Hubungan antara perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada masa dewasa awal.

(1)

Sadriyah Pratiwi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada masa dewasa awal. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis korelasional. Subjek penelitian sebanyak 311 individu yang terdiri dari 98 laki-laki dan 213 perempuan. Teknik analisis penelitian ini adalah teknik uji korelasi Spearman. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,260, dengan nilai 0,000 (p < 0,05). Perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada masa dewasa awal berhubungan secara positif dan signifikan.


(2)

Sadriyah Pratiwi

ABSTRACT

This study aimed to measured the correlation between perfectionism and body image dissatisfaction in early adulthood. This study employed a quantitative research method with correlation analysis. Subjects in this study were 311 early adult consisting of 98 males and 213 females. This research used analysis technique of Spearman correlation test. Coefficient correlation of this research is 0,260, with a significant value of 0.000 (p <0.05). The finding shows that there is a positive correlation between perfectionism and body image dissatisfaction in early adulthood.


(3)

HUBUNGAN ANTARA PERFEKSIONISME DAN KETIDAKPUASAN TERHADAP CITRA TUBUH PADA MASA DEWASA AWAL

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Sadriyah Pratiwi NIM : 119114064

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

You must to be young and stupid before to be old and wise

Karya ini saya persembahkan untuk: Tuhan YME

Papa (yang di surga) dan Mama Serta kepada ke-5 saudaraku tercinta


(7)

(8)

vi

RELATIONSHIP BETWEEN PERFECTIONISM AND BODY IMAGE DISSATISFACTION IN EARLY ADULTHOOD

Sadriyah Pratiwi

ABSTRACT

This study aimed to measured the correlation between perfectionism and body image dissatisfaction in early adulthood. This study employed a quantitative research method with correlation analysis. Subjects in this study were 311 early adult consisting of 98 males and 213 females. This research used analysis technique of Spearman correlation test. Coefficient correlation of this research is 0,260, with a significant value of 0.000 (p <0.05). The finding shows that there is a positive correlation between perfectionism and body image dissatisfaction in early adulthood.


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA PERFEKSIONISME DAN KETIDAKPUASAN TERHADAP CITRA TUBUH PADA MASA DEWASA AWAL

Sadriyah Pratiwi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada masa dewasa awal. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis korelasional. Subjek penelitian sebanyak 311 individu yang terdiri dari 98 laki-laki dan 213 perempuan. Teknik analisis penelitian ini adalah teknik uji korelasi Spearman. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,260, dengan nilai 0,000 (p < 0,05). Perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada masa dewasa awal berhubungan secara positif dan signifikan.


(10)

(11)

ix

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan kasih karunianya serta berkat sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan antara Perfeksionisme dengan Ketidakpuasan Terhadap Citra Tubuh pada Masa Dewasa Awal” telah terselesaikan. Skripsi ini terselesaikan tak lepas dari dukungan, bantuan dan doa oleh banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widyanto, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing Akademik saya untuk semester ini.

3. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi selaku Dosen Pembimbing Akademik (DPA) dan Dosen Pembimbing Skripsi (DPS).

4. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Si selaku moderator dalam proses adaptasi skala penelitian Perfeksionisme.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan memberikan pengetahuan yang sangat berguna.

6. Papa (Yang di surga), Mama, Mas Respasti, Mbak Dwi, Mbak Sri, Mas Catur, Mas Panji serta Om Engku yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun materi, kasih sayang, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.


(12)

x

7. Sahabat saya Rangga; Dorotea Hening A; Marlina Sutandi; Annety Lensiana P; Woro, Clara, Yoan dan Wita. Terima kasih bantuannya dari awal hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

8. Kak Rudy, Kak Farel, Kak Rafki dan Kak Yonathan yang membantu saya dalam mengadaptasi skala Perfekesionisme walaupun di dalam kesibukan, kalian tetap menyempatkan untuk menerjemahkan skala tersebut. Terima kasih banyak.

9. Mr. Gregory T. Smith, Ph.D., Professor in Oxford University, Terima kasih banyak atas ijinnya dalam memakai skala perfeksionisme dan sharingnya mengenai perfeksionisme di budaya individualis serta konsep perfeksionisme.

