)

commit to user

gaya Laissez Faire digunakan oleh Budi Riyanto kepada para aktor yang memang sudah memiliki bakat dan “jam terbang” yang tinggi, sedangkan untuk aktor pemula Budi Riyanto menggunakan gaya Gordon Craig, namun hal ini bukan merupakan suatu keharusan. Budi Riyanto sangat kondisional dalam menerapkan gaya penyutradaraan kepada para aktornya. Ada saatnya ia meminta para aktornya untuk mencari sendiri hal-hal yang berkaitan dengan peran yang dimainkan namun ada juga saatnya ia memberikan contoh baik dalam pendialogan, blocking, maupun suasana yang terjadi pada suatu adegan.

Sama seperti penerapan gaya penyutradaraan terhadap aktor, Budi Riyanto juga menerapkan hal yang sama terhadap kru pendukung pementasan. Setiap kru pendukung pementasan hanya diberikan beberapa pengarahan tentang apa yang harus dilakukan para kru untuk dapat memberikan sebuah tontonan yang apik. Misal kru musik, Budi Riyanto memberikan arahan suasana pada setiap adegan

dan timing kapan musik harus masuk dan kapan harus berhenti. Budi Riyanto

memberikan kebebasan kepada kru musik untuk meramu musik yang akan muncul dalam pementasan. Setelah kru musik menemukan beberapa alternatif musik yang akan ditampilkan, kru musik mempresentasikan kepada Budi Riyanto, selanjutnya diadakan diskusi untuk menentukan musik mana yang akan dipakai.

Ini tidak hanya terjadi pada kru musik tetapi juga pada kru pendukung pementasan yang lain. Meskipun memberikan kebebasan kepada setiap krunya untuk menyuguhkan elemen-elemen pendukung pementasan, Budi Riyanto tidak serta merta melepas semuanya kepada kru. Pada awalnya, Budi Riyanto memberikan kebebasan kepada para kru untuk mencari kemudian kru


(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

mempresentasikan dan mendiskusikan kepada Budi Riyanto dari diskusi tersebut akan ditentukan mana yang akan digunakan sebagai pendukung pementasan.

Budi Riyanto menggunakan teknik penyutradaraan yang meliputi: 1. menentukan nada dasar

2. menentukan casting/ pemeranan

3. latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking) 4. tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan

tata musik)

5. menguatkan atau melemahkan scene

6. menciptakan aspek-aspek laku 7. mempengaruhi jiwa pemain 8. koordinasi.

Berikut adalah teknik yang digunakan oleh Budi Riyanto dalam proses membuat sebuah pertunjukan:

1. Menentukan Nada Dasar

Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” tergolong naskah realis, naskah lakon yang cenderung lebih mengarah kepada realita kehidupan sehari-hari pada suatu masyarakat tertentu atau lebih mengerucut pada sebuah keluarga.

Tugas pertama sutradara ialah mencari motif yang termasuk karya lakon yang memberi ciri kejiwaan dan selalu nampak dalam penyutradaraan. Tugas sutradara untuk memberi ciri kejiwaan tersebut disebut menentukan nada dasar. Nada dasar tersebut dapat bersifat menentukan dan memberikan suasana khusus, membuat lakon gembira menjadi suatu banyolan,


(52)

commit to user

mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan, memberikan prinsip dasar pada lakon, ringan (Harymawan, 1993: 66).

Dari sifat nada dasar tersebut, Budi Riyanto menggunakan: a. Menentukan dan memberikan suasana khusus

Menurut jenisnya, naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” termasuk dalam jenis tragedi. Drama tragedi sendiri memiliki unsur duka, sehingga penonton dibawa dalam suasana mengharu biru yang menyedihkan.

Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” memiliki ciri-ciri seperti yang disebut di atas. Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” berkisah tentang konflik dalam sebuah keluarga yang di dalamnya menggambarkan suasana duka dan tetap berakhir dengan sebuah suasana duka dengan peristiwa yang mengharu biru. Peristiwa itu dapat dilihat dari beberapa dialog dari para tokoh-tokohnya. Salah satu persoalan yang menimbulkan ketragisan tampak pada dialog Basuki.

