Analisis pengembangan sentra jeruk siam pontianak di provinsi Kalimantan Barat

(1)

ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK

SIAM PONTIANAK DI PROVINSI

KALIMANTAN BARAT

W I J I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK

SIAM PONTIANAK DI PROVINSI

KALIMANTAN BARAT

W I J I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(3)

Judul : Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat.

N a m a : W i j i

NRP : A.151050221

Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana, Ilmu Ekonomi Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS


(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, karena hanya dengan Rahmat dan RidhoNya penelitian dengan judul “Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat “, dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec, selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, dan sarannya selama penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) atas segala kritik dan sarannya selama penyusunan tesis ini.

3. Dr. Ir. Heny K. Daryanto M.Ec, selaku Dosen Penguji diluar komisi, atas dorongan, bimbingan, arahan, kritik dan saran yang sangat membangun untuk kesempurnaan penulisan ini.

4. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui BKD Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan dukungan dan izin kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB.


(5)

5. Keluarga tercinta, istri dan anak-anak, yang telah rela dan ikhlas berpisah, serta Saudara-saudaraku, doa dan ketulusan kalian turut memberikan inspirasi dalam proses belajar dan penyelesaian tesis ini.

6. Teman-teman angkatan 2004 dan 2005 Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Pascasarjana IPB, teman-teman utusan tugas belajar Provinsi Kalimantan Barat, anggota asrama Rahadi Osman Bogor dan Ibu Pengasuh serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dan materiil dalam penyelesaian tesis ini.

7. Ir. Asep Syaiful Bahri, MSc yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.

Penulis juga menyadari dengan keterbatasan ilmu dan kemampuannya bahwa tesis ini masih banyak sekali kekurangannya. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain yang memerlukannya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan semoga tesis ini dapat bernilai ibadah.

Bogor, 14 Desember 2007


(6)

ABSTRAK

WIJI. Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat (SRI HARTOYO sebagai Ketua dan YUSMAN SYAUKAT

sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura mempunyai peranan penting di dalam pembangunan, yaitu (1) meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik, (2) pasar bagi komoditas non pertanian seperti industri (pupuk, pestisida, peralatan pertanian), dan sektor jasa penyedia tenaga kerja terbesar, (3) memperbesar pasar untuk industri, (4) meningkatkan pendapatan masyarakat, dan (5) meningkatkan devisa negara. Jeruk Siam Pontianak sebagai komoditas unggulan daerah Propinsi Kalimantan Barat dapat mengacu pada besarnya pangsa pasar, kontribusi/peran terhadap perekonomian wilayah, sebaran wilayah produksi, dan kesesuaian agroekologinya.

Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis kelayakan usahatani pegembangan jeruk Siam Pontianak meliputi kelayakan finansial dan ekonomi, (2) menganalisis dayasaing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimnatan Barat, dan (3) menganalisis sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer terutama dari salah satu Kabupaten sentra pengembangan jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, dengan Policy Analysis Matrix (PAM).

Hasil Penelitian menunjukkan usahatani Jeruk Siam Pontianak berdasarkan analisis pendapatan usahatani, kelayakan finansial dan ekonomi menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan, mempunyai dayasaing (kompetitif dan komparatif) yang cukup tinggi sehingga mampu bersaing di pasar international, dan mampu membiayai faktor domesiknya, dan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah serta sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak cukup efisien. Hal ini dibuktikan dengan hasil berbagai perubahan secara parsial yaitu adanya peningkatan harga input tradable maupun faktor domestik, maka dayasaing jeruk Siam Pontianak semakin menurun. Namun intervensi berupa pengembangan jaminan mutu produk, peningkatan efisiensi pemasaran dan promosi, usaha perbaikan infrastruktur fisik dan kelembagaan pasar masih perlu dilakukan untuk mengurangi fluktuasi harga yang terjadi. Implikasi secara makro, memproduksi sendiri buah unggulan tersebut lebih efisien dibandingkan dengan mengimpornya.

Analisis dayasaing terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak terhadap struktur biaya produksi, biaya yang diinvestasikan oleh petani jeruk siam lebih besar daripada nilai tambah yang dapat diterimanya. Akibatnya pendapatan petani jeruk Siam Pontianak menjadi berkurang.

Kata Kunci : Sentra Jeruk Siam Pontianak, Policy Analysis Matrix, Analisis Pendapatan Usahatani, Kelayakan Finansial dan Ekonomi, Dayasaing Kompetitif dan Komparatif


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak keempat dari tujuh bersaudara yang lahir pada tanggal Delapan Belas Nopember Tahun Seribu Sembilan Ratus Enam Puluh Tujuh di Bojonegoro dengan Ayah bernama Martodikromo (alm) dan Ibu bernama Parsi (alm).

Penulis tamat dari Sekolah Dasar (SD) Negeri Ngraseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro tahun 1980, tamat dari Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) 3 MASTRIP Bojonegoro tahun 1983 dan tamat Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Bojonegoro tahun 1986. Selanjutnya penulis masuk kerja di Satuan Tugas Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat, yang sekarang berganti nama menjadi Unit Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat .

Pada tahun 1996 mendapatkan ijin belajar Stara-1 di Perguruan Tinggi Universitas Panca Bhakti Pontianak dengan jurusan agronomi tamat tahun 2000. Tahun 2005 melalui beasiswa dari APBD Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat mendapat kesempatan melanjutkan tugas belajar pada Program Studi Ilmu Ekonomi (EPN), Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(9)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK SIAM PONTIANAK DI PROVINSI KALIMATAN BARAT

Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan oleh sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bagor, 14 Desember 2007

W i j i

NRP A.151050221


(10)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ……… ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

1.5. Ruang Lingkup... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA... 12

2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 12

2.2. Usahatani... 12

2.3. Kebijakan Pemerintah... 15

2.4. Policy Analysis Matrix... 20

2.5. Marjin Pemasaran ... 23

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu... 28

2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 32

III. METODE PENELITIAN... 35

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2. Teknik Pengambilan Contoh... 35

3.3. Jenis dan Sumber Data... 36

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 57

4.1. Kondisi Geografis Provinsi Kalimantan Barat ... 57


(11)

ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK

SIAM PONTIANAK DI PROVINSI

KALIMANTAN BARAT

W I J I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK

SIAM PONTIANAK DI PROVINSI

KALIMANTAN BARAT

W I J I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(13)

Judul : Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat.

N a m a : W i j i

NRP : A.151050221

Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana, Ilmu Ekonomi Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS


(14)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, karena hanya dengan Rahmat dan RidhoNya penelitian dengan judul “Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat “, dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec, selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, dan sarannya selama penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) atas segala kritik dan sarannya selama penyusunan tesis ini.

3. Dr. Ir. Heny K. Daryanto M.Ec, selaku Dosen Penguji diluar komisi, atas dorongan, bimbingan, arahan, kritik dan saran yang sangat membangun untuk kesempurnaan penulisan ini.

4. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui BKD Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan dukungan dan izin kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB.


(15)

5. Keluarga tercinta, istri dan anak-anak, yang telah rela dan ikhlas berpisah, serta Saudara-saudaraku, doa dan ketulusan kalian turut memberikan inspirasi dalam proses belajar dan penyelesaian tesis ini.

6. Teman-teman angkatan 2004 dan 2005 Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Pascasarjana IPB, teman-teman utusan tugas belajar Provinsi Kalimantan Barat, anggota asrama Rahadi Osman Bogor dan Ibu Pengasuh serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dan materiil dalam penyelesaian tesis ini.

7. Ir. Asep Syaiful Bahri, MSc yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.

Penulis juga menyadari dengan keterbatasan ilmu dan kemampuannya bahwa tesis ini masih banyak sekali kekurangannya. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain yang memerlukannya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan semoga tesis ini dapat bernilai ibadah.

Bogor, 14 Desember 2007


(16)

ABSTRAK

WIJI. Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat (SRI HARTOYO sebagai Ketua dan YUSMAN SYAUKAT

sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura mempunyai peranan penting di dalam pembangunan, yaitu (1) meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik, (2) pasar bagi komoditas non pertanian seperti industri (pupuk, pestisida, peralatan pertanian), dan sektor jasa penyedia tenaga kerja terbesar, (3) memperbesar pasar untuk industri, (4) meningkatkan pendapatan masyarakat, dan (5) meningkatkan devisa negara. Jeruk Siam Pontianak sebagai komoditas unggulan daerah Propinsi Kalimantan Barat dapat mengacu pada besarnya pangsa pasar, kontribusi/peran terhadap perekonomian wilayah, sebaran wilayah produksi, dan kesesuaian agroekologinya.

Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis kelayakan usahatani pegembangan jeruk Siam Pontianak meliputi kelayakan finansial dan ekonomi, (2) menganalisis dayasaing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimnatan Barat, dan (3) menganalisis sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer terutama dari salah satu Kabupaten sentra pengembangan jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, dengan Policy Analysis Matrix (PAM).

