pemasaran ketiga saluran pemasaran kedelapan. Hal ini terutama dipengaruhi oleh jarak yang semakin jauh maka biaya pemasaran semakin besar terutama
dipengaruhi oleh faktor resiko kerusakan buah pada tingkat lembaga pemasaran pedagang pengecer.
5.4.6.4. Penyebaran Keuntungan Pemasaran
Keuntungan pemasaran merupakan selisih antara marjin pemasaran dan biaya yang dikeluarkan pada proses pemasaran. Penyebaran keuntungan
pemasaran jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Lampiran 12 sampai dengan 19.
Berdasarkan Lampiran 12 sampai dengan 19 bahwa penyebaran keuntungan pemasaran pada setiap lembaga pemasaran tidak merata. Pedagang pengumpul
yang berperan pada pola pemasaran kedua dan ketiga pada saluran pemasaran kedua sampai dengan kedelapan mempunyai keuntungan pemasaran yang sama
yaitu sebesar Rp 117 per Kilogram dan saluran kesatu sebesar Rp 580 per Kilogram.
Pedagang yang lebih besar yaitu pedagang distributor keuntungan pemasaran terbesar diperoleh pada pola pemasaran kedua saluran pemasaran
kedua yaitu sebesar Rp 506 per Kilogram dan terkecil terjadi pada pola kedua saluran pemasaran keempat yaitu sebesar Rp 246 per Kilogram, pada pedagang
pengecer keuntungan pemasaran terbesar diperoleh pada pola pemasaran kedua yaitu saluran pemasaran keempat sebesar Rp 1 690 per Kilogram dan terkecil pola
pemasaran ketiga saluran pemasaran ketujuh sebesar Rp 793 per Kilogram. Secara umum total keuntungan pemasaran terbesar terjadi pada pola pemasaran ketiga
saluran kedelapan sebesar Rp 2 139 per Kilogram dan terkecil pada pola pemasaran kedua saluran pemasaran keenam sebesar Rp 1 536 per Kilogram.
Besarnya keuntungan yang diperoleh dari masing-masing lembaga pemasaran sesuai dengan tingkat resiko yang diperoleh oleh lembaga pemasaran.
Keuntungan cukup besar diterima pedagang pengecer, karena resiko yang diambil juga tinggi diantaranya adalah tingkat kerusakan buah terutama sifat buah jeruk
yang tidak tahan lama atau cepat busuk.
5.4.6.5. Efisiensi Pemasaran
Tingkat efisiensi pemasaran dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga
mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan Limbong dan Sitorus, 1987.
Besarnya rasio keuntungan dan biaya setiap saluran pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 12 sampai dengan 19. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga
tertinggi terdapat pada pola pemasaran kesatu saluran pemasaran kesatu yaitu sebesar 1.90. Artinya, bahwa setiap satu rupiah per Kilogram biaya tataniaga
yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 1.90 per Kilogram. Sedangkan Rasio keuntungan dan biaya tataniaga terkecil diperoleh pada pola
pemasaran ketiga saluran pemasaran ketujuh yaitu sebesar Rp 0.78 per Kilogram buah jeruk.
Efisiensi tataniaga dapat diketahui melalui penyebaran marjin pada tiap saluran tataniaga. Berdasarkan identifikasi saluran tataniaga sebelumnya, saluran
tataniaga yang ada sebanyak delapan saluran tataniaga. Analisis marjin pemasaran menunjukkan saluran tataniaga kesatu pada pola pemasaran kesatu yaitu sebesar
61.87 persen dengan volume penjualan 116.08 Ton per bulan atau 6.58 persen dianggap sebagai saluran yang paling menguntungkan bagi petani, nilai marjin
tataniaga terbesar dimiliki oleh saluran kedelapan pada pola pmasaran ketiga yaitu 75.76 persen dengan volume penjualan 350 Ton per bulan atau 19.84 persen.
Farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya dapat dijadikan indikator
efisiensi tataniaga. Berdasarkan perhitungan farmer’s share yang diterima petani yaitu pada saluran tataniaga kesatu pada pola pemasaran kesatu, yaitu sebesar
38.13 persen. Artinya keuntungan yang diterima petani sebesar 38.13 persen menunjukkan pendapatan petani masih rendah sisanya sebesar 61.87 persen
diterima oleh lembaga tataniaga lainnya. Hal ini disebabkan saluran pemasaran kesatu pola pemasaran kesatu lembaga pemasaran yang pendek terdiri dua tingkat
yaitu pedagang pengumpul dan pengecer dengan biaya pemasaran yang kecil.
VI. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan pada Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat dengan
mengacu tujuan penelitian, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1.
Berdasarkan kinerja finansial dan ekonomi usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak layak untuk dikembangkan sebagai komoditas unggulan
di Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya tingkat pendapatan petani rata-rata per bulan, pengembalian maksimum atas modal
yang digunakan lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, masa pengembalian selama 4 tahun 3 bulan dengan produksi optimum mencapai
umur 13 tahun. 2. Pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
mempunyai potensi atau layak untuk dikembangkan, hal ini ditunjukkan dengan adanya jeruk Siam Pontianak mempunyai dayasaing kompetitif dan
komparatif yang cukup tinggi. Tetapi adanya perubahan peningkatan harga input tradable, faktor domestik, dan penurunan harga output menyebabkan
dayasaing jeruk Siam Pontianak semakin menurun. 3. Sistem pemasaran produksi jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan
Barat cukup efisien, tetapi petani jeruk Siam Pontianak menerima marjin yang rendah sementara pelaku tataniaga lainnya menerima marjin yang lebih besar.
Hal ini antara lain dikarenakan meningkatnya harga input produksi yang tinggi dan penurunan harga output yang besar serta petani menghadapi
struktur pasar oligopolistik.