Basuki: Aku adalah sebuah bangunan yang telah berantakan. Tidak ada seorang pun yang bisa memasukinya lagi, karena orang sudah tidak dapat mengenali dimana letak pintu masuk dari bangunan itu. Tetapi aku masih merasakan bahwa masih ada halaman belakang dari bangunan yang runtuh itu, yang ditumbuhi jagung yang telah kau petik itu (Afrizal Malna: 14).

Tampak kondisi suasana Basuki yang mempunyai masalah dengan psikologisnya. Ia seperti menanggung beban yang berat. Basuki merasakan bahwa hidupnya sudah tidak berarti lagi bagaikan sebuah bangunan yang telah berantakan. Kondisi psikologis Basuki yang berantakan itu muncul karena sebuah konflik dalam keluarganya yang tidak pernah ada habisnya.


(53)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Suasana kesedihan yang mendalam juga tampak dalam dialog Krima.

Krima: ...Aku pandangi ketika ia berangkat meninggalkan kita. Aku melihat matanya membuang kebencian yang terakhir padaku. Kebencian dan cinta, waktu itu beterbangan seperti kata-kata yang kehilangan makna. Aku seperti tidak lagi berpijak di atas lantai. Aku tidak lagi merasakan dunia. Waktu itu, “keluarga” hanyalah kata-kata yang berserakan dalam kalimat-kalimat yang kacau…. (Afrizal Malna: 08).

Kondisi suasana yang muncul pada dialog tersebut menggambarkan suasana kesedihan yang mendalam yang dialami Krima. Kesedihan itu terjadi ketika Krima teringat pada masa lalunya yang menyedihkan.

Menurut Budi Riyanto, bentuk tragedi dalam naskah lakon ini ada pada komunikasi yang kacau yang terjadi dalam keluarga Basuki. Komunikasi kacau tersebut disimbolkan dengan dimunculkannya televisi ditengah-tengah kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa dialog di bawah ini:

Basuki: Dulu aku seorang petani. Keluarga yang hidup telah membuat seluruh alat-alat pertanianku menjadi hidup, dan selalu membuatku bergairah untuk bekerja. Alat-alat itu menjadi bagian dari anggota tubuhku. Tetapi setelah anak-anak mulai besar, dan kehidupan televisi yang datang menawarkan tugas-tugas baru bagi keluarga-keluarga di desa kami, cinta mulai menjadi persoalan tetk bengek. Saat itulah aku merasakan peralatan-peralatan pertanianku mulai padam dari cahaya kehidupan. Dan televisi semakin masuk ke tengah-tengah keluarga kami, mengatur dan menentukan sampai kepada hal-hal yang harus diputuskan oleh keluarga kami. Setelah itu aku tak tahu lagi untuk apa aku bekerja. Semua terasa sudah jelas, dan tak perlu lagi ada yang dikerjakan. Tiba-tiba aku merasa telah menjadi makhluk Doni, yang tak tahu lagi apa yang harus dikerjakan, kecuali menggunduli kepalaku. Ya Doni adalah sebuah wabah yang diderita oleh manusia yang kabel-kabel komunikasinya telah putus. (Afrizal Malna: 27).


