HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP MASA PENSIUN DENGAN PERILAKU MENABUNG PADA PEKERJA USIA DEWASA AWAL

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP MASA PENSIUN DENGAN
PERILAKU MENABUNG PADA PEKERJA USIA DEWASA AWAL

SKRIPSI

Oleh :
Nurul Wahidah
201210230311009

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

i

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP MASA PENSIUN DENGAN
PERILAKU MENABUNG PADA PEKERJA USIA DEWASA AWAL

SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu
persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi


Oleh :
Nurul Wahidah
201210230311009

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

ii

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi
2.
3.
4.
5.
6.


Nama Peneliti
NIM
Fakultas
Perguruan Tinggi
Waktu Penelitian

: Hubungan persepsi terhadap masa pensiun dengan perilaku
menabung pada pekerja usia dewasa awal
: Nurul Wahidah
: 201210230311009
: Psikologi
: Universitas Muhammadiyah Malang
: 7 – 20 Januari 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 30 April 2016
Dewan Penguji
Ketua Penguji
: Zakarija Achmat, S.Psi., M.Si
Anggota Penguji : 1. Susanti Prasetyaningrum, M.Psi
2. Ni’matuzahroh S.Psi., M.Si

3. Zainul Anwar, S.Psi., M.Psi

(
(
(
(

Pembimbing 1

)
)
)
)

Pembimbing 2

Zakarija Achmat, S.Psi., M.Si

Susanti Prasetyaningrum, M.Psi


Malang, 30 April 2016
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Dra. Tri Dayakisni, M.Si

iii

SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama

: Nurul Wahidah

Nim

: 201210230311009

Fakultas /Jurusan


: Psikologi

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul :
Hubungan Persepsi terhadap Masa Pensiun dengan Perilaku Menabung Pada Pekerja
Usia Dewasa Awal
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam
bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan
Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan
undang-undang yang berlaku

Malang, 30 April 2016
Mengetahui
Ketua Program Studi


Yang Menyatakan

Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si

Nurul Wahidah

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan
Persepsi terhadap Masa Pensiun dengan Perilaku Menabung pada Pekerja Usia Dewasa
Awal” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Universitas
Muhammadiyah Malang.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Bapak Zakarija Achmad S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing 1 dan Ibu Susanti
Prasetyaningrum M.Psi selaku dosen pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu
dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Muhammad Shohib, S.Psi, M.Si selaku dosen yang banyak membantu dalam
penelitian mengenai Psikologi Ekonomi.
4. Ibu Diana Savitri Hidayati, M.Psi selaku dosen wali yang telah memberikan nasihat,
dukungan, dan motivasi kepada penulis mulai dari awal perkuliahan hingga selesainya
skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bentuk pencurahan wawasan akademik dan
wawasan moral kepada penulis.
6. Staff Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang terima kasih
karena telah banyak membantu dalam hal administrasi.
7. Ayahanda Alm. Aminur, ibunda Hamidah, adinda Nur Hidayat Tsani, serta keluarga
besar H. Asnawi dan Alm. H. Achmad sebagai kekuatan luar biasa penulis hingga
akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk do’a, kasih sayang serta
segala dukungannya.

8. Heru Jayadi yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, doa dan dukungan dari
awal perkuliahan hingga saat ini.
9. Risa Septiana, Amynindya Pramulyanti, Yunita Rachmawati, Rena Hidayati, Rizky
Amelia atas segala nasihat, omelan, kesabaran, kasih sayang. Semoga persahabatan
ini dapat terus terjalin.
10. Penghuni kosan 96 tercinta (Mba pipeh, Kembang, Mba Diw, Koneng, Arum Sate,
Cyntia dan Quenta), teman-teman Psikologi A 2012 yang luar biasa (khususnya
terimakasih untuk Intan Purnamasari, Siti Faridah Azmi, Rahma Fitrah, M. Avif
Wibawa, Muthi’ah Anhar, Shella Lyana, Desi Wahyunisari), personil yummyeah
yang penuh dengan keunikannya (Aripe, Nisa, Mamay, Omjep, Ditong, Yo, Dian,
Sinta Ndut, Ojan, Gege, Ardi, Adam) serta teman-teman KPMB Malang memberikan
“rasa” seperti tetap di kampung halaman. Terimakasih atas segala dukungan, bantuan,
nasihat, persahabatan selama ini. Sukses buat kita semua.

v

11. Laboratorium Fakultas Psikologi beserta asisten, untuk setiap dukungan dan bantuan
selama ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah banyak
memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan dan mencurahkan rahmat dan hidayahNya atas segala yang telah mereka berikan kepada penulis dengan suatu harapan bahwa
kesuksesan dan keberhasilan selalu ada dalam diri kita. Aamiin.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, begitupun apa yang
penulis tulis masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat penulis harapakan. Penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat bagi
peneliti dan kepada pembaca.

Malang, 30 April 2016
Penulis

Nurul Wahidah

vi

DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... v

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL...................................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... ix

ABSTRAK ............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 2
LANDASAN TEORI ............................................................................................................. 6
Perilaku Menabung ................................................................................................................. 6
Persepsi Masa Pensiun ........................................................................................................... 7
Hubungan Persepsi Masa Pensiun dengan Perilaku Menabung ............................................. 10
Hipotesa ................................................................................................................................. 12

METODE PENELITIAN........................................................................................................ 13
Rancangan Penelitian ............................................................................................................. 13
Subjek Penelitian ................................................................................................................... 13
Variabel dan Instrumen Penelitian ......................................................................................... 13
Prosedur Penelitian dan Analisa Data Penelitian ................................................................... 14

HASIL PENELITIAN ........................................................................................................... 15
DISKUSI ................................................................................................................................ 17

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ............................................................................................ 19
REFERENSI .......................................................................................................................... 20
LAMPIRAN ........................................................................................................................... 23
vii