Hasil Penelitian menunjukkan usahatani Jeruk Siam Pontianak berdasarkan analisis pendapatan usahatani, kelayakan finansial dan ekonomi menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan, mempunyai dayasaing (kompetitif dan komparatif) yang cukup tinggi sehingga mampu bersaing di pasar international, dan mampu membiayai faktor domesiknya, dan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah serta sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak cukup efisien. Hal ini dibuktikan dengan hasil berbagai perubahan secara parsial yaitu adanya peningkatan harga input tradable maupun faktor domestik, maka dayasaing jeruk Siam Pontianak semakin menurun. Namun intervensi berupa pengembangan jaminan mutu produk, peningkatan efisiensi pemasaran dan promosi, usaha perbaikan infrastruktur fisik dan kelembagaan pasar masih perlu dilakukan untuk mengurangi fluktuasi harga yang terjadi. Implikasi secara makro, memproduksi sendiri buah unggulan tersebut lebih efisien dibandingkan dengan mengimpornya.

Analisis dayasaing terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak terhadap struktur biaya produksi, biaya yang diinvestasikan oleh petani jeruk siam lebih besar daripada nilai tambah yang dapat diterimanya. Akibatnya pendapatan petani jeruk Siam Pontianak menjadi berkurang.

Kata Kunci : Sentra Jeruk Siam Pontianak, Policy Analysis Matrix, Analisis Pendapatan Usahatani, Kelayakan Finansial dan Ekonomi, Dayasaing Kompetitif dan Komparatif


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak keempat dari tujuh bersaudara yang lahir pada tanggal Delapan Belas Nopember Tahun Seribu Sembilan Ratus Enam Puluh Tujuh di Bojonegoro dengan Ayah bernama Martodikromo (alm) dan Ibu bernama Parsi (alm).

Penulis tamat dari Sekolah Dasar (SD) Negeri Ngraseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro tahun 1980, tamat dari Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) 3 MASTRIP Bojonegoro tahun 1983 dan tamat Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Bojonegoro tahun 1986. Selanjutnya penulis masuk kerja di Satuan Tugas Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat, yang sekarang berganti nama menjadi Unit Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat .

Pada tahun 1996 mendapatkan ijin belajar Stara-1 di Perguruan Tinggi Universitas Panca Bhakti Pontianak dengan jurusan agronomi tamat tahun 2000. Tahun 2005 melalui beasiswa dari APBD Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat mendapat kesempatan melanjutkan tugas belajar pada Program Studi Ilmu Ekonomi (EPN), Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(18)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(19)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK SIAM PONTIANAK DI PROVINSI KALIMATAN BARAT

Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan oleh sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bagor, 14 Desember 2007

W i j i

NRP A.151050221


(20)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ……… ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

1.5. Ruang Lingkup... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA... 12

2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 12

2.2. Usahatani... 12

2.3. Kebijakan Pemerintah... 15

2.4. Policy Analysis Matrix... 20

2.5. Marjin Pemasaran ... 23

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu... 28

2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 32

III. METODE PENELITIAN... 35

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2. Teknik Pengambilan Contoh... 35

3.3. Jenis dan Sumber Data... 36

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 57

4.1. Kondisi Geografis Provinsi Kalimantan Barat ... 57


(21)

ii

4.3. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian... 61

4.4. Kebijakan Pengembangan Agribisnis Jeruk Siam Pontianak ... 64

4.5. Karakteristik Responden... 69

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 77

5.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 77

5.2. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi ... 79

5.3. Analisis Kebijakan Pemerintah... 84

5.4. Analisis Sistem Pemasaran ... 89

VI. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 116

6.1. Simpulan ... 116

6.2. Implikasi Kebijakan ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119


(22)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sasaran Produksi Buah untuk Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri Ekspor dan Pemenuhan Bahan Industri Pengolahan

Tahun 2005-2025 ... 3 2. Luas Lahan Pengembangan Baru Jeruk di 10 Provinsi di

Indonesia ... 4 3. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditi... 16 4. Kontruksi Model Policy Analysis Matrix... 21 5. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Biaya Domestik

dan Komponen Biaya Asing ... 45 6. Alokasi Biaya Tataniaga Berdasarkan Komponen Biaya Domestik

dan Komponen Biaya Asing ... 46 7. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Jeruk Siam Pontianak

di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2002-2006 ... 60 8. Karasteristik Responden Pengembangan Sentra Jeruk Siam

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 70 9. Rata-rata Produksi Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan

Barat... 73 10. Grade Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Menurut Standar Nasional ... 75 11. Analisis Pendapatan Usahatani Pengembangan Sentra Jeruk Siam

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 77 12. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Pengembangan Sentra

Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 80 13. Hasil Analisis Sensitivitas Kelayakan Pengembangan Sentra Jeruk

Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 82 14. Analisis Policy Analysis Matrix Pengembangan Sentra Jeruk Siam


(23)

iv

15. Analisis Sensitivitas Dampak Kebijakan Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 89 16. Fungsi-fungsi Pemasaran yang dilakukan oleh Lembaga Pemasaran


(24)

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor... 17 2. Subsidi dan Pajak Pada Input... 19 3. Dampak Subsidi dan Pajak Terhadap Input Non Tradable... 20 4. Komponen Marjin Pemasaran ... 26 5. Diagram Kerangka Pemikiran Konseptual ... 33 6. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kalimantan

Barat, Tahun 2005 dan 2005... 61 7. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Kalimantan

Barat Tahun 2000... 62 8. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Kalimantan

Barat Tahun 2005... 63 9. Pola Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat .. 96


(25)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perhitungan Harga Paritas Ekspor dan Impor Pengembangan Sentra

Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat ... 124 2. Nilai Kurs Tengah US Dollar Terhadap Mata Uang Rupiah

Tahun 1999-2007 ... 125 3. Perkembangan Ekspor dan Impor Jeruk Tahun 2005-2006... 126 4. Analisis Pendapatan Usahatani Jeruk Siam Pontianak di Provinsi

Kalimantan Barat... 127 5. Input-Output Fisik Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 128 6. Harga Privat Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di

Provinsi Kalimantan Barat ... 130 7. Budget Privat Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di

Provinsi Kalimantan Barat ... 132 8. Harga Sosial Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di

Provinsi Kalimantan Barat ... 134 9. Harga Budget Sosial Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat ... 136 10. Analisis Struktur Biaya PAM Pengembangan Sentra Jeruk Siam...

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 138 11. Analisis PAM Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi

Kalimantan Barat ... 140 12. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Pada Saluran ke-1... 141 13. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Pada Saluran ke-2... 142 14. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat


(26)

vii

15. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat Pada Saluran ke-4... 146 16. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Pada Saluran ke-5... 148 17. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Pada Saluran ke-6... 150 18. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Pada Saluran ke-7... 152 19. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat


(27)

viii


(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia selama ini adalah memprioritaskan adanya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya bagi seluruh wilayah Indonesia yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga memungkinkan terjadinya ketimpangan pembangunan yang kompleks antar daerah maupun antar sektor pada suatu daerah (Anwar, 2004).

Pembangunan sektor pertanian pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Begitu juga dalam meningkatkan ekonomi daerah. Cara yang paling efektif dan efisien untuk membangun ekonomi daerah yaitu melalui pendayagunaan berbagai sumberdaya ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini sumberdaya ekonomi yang dimiliki dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi daerah adalah sumberdaya domestik diantaranya melalui sektor tanaman pangan dan hortikultura (Gie, 2002). Sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura mempunyai peranan penting di dalam pembangunan. Terdapat lima peran penting dari sektor pertanian dalam kontribusi pembangunan ekonomi Indonesia yakni antara lain meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik, penyedia tenaga kerja terbesar, memperbesar pasar untuk industri, meningkatkan pendapatan dan meningkatkan devisa. Sampai saat ini, peranan sektor pertanian di Indonesia begitu besar dalam mendukung pemenuhan pangan dan memberikan lapangan kerja bagi rumah tangga petani. Tahun 2004, sektor pertanian mampu


(29)

memperkerjakan sebanyak 43 juta orang atau 46.26 persen dari penduduk yang bekerja secara keseluruhan1.

Jeruk merupakan komoditas buah yang cukup menguntungkan untuk diusahakan saat ini dan mendatang, dapat mulai panen pada tahun ke-4 dengan nilai keuntungan usahataninya sangat bervariasi berdasarkan lokasi dan jenis jeruk yang diusahakan. Nilai ekonomis pengembangan jeruk tercermin dari tingkat kesejahteraan petani jeruk dan keluarganya yang relatif baik. Buah jeruk dapat tumbuh dan diusahakan petani di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan varietas/spesies komersial yang berbeda, dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat berpendapatan rendah hingga yang berpenghasilan tinggi.