(54)

commit to user

Dimunculkannya televisi yang sangat menghipnotis Basuki hingga kehidupan sehari-hari Basuki tidak dapat dipisahkan dari Basuki. Ketika Basuki muncul televisi juga muncul. Dengan cara itulah Budi Riyanto memberikan sentuhan suasana yang khusus.

b. Mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan

Dalam memberikan tekanan nada tragedi, hal yang paling dasar yang dibutuhkan adalah kemampuan para pemeran dalam penghayatan dan peleburan dalam suasana duka. Hal lain yang dapat dimunculkan adalah masuknya musik yang mampu melebur dan menciptakan suasana dengan suasana kedukaan tersebut, teknik lampu juga harus dapat mendukung dan menciptakan suasana duka tersebut. Dengan demikian nada tragedi akan diperoleh jika aktor dapat menguasai dan mempergunakan dengan tepat kapan dibutuhkannya suasana duka dan kapan suasana duka tersebut tidak diperlukan.

c. Memberikan prinsip dasar pada lakon

Memberikan prinsip dasar pada lakon diperlukan untuk mendasari pemeranan yang akan dimainkan oleh aktor. Beberapa interpretasi tentang nada dasar tokoh-tokoh dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” adalah sebagai berikut:

1) Basuki

Basuki adalah seorang lelaki tua yang mempunyai masalah keluarga. Ia menguburkan anak hasil perselingkuhan istrinya di belakang rumah. Basuki yang sudah tua sering sakit-sakitan namun ia


(55)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

selalu menolak untuk minum obat, ia lebih suka minum-minuman keras. Basuki takut kepada Doni yang selalu mencukur rambutnya. 2) Krima

Krima adalah seorang perempuan tua yang tergolong cantik untuk usianya yang sudah berkepala 5. Meskipun sudah bersuami, Krima menjalin hubungan terlarang dengan seorang lelaki lain. Ia adalah wanita yang tegar dalam menghadapi konflik-konflik yang muncul dalam keluarganya.

3) Budi

Budi adalah anak dari pertama Krima dan Basuki yang pergi merantau selama 15 tahun di Lorosae. Ketika ia pulang ke rumah, ia tidak diterima baik oleh ayahnya sendiri, bahkan ia tidak dianggap sebagai anak. Budi menuruni sifat ayahnya yang suka minum-minuman keras. Budi merupakan sosok lelaki keras tetapi takut terhadap ayahnya.

4) Doni

Doni adalah anak kedua dari Basuki dan Krima. Doni merupakan sosok lelaki yang sangat menyukai pekerjaanya sebagai seorang penebang pohon. Kaki kirinya pincang karena terkena gergaji mesin. Ia selalu ingin membahagiakan dan memberikan sesuatu yang berharga pada ayahnya, namun ayahnya selalu menolak keberadaannya. Doni mereasa bahwa dirinya tidak berguna karena kakinya yang pincang.


(56)

commit to user

Iwan adalah anak lelaki dari Budi. Ia ingin mencari tahu keberadaan ayahnya yang meninggalkannya sewaktu ia kecil. Iwan mengetahui bahwa dalam keluarga ayahnya ada sebuah rahasia yang sengaja disembunyikan oleh Basuki.

6) Sekar

Sekar adalah kekasih Iwan yang datang dalam keluarga tersebut. Sekar adalah seorang perempuan muda yang cantik. Budi, Doni dan Basuki pun tertarik pada kecantikan Sekar. Sekar selalu ingin tahu tentang masalah yang menimpa keluarga tersebut.

2. Menentukan Casting/ pemeranan

Dalam setiap proses pementasan yang dilakukan oleh Budi Riyanto, ia selalu menentukan casting/pemeranan dalam setiap lakon dengan banyak pertimbangan. Ada saatnya ketika dalam pemilihan aktor, Budi Riyanto memperhatikan situasi serta kondisi setiap anggota. Budi Riyanto juga tidak menutup kemungkinan adanya keingginan dari setiap anggota untuk ikut berpartisipasi dalam setiap proses pementasan yang digarapnya.

Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ini dimainkan oleh enam orang aktor. Pertimbangan penentuan casting yang dilakukan Budi Riyanto didasari dari beberapa hal, yaitu kesediaan dan kedisiplinan aktor yang ditunjuk untuk pemeranan dalam naskah lakon ini.