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Indeks Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ........................................... 14
Tabel 2. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................... 15
Tabel 3. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ................................................................... 15
Tabel 4. Deskripsi Responden Berdasarkan Status................................................................. 15
Tabel 5. Identifikasi Skor Skala Persepsi Terhadap Masa Pensiun ........................................ 16
Tabel 6. Identifikasi Skor Skala Perilaku Menabung ............................................................. 16
Tabel 7. Korelasi Antara Persepsi Terhadap Masa Pensiun Dengan Perilaku Menabung ... 16

viii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I
Skala Try Out Persepsi terhadap Masa Pensiun dan Perilaku Menabung
Skala Try Out Persepsi Terhadap Masa Pensiun ...................................................... 24
Skala Try Out Perilaku Menabung ........................................................................... 26
LAMPIRAN II
Analisa Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Validitas dan Reliabilitas Persepsi Terhadap Masa Pensiun .................................... 29
Indeks Validitas dan Reliabilitas Persepsi Terhadap Masa Pensiun ........................ 31
Validitas dan Reliabilitas Perilaku Menabung ......................................................... 31
Indeks Validitas dan Reliabilitas Perilaku Menabung .............................................. 32
LAMPIRAN III
Blue Print Skala Persepsi Terhadap Masa Pensiun dan Perilaku Menabung
Blue print skala Persepsi Terhadap Masa Pensiun ................................................... 34
Blue print skala Perilaku Menabung......................................................................... 36
LAMPIRAN IV
Skala Penelitian
Skala Persepsi Terhadap Masa Pensiun .................................................................... 43
Skala Perilaku Menabung ......................................................................................... 45
LAMPIRAN V
Tabulasi Data Penelitian
Tabulasi Data Penelitian Persepsi Terhadap Masa Pensiun ..................................... 47
Tabulasi Data Penelitian Perilaku Menabung........................................................... 56
LAMPIRAN VI
Uji Asumsi
Normalitas Data ...................................................................................................... 66
Linieritas ................................................................................................................. 69
Uji Korelasi Product Moment ................................................................................. 69

ix

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP MASA PENSIUN DENGAN
PERILAKU MENABUNG PADA PEKERJA USIA DEWASA AWAL
Nurul Wahidah
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
nurulwhdh24@gmail.com
Pensiun merupakan masa yang alamiah dialami pekerja apabila telah mencapai batas usia
pensiun. Setiap pekerja memiliki persepsi berbeda dalam mengartikan pensiun. Menabung
dapat dijadikan salah satu solusi untuk menghadapi perubahan finansial pada masa pensiun.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap masa
pensiun dengan perilaku menabung pada pekerja usia dewasa awal. Penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif korelasional dengan subjek penelitian berjumlah 250 karyawan swasta
usia 20 – 40 tahun di Kota Balikpapan. Metode pengambilan data menggunakan skala
persepsi terhadap masa pensiun dan skala perilaku menabung yang dianalisis melalui korelasi
product moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin positif persepsi terhadap
masa pensiun maka semakin tinggi perilaku menabung, begitu pula sebaliknya (p = 0.000, r =
0.478) dengan sumbangan efektif variabel persepsi terhadap masa pensiun dengan perilaku
menabung sebesar 22.84%.
Kata kunci : persepsi terhadap masa pensiun, perilaku menabung, pekerja usia dewasa awal
Retirement is the natural time which is experienced by the employees if they have reached
the limit of retired age. Employees has different perception about retirement. Saving can be
be chosen as one of the solutions to face the financial change in the retirement time. The aim
of this research is to find out the relationship between the perception about retirement time
and saving behavior toward employee in the early mature age. This research is the
correlational quantitative research with the research subject is 250 employees in the range age
of 20 - 40 years in Balikpapan. The method of obtaining data used the perception scale
toward retirement time and saving behavior scale which are analyzed through product
moment correlation. The result shows that the more positive perceptions about retirement of
the higher savings behavior, and vice versa (p = 0.000, r = 0.478) with the effective variable
contribution of the perception about retirement time with saving behavior in amount of
22.84%.
Keywords: The perception toward retirement time, saving behavior, employee in the early
mature age