Pada enam tahun terakhir (1998-2004), luas panen dan produksi buah jeruk di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu masing-masing 17.90 persen dan 22.40 persen. Pada tahun 2004, luas panen jeruk telah mencapai 70 ribu Hektar dengan total produksi sebesar 1.6 juta Ton, sekaligus menempatkan posisi Indonesia sebagai negara penghasil utama jeruk dunia ke-13 setelah Vietnam. Produktivitas usahatani jeruk cukup tinggi, yaitu berkisar 17-25 Ton per Hektar dari potensi 25-40 Ton per Hektar. Walaupun data impor buah jeruk segar dan olahan cenderung terus meningkat, sebagian besar produksi dalam negeri terserap oleh pasar domestik, namun ekspor buah jeruk jenis tertentu seperti lemon, graperfruit, dan pamelo juga terus meningkat sekaligus memberikan peluang pasar yang menarik. Pada tahun 2004, impor buah segar mencapai 94.7 ribu Ton sedangkan ekspornya sebesar 1.3 ribu Ton, atau sejak tahun 1998

1

Mangara Tambunan. Sektor Pertanian Mananggung Beban Berat dalam Penciptaan Kesempatan Kerja. Warta Ketenagakerjaan. 11 Nopember 2004.


(30)

masing-masing meningkat sebesar 16.6 persen dan 5.6 persen per tahun (Deptan, 2005).

Pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, (2) memenuhi kebutuhan bahan baku industri, (3) substitusi impor, dan (4) mengisi peluang pasar ekspor. Berdasarkan prediksi peningkatan jumlah penduduk, konsumsi buah jeruk per kapita, kebutuhan buah segar konsumen dalam negeri, untuk olahan dan ekspor serta mempertimbangkan 10 persen kerusakan akibat penanganan pasca panen yang kurang optimal, maka Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura (2005), telah menyusun agregat sasaran produksi untuk tahun 2005-2025 seperti telah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sasaran Produksi Buah untuk Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, Ekspor dan Pemenuhan Bahan Industri Pengolahan Tahun 2005-2025

(Ton) Tahun Produksi Kebutuhan

dalam negeri

Bahan industri pengolahan

Ekspor Impor

2005 1 798 710 1 446 300 72 300 2 000 126 000 2010 2 355 500 1 925 500 96 200 3 000 128 019 2015 2 686 000 2 210 400 110 500 5 000 128 019 2020 3 140 000 2 600 100 130 000 7 000 130 000 2025 3 956 000 3 303 000 165 000 10 000 130 000 Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2005

Sasaran yang telah ditentukan tersebut akan dilakukan dengan pola pengembangan kebun jeruk skala besar dikembangkan oleh swasta, dengan luas 100 Hektar yang berbentuk hamparan. Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO), yaitu mengaplikasikan inovasi teknologi yang terus berkembang, memanfaatkan sumberdaya lokal secara berkelanjutan, untuk menghasilkan produk yang sehat, aman konsumsi, dan secara ekonomi layak diusahakan serta


(31)

secara sosial dapat diterima masyarakat sekitarnya. Produk dan kebun ini diperuntukkan terutama untuk ekspor dan kebutuhan dalam negeri terutama untuk pasar swalayan dan pasar tradisional.

Potensi areal untuk pengembangan tanaman jeruk di Indonesia sangat besar. Menurut hasil kajian Pusat Penelitian Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2005), dari segi kesesuaian lahannya, pengembangan sentra produksi baru dapat dikembangkan di 10 Provinsi dengan luas 5.6 juta Hektar seperti yang terlihat pada Tabel 2. Artinya upaya pengembangan jeruk masih didukung dengan ketersediaan lahan yang sangat luas. Jeruk Siam Pontianak, yang berprospek dijadikan unggulan buah nasional dapat tumbuh memuaskan di daerah beriklim relatif basah dengan elevasi di bawah 500 meter di atas permukaan laut. Pengembangan areal pertanaman jeruk Siam Pontianak selain dilakukan pada lahan pasang surut seperti halnya telah mulai dikembangkan di Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan sebagian di Sumatera.

Tabel 2. Luas lahan Pengembangan Baru Jeruk di 10 Provinsi di Indonesia

(Hektar)

Provinsi Luas Lahan

Sumatera Utara 47 023

Sumatera Barat 182 959

Jambi 16 828

Sumatera Selatan 262 799

Nusa Tenggara Timur 203 431

Kalimantan Barat 1 762 105

Kalimantan Tengah 2 782 721

Kalimantan Selatan 739 053

Sulawesi Selatan 133 933

Indonesia 5 651 388

Sumber : Departemen Pertanian, 2005

Kalimantan Barat memiliki wilayah andalan lahan pasang surut yang cukup luas dengan vegetasi hutan sekunder dan semak belukar. Lahan tersebut cocok


(32)

untuk pengembangan komoditas unggulan utama, yaitu jeruk Siam Pontianak. Wilayah tersebut perlu dikelola secara serius dengan memadukan pengembangan lokal spesifik dengan pendekatan wilayah, sehingga komoditas utama tersebut mempunyai peluang untuk dikembangkan, mampu menghasilkan bahan pangan maupun bahan baku agroindustri secara efisien, mempunyai pangsa pasar yang luas serta unggul secara kompetitif dan komparatif (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalbar, 2000).

Jeruk Siam Pontianak merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Kalimantan Barat. Penanaman jeruk Siam Pontianak di Kalimantan Barat mulai dirintis sejak tahun 1936 oleh Jun Kun Bun dan Bon Kin Sin di Desa Segarau, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas. Pada tahun 1940, usaha budidaya jeruk ini dilanjutkan oleh Rani dan Lim Kun Sin di Desa Bekut, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas. Selama kurun waktu tahun 1952-1953, penanaman jeruk berkembang hingga mencapai seribu Hektar. Pada awal Pelita III (tahun 1978), luas pertanaman jeruk Siam Pontianak mencapai 1.4 ribu Hektar (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalbar, 2003).

Pada awal Pelita IV (tahun 1983), areal tanam meningkat menjadi 5.6 ribu Hektar, dan peningkatan tersebut terus berlanjut pada awal Pelita V (tahun 1988) dengan luas areal tanam mencapai 15.7 ribu Hektar. Dari luas pertanaman tersebut sekitar 13.7 ribu Hektar (87.18 %) berada di Kabupaten Sambas, dan sisanya 2 ribu Hektar (12.82 %) tersebar di Kabupaten Pontianak, Sanggau, dan Ketapang (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalbar, 2003).

Puncak kejayaan jeruk Siam Pontianak terjadi pada tahun 1992 dengan luas pertanaman sekitar 21 ribu Hektar, tanaman produktif sekitar 15 ribu Hektar, dan


(33)

produksi total mencapai 234 ribu Ton per tahun (Burhanuddin, 2002). Peranan jeruk Siam Pontianak dalam menyediakan lapangan kerja cukup besar. Jumlah kelompok tani yang berperan aktif dalam usahatani jeruk sekitar 223 kelompok tani, jumlah petani yang terlibat sekitar 28 ribu petani, dan menyediakan lapangan kerja bagi ribuan tenaga kerja terutama dalam kegiatan pembersihan lahan, pemupukan, buruh petik, transportasi, pembuat keranjang/peti, supir truk, dan sebagainya. Peranan jeruk terhadap perekonomian Kalimantan Barat cukup signifikan, yaitu kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) jeruk mencapai Rp 150 milyar (total PDRB Tanaman Pangan Rp 650 milyar) (Badan Pusat Statistik Kalbar, 2006 dan Bappeda Kalbar, 2005).

Pada tahun 1993 total tanaman produktif mencapai 15 ribu Hektar dengan produksi 268 ribu Ton. Pada tahun 1994 total produksi menurun menjadi 153 ribu Ton yang diakibatkan oleh penurunan luas tanam. Penurunan produksi secara drastis terjadi pada tahun 1997 yaitu 28 ribu Ton atau turun 81.70 persen dengan luas areal 2 745 Hektar (Hermanto, 1998).

Hancurnya jeruk Siam Pontianak disebabkan oleh adanya sistem monopoli dalam tataniaga yang berakibat perdagangan jeruk tidak terkendali. Pengaturan yang semula bertujuan meningkatkan pendapatan petani dan menertibkan pemasukan retribusi daerah ternyata membuat pemasaran dan pasokan jeruk menjadi tidak lancar, sehingga petani kurang memperhatikan tanaman jeruknya, terutama dalam pemeliharaannya. Akibatnya, tanaman jeruk diserang oleh berbagai penyakit, seperti Fusarium, Diplodia, dan penyakitnya lainnya. Di samping itu, diduga adanya serangan penyakit CVPD yang menyerang pertanaman jeruk petani, khususnya di Kabupaten Sambas (Distan Kalbar, 2003).


(34)

Kondisi ini menggambarkan pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Kalimantan Barat dikaitkan dengan program pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dibandingkan dengan sektor-sektor lain seperti industri pengolahan dan perdagangan. Agribisnis pada dasarnya menyangkut berbagai jenis kegiatan usaha yang sangat luas, yaitu sejak pengadaan bahan baku, produk-produk primer, pengolahan, sampai dengan pemasaran dan pedagangan. Berbagai jenis usaha pada ketiga sektor ini dapat saling terkait satu dengan lainnya. Oleh sebab itu, pertanian sebagai agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem.