Kesediaan aktor yang ditunjuk dalam proses pementasan merupakan suatu hal yang penting dalam pemeranan. Kesediaan ditunjuknya seorang aktor untuk memerankan tokoh yang berada dalam


(57)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

naskah akan sangat mempengaruhi penghayatan serta keikutsertaannya dalam proses tersebut. Budi Riyanto tidak akan memaksakan kehendak agar aktor yang ditunjuk menerimanya. Dalam sebuiah proses pementasan dibutuhkan adanya kerelaan agar tercipta suasana yang kondusif dan tidak ada unsur keterpaksaan dari setiap aktor.

Kedisiplinan merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh setiap aktor. Setiap proses pementasan, para aktor diharuskan disiplin dalam segala hal. Kedisiplinan setiap aktor akan menciptakan suasana yang kondusif dalam sebuah proses, entah itu dalam latihan atau ketika berhubungan dengan aktor yang lain. Dalam masalah kedisiplinan Budi Riyanto akan menyerahkan koordinasi pada para aktor, misalnya dalam penentuan jam latihan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing aktor.

Penentuan casting yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam proses pementasan ini dilakukan dengan casting by ability, antitype casting, dan

casting to type. Menurut Harymawan, casting by ability adalah pemilihan

aktor yang didasarkan pada kecakapan yang terpandai dan terbaik, sebagai pemeran yang penting/utama dan sukar. Antitype casting adalah pemilihan yang bertentangan dengan watak atau fisik si pemain. Casting to type

adalah pemilihan berdasarkan pada kecocokan fisik si pemain. (Harymawan, 1998:67).

Budi Riyanto menggunakan tiga macam dalam pemilihan casting

dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, pemilihannya adalah sebagai berikut:


(58)

commit to user

1) Casting by ability adalah pemilihan aktor yang didasarkan pada

kecakapan yang terpandai dan terbaik, sebagai pemeran yang penting/utama dan sukar. Para aktor yang dipilih berdasarkan casting by

ability adalah Halfidz dan Topik. “jam terbang” yang tinggi merupakan

alasan bagi Budi Riyanto untuk memilih kedua aktor tersebut.

2) Antitype casting adalah pemilihan yang bertentangan dengan watak atau

fisik si pemain. Aktor yang dipilih berdasarkan antitype casting adalah Corry. Dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” terdapat tokoh Krima yang merupakan seorang ibu yang tua dan memiliki 2 orang anak dengan ciri fisik tinggi dan bertubuh indah. Krima mempunyai watak yang tegar dalam menghadapi konflik-konflik yang terjadi dalam keluarganya . Budi Riyanto menunjuk Corry untuk memerankan Krima dan mengubah watak dasarnya menjadi watak Krima.

3) Casting to type adalah pemilihan berdasarkan pada kecocokan fisik si

pemain. Para aktor yang dipilih berdasarkan casting to type adalah Alfian,Arifin, Eni.

Berikut ini adalah hasil casting pemeran yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ;

Basuki : Alfian Krima : Corry Doni : Halfidz Budi : Topik Iwan : Arifin Sekar : Eni


(59)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Dalam pementasan ini, yang termasuk aktor yang memiliki “jam terbang” tinggi adalah Alfian, Halfidz, Topik, Arifin, sedangkan aktor yang belum memiliki “jam terbang” tinggi adalah Eni dan Corry. Berikut ini adalah pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing aktor:

Alfian: Alfian bergabung dengan Teater Tesa pada tahun 2003. Sebagai anggota Teater Tesa, ia pernah ikut dalam beberapa proses pementasan seperti “Hanya Satu Kali” karya Galswoorty dan K. Modelwene sebagai sipir, “ Akrasia” karya Anang adaptasi novel Fajar Wijayanti sebagai Tyo, “Ayah Telah Berwarna Hijau” karya Afrizal Malna sebagai ayah, “ Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Basuki.

Halfidz: bergabung dengan Teater Tesa pada 2004, ia pernah mengikuti proses pementasan “Aum” karya Putu Wijaya sebagai menantu,

Gulipat” karya Hanindawan sebagai kepala keamanan, “monolog Spinx

XXX” karya Ben Jon, “Metamorfosis Nol Koma” karya Mahatma Zat A sebagai Orang 1, “ Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna adaptasi naskah Sam Shepard sebagai Doni.