1

Proses kehidupannya individu selalu mengalami sebuah siklus dimana akan adanya
peningkatan dan penurunan dalam perkembangan fisik, kognitif maupun psikologis pada
waktu tertentu sesuai dengan masa perkembangan yang dijalani. Proses kehidupan seorang
individu dimulai dari masa janin dalam kandungan, terlahir sebagai bayi, dan terus
mengalami berbagai perkembangan menuju masa dewasa, hingga akhir usianya menjelang
kematian. Menurut Santrock (2012) untuk masa dewasa itu sendiri terbagi 3, diantaranya
masa dewasa awal (usia 21– 40 tahun), masa dewasa menengah (usia 41 – 60 tahun), dan
masa dewasa akhir (usia 61 – kematian). Dan untuk pekerja produktif itu sendiri masuk
dalam tahapan masa dewasa awal.
Menurut Santrock (2012) puncak performa fisik terjadi antara usia 19 hingga 26 tahun. Sejak
usia pertengahan dua puluh hingga akhir dewasa awal, individu juga sering mencari
kestabilan untuk karier awal mereka di bidang tertentu. Mereka mungkin bekerja keras untuk
meningkatkan karier dan memperbaiki keadaan finansial mereka. Selain itu, secara kognitif
puncak kreativitas individu diraih di masa dewasa sekitar pada usia empat puluhan, setelah
itu mengalami penurunan. Pada tahapan usia ini, manusia mengalami perubahan yang
signifikan di dalam hidupnya, hal ini dapat dilihat pada tuntutan yang diharapkan dari dewasa
muda untuk menjalani peran-peran baru dalam hidupnya. Karena hal inilah, tepat apabila usia
dewasa awal merupakan usia yang produktif bagi seorang pekerja dalam kehidupan
kariernya.
Bagi individu yang bekerja, akan mendapatkan upah dari hasil kerjanya. Seperti yang telah
tercatat dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 88 ayat 1 No 13 Tahun 2003 yang berbunyi,
“Setiap pekerja / buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”. Hal demikian dilakukan sebagai bentuk kewajiban dari pihak
pemilik lapangan pekerjaan untuk memberikan apresiasi atau imbal balik terhadap kinerja
dari pekerja. Namun nyatanya masih saja adanya demo yang dilakukan para buruh atau
pekerja di Jakarta kepada pihak Pemerintah untuk menuntut berbagai hal, diantaranya
kenaikan upah minimum sebesar 25% pada tahun 2016 serta adanya jaminan pensiun untuk
para pekerja. Hal ini dikarenakan semakin butuhnya masyarakat menuntut kesejahteraan bagi
kehidupannya baik ketika bekerja maupun setelah memasuki pensiun nanti (Praditya dalam
(Liputan6.com, 31 Agustus 2015)).
Penelitian yang dilakukan di Malaysia oleh Ibrahim, Isa & Ali (2012) mendapatkan hasil
bahwa tingkat kesadaran karyawan Malaysia dianggap masih rendah mengenai tabungan
pensiun. Banyak dari mereka yang kurang memahami mengenai pentingnya tabungan untuk
pensiun. Mereka hanya menyadari kebutuhan untuk menabung untuk pensiun nanti ketika
mereka memiliki cukup uang untuk membiayai pengeluaran masa depan mereka. Sehingga
hal ini menyebabkan banyak pensiunan harus kembali memasuki pasar kerja untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya ketika pensiun nanti. Memang ketika berbicara mengenai
tabungan pensiun lebih mudah mengatakannya dibanding untuk menjalaninya, namun hal itu
bisa diubah dengan dukungan dari semua pihak serta upaya gigih untuk melakukannya.
Setidaknya individu harus mampu memahami tentang pentingnya menabung bagi kehidupan.
Menabung merupakan salah satu cara tindakan preventif untuk menghadapi perubahan
finansial pada masa depan, khususnya masa pensiun yang pasti akan dihadapi oleh pekerja.
Karena salah satu motif dari menabung yaitu sebagai tinjauan masa depan (foresight) Keynes
(dalam Shohib (2010)). Dengan menabung, individu dapat mengantisipasi segala
kemungkinan perbedaan dari pendapatan dengan kebutuhan di masa depan (the life-cycle
motive). Beberapa studi yang telah dilakukan menemukan adanya perbedaan motivasi untuk
menabung. Katona (1951) menemukan bahwa pada tahun 1960an di USA orang menabung
2

karena untuk menghadapi hal-hal darurat (sakit, menganggur), cadangan kebutuhan, masa tua
atau pensiun, kebutuhan anak-anak, membeli rumah atau barang yang tahan lama dan untuk
liburan.
Jika menilik lebih dalam proses dalam bekerja bukan merupakan proses yang singkat hanya
terjadi sehari dua hari. Individu akan menjalani proses bekerja selama bertahun-tahun, selama
membutuhkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Proses yang dijalani itu
juga akhirnya akan membawa pada masa pensiun apabila telah tiba waktunya. Rata-rata usia
pensiun pekerja yaitu usia 56 tahun untuk pekerja swasta (Undang Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional) atau tergantung pada peraturan yang ada dalam perusahaan dimana ia
bekerja dan 58 tahun untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) (PP RI Nomor 21 Tahun 2014). Jika
merujuk berdasarkan teori perkembangan, usia tersebut masuk dalam masa perkembangan
dewasa akhir. Adapun ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya antara
lain : perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, kekuatan fisik, perubahan dalam
fungsi psikologis, perubahan dalam sistem saraf dan penampilan. Ciri-ciri usia lanjut
cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk daripada yang baik dan
kepada kesengsaraan daripada kebahagiaan (Hurlock (dalam Jahja, 2011)).
Dari perubahan yang terjadi pada individu yang telah memasuki usia dewasa akhir, ditambah
pula pada masa ini individu mulai memasuki masa pensiun, sehingga memunculkan berbagai
persepsi mengenai diri individu yang akan menjalani kehidupan pasca pensiun. Karena hal
ini, muncullah anggapan-anggapan pada individu bahwa masa pensiun merupakan tanda
seseorang sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi karena produktivitas yang sudah
menurun. Hal ini disebabkan karena munculnya rasa pesimis akibat ketidaksiapan
menghadapi masa pensiun karena merasa kondisi fisik semakin lemah, menderita berbagai
penyakit, cepat lupa, dan penampilan menjadi tidak menarik (Paidi, 2013).
Setiabudi & Maruta (2015) mengatakan bahwa setiap orang yang memasuki masa pensiun
memiliki sudut pandang yang berbeda dan dengan berbagai perasaan. Pensiun dapat
menimbulkan depresi ketika yang bersangkutan kehilangan identitas diri, kenyamanan, dan
penghasilannya. Namun pensiun juga dapat memberikan perasaan puas atas pencapaian
pribadi ketika yang bersangkutan merasa sehat dan bahagia karena keberadaannya diakui.
Itulah saat ketika ia merasa telah memberikan sumbangsih yang lebih besar bagi keluarganya
dan bagi masyarakat.
Hal ini diperkuat oleh temuan Ajiboye (2011) bahwa selama tiga dekade terakhir, kondisi
hidup orang tua di Nigeria telah memburuk akibat penurunan dari kekuatan ekonomi,
perubahan struktur keluarga dan peran, terutama pada perawatan anggota yang lebih tua dari
keluarga dekat dan tidak berkelanjutan dari program pensiun dan ketidakmampuan
pemerintah untuk memenuhi perannya diharapkan dalam perawatan dan dukungan dari orang
tua di negara ini. Di seluruh dunia, orang-orang yang lebih tua dianggap sebagai kelompok
rentan, karenanya telah diterima bahwa orang-orang yang lebih tua, anak-anak dan
perempuan secara berani membutuhkan perhatian pemerintah. Berbagai upaya oleh berbagai
rezim berturut-turut dalam negeri untuk menangani kebutuhan anggota yang lebih tua dari
masyarakat telah terbukti gagal. Misalnya, pensiun dari pegawai negeri di Nigeria yang
seharusnya servis sebagai sarana rezeki di hari tua mereka buruk ditangani oleh pemerintah
Nigeria dan pejabat korupsi.