10. Teman – teman satu angkatan 2011, terima kasih banyak atas tali persaudaraan selama ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Semoga semua kebaikan, bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa dan mudah – mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Penulis


(13)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Perfeksionisme ... 11


(14)

xii

2. Pembentukan Kepribadian Perfeksionisme ... 12

3. Aspek Perfeksionisme ... 13

B. Citra Tubuh ... 16

1. Pengertian Citra Tubuh ... 16

2. Perempuan dan Citra Tubuh ... 17

3. Laki – laki dan Citra Tubuh ... 19

C. Ketidakpuasan Terhadap Citra Tubuh ... 20

1. Pengertian Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh ... 20

2. Faktor – Faktor Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh ... 21

3. Aspek Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh ... 25

D. Dewasa Awal ... 27

1. Pengertian Dewasa Awal ... 27

2. Perkembangan Fisik Dewasa Awal ... 28

3. Perkembangan Sosio – Emosional Dewasa Awal ... 29

E. Dinamika Hubungan Perfeksionisme dan Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh pada Dewasa Awal ... 29

F. Skema ... 33

G. Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Variabel Penelitian ... 34

C. Definisi Operasional ... 34


(15)

xiii

2. Ketidakpuasan Terhadap Citra Tubuh ... 35

D. Subjek Penelitian ... 35

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 36

1. Metode ... 36

a. Alat Pengumpulan data ... 36

1. Perfeksionisme ... 36

2. Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh ... 38

F. Validitas, Reliabilitas, dan Seleksi Item ... 39

1. Validitas ... 39

2. Reliabilitas ... 41

3. Seleksi Item ... 42

G. Teknik Analisis Data ... 45

1. Uji Normalitas ... 45

2. Uji Linearitas ... 46

3. Uji Hipotesis ... 46

H. Pelaksanaan Uji Coba ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Pelaksanaan Penelitian ... 47

B. Deskripsi Subjek ... 47

C. Deskripsi Data Penelitian ... 48

D. Kategorisasi ... 50

E. Analisis Data Penelitian ... 52


(16)

xiv

2. Uji Hipotesis ... 54

F. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

C. Keterbatasan ... 61

Daftar Pustaka ... 63

Lampiran ... 71


(17)

xv Daftar Tabel

Tabel 3.1 Blueprint dan Distribusi item Skala Perfeksionisme ... 37

Tabel 3.2 Pemberian Skor Skala Perfeksionisme... 38

Tabel 3.3 Pemberian Skor Skala Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh ... 38

Tabel 3.4 Blueprint dan Distribusi item Skala Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh ... 39

Tabel 3.5 Distribusi Item Final Skala Perfeksionisme setelah Uji Coba ... 44

Tabel 3.6 Distribusi Item Final Skala Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh setelah Uji Coba ... 46

Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

Tabel 4.2 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 48

Tabel 4.3 Deskripsi Subjek Berdasarkan Status Sosial ... 48

Tabel 4.4 Deskripsi Data Penelitian ... 48

Tabel 4.5 One Sample Statistik ... 49

Tabel 4.6 One Sample test ... 49

Tabel 4.7 Norma Kategorisasi ... 51

Tabel 4.8 Norma Kategorisasi Perfeksionisme ... 51

Tabel 4.9 Norma Kategorisasi Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh ... 53

Tabel 4.9.1 Hasil Uji Normalitas ... 53

Tabel 4.9.2 Hasil Uji Linearitas ... 54


(18)

xvi

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Bentuk Skala Perfeksionisme dan Skala Ketidakpuasan terhadap

Citra Tubuh pada Dewasa Awal ... 72

Lampiran 2. Hasil Seleksi item dan Reliabilitas Skala Final... 81

Lampiran 3. Uji Deskriptif Mean Empirik ... 86

Lampiran 4. Uji Normalitas ... 87

Lampiran 5. Uji Linearitas ... 93


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bagi individu di Indonesia rupa fisik tidak terlepas dari kecantikan dan ketampanan. Setiap budaya dan individu memiliki tolak ukur masing-masing untuk menilai penampilan yang menarik (Brown dan Bardoukas, 2013). Namun, sebuah ungkapan “Beauty controls the world” membuat individu ingin memiliki penampilan yang sempurna dengan cara yang alami ataupun instan, salah satunya dengan operasi plastik (Rahmat, 2011).