Topik: Topik bergabung dengan Teater Tesa tahun 2003 dan mengikuti beberapa proses pementasan seperti “Martir” karya M. El Hakim sebagai setan, “ Interlude” karya Gunawan Muhammad sebagai laki-laki, “ Sebuah Cerpen” sebagai pimpinan redaksi, “Aum” karya Putu Wijaya sebagai Ucok, “Gulipat” karya Hanindawan sebagai monumen


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berpengalaman, sutradara bertindak sebagai kreator. Dalam hal ini, sutradara memberikan contoh kepada aktor tentang tokoh yang akan diperankan. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, menggabungan cara yang dilakukan Budi Riyanto ini berhubungan dengan adanya perbedaan kemampuan dari masing-masing aktor.

Untuk mempersiapkan mental para aktor dalam menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan pementasan maupun hal-hal diluar pementasan, Budi Riyanto lebih sering mendekati aktor secara individu dan sering mengajak untuk berdiskusi.

Latihan-latihan seperti meditasi dan latihan kepekaan terhadap hal-hal di sekitar juga merupakan salah satu cara dari Budi Riyanto untuk mempersiapkan mental aktor.

Sama seperti sebelumnya, untuk aktor-aktor yang sudah berpengalaman, Budi Riyanto menggunakan Laisez Faire. Laisez Faire di sini digunakan pada saat aktor yang bersangkutan dirasa mampu untuk mengendalikan diri untuk mempersiapkan hal-hal yang berhubungan dengan pementasan maupun hal-hal diluar pementasan. Aktor-aktor yang sudah berpengalaman biasanya lebih bisa memposisikan dirinya ketika mereka mengikuti suatu proses pementasan, sehingga sutradara memiliki dan menaruh kepercayaan kepada aktor untuk mengatur dan memposisikan dirinya sendiri.

Meskipun aktor yang belum memiliki cukup pengalaman juga dapat memposisikan dirinya ketika mengikuti proses pementasan, namun Budi Riyanto tetap memberikan perhatian lebih dan lebih sering memberikan


(2)

commit to user

arahan-arahan kepada aktor tentang hal-hal yang berhubungan dengan pementasan maupun diluar pementasan. Di sini Budi Riyanto tetap menggunakan Gordon Craig untuk memberikan petunjuk kepada aktor. 8. Koordinasi

Sebagai seorang sutradara, ia harus dapat berkoordinasi tidak hanya dengan aktor, tapi harus dapat berkoordinasi dengan semua hal yang berhubungan dengan seluruh aspek pendukung pementasan. Sutradara terhubung dengan naskah, aktor, kru panggung (kru setting, kru lighting, kru musik, kru make up dan costum), tim produksi pementasan dan para penikmat pertunjukan itu sendiri atau penonton.

Budi Riyanto sebagai seorang sutradara senantiasa berkoordinasi dengan semua hal yang berhubungan dengan suatu proses pementasan. Budi Riyanto memilih naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” dan menuangkannya dalam suatu bentuk garap. Memilih dan melatih para aktor agar dapat membawakan tokoh-tokoh dalam naskah lakon tersebut. Mengkoordinasi kru panggung untuk menciptakan suatu pertunjukan yang utuh. Berkoordinasi dengan tim produksi agar dapat mengadakan suatu pertunjukan yang dapat dipertunjukkan dan dinikmati oleh penonton. Mengkoordinasi para penonton sebagai penikmat pertunjukan untuk dapat menikmati pertunjukkan dan dapat memberikan kesan kepada para penonton setelah selesainya pertunjukkan.

Koordinasi yang dilakukan oleh Budi Riyanto mencakup semua hal yang terkait dengan proses pertunjukan. Sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas sebuah pertunjukan, Budi Riyanto mengkoordinasi


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

hal-hal tersebut dan sebisa mungkin dapat memberikan sesuatu yang tidak hanya sekedar suatu proses pertunjukan tapi juga dapat menjadi suatu hal yang dapat direnungkan.