Penelitian tentang pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak menjadi penting karena di Provinsi Kalimantan Barat belum pernah dilakukan penelitian secara mendalam tentang analisis pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan yang berharga bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan tentang pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak. Melalui rumusan kebijakan yang tepat diharapkan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dapat meningkatkan pendapatan secara umum dan taraf hidup masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam rangka peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mulai tahun 2001 Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat mencanangkan program rehabilitasi dan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak. Program tersebut menargetkan pembangunan kebun jeruk sampai 10 ribu Hektar pada tahun 2007 (Diperta Kalbar, 2003). Pada bulan Januari 2005 telah terealisasi seluas 4 ribu Hektar dan diperkirakan pada tahun 2007 target 10 ribu Hektar akan


(35)

tercapai. Hal ini karena permintaan pasar domestik maupun internasional akan buah jeruk meningkat, dengan tujuan utamanya adalah dapat meningkatkan taraf hidup petani, kesejahteraan masyarakat, dan penyerapan tenaga kerja. Maka melalui program pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak menjadi aspek yang sangat strategis dan penting. Namun demikian kendala pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak yang ada di Provinsi Kalimantan Barat masih dikelola secara tradisional, belum berdasarkan pendekatan bisnis yang efisien dan perniagaan yang baik.

Pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak yang terus mengalami peningkatan dari luas areal maupun produksinya, tidak akan berhasil apabila tidak memperhatikan beberapa aspek yang merupakan prinsip dalam memilih, menetapkan dalam pengembangannya. Aspek-aspek tersebut harus didasarkan pada konsep agribisnis. Agar dapat dilaksanakan konsep tersebut dengan baik dan benar, maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat perlu merumuskan kebijakan strategis dan cermat, untuk mengantisipasi lebih lanjut dalam pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dengan komoditi unggulan di masa yang akan datang.

Secara umum potensi pengembangan dan lahan yang tersedia untuk merehabilitasi jeruk cukup luas. Namun saat ini masih dihadapkan pada kondisi rendahnya produktivitas jeruk, keterbatasan modal usahatani, harga produk primer jeruk (buah segar) rendah, harga input produksi yang mahal, keterbatasan penguasaan teknologi, manajemen usahatani yang belum efisien, dan kurangnya akses petani dalam pemasaran hasil. Oleh karena itu perlu ada perubahan kebijakan, yaitu dari pendekatan produksi ke arah agribisnis.


(36)

Pada satu sisi diawal program rehabilitasi dan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dimulai, harga jeruk kelas AB di tingkat petani mencapai Rp.10 000 per Kilogram. Kemudian harga tersebut mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun hingga sekarang. Pada bulan Desember 2006 harga untuk kelas AB di petani hanya Rp. 2 500 per Kilogram hingga Rp. 2 700 per Kilogram (Diperta Kalbar, 2006). Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya produksi jeruk, mutu buah yang kurang baik dan masuknya buah jeruk impor. Harga tersebut dapat lebih rendah lagi pada bulan Desember sampai dengan Maret, karena pada bulan-bulan tersebut terjadi panen raya dan musim buah-buahan seperti langsat, durian, rambutan dan lain-lain.

Fluktuasi harga jeruk yang cenderung menurun tersebut harus dijadikan

early warning signal dalam penanganan tataniaga jeruk Siam Pontianak.

Pemasaran jeruk Siam Pontianak pada waktu-waktu mendatang akan menghadapi beberapa tantangan, yaitu: (1) adanya pesaing produsen jeruk dari daerah lain, seperti: Medan, Palembang, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, dan Serawak, dimana pada lima tahun mendatang diperkirakan akan terjadi peningkatan produksi jeruk nasional dengan pesat, dan (2) masih relatif sedikit pihak swasta yang bergerak di perdagangan jeruk Siam Pontianak dibandingkan pada tahun 1993 terdapat 50-an perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan jeruk Siam Pontianak, hal ini akan berdampak pada kurangnya akses petani dalam pemasaran hasil, dan kurangnya keterkaitan stakeholders yang terlibat dalam perjerukan serta terbatasnya akses pasar perdagangan antar pulau. Konsekuensi dari kondisi demikian adalah diperlukannya peningkatan efisiensi pemasaran


(37)

ditingkat petani dan kebijakan strategis dari pemerintah daerah, sehingga tujuan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dapat tercapai.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah kebijakan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak sebagai komoditas unggulan Provinsi Kalimantan Barat memiliki kelayakan usaha jika ditinjau dari kelayakan finansial dan ekonomi?

2. Bagaimanakah dayasaing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat?

3. Bagaimanakah sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rumusan rekomendasi kebijakan pemerintah terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat.

Adapun tujuan khusus dari penelitian yang hendak dicapai adalah:

1. Menganalisis kelayakan usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak meliputi kelayakan finansial dan ekonomi.

2. Menganalisis dayasaing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat.


(38)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Merumuskan dan mengimplementasikan instrumen-instrumen kebijakan yang lebih efektif dan efisien bagi pengembangan komoditas unggulan jeruk Siam Pontianak khususnya dan komoditas hortikultura maupun komoditas pertanian umumnya di Provinsi Kalimantan Barat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani dan perekonomian wilayah.

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berguna khususnya bagi petani yang terkait langsung, investor yang akan mengembangkan usaha pengembangan jeruk Siam Pontianak maupun institusi publik baik di Kabupaten dan Provinsi Kalimantan Barat dalam program pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak untuk peningkatan produksi, pemasaran hasil dan peningkatan nilai tambah.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian analisis pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak adalah (1) dilakukan di Provinsi Kalimantan Barat meliputi kelayakan usaha yaitu analisis pendapatan usahatani, kelayakan Finansial dan ekonomi, dayasaing terhadap usaha pengembangan serta marjin pemasaran, dan (2) penelitian ini dibatasi pada tahap untuk memberikan rumusan rekomendasi kebijakan pemerintah terhadap dayasaing jeruk yang akan dijalankan dalam pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak.


(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran dibentuk dengan mendekatkan permasalahan dan tujuan penelitian dengan teori-teori yang relevan serta penelitian empiris yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya. Teori yang relevan dengan tujuan penelitian ini adalah teori usahatani, kelayakan finansial dan ekonomi, kebijakan dan marjin pemasaran.

2.2. Usahatani

Usahatani adalah seluruh organisasi alam, tenaga kerja, modal dan menejemen yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian (Soeharjo dan Patong,1997). Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Pada umumnya ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah belahan sempit, modal relatif kecil, tingkat pengetahuan petani terbatas, kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawi, 2002). Terbatasnya modal seringkali menyebabkan petani tidak mampu membeli dan menerapkan suatu teknologi. Dengan keterbatasan itu usahatani cukup dilaksanakan oleh petani sendiri.

Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya berbeda-beda (Soeharjo dan Patong, 1997). Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (subsistence farm). Sedangkan bila motivasi yang mendorongnya untuk mencari keuntungan, maka usahatani


(40)

yang demikian disebut usahatani komersial (commercial farm). Soekartawi (2002), menyatakan bahwa ciri-ciri petani komersial adalah : (1) cepatnya adopsi terhadap inovasi, (1) cepatnya mobilitas pencarian informasi, (3) berani menanggung resiko dalam usaha, dan (4) Memiliki sumberdaya yang cukup.

Sedangkan ciri-ciri petani subsisten adalah kebalikannya. Akan tetapi dengan teknologi serta kemajuan pembangunan yang hampir merata ke berbagai pelosok daerah, petani tidak lagi mengusahakan usahataninya secara subsisten melainkan semi-subsisten (setengah subsisten dan setengah komersial). Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin maju dalam hal produksi sehingga mempermudah pekerjaan petani, kebutuhan petani yang semakin banyak, teknologi informasi yang memberikan berbagai informasi produk dan kebutuhan serta adanya perubahan pandangan masyarakat.

2.2.1. Pendapatan Usahatani

Usahatani yang dilakukan oleh petani pada akhirnya akan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biaya-biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh merupakan pendapatan bersih dari kegiatan usahatani.

Soeharjo dan Patong (1997), menyebutkan bahwa analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu: (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.

Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu.


(41)

Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan, yakni hasil kali antara jumlah output yang dihasilkan dengan harga produk tersebut. Sedangkan pengeluaran atau biaya semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Penerimaan usahatani dapat berbentuk dalam tiga hal, yaitu (1) hasil penjualan tunai, (2) produk yang dikonsumsi keluarga petani, dan (3) kenaikan nilai inventaris (selisih akhir tahun dengan awal tahun).

Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Bentuk pengeluaran usahatani berupa pengeluaran tunai (cash cost) dan pengeluaran yang diperhitungkan (inputed cost). Pengeluaran tunai ialah pengeluaran yang dibayarkan dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi dan biaya untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani seandainya bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan.

2.2.2. Kelayakan Finansial dan Ekonomi

Menurut Soekartawi (2002), analisis ekonomi ditujukan untuk mengestimasi nilai ekonomi yang timbul dalam perekonomian masyarakat. Dalam analisis ekonomi dilakukan penyesuaian harga finansial agar dapat menggambarkan nilai sosial secara menyeluruh baik untuk input maupun output. Hal ini tentu saja berlaku juga pada industri jeruk siam.