3

Pada masa ini, tidak semua individu mampu untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi
semua perubahan yang terjadi dalam dirinya tersebut. Karena persiapan yang kurang inilah
akhirnya akan berdampak pada kehidupan individu setelah masuk pada masa pensiun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nuraini (2013), bahwa dalam menghadapi masa
pensiun bukan merupakan hal yang mudah dan seringkali dianggap sebagai ancaman
terhadap kehidupan seseorang di masa yang akan datang sehingga dapat menimbulkan
kecemasan bagi yang menjalaninya. Kecemasan itu muncul ketika individu merasa akan
terjadi perubahan peran, nilai dan pola hidup individu secara menyeluruh. Bagi individu yang
belum siap menghadapi pensiun dan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan
psikologis, finansial dan sosial yang mungkin terjadi akan menganggap bahwa pensiun
merupakan suatu periode kepahitan, kegetiran dan sesuatu yang mengancam, karena terpaksa
harus kehilangan hal-hal yang pernah menjadi miliknya.
Penelitian lain di lakukan oleh Prasojo (2011), dari penelitian yang membandingkan
kecemasan dalam menghadapi pensiun pada pegawai Kementrian Agama di Kabupaten
Banjarnegara yang memiliki istri bekerja serta tidak bekerja ternyata lebih tinggi kecemasan
bagi pegawai yang memiliki istri juga bekerja. Seharusnya hal ini tidak terjadi karena
mengingat bahwa istri mereka juga seorang pekerja yang akan membantu finansial keluarga.
Namun, kecemasan ini justru lebih besar dirasakan karena beberapa kemungkinan,
diantaranya : kondisi ekonomi yang belum mapan, secara mental belum siap menerima
pensiun, merasa masih sehat dan mampu bekerja serta berkurangnya penghasilan dan merasa
malu karena isterinya masih bekerja.
Jika merujuk dari kedua penelitian tersebut, salah satu faktor yang menyebabkan masa
pensiun merupakan suatu masa yang identik dengan munculnya kecemasan-kecemasan yaitu
akibat kurangnya persiapan dalam menghadapinya. Namun menariknya, tidak sedikit pula
individu yang memiliki persepsi positif dalam menanggapi tentang masa pensiun. Beberapa
dari mereka mempersepsikan dengan datangnya masa pensiun akan menambah intensitas
waktu berkumpul dengan anggota keluarga yang dahulu pernah tersita karena kesibukan
bekerja, serta dapat lebih meningkatkan kesehatan karena berkurangnya beban kerja yang
dihadapi. Hal ini semua tergantung kesiapan individu dalam menghadapi masa pensiun
sewaktu masih aktif bekerja dahulu. Berdasarkan hasil penelitian Yunian (2013), dapat
disimpulkan bahwa post power syndrome yang dialami anggota Badan Pembina Pensiunan
Pegawai (BP3) Pelindo berada pada kategori rendah karena tidak lepas dari peran organisasi
BP3 Pelindo dalam melakukan agenda kegiatan yang sangat berguna dan bermanfaat
sehingga anggotanya bisa menjalani pensiun dengan tenang dan bahagia.
Penelitian lain juga di lakukan oleh Kintaninani (2013) secara kualitatif, dengan hasil
penelitian bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan 2 orang informan yang
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Mereka merupakan dua orang pensiunan yang
berbeda kebudayaan, latar belakang serta tempat tinggal. Kedua informan itu membuktikan
bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal menyesuaikan diri
ketika menjalani masa pensiun. Umar (informan laki-laki) mendapatkan dukungan dari istri
dan orang terdekatnya dalam proses penyesuaian menghadapi pensiun. Komitmen hidup
antara kedua informan ini pun memiliki kesamaan, yaitu mereka beribadah kepada Allah swt
dan menjadikan diri mereka bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat tempat tinggal. Dari
kedua penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa masa pensiun yang identik dengan
kecemasan dan perubahan, hal itu dapat dicegah dengan melakukan upaya pemberian agenda
kegiatan yang bermanfaat dan dukungan dari orang terdekat untuk menjadikan individu tetap
bermanfaat setelah pensiun.
4

Dari kedua persepsi tentang masa pensiun ini, persepsi negatif inilah yang akan
mendatangkan kecemasan-kecemasan bagi karyawan yang akan menghadapi masa pensiun.
Sehingga tidak sedikit pengaruh dari persepsi ini akan membuat individu merasa bahwa
pensiun merupakan masa keterpurukan. Pilihan mengenai hidup seperti apa yang akan
dijalani seseorang ketika pensiun tergantung pada bagaimana dia mempersiapkan masa
pensiunnya. Semakin baik seseorang mempersiapkan diri menghadapi perubahan ini,
semakin sukses dan nyaman masa pensiunnya, dan semakin banyak kesilapan yang dapat
dihindari menurut Setiabudi & Maruta (2015).
Persepsi negatif yang sering muncul ketika memasuki masa pensiun salah satunya finansial
yang menurun sehingga tidak mampunya memenuhi segala kebutuhan hidup keluarga lagi.
Finansial yang menurun disebabkan karena ketika sudah memasuki masa pensiun, hal itu
berarti telah berakhir pemasukan wajib untuk memenuhi kebutuhan bulanan seperti waktu
dahulu bekerja. Ini ditambah pula kurangnya persiapan karyawan sejak masa bekerja
khususnya dalam hal finansial. Jahja (2011) mengatakan bahwa dengan berkurangnya
pendapatan setelah pensiun, membuat mereka terpaksa harus menghentikan atau mengurangi
kegiatan yang dianggap menghamburkan uang. Sehingga akibatnya harus ada strategi baru
dalam hal pengelolaan finansial untuk dapat tetap menjalankan roda perekonomian di
keluarga.
Masa pensiun tidak datang secara tiba-tiba, sehingga ada banyaknya waktu yang dapat di
lakukan untuk melakukan persiapan sebelum menghadapi masa tersebut. Karena masa
pensiun rata-rata akan masuk pada usia dewasa madya dan akhir, di mana pada masa itu
kemampuan fisik maupun kognitif akan mulai menurun di bandingkan dengan masa dewasa
awal, sehingga penting untuk mempersiapkan datangnya masa pensiun tidak hanya ketika
akan memasuki masa itu. Persiapan itupun dapat di lakukan sejak awal bekerja, yaitu ketika
usia individu memasuki dunia kerja pada tahapan dewasa awal, untuk menghindari segala
kemungkinan terburuk yang akan di hadapi pada masa pensiun.
Pekerja pada dewasa awal dikenal sebagai pekerja produktif karena kondisi fisik, kognitif
serta psikologis yang telah mencapai kematangan, karena hal itulah mendukung seorang
pekerja untuk bekerja secara maksimal. Alasan ia bekerja juga tidak hanya untuk memenuhi
segala kebutuhannya namun juga keluarganya dan kesejahteraan keluarga kelak hingga saat
ia masuk pada masa pensiun. Dari fenomena tersebut akhirnya peneliti tertarik untuk meneliti
tentang perilaku menabung pada pekerja usia dewasa awal, hingga muncullah pertanyaan
penelitian : Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap masa pensiun dengan perilaku
menabung pada pekerja usia dewasa awal ? dan tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap masa pensiun dengan perilaku
menabung pada pekerja usia dewasa awal. Manfaat penelitian yaitu
ini
diharapkan
mampu memberikan kontribusi baru mengenai informasi dan dapat memperluas wawasan
dalam ranah ilmu psikologi ekonomi tentang hubungan antara persepsi terhadap masa
pensiun dengan perilaku menabung pada pekerja usia dewasa awal. Manfaat praktis
penelitian ini adalah dapat menambah pembelajaran teori-teori psikologi, terutama psikologi
ekonomi dan perkembangan yang berkaitan dengan persepsi terhadap masa pensiun dengan
perilaku menabung pada pekerja usia dewasa awal.