Bentuk koordinasi yang dilakukan Budi Riyanto dalam mengkoordinasi aktor serta kru panggung secara detail sudah dijelaskan dalam sub bab latihan dan sub bab tata teknik dan pentas. Sedangkan koordinasi yang dilakukan Budi Riyanto dengan tim produksi dilakukan dengan berbagai cara, namun Budi Riyanto lebih sering membuat sebuah forum diskusi untuk membuat suatu keputusan. Forum diskusi yang dipilih oleh Budi Riyanto ini juga merupakan suatu bentuk latihan bagi masing-masing individu yang terlibat dalam proses pementasan ini.


(4)

commit to user

129

BAB V

PENUTUP

A.

Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

Teknik penyutradaraan yang digunakan Budi Riyanto dalam mengangkat naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, meliputi menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan, latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik), menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, mempengaruhi jiwa pemain, koordinasi.

Budi Riyanto mencoba mengangkat naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” yang diadaptasi bebas dari “The Buried Child” karya Sam Shepard. Naskah lakon ini menceritakan berbagai masalah yang dialami oleh sebuah keluarga karena adanya kekacauan komunikasi. Budi Riyanto menggabungkan konsep realis dan bentuk-bentuk simbolis dengan tujuan mempermudah interpretasi penonton.

Pementasan ini diperankan oleh enam orang aktor. Aktor yang ikut dalam proses pementasan ini gabungan dari aktor yang sudah lama ikut berproses bersama Teater Tesa maupun baru mengikuti proses pementasan. Setiap aktor memiliki latar belakang yang berbeda dan kemampuan yang berbeda-beda dalam menangkap maksud dari naskah lakon tersebut. Untuk menghindari adanya


(5)

commit to user

ketidakseimbangan permainan, Budi Riyanto menggabungkan gaya penyutradaraan Gordon Craig dan Laisses Faire.

Gaya penyutradaraan Gordon Craig merupakan gaya penyutradaraan yang mutlak, semua ide dan gagasan dari sutradara harus dilakukan oleh para aktor. Gaya penyutradaraan Laisez Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang memberikan kebebasan para aktor untuk lebih mengekspresikan diri. Budi Riyanto menerapkan gaya Gordon Craig untuk aktor-aktor yang belum memiliki “jam terbang” tinggi, sedangkan gaya Laisses Faire diterapkan pada aktor yang memiliki “jam terbang” tinggi. “Jam terbang” setiap aktor ditentukan dari lamanya ia bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering ia ikut dalam setiap proses pementasan yang diadakan oleh Teater Tesa. Gaya penyutradaraan ini tidak hanya berlaku pada aktor saja tapi juga diterapkan Budi Riyanto terhadap kru-kru pementasan yang membantu terciptanya sebuah pementasan yang apik. Meskipun menggunakan penggabungan gaya Gordon Craig dan Laisses Faire, Budi Riyanto juga mengadakan diskusi-diskusi dalam setiap kesempatan. Dari diskusi-diskusi ini dapat dilihat bahwa Budi Riyanto tidak selalu memaksakan kehendak (diktator). Budi Riyanto bersedia mendengarkan masukan dari orang lain, meskipun tidak semua masukan ia terima dengan berbagai pertimbangan.

B.

Saran

Dalam penelitian ini, penulis mengkaji teknik penyutradaraan Budi Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”. Penelitian ini menggunakan pendekatan penyutradaraan sebagai sebuah alternatif penelitian, sehingga masih ada kemungkinan lain bagi penulis lain untuk mengadakan penelitian dengan


(6)

commit to user

pendekatan maupun metode yang berbeda. Penelitian menggunakan metode maupun pendekatan yang berbeda ini diharapkan dapat memperkaya penelitian sastra dalam bidang drama.