Dalam analisis ekonomi, harga pasar barang atau jasa diubah agar lebih mendekati opportunity cost (nilai barang atau jasa dalam alternatif pemanfaatan yang terbaik) sosial yang merupakan harga bayangan. Budiono (1999), mengatakan bahwa harga bayangan adalah setiap harga barang atau jasa yang


(42)

bukan harga pasar (belum diketahui), untuk menggambarkan distribusi pendapatan dan tabungan. Menurut Prasana (1980), dalam analisis ekonomi harga pasar tidak selalu menggambarkan nilai kelangkaan agribisnis jeruk siam sehingga pendapatan nasional berubah nilainya menjadi opportunity cost. Ada beberapa cara untuk menyatakan nilai ekonomi tersebut kedalam nilai tukar domestik yaitu: 1. Menggunakan harga bayangan nilai tukar luar negeri, yang akan

meningkatkan nilai produk yang diperdagangkan karena muncul premium terhadap nilai tukar luar negeri yang disebabkan oleh keputusan kebijakan perdagangan.

2. Menggunakan nilai tukar resmi dan menerapkan faktor konversi terhadap opportunity cost atau nilai pemanfaatan barang yang tidak diperdagangkan yang dinyatakan ke dalam nilai tukar domestik. Faktor konversi tersebut akan mengurangi nilai barang yang tidak diperdagangkan relatif terhadap barang yang diperdagangkan yang memungkinkan adanya premium nilai tukar. Oleh karena analisis finansial maupun analisis ekonomi menggunakan pendekatan yang berbeda, tentunya membutuhkan perhitungan yang berbeda pula.

2.3. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk peningkatan ekspor ataupun sebagai usaha melindungi produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah diberlakukan terhadap input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan output yang diminta produsen dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif dan


(43)

subsidi negatif (pajak), sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan quata. Menurut Salvatore (1994), subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah. Pemerintah menetapkan dua bentuk kebijakan yang berupa subsidi dan kebijakan perdagangan dalam negeri. Kebijakan subsidi dapat berupa subsidi positif yaitu yang diberikan pemerintah dan subsidi negatif yaitu bila dibayarkan kepada pemerintah yang disebut pajak. Intervensi pemerintah pada kebijakan output dibagi kedalam delapan tipe kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan perdagangan (Tabel 3).

Tabel 3. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditi

Instrumen Dampak Pada Produsen Dampak Pada Konsumen

Kebijakan Subsidi * Tidak merubah harga pasar dalam negeri * Merubah harga pasar dalam negeri

Subsidi Pada Produsen * Pada barang-barang Subtitusi impor (S+PI; S-PI).

* Pada barang-barang Orientasi ekspor (S + PE; S-PE).

Subsidi Pada Konsumen * Pada barang-barang subti

tusi impor (S+CI; S-CI) * Pada barang-barang

Orientasi ekspor

(S+CE; S-CE). Kebijakan perdagangan

(merubah harga pasar dalam negeri)

Hambatan pada barang impor (TPI)

Hambatan pada barang Ekspor (TCE)

Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :

S + = Subsidi S - = Pajak

PE = Produsen barang orientasi ekspor PI = Produsen barang subtitusi impor CE = Konsumen barang orientasi ekspor CI = Konsumen barang subtitusi impor TCE = Hambatan barang ekspor

TPI = Hambatan barang impor

Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor atau ekspor suatu komoditi, yang berupa pajak dan quata dengan maksud untuk menurunkan kuantitas barang impor dan untuk menciptakan perbedaan harga internaional dengan harga pada pasar domestik. Kebijakan perdagangan ada dua,


(44)

yaitu kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Kebijakan ekspor ditujukan untuk melindungi konsumen dalam negeri melalui penetapan harga domestik yang lebih rendah dari harga international, dengan cara pengenaan pajak ekspor. Kebijakan impor dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri melalui penetapan harga pasar domestik yang lebih rendah, sehingga kebijakan yang dilakukan berupa tarif impor atau quata impor.

2.3.1. Kebijakan Harga Output

Kebijakan terhadap output baik berupa pajak maupun subsidi, dapat diterapkan pada produsen barang impor dan barang ekspor. Kebijakan terhadap output dijelaskan dengan Transfer Output (OT) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO). Dampak dari subsidi negatif terhadap produsen untuk barang ekspor dapat dilihat pada Gambar 1.

P

. A

S

Pw B D F H

Pd E G J

D K

Q1 Q2 Q4 Q3 Q

Gambar 1. Dampak Subsidi Negatif Pada Produsen Barang Ekspor

Sumber : Monke and Pearson, 1989

Pada situasi perdagangan bebas, harga yang diterima oleh produsen output dan konsumen dalam negeri dengan harga dunia yaitu sebesar Pw dengan tingkat


(45)

output yang dihasilkan sebesar Q1, sehingga terjadi ekses supply di dalam negeri sebesar BHJ. Terjadinya ekses supply membuat output yang dihasilkan harus diekspor ke luar negeri sebesar Q3-Q1. Besarnya surplus konsumen adalah ABPw sedangkan surplus produsennya sebesar PwHK.

Subsisi negatif pada produsen Output (NPCO negatif), menyebabkan perubahan harga dalam negeri yaitu harga yang diterima produsen dan konsumen menjadi lebih rendah dari harga pasar dunia (Pd < Pw). Tingkat harga sebesar ini, menyebabkan konsumsi dalam negeri dari Q1-Q3 menjadi Q2-Q4. Terjadi surplus produsen yaitu sebesar PwHGPd dan perubahan surplus konsumen sebesar PdEBPw dan besarnya transfer Output (OT) atau pajak kepada pemerintah sebesar DFGE. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen untuk memperoleh keuntungan dan juga tidak ditransfer baik kepada konsumen maupun pemerintah.

2.3.2. Kebijakan Harga Input

Kebijakan pemerintah juga diberlakukan pada variabel input tradable maupun non tradable. Sebagai ilustrasi intervensi berupa subsidi dan pajak pada input dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 (a) menunjukkan efek pajak terhadap input tradable yang digunakan. Biaya pajak menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva supply bergeser ke atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1ACQ2 dengan ongkos produksi dari output Q2BAQ1.


(46)

P S* P S S

C S*

Pw

C A A B B D D Q2 Q1 Q Q1 Q2 Q

(a) (b)

Gambar 2. Subsidi dan Pajak Pada Input

Sumber : Monke and Pearson, 1989

Keterangan : S-II = Pajak untuk input impor S+II = Subsidi untuk input impor Pw = Harga di Pasar Internacional

Gambar 2(b) memperlihatkan dampak subsidi input menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser ke bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah ABC perbedaan antara biaya produksi yang bertambah dengan meningkatnya output dengan peningkatan nilai input.

Pada input non tradable, intervensi pemerintah berupa halangan perdagangan tidak tampak karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri. Intervensi pemerintah adalah subsidi positif dan subsidi negatif (pajak) dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada Gambar 3 (a) dengan adanya pajak (Pc-Pp) menyebabkan produk yang dihasilkan turun menjadi Q2. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada subsidi positif (Gambar 3b) adanya subsidi menyebabkan produk meningkat dari Q1 ke Q2, harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun menjadi Pc. Kehilangan efisiensi dapat dilihat dari perbandingan antara


(47)

peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar.

P S P

S Pc C Pp C

Pd B A Pd A B

Pp D Pc D D D

Q2 Q1 Q Q1 Q2 Q Gambar 3. Dampak Subsidi dan Pajak terhadap Input Non Tradable

Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :

Pd = Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi

Pc = Harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi Pp = Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi

2.4. Policy Analysis Matrix

Model atau kerangka analisis ekonomi lainnya yang lebih lengkap untuk menganalisis keadaan ekonomi dari pemilik ditinjau dari sudut usaha swasta (private profit) dan sekaligus memberi ukuran tingkat efesien ekonomi usaha atau keuntungan sosial (social profit) adalah dengan menggunakan model Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix, PAM). Menurut Monke and Pearson (1989), model PAM dapat memberikan pemahaman lebih lengkap dan konsisten terhadap semua pengaruh kebijakan dan kegagalan pasar pada penerimaan (revenue), biaya-biaya (cost), dan keuntungan (profit) dalam produksi sektor pertanian secara luas.