5

Perilaku Menabung
Dari sudut pandang Psikologi, tabungan merupakan sebuah proses pengambilan keputusan
dan menabung sebagai kegiatan rutin untuk tercapainya sebuah tujuan (dana pensiun,
membeli sesuatu, memberi hadiah) (Lewis, Webley & Furnham 195; Warneryd, 1999).
Menurut Lea, Tarpy & Webley (1987) secara ekonomi menabung merupakan menggunakan
uang yang tidak di gunakan untuk konsumsi, dengan cara menyimpan di suatu tempat (teko,
kaos kaki lama, saku, bank, dll). Sedangkan secara psikologi menabung adalah proses tidak
menghabiskan uang untuk periode saat ini untuk digunakan di masa depan. Perilaku
menabung merupakan gabungan dari persepsi tentang kebutuhan masa depan, keputusan
menabung dan tindakan penghematan. Di sisi lain orang cenderung untuk mendefinisikan
tabungan sebagai investasi, menempatkan uang di rekening bank, berspekulasi dan bermain
dari hipotik (Warneryd dalam (Thung, et al. (2012)). Jadi dapat disimpulkan perilaku
menabung yaitu sebuah upaya untuk menyimpan uang yang tidak digunakan untuk konsumsi
dengan tujuan dan jangka waktu tertentu.
Motif Menabung
Menurut Keynes (dalam Shohib (2010) ada 8 motif yang berbeda dalam menabung yaitu : (1)
Precaution (tindakan pencegahan), berimplikasi pada menambah cadangan untuk menghadapi
keadaan yang tidak terduga; (2) Foresight (tinjauan masa depan), untuk mengantisipasi
perbedaan antara pendapatan dengan pengeluaran belanja di masa depan (the life-cycle
motive); (3) Calculation (perhitungan), ingin memperoleh keununtungan (bunga uang); (4)
Improvement (perbaikan), meningkatkan standar hidup untuk waktu yang lama; (5)
Independence (kebebasan), menunjukkan adanya kebutuhan akan kebebasan dan memiliki
kekuasaan untuk melakukan sesuatu; (6) Enterprise (usaha), adanya kebebasan untuk
menanamkan uang ketika ia memungkinkan (mendukung); (7) Pride (kebanggaan), lebih
tertuju pada menempatkan uang untuk ahli waris (the bequest motive); dan (8) Avarice
(keserakahan harta) atau kekikiran yang sesungguhnya.
Warneryd (dalam Shohib (2010)) menyatakan ada 4 motif menabung dan ia menekankan
bahwa seseorang dapat menabung untuk satu atau lebih motif pada saat yang sama. Pada
level yang pertama adalah menabung sebagai kebiasaan yang terus menerus. Kondisi ini tidak
terkait dengan tujuan yang spesifik. Yang kedua sering disebut motif tindakah pencegahan
yang terkait dengan kondisi ketidakpastian di masa depan. Motif yang ketiga adalah motif
mewariskan, artinya tabungan yang digunakan setelah terjadinya kematian dalam keluarga
dan yang keempat adalah motif profit yang berarti keinginan untuk memperoleh tambahan
pendapatan dari tabungan yang dimiliki. Hasil dari analisis multiple regressi menunjukkan
bahwa motivasi menabung sebagai kebiasaan yang berkelanjutan dan tindakan pencegahan
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total varian uang yang ditabung.
Salah satu yang penting menurut teori ekonomi tentang tabungan adalah hipotesa life cycle
yang dikemukakan oleh Modigliani dan Brumberg (dalam Shohib (2010)), dimana individu
menabung untuk pegangan di akhir kehidupannya saat mereka tidak memperoleh pendapatan
lagi. Dalam konteks ini maka motivasi utama yang mendorong individu menabung adalah
keinginan mengakumulasikan uang untuk digunakan saat ia pensiun.

6

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menabung
Menurut Lea, Tarpy dan Webley (1987) berikut adalah faktor-faktor yang menentukan
perilaku menabung, diantaranya :
1. Pendapatan
Tinggi rendahnya tabungan akan sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
pendapatan seseorang. Orang dengan pendapatan tinggi memiliki kecenderungan
menabung dalam jumlah besar.
2. Kekayaan
Kekayaan adalah simpanan yang terkumpul. Kekayaan sangat berhubungan dengan
tingkat pendapatan, dan tingkat kekayaan akan mempengaruhi besarnya tabungan,
dengan banyak menabung akan lebih meningkatkan jumlah kekayaan.
3. Perencanaan pensiun dan keamanaan sosial
Bentuk lain dari kekayaan adalah keanggotaan dalam perencanaan pensiun, dan
pensiun dipercaya dapat melengkapi pendapatan masa datang. Sesuai dengan hipotesa
bahwa tujuan menabung adalah untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Dengan kata
lain perencanaan pensiun merupakan bentuk dari menabung.
4. Suku bunga
Tingginya suku bunga akan menjadi hadiah bagi meningkatnya perilaku menabung.
Peningkatan suku bunga mempunyai efek pengganti dan efek pendapatan bagi para
penabung.
5. Inflasi
Faktor lain yang dapat digunakan untuk membuat analisa rasional sederhana yang
berpengaruh kepada menabung adalah inflasi. Tingginya inflasi akan menurunkan
tabungan, namun terdapat fakta lain yang menunjukkan bahwa inflasi dapat
meningkatkan perilaku menabung, faktor yang mendukung kenyaat ini adalah bahwa
tujuan orang menabung adalah untuk membuat persediaan konsumsi masa depan.
6. Status ekonomi
Kondisi ekonomi umum yang terjadi akan berpengaruh kepada pendapatan penduduk
atau kesejahteraannya, dengan kata lain kondisi ekonomi juga mempunyai sejumlah
efek tidak langsung beberapa diantaranya mengingkatkan tabungan sekaligus
menurunkannya.
7. Usia
Usia mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap menabung, sebelum orang
mencapai puncak pendapatan orang akan lebih banyak meminjam daripada
menabung. Pada usia tengah baya mereka akan membayar pinjaman dan menabung
sebagai persiapan untuk masa pensiun.
8. Karakteristik perorangan
Disisi yang termasuk didalamnya adalah kepribadian, kelas sosial, dan tingkat
pendidikan, dimana ketiga hal tersebut sangat berpengaruh terhadap perilaku
seseorang untuk melakukan kegiatan menabung.
Persepsi Masa Pensiun
Persepsi menurut Hanurawan (2012) adalah sejenis aktivitas pengelolaan informasi yang
menghubungkan seseorang dengan lingkungannya. Pendapat lain menurut Walgito (2003)
bahwa persepsi merupakan proses pengorganisasian atau penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti,
dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Serta King (2010) menjelaskan
bahwa persepsi yaitu proses otak dalam mengatur dan menginterpretasikan informasi sensoris
7

dan memberi makna. Jadi persepsi adalah suatu proses kognitif dalam pengelolaan informasi
terhadap suatu stimulus yang tidak jelas dari lingkungan agar menjadi stimulus yang berarti
melalui proses penginderaan.
Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Walgito (2003) antara lain :
1. Faktor internal : Faktor individu. Mengenai keadaan individu yang dapat
mempengaruhi hasil persepsi datang dari dua sumber, yaitu yang berhubungan dengan
segi kejasmanian, dan yang berhubungan dengan segi psikologis. Bila sistem
fisiologisnya terganggu, hal tersebut akan berpengaruh dala persepsi seseorang.
Sedangkan segi psikologisnya antara lain mengenai pengalaman, perasaan,
kemampuan berpikir, kerangka acuan, motivasi akan berpengaruh pada seseorang
dalam mengadakan persepsi.
2. Faktor eksternal : 1) Faktor stimulus. Agar stimulus dapat dipersepsi, maka stimulus
harus cukup kuat, stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan
stimulus stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran, sudah
dapat dipersepsi oleh individu. Kejelasan stimulus akan banyak berpengaruh dalam
persepsi. 2) Faktor lingkungan. Objek dan lingkungan yang melatarbelakangi objek
merupakan kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek yang sama dengan
situasi sosial yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda.
Bentuk – Bentuk Persepsi
Menurut Robbins (2002), bentuk - bentuk persepsi ada dua, yaitu :
1. Persepsi Positif
Penilaian individu terhadap suatu objek atau informasi dengan pandangan yang positif
atau sesuai dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan
yang ada.
2. Persepsi Negatif
Persepsi individu terhadap objek atau informasi tertentu dengan pandangan yang
negatif, berlawanan dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari
aturan yang ada.
Schwartz (dalam Hurlock, 2009: 417) berkata bahwa pensiun dapat merupakan akhir pola
hidup atau masa transisi ke pola hidup baru. Pensiun selalu menyangkut perubahan peran,
perubahan keinginan, nilai dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap
individu. Perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang penting dalam hidup seorang
individu yang tadinya bekerja menjadi tidak bekerja, berkurangnya penghasilan,
berkurangnya interaksi dan relasi serta meningkatnya waktu luang. Masa pensiun merupakan
suatu masa yang alamiah akan terjadi bagi pekerja.
Persepsi positif terhadap masa pensiun adalah penilaian individu terhadap masa pensiun dan
segala hal perubahan yang akan mengikutinya dengan pandangan yang positif. Bentuk
persepsi positif terhadap masa pensiun, Rini (2001) antara lain :
1. Meningkatkan kesehatan dengan berkurangnya beban tekanan yang harus dihadapi
2. Setelah pensiun akan lebih banyak waktu dan kesempatan kebersamaan bagi keluarga
dan pasangan

8

3. Pensiun tidak menyebabkan orang menjadi cepat tua dan mudah sakit karena justru
berpotensi meningkatkan kesehatan karena semakin bisa mengatur waktu untuk
berolahraga
4. Dapat meluangkangkan waktu lebih banyak untuk kehidupan sosial di masyarakat