(48)

Menurut Monke and Pearson (1989), kontruksi model policy analysis matrix (PAM) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kontruksi Model Policy Analysis Matrix

Biaya (cost) Komponen Penerimaan

(Revenues) Input

Tradable

Faktor Domestik

Keuntungan (Profits) Harga Privat

(Private prices)

A B C D1

Harga Sosial (Social prices)

E F G H2

Pengaruh divergensi (Effects divergensces)

I3 J4 K5 L6

Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :

1. Keuntungan Privat (D) = A - B - C, 2. Keuntungan Sosial (H) = E - F- G, 3. Transfer Output (I) = A – E, 4. Transfer Input (J) = B – F, 5. Transfer Faktor (K) = C – G, dan

6. Transfer Bersih (L) = D – H = I – J = K.

Tiga issues yang menyangkut prinsip-prinsip yang dapat ditelaah (investigate) dengan model PAM, yaitu :

1. Dampak kebijakan terhadap dayasaing (competitiveness) dan tingkat profitability pada tingkat usahatani.

2. Pengaruh kebijakan investasi pada tingkat efesiensi ekonomi dan keunggulan komparatif (comparative advantage).

3. Pengaruh kebijakan penelitian pertanian pada perbaikan teknologi, selanjutnya model PAM merupakan produk dari dua identitas perhitungan, yaitu: (1) tingkat keuntungan atau profitabilitas (profitability) merupakan perbedaan antara penerimaan dan biaya-biaya, dan (2) pengaruh penyimpangan atau divergensi (distorsi kebijakan dan kegagalan pasar) merupakan perbedaan


(49)

antara parameter-parameter yang diobservasi dan parameter yang seharusnya ada terjadi jika divergensi tersebut dihilangkan.

2.4.1. Simulasi Sensitivitas

Simulasi sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan hasil analisis suatu kegiatan ekonomi, bila ada suatu kesalahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensititivas merupakan suatu teknik analisa untuk menguji perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi (proyek) secara sistematis, bila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan.

Menurut Kadariah (1992), Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara (1) mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, maing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu prosentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut, dan (2) menentukan dengan berapa besar suatu harus berubah sampai hasil pehitungan yang membuat proyek tidak dapat diterima.

Analisis sensitivitas membantu menentukan unsur-unsur kritikal yang berperan dalam menentukan hasil dan proyek. Analisis kepekaan dilakukan dengan mengubah suatu atau kombinasi unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan terhadap hasil analisis. Kelemahan Analisis sensitivitas adalah : 1. Analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena

merupakan analisis parsial yang hanya mengubah satu paramater pada suatu saat tertentu.

2. Analisis sensitivitas hanya mencatat apa yang terjadi jika variabel berubah-ubah dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.


(50)

Dalam kaitannya dengan PAM, analisis sensitivitas akan mereduksi kelemahan dari alat analisis PAM tersebut, karena PAM bersifat statis dan tidak dimungkinkannya dilakukan simulasi untuk melihat pengaruh perubahan dari faktor-faktor penting dalam usahatani Pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak.

2.5. Sistem Pemasaran

Konsep pemasaran atau pemasaran didefinisikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain ( Kotler, 1997).

2.5.1. Struktur Pasar

Struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distrubusi perusahaan menurut berbaga ukuran, deskripsi produk dan diferensiasi produk, syarat-syarat masuk dan lain sebagainya. Struktur pasar dicirikan oleh konsentrasi pasar, diferensiasi produk, kebebasan untuk keluar masuk dalam pasar ( Limbong dan Sitorus, 1987).

Menurut Kotler (1997), struktur pasar diklasifikasikan berdasarkan sifat dan bentuk menjadi dua yaitu pasar bersaing sempurna dan struktur pasar tidak bersaing sempurna jika memenuhi ciri-ciri antara lain terdapat banyak penjual dan pembeli, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil jumlah barang atau jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar, barang dan jasa bersifat homogen, serta penjual dan pembeli bebas untuk keluar masuk pasar.


(51)

2.5.2. Perilaku Pasar

Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar. Perilaku pasar tersebut dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga pemasaran tersebut. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya, dan marjin pemasaan, serta jumlah komoditi yang diperdagangkan (Dahl and Hammond, 1977).

2.5.3. Saluran dan Lembaga pemasaran

Saluran pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1987), adalah saluran yang digunakan produsen untuk mendistribusikan produknya kepada konsumen dari titik produsen sampai ke tangan konsumen. Saluran pemasaran melibatkan berbagai lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran dapat diartikan sebagai badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran pada saat produk bergerak dari produsen ke konsumen akhir. Badan-badan yang termasuk dalam lembaga pemasaran adalah produsen, pedagang perantara dan lembaga pembeli jasa.

Produsen adalah golongan yang menghasilkan barang atau produk. Produsen juga melakukan fungsi penjualan yang merupakan salah satu dari fungsi pemasaran. Pedagang perantara merupakan badan-badan yang berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui aktivitas jual beli.


(52)

2.5.4. Fungsi-Fungsi Pemasaran

Pada sistem pemasaran terdapat banyak kegiatan yang berbeda yang diperlukan dalam proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen. Kegiatan-kegiatan tersebut dikenal sebagai fungsi pemasaran.

Dalam proses penyampaian barang dan jasa kepada konsumen diperlukan tindakan yang dapat memperlancar proses tersebut yang disebut dengan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran meliputi:

1. Fungsi pertukaran, yaitu kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan meliputi fungsi penjualan dan pembelian. 2. Fungsi Fisik, yaitu semua kegiatan yang langsung berhubungan dengan

barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Kegiatan yang termasuk dalam fungsi fisik meliputi penyimpanan, fungsi pengolahan, fungsi pengemasan, dan fungsi pengangkutan.

3. Fungsi fasilitas, yaitu semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pemiayaan dan fungsi informasi pasar.

2.5.5. Marjin Pemasaran

Tomek and Robinson (1977), mendefinisikan marjin pemasaran sebagai : (1) perbedaan antara harga dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani, (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh jasa pemasaran sebagai akibat adanya penawaran dan permintaan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Limbong dan Sitorus, 1987, bahwa marjin pemasaran adalah selisih harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima petani.


(53)

Di negara-negara maju semakin tinggi pemasaran maka pemasaran dianggap konsisten dan efisien karena ditingkatnnya kegunaan barang tersebut yang mencerminkan jasa-jasa yang digunakan oleh konsumen dan untuk itu mereka bersedia membayarnya (Limbong dan Sitorus, 1987). Sedangkan untuk negara-negara yang sedang berkembang tingginya marjin pemasaran dianggap sebagai indikator adanya in-efisiensi dalam sistem pemasaran karena pada umumnya belum disertai dengan peningkatan dan perbaikan kegunaan barang tersebut.

Harga Sr Pr Sf

Marjin Pemasaran

Pf

Dr Df

0 Qr,f Jumlah

Gambar 4. Komponen Marjin Pemasaran

Sumber : Dahl and Hammond, 1977 Keterangan :

Pf = Harga ditingkat petani Sr = kurva penawaran pengecer Pr = harga ditingkat pengecer Df = kurva permintaan petani Sf = kurva penawaran petani Dr = kurva permintaan pengecer Qr,f = jumlah keseimbangan di tingkat Petani dan pengecer

Dahl and Hammod (1977), mendefinisikan marjin pemasaran sebagai perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (pr). Marjin pemasaran tersebut terdiri dari komponen-komponen marjin sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4. Melalui gambar tersebut dapat dilihat bahwa, bila marjin pemasaran (Pr-Pf) dikalikan dengan jumlah komoditas yang ditawarkan

Nilai Marjin (Pr-Pf) Qr,f


(54)

(Qr,f), maka hasilnya disebut nilai marjin pemasaran. Dalam gambar tampak bahwa nilai marjin pemasaran terbagai dua komponen.

Pertama, berupa pembayaran yang diberikan kepada faktor-faktor produksi yang dipergunakan dalam proses produksi. Pembayaran tersebut terdiri dari upah untuk tenaga kerja, bunga, modal, sewa tanah dan bangunan, laba bagi kewiraswataan dan resiko modal. Seluruh beban biaya disebut biaya pemasaran

(marketing cost). Kedua, pembayaran yang diberikan kepada berbagai pelaku

yang terlibat dalam pemasaran seperti pembayaran kepada pengecer (retailer), pedagang pengumpul (assembler), dan pedagang perantara (grosir).

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa analisis marjin pemasaran bertujuan untuk mengukur : (1) pangsa pasar yang diterima oleh petani produsen dari harga yang dibayar konsumen akhir, (2) biaya-biaya penyaluran komoditas yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran seperti biaya pengangkutan, bongkar muat, pengepakan, pembersihan, penimbangan, susut,retribusi dan penyimpanan, (3) marjin keuntungan pedagang perantara yang melaksanakan kegiatan pemasaran komoditi buah jeruk mulai dari tingkat petani sampai ke tingkat konsumen akhir.

Perbandingan nisbah marjin keuntungan terhadap biaya pemasaran dari setiap jenis buah jeruk di daerah penelitian. Untuk mengetahui saluran pemasaran mana yang sistem pemasarannya lebih efisien adalah dengan melihat perbandingan antara satu saluran pemasaran dengan saluran lainnya. Pengukuran marjin pemasaran buah jeruk dapat dipergunakan untuk mengukur semua pihak yang terlibat dalam sistem pemasaran jeruk di daerah penelitian misalnya pedagang pengumpul, distributor, dan pengecer yang mendapat imbalan jasa.