Persepsi pensiun negatif penilaian individu terhadap masa pensiun dan segala hal perubahan
yang akan mengikutinya dengan pandangan yang negatif. Bentuk persepsi negatif terhadap
masa pensiun, Rini (2001) antara lain :
1. Kehilangan status dan penghormatan
2. Kekurangan finansial
3. Kehilangan berbagai fasilitas dan kemudahan
4. Ketersisihan dari pergaulan lama dan perasaan menjadi tua
5. Merasa sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi karena usia tua dan
produktivitas makin menurun
Pekerja Usia Dewasa Awal
Berdasarkan UU RI No 13 Tahun 2003 tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Sehingga pekerja merupakan merupakan seseorang yang mampu melakukan pekerjaan yang
bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain serta mendapatkan upah dari pekerjaan
yang ia lakukan.
Mappiare (1983) menjelaskan bahwa masa dewasa yaitu suatu masa kemasakan kognitif,
afektif, dan psikomotor sebagai hasil ajar latih yang di tunjang kesiapan. Sedangkan Hurlock
(dalam Jahja (2011) mengartikan masa dewasa adalah masa pencarian kemantapan dan masa
reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode
isolasi sosial, periode komitmen, dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas
dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru, yang berada pada kisaran usia 21 – 40 tahun.
Ciri – Ciri Dewasa Awal
Menurut Hurlock (dalam Jahja (2011), adapun ciri manusia dewasa antara lain : (1) Masa
pengaturan (Settle Down) yaitu pada masa ini seseorang akan “mencoba-coba” sebelum ia
menentukan mana yang sesuai, cocok, dan memberi kepuasan permanen, (2) Masa usia
produktif yaitu pada rentang usia ini merupakan masa-masa yang cocok untuk menentukan
pasangan hidup, menikah, dan berproduksi / menghasilkan anak, (3) Masa bermasalah karena
masa dewasa dikatakan sebagai masa yang sulit dan bermasalah, (4) Masa ketegangan
emosional karena ketika seseorang berumur 20-an (sebelum 30-an), kondisi emosionalnya
tidak terkendali. Ia cenderung labil, resah dan mudah memberontak, (5) Masa keterasingan
sosial yaitu masa dimana seseorang mengalami “krisis isolasi”, ia terisolasi atau terasingkan
dari kelompok sosial, (6) Masa komitmen karena pada masa ini juga setiap individu mulai
sadar akan pentingnya sebuah komitmen. Ia mulai membentuk pola hidup, tanggung jawab
dan komitmen baru, (7) Masa ketergantungan yaitu pada awal masa dewasa dini sampai akhir
usia 20-an, seseorang masih punya ketergantungan pada orang tua atau organisasi / instasi
yang mengikatnya, (8) Masa perubahan nilai karena nilai yang dimiliki seseorang ketika ia
berada pada masa dewasa dini berubah karena pengalaman dan hubungan sosialnya semakin
9

meluas, (9) Masa penyesuaian diri dengan hidup baru karena ketika seseorang telah mencapai
masa dewasa berarti ia harus lebih bertanggung jawab karena pada masa ini ia sudah
mempunyai peran ganda. (peran sebagai orang tua dan pekerja), serta (10) Masa kreatif
karena pada masa ini seseorang bebas untuk berbuat apa yang diinginkan. Namun kreativitas
tergantung pada minat, potensi dan kesempatan.
Hubungan antara Persepsi terhadap Masa Pensiun dengan Perilaku Menabung pada
Pekerja Dewasa Awal
Seorang pekerja akan memasuki masa pensiun apabila usianya telah mencapai batasan usia
pensiun yang ditetapkan oleh instansi atau perusahaan tempatnya bekerja. Dalam
mempersepsikan masa pensiunnya pun berbeda-beda, ada pekerja yang mempersepsikan
masa pensiun secara positif ada pula yang negatif. Perbedaan persepsi ini dikarenakan ada
banyaknya faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan persepsi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Walgito (2003), bahwa faktor-faktor yang menentukan
persepsi diantaranya ada faktor internal dan eksternal. Faktor internal sendiri yaitu mencakup
apa yang ada dalam diri individu, seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berfikir,
kerangka acuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor stimulus itu sendiri serta faktor
lingkungan dimana persepsi itu berlangsung. Pekerja dewasa awal jelas belum merasakan
masa pensiun, karena usia mereka yang masih jauh untuk menuju masa pensiun. Namun
sejak saat ini mereka sudah dapat mempersepsikan seperti apa masa pensiun karena beberapa
faktor yang sudah dijelaskan sebelumnya, salah satunya yang mempengaruhi yaitu
lingkungan. Apabila individu berada pada lingkungan dimana didalamnya merupakan orangorang yang menjalani pensiun dengan hal-hal yang kurang menyenangkan, seperti harus
menjalani masa pensiun dengan keadaan fisik yang sakit karena usia yang juga semakian
menua, ditambah dengan kesulitan keuangan, serta harus bergantung dengan anggota
keluarga lain. Dan sebaliknya, apabila berada dilingkungan mereka yang menjalani pensiun
dengan menyenangkan, dapat berkumpul dengan anggota keluarga lebih lama, dapat lebih
mendekatkan diri dengan Tuhan, serta masih memiliki keadaan finansial yang baik salah
satunya dengan cara wirausaha.
Dari kedua keadaan yang terjadi di lingkungan tersebut akhirnya akan berpengaruh tentang
cara individu dalam mempersepsikan masa pensiun. Bagi yang berada di lingkungan dengan
orang-orang yang menjalani pensiun dengan tidak menyenangkan akan memberikan
sumbangan pemikiran bagi individu akan cenderung mempersepsikan masa pensiun secara
negatif, yaitu masa yang kepahitan serta sulit untuk dijalani, begitu pula sebaliknya. Akan ada
yang mempersepsikan pensiun merupakan masa yang menyenangkan dan sangat ditunggu.
Robbins (2002) penyebab munculnya persepsi negatif seseorang dapat muncul karena adanya
ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya
ketidaktahuan individu serta tidak adanya pengalaman individu terhadap objek yang
dipersepsikan dan sebalinya, penyebab munculnya persepsi positif seseorang karena adanya
kepuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya pengetahuan
individu, serta adanya pengalaman individu terhadap objek yang dipersepsikan.
Pola pikir yang positif penting untuk ditanam dan dikembangkan agar pensiun tidak lagi
dianggap sebagai ancaman dalam hidup, melainkan peluang besar yang harus dioptimalkan,
sehingga individu bisa memandang dan menerima masa pensiun dengan lebih baik. Sutarto
dan Ismulcokro (2008) menyatakan, sebaiknya membangun dan menciptakan perspektif dan
10