(55)

2.5.6. Farmer’s Share

Tersebarnya lokasi produksi dalam wilayah yang luas dan jauh dari pusat pemasaran hasil produksi menyebabkan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat. Kondisi ini mengakibatkan jasa-jasa pedagang pengumpul masih tetap diperlukan. Semakin panjang rantai pemasaran maka biaya pemasaran atau biaya tataniaga akan semakin besar. Hal ini berakibat semakin banyaknya marjin tataniaga sehingga bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) akan semakin kecil. Kecilnya bagian yang diterima petani akan mengakibatkan kurangnya dorongan bagi para petani untuk memproduksi lebih lanjut.

Kohl and Ulh (1990), menyatakan bahwa besarnya bagian yang diterima petani dipengaruhi oleh tingkat pemprosesan biaya transportasi, keawetan atau mutu produksi dan jumlah produksi. Tingkat efisiensi pemasaran dapat diukur juga melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Dengan semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem pemasaran akan semakin efisien. Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran di setiap lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio Keuntungan dan Biaya =

N

i

C

i ...(2.1) dimana:

Ni = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Ci = Biaya lembaga pemasaran tingkat k-i

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu

2.6.1. Studi Mengenai Kelayakan Finansial dan Ekonomi

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2005), di Kabupaten Selayar, Sulawesi selatan, mengenai keragaan dan analisis pengembangan usahatani jeruk


(56)

keprok secara umum, teknologi budidaya jeruk keprok yang berkembang di tingkat petani cukup baik dengan menggunakan input produksi dari sumberdaya setempat dan input yang rendah cukup menguntungkan dengan nilai NPV Rp. 20.7 juta, B/C ratio 2.69, dan IRR 66.24 persen dengan dasar perhitungan discaunt faktor 20 persen.

Hasil Penelitian Rustiadji (2005), mengenai analisis pengembangan agribisnis buah jeruk di wilayah agropolitan Kota Batu Malang Jawa Timur, berdasarkan penelitiannya diperoleh jawaban strategi pengembangan buah jeruk di wilayah agribisnis Kota Batu Malang untuk saat ini, adalah kinerja finansial usahatani menunjukkan bahwa usahatani buah jeruk layak untuk dikembangkan yang ditunjukkan oleh nilai B/C ratio yang diperoleh lebih besar dari satu, nilai NPV yang positif dan nilai IRR yang lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku di lokasi penelitian. Rantai pemasaran produksi buah jeruk menunjukkan belum efisien karena petani menerima marjin yang relatif rendah sementara pelaku tataniaga lainnya menerima marjin yang lebih besar dan struktur rantai pemasarannya masih terlalu panjang dan melibatkan banyak pelaku tataniaga.

2.6.2. Studi Mengenai Policy Analysis Matrix

Hasil penelitian Emilya (2001), mengenai analisis keunggulan komparatif dan kompetitif serta dampak kebijakan pemerintah pada pengusahaan komoditas tanaman pangan menunjukkan bahwa komoditas pangan memperoleh profit diatas normal atau memiliki kelayakan untuk diusahakan dan dikembangkan di Provinsi Riau dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Secara privat dan sosial, komoditas pangan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang dapat dilihat dari nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu. Artinya pengusahaan komoditas pangan


(57)

di Provinsi Riau mempunyai dayasaing dan mampu dikembangkan dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Keunggulan tertinggi terdapat pada komoditas padi, kedelai dan jagung. Tingginya tingkat komoditas padi, kedelai dan jagung lebih banyak disebabkan karena ketiga komoditas tersebut mendapat prioritas utama dari pemerintah sejalan dengan program ketahanan pangan terutama untuk peningkatan produksi dan produktivitasnya.

Hasil penelitian Novianti (2003), Analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas unggulan sayuran menunjukkan bahwa komoditas kentang dan bawan merah di ketiga daerah penelitian (Garut, Bandung dan Majalengka) menghasilkan nilai PCR dan DRC yang lebih kecil daripada satu. Artinya kedua komoditas unggulan sayuran tersebut di ketiga tempat penelitian memiliki dayasaing sehingga mampu bersaing dan diharapkan dapat berkembang dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Sementara usahatani kubis, hanya memiliki keunggulan komparatif tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi pemerintah menghambat usahatani kubis sehingga usahatani menjadi tidak efisien.

2.6.3. Studi Mengenai Sistem Pemasaran

Hasil penelitian Muani (1993), Analisis Kelembagaan dan Saluran Distribusi Komoditas Jeruk Siam dari daerah Kaimantan Barat menunjukkan bahwa berdasarkan pola saluran distribusi komoditas jeruk Siam Pontianak terdapat kecenderungan makin rendah grade makin kecil bagian yang diterima petani produsen dari harga konsumen. Bagian harga petani produsen relatif kecil pada saluran distribusi tujuan pasar DKI Jakarta adalah grade AB 23.76 persen, C= 19.39 persen, D=11.56 persen dan E= 9.00 persen, sedangkan pada saluran


(58)

distibusi Bandung grade AB=20.96 persen, C=16.16 persen, D=11.06 persen dan E=7.14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Pola distribusi pemasaran jeruk Siam pontianak sudah efisien karena srtuktur pasar bersifat oligopolistik.

Hasil kajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat (2006), Pengkajian agroniaga jeruk Siam Pontianak menunjukkan bahwa terdapat lima hubungan antar lembaga, yaitu (1) petani dan pedagang mempunyai pemasaran murni, belum terlihat adanya hubungan hutang-piutang sehingga petani bebas memilih pasar, (2) hubungan pengumpul dengan pedagang antar pulau dan distributor lokal ada dua macam, yaitu hubungan pasar murni (pengumpul free lance) dan hubungan bantuan modal atau kaki tangan (pengumpul hencman), (3) hubungan antara pedagang antar pulau dan distributor di luar Kalimantan Barat adalah hubungan pemasaran yang menganut 3 macam sistem transaksi, yaitu sistem komisi, sewa dan harga lepas, (4) hubungan antara distributor dan pengecer lebih banyak murni perdagangan dan bersifat langganan. Keduanya tidak mempunyai hubungan yang mengikat, sehingga pengecer mempunyai banyak pilihan dalam pembelian jeruk, (5) hubungan antara pengecer dengan konsumen bersifat jual-beli murni tanpa ikatan tertentu, dan struktur pasar bersifat oligopolistik dan secara umum pola distribusi pemasaran cukup efisien.

Penelitian mengenai analisis pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak sendiri belum pernah dilakukan, sehingga perlu untuk diteliti. Penelitian di Provinsi Kalimantan Barat ini dilaksanakan berdasarkan informasi-informasi yang dikembangkan oleh penelitian sebelumnya mengenai konsep agribisnis jeruk, oleh karena itu penelitian di Provinsi Kalimantan Barat bertujuan untuk meneruskan penelitian yang dilakukan oleh Rustiadji (2005), Novianti (2003), dan Balai


(59)

Pengakajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat (2006) pada tempat, komoditi dan metodologi yang berbeda dari penelitian sebelumnya.

2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual

Gambar 5 menunjukkan kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini. Sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura khususnya jeruk Siam Pontianak merupakan salah satu komoditas unggulan yang banyak diusahakan oleh petani di Provinsi Kalimantan Barat yaitu melibatkan sekitar 178 kelompok tani, jumlah petani yang terlibat sekitar 23 ribu petani dengan luasan areal tanaman produktif sekitar 4 ribu Hektar. Namun komoditas ini belum mampu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap PDRB pada 5 tahun terakhir ini. Walaupun dalam kurun waktu tahun 1983-1992 komoditas jeruk telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap PDRB sebesar Rp 150 milyar dari total PDRB sektor tanaman pangan Rp 650 milyar Provinsi Kalimantan Barat.

Melalui program kebijakan pemerintah terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Kalimantan Barat seluas 10 ribu Hektar pada tahun 2001 dengan sasaran merehabilitasi tanaman yang terserang hama penyakit, kurang produktif dan perluasan areal tanaman baru. Hal ini karena peningkatan permintaan buah jeruk pasar domestik maupun International, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan taraf hidup petani dalam peningkatan pendapatan dengan sumber utama dari pengembangan usahatani jeruk Siam Pontianak serta kaitannya dengan peranan/kontribusi PAD, peluang investasi dan penyerapan tenaga kerja. Sehingga melalui pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak menjadi aspek yang sangat strategis dan penting.


(60)

Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan

Barat Kelayakan

Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak

Usahatani

Finansial dan Eknomi

Sistem Pemasaran

PAM

Analisis Dayasaing Nilai PCR Nilai DRC Pengembangan Komoditas Unggulan

Provinsi Kalimantan Barat Jeruk Siam Pontianak

Gambar 5. Diagram Kerangka Pemikiran Konseptual

Analisis Keuntungan Keuntungan Privat Keuntungan Sosial


(61)

Dari aspek finansial dan ekonomi, kehidupan petani jeruk masih tergolong dalam kelompok masyarakat berekonomi lemah. Petani yang mengusahakan jeruk saat ini berada pada kondisi ekonomi yang memperhatinkan akibat dari rendahnya harga produk jeruk atau meningkatnya sarana produksi dikalangan petani. Secara umum di wilayah perdesaan dan kecamatan sebagai sentra jeruk Siam Pontianak mengalami keterbatasan infrastruktur jalan usahatani, selain itu sistem informasi masih sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan transfortasi secara umum dilakukan melalui sungai-sungai, informasi pasar langka dan mahal untuk diperoleh, sehingga harga tidak berfungsi sebagai koordinator informasi untuk pengalokasian sumberdaya secara efisien.

Kondisi ini menyebabkan petani jeruk memilih sistem kelembagaan diluar institusi pasar yang merupakan kelembagaan meskipun menerima bagian harga yang lebih kecil. Untuk mengetahui sejauh mana peluang pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani, kelayakan usaha meliputi kelayakan finansial dan ekonomi, sistem pemasaran (marjin tataniaga) serta analisis pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dengan menerapkan metode pendekatan Policy Analysis Matrik (PAM) melalui pendefinisian masalah dan menemukan solusi masalah serta membuat rumusan terhadap kebijakan yang akan dijalankan sehingga pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dapat tercapai serta memiliki dayasaing yang tinggi


(62)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dilaksanakan pada daerah pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, yaitu Kabupaten Sambas pemilihan lakosi dilakukan secara sengaja (purposive sampling), dengan pertimbangan Kabupaten Sambas merupakan daerah pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dan salah satu daerah potensi pengembangan komoditas buah tropis Indonesia berdasarkan riset unggulan strategis Nasional (SK Menteri Pertanian RI No.312/TU.210/A/X/Th 2002). Pelaksananan pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2007.

3.2. Teknik Pengambilan Contoh

Pada penelitian ini teknik pengambilan contoh untuk tingkat Kecamatan dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling) yaitu sebanyak 5 Kecamatan meliputi Kecamatan Tebas, Pemangkat, Semparuk, Sambas, dan Selakau dengan pertimbangan daerah Kecamatan tersebut merupakan potensi jeruk terluas dari 16 Kecamatan yang ada di Kabupaten Sambas. Dari masing-masing Kecamatan dipilih dua Desa dengan cara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan Desa tersebut merupakan daerah potensi jeruk terluas. Dari dua Desa tersebut masing-masing diambil 6 orang petani responden sehinga jumlah keseluruhan terdapat 60 orang petani responden yang diambil secara stratified proposional

rondom sampling. Pengambilan responden sebelumnya dilakukan dengan cara


(63)

24 responden, 6-10 tahun sebanyak 26 responden dan diatas 10 tahun sebanyak 10 responden dengan pertimbangan cukup mewakili populasi yang homogen serta karakteristik umur tanaman yang beragam. Pengambilan sampel untuk pedagang pengumpul atau pengecer dilakukan dengan cara purposive sampling dengan alasan responden tersebut dianggap dapat memberikan informasi yang lengkap dan jelas mengenai harga pada saluran pemasaran jeruk Siam Pontianak.

3.3. Jenis dan Sumber Data

1. Data sekunder, merupakan data pelengkap dari data primer, yaitu data yang diinvestarisasi dan ditelusuri dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Departemen Pertanian, dan dinas/instansi terkait khususnya di Provinsi Kalimantan Barat, serta literatur-literatur lain yang relevan dengan penelitian.

2. Data primer, merupakan data yang diperoleh dengan melalui pengamatan langsung, wawancara, dan hasil pengisian quesioner terhadap responden yang terkait dengan penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) bagi petani jeruk, pedagang pengumpul/agen, pedagang besar/eksportir, dan pihak yang terlibat dalam pengembangan jeruk Siam Pontianak.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Hasil dari pengumpulan data dipergunakan untuk menganalisis pendapatan usahatani, kelayakan usaha yaitu finansial dan ekonomi, analisis kebijakan pemerintah dan analisis sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak.


(64)

3.4.1. Analisis Kelayakan Usaha 3.4.1.1.Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak. Rumus ini diformulasikan sebagai berikut :

Pendapatan (π) = TR-TC... (3.1) dimana :

TR = total penerimaan TC = total pengeluaran

Kriteria hasil dari analisis pendapatan usahatani diperoleh nilai TR > TC, maka pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak layak untuk dikembangkan, sedangkan bila nilai TR < TC maka pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak tersebut tidak layak untuk dikembangkan dan TR = TC, maka usaha pengembangannya mencapai break event point.

3.4.1.2. Net Present Value

Net Present Value (NPV) adalah jumlah nilai arus tunai pada waktu

sekarang setelah dikurangi dengan modal yang dianggap sebagai ongkos investasi selama waktu tertentu. Suatu usaha pengembangan dikatakan layak untuk dikembangkan apabila NPV ≥ 1. Jika NPV = 0, berarti usaha pengembaliannya persis sebesar social opportunity cost of capital atau sebesar tingkat suku bunga, dan apabila NPV < 0, maka proyek tidak menguntungkan atau tidak layak untuk dikembangkan, sehingga sebaiknya proyek tidak dilaksanakan dan investasi diberikan pada kegiatan lain yang lebih menguntungkan.


(65)

NPV

= t n t t t

i

C

B

)

1

(

)

(

0

+

=

... (3.2) dimana :

NPV = nilai bersih sekarang

Bt = total pendapatan pada tahun ke-t

Ct = total biaya (biaya tetap dan variabel) pada tahun ke-t i = tingkat diskonto

n = umur investasi

3.4.1.3. Internal Rate of Return

Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat suku bunga yang

menunjukkan nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau dengan kata lain tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV=0), perhitungan IRR ditulis sebagai berikut:

( )

( )

= = + + n t t t n t t t i i

C

B

1 1 1 1

= i ………. (3.3)

dimana:

i = IRR, tingkat bunga tersebut merupakan bunga maksimum yang dapat dibayar oleh proyek untuk faktor produksi yang digunakan. Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun

Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun t = 1,2,………n

n = jumlah tahun

i = tingkat bunga (diskonto)

Kriteria hasil dari analisis IRR diperoleh nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga (i) yang berlaku, maka pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak layak untuk dikembangkankan. Sedangkan bila nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga (i) yang berlaku, maka pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak


(1)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sasaran Produksi Buah untuk Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri Ekspor dan Pemenuhan Bahan Industri Pengolahan

Tahun 2005-2025 ... 3 2. Luas Lahan Pengembangan Baru Jeruk di 10 Provinsi di

Indonesia ... 4 3. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditi... 16 4. Kontruksi Model Policy Analysis Matrix... 21 5. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Biaya Domestik

dan Komponen Biaya Asing ... 45 6. Alokasi Biaya Tataniaga Berdasarkan Komponen Biaya Domestik

dan Komponen Biaya Asing ... 46 7. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Jeruk Siam Pontianak

di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2002-2006 ... 60 8. Karasteristik Responden Pengembangan Sentra Jeruk Siam

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 70 9. Rata-rata Produksi Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan

Barat... 73 10. Grade Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Menurut Standar Nasional ... 75 11. Analisis Pendapatan Usahatani Pengembangan Sentra Jeruk Siam

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 77 12. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Pengembangan Sentra

Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 80 13. Hasil Analisis Sensitivitas Kelayakan Pengembangan Sentra Jeruk

Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 82 14. Analisis Policy Analysis Matrix Pengembangan Sentra Jeruk Siam


(2)

15. Analisis Sensitivitas Dampak Kebijakan Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 89 16. Fungsi-fungsi Pemasaran yang dilakukan oleh Lembaga Pemasaran


(3)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor... 17

2. Subsidi dan Pajak Pada Input... 19

3. Dampak Subsidi dan Pajak Terhadap Input Non Tradable... 20

4. Komponen Marjin Pemasaran ... 26

5. Diagram Kerangka Pemikiran Konseptual ... 33

6. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kalimantan Barat, Tahun 2005 dan 2005... 61

7. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Kalimantan Barat Tahun 2000... 62

8. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Kalimantan Barat Tahun 2005... 63


(4)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perhitungan Harga Paritas Ekspor dan Impor Pengembangan Sentra

Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat ... 124 2. Nilai Kurs Tengah US Dollar Terhadap Mata Uang Rupiah

Tahun 1999-2007 ... 125 3. Perkembangan Ekspor dan Impor Jeruk Tahun 2005-2006... 126 4. Analisis Pendapatan Usahatani Jeruk Siam Pontianak di Provinsi

Kalimantan Barat... 127 5. Input-Output Fisik Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 128 6. Harga Privat Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di

Provinsi Kalimantan Barat ... 130 7. Budget Privat Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di

Provinsi Kalimantan Barat ... 132 8. Harga Sosial Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di

Provinsi Kalimantan Barat ... 134 9. Harga Budget Sosial Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat ... 136 10. Analisis Struktur Biaya PAM Pengembangan Sentra Jeruk Siam...

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 138 11. Analisis PAM Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi

Kalimantan Barat ... 140 12. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Pada Saluran ke-1... 141 13. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Pada Saluran ke-2... 142 14. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat


(5)

15. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat Pada Saluran ke-4... 146 16. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Pada Saluran ke-5... 148 17. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Pada Saluran ke-6... 150 18. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

Pada Saluran ke-7... 152 19. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat


(6)