persepsi yang indah dan bahagia terlebih dahulu, barulah membuat rencana-rencana untuk
kehidupan di masa pensiun. Mereka yang memiliki persepsi pensiun secara positif akan
menerima bahwa masa pensiun tidak hanya mengenai tentang berhenti bekerja yang
disebabkan oleh faktor usia, namun lebih berfikiran bahwa pensiun merupakan suatu fase
yang memang harus dilalui oleh setiap individu. Sehingga dalam prosesnya juga individu
akan merasa lebih bahagia dalam menuju masa pensiun.
Walgito (2003) menjelaskan salah satu faktor internal yang mempengaruhi persepsi yaitu
keadaan psikologis. Dimana keadaan psikologis sangat berperan dalam proses interpretasi
atau penafsiran terhadap stimulus, sehingga sangat mungkin persepsi seorang individu akan
berbeda dengan individu lain meskipun objek / stimulusnya sama. Individu yang sudah
mempersepsikan pensiun secara negatif, akan merasa datangnya pensiun sebagai hal yang
menakutkan karena berbagai perubahan yang akan dihadapi sehingga akan memunculkan
perasaan cemas. Kecemasan merupakan perasaan yang wajar dirasakan oleh siapa saja. Lubis
(2009) menjelaskan bahwa kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun
khayal. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang.
Kecemasan dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi.
Sehingga persepsi mengenai pensiun yang negatif ini jelas berkaitan dengan perasaan cemas
yang dirasakan oleh individu karena ketakutan terhadap hal yang tidak menyenangkan yang
akan terjadi pada masa pensiun salah satunya berdasarkan faktor pengalaman dari orang lain
tersebut. Dan sebaliknya hal ini berbeda dengan individu yang mempersepsikan pensiun
secara positif.
Kecemasan tersebut muncul karena ketakutan terhadap hal yang tidak menyenangkan yang
akan terjadi. Namun hal tersebut bisa dihindari karena salah satu elemen kunci untuk bisa
menjalani masa pensiun dengan sukses adalah persiapan. Orang yang telah membuat
persiapan untuk masa pensiunnya cenderung lebih sukses beradaptasi pada perubahan dalam
hidupnya (Lo & Brown, 1999; Sterns & Gray, 1999, dalam Cavanaugh, 2006). Sutanto dan
IsmulCokro (2008) mengemukakan beberapa aspek persiapan dan kesiapan yang merupakan
kebutuhan utama untuk mempersiapkan masa pensiun, yaitu : kesiapan materi finanasial,
kesiapan fisik, kesiapan mental dan emosi, dan kesiapan seluruh keluarga.
Dalam penelitian ini memfokuskan terhadap upaya untuk mengatasi perubahan finansial.
Dimana kecemasan terhadap perubahan finansial yang akan terjadi ini merupakan hal yang
wajar terjadi karena keadaan finansial yang biasanya stabil karena mendapat pemasukan
berupa gaji sebagai upah dari bekerja setiap bulannya, setelah memasuki pensiun akhirnya
akan berubah. Salah satu yang penting menurut teori ekonomi tentang tabungan adalah
hipotesa life cycle yang dikemukakan oleh Modigliani dan Brumberg (dalam Shohib (2010)),
dimana individu menabung untuk pegangan di akhir kehidupannya saat mereka tidak
memperoleh pendapatan lagi. Dalam konteks ini maka motivasi utama yang mendorong
individu menabung adalah keinginan mengakumulasikan uang untuk digunakan saat ia
pensiun. Sehingga untuk menghindarkan dari persepsi negatif terhadap masa pensiun salah
satunya dengan cara menabung jauh sebelum memasuki masa pensiun.

11

Kerangka Berfikir
Masa Pensiun

Persepsi

Persepsi Positif :

Persepsi Negatif :

1. Meluangkan waktu lebih banyak dengan
keluarga dan bersosialisasi dengan
masyarakat
2. Dapat beristirahat
dari penatnya
kehidupan kerja
3. Semakin banyak waktu mendekatkan diri
dengan Tuhan
4. Memberikan
kesempatan untuk
karyawan baru agar bekerja
5. Dapat mencoba berwirausaha untuk tetap
memenuhi kebutuhan finansial

Kecemasan rendah karena menjalani kehidupan
menuju masa pensiun dengan mengalir

Perilaku Menabung Rendah

1. Kondisi fisik menurun
sehingga rentan sakit
2. Tidak ada kegiatan yang
harus dilakukan
3. Hilangnya kekuasaan
4. Tersisih dari pergaulan
lama
5. Keadaan finansial menurun
6.
7. Keadaan finansial menurun

Kecemasan tinggi karena takut dalam
menghadapi perubahan di masa pensiun

Perilaku Menabung Tinggi

Hipotesa
Hipotesis dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap masa pensiun memiliki hubungan
yang negatif dengan perilaku menabung pada pekerja usia dewasa awal. Artinya bahwa
semakin positif persepsi seseorang mengenai pensiun, maka perilaku menabung akan rendah.
Sebaliknya yaitu semakin negatif persepsi seseorang mengenai pensiun maka akan semakin
meningkatkan perilaku menabungnya.

12

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
merupakan suatu karakteristik dari suatu variabel yang nilai-nilainya dinyatakan dalam
bentuk angka, kemudian temuan penelitian tersebut menggunakan statistik berserta
analisisnya (Sugiyono, 2014).
Desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional.
Dimana penelitian korelasional mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, yakni sejauh
mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan variasi ataupun variabel lain
(Suryabrata, 2005). Alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional karena penelitian
ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel persepsi terhadap
masa pensiun dan perilaku menabung.
Subyek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah 250 orang pekerja yang memiliki karakteristik usia dewasa
awal (20-40 tahun) (Santrock, 2012), berdomisili di Kota Balikpapan, berjenis kelamin lakilaki dan peremp