Tidak hanya perempuan, laki-laki juga memiliki pandangan mengenai penampilan yang ideal (Heywood dan McCabe, 2006). Perempuan memiliki kepedulian yang lebih besar terhadap fisiknya dibandingkan laki-laki (Tiggemann, 2004). Meskipun demikian, sedikitnya 66% laki-laki memiliki ketidakpuasan terhadap citra tubuh (McArdle dan Hill, 2009), sedangkan pada perempuan sebanyak 60% (Heywood dan McCabe, 2006). Dari penelitian tersebut terlihat bahwa ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada perempuan dan laki-laki pada budaya individualis merata terjadi. Ketidakpuasan terhadap citra tubuh berkaitan erat dengan media sosial, keluarga dan teman sebaya, ekologi, dan budaya serta standar tubuh ideal dalam masyarakat (Shroff dan Thompson, 2006; Vonderen dan Kinnally, 2012). Individu dengan


(20)

ketidakpuasan terhadap citra tubuh sering melakukan olahraga berat untuk membentuk otot tubuh (Dyer dkk, 2015). Proses membandingkan diri dengan figur kelompok merupakan salah satu faktor ketidakpuasan terhadap citra tubuh (Chow dan Tan, 2014). Sementara itu, meningkatnya ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada laki-laki dapat diindikasikan dengan petumbuhan kosmetik, pemeliharaan wajah, operasi plastik dan juga pembentukan otot badan (Dyer dkk, 2015; Meller dkk, 2014).

Individu memperhatikan penampilan karena perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja hingga dewasa awal (Santrock, 2002). Selain itu, individu memiliki kebutuhan untuk diterima dan terhindar dari penolakan orang lain (Flett dan Hewit dalam Stoeber, 2012). Penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan tinggi badan merupakan hal yang diperhatikan di dalam kehidupan sosial. Individu secara sadar maupun tidak sadar memiliki dorongan untuk memenuhi standar tubuh ideal menurut pandangan masyarakat.

Berkembangnya modernisasi di negara barat membentuk citra tubuh dan standar tubuh ideal baru bagi individu menurut Featherstone (dalam Bestiana, 2012). Perubahan ini membuat individu sering membandingkan tubuh sendiri dengan tubuh ideal masyarakat yang disebut ketidakpuasan terhadap citra tubuh (Grogan, 1999). Individu melakukan cara untuk membentuk tubuh sempurna sesuai dengan standar yang diterapkan dirinya dan masyarakat (Bestiana, 2012).


(21)

Eloise Aimee Parry, mahasiswa kedokteran di Inggris meninggal dunia karena menelan pil diet (Ningsih, 2015). Tidak hanya di Inggris, Prilly Letuconsina seorang artis Indonesia melakukan diet ketat hingga lemas dan dilarikan ke rumah sakit (Pramono, 2014). Seorang mahasiswa di Yogyakarta sempat jatuh pingsan dan lemas dikampus karena melakukan diet ketat (Rahmat, 2011). Rayhan merasa bahwa tubuhnya kurus dan ingin membentuk badan yang kekar dan berotot dengan melakukan pemilihan makanan yang ketat dan olahraga yang berlebihan (Zul, 2012).

Kasus di atas merupakan contoh ketidakpuasan terhadap citra tubuh karena individu cemas dengan kekurangan fisik yang dimiliki (Zoletic dan Belko, 2009). Ketidakpuasan terhadap citra tubuh berhubungan dengan perilaku gangguan makan dan diet yang berlebihan (Dakanalis dkk, 2015; Gaskill dan Sanders, 2000). Menurut Thompson (1996) ketidakpuasan terhadap citra tubuh memiliki tiga aspek yaitu afektif, kognitif dan perilaku.

Individu memiliki ketidakpuasan terhadap citra tubuh tidak terlepas dari kritik maupun evaluasi teman sebaya dan orang tua mengenai tubuh ideal (Thompson dkk, 1995). Individu yang menekankan kritik dan evaluasi serta membandingkan diri dengan sosial memiliki kecenderungan perfeksionis (Flett, Besser, Davis, dan Hewitt, 2003). Perfeksionisme merupakan kecenderungan individu yang memiliki standar terlalu tinggi


(22)

dan mengikutsertakan kritik evaluasi diri yang berlebihan (Frost dkk dalam Stober, 1998).

Individu perfeksionis menunjukan ketidakpuasan bahwa segala sesuatunya adalah kesalahan (Stairs, Smith, Zapolski, Comb, & Settles, 2012). Serupa dengan berita mengenai individu yang menganggap gemuk adalah kesalahan sehingga mengalami anoreksia dan bulimia. Mereka adalah individu yang memiliki kecenderungan perfeksionis dan sangat mementingkan penilaian orang lain terhadap citra diri (Williams, 2009).

Menurut Stairs dkk (2012), kecenderungan perfeksionis memiliki Sembilan aspek. Aspek tersebut adalah standar tinggi, keteraturan, perfeksionis terhadap orang lain, reaktivitas terhadap kesalahan, persepsi tekanan dari orang lain, ketidakpuasan, detil dan pemeriksa, kepuasan, dan pikiran hitam putih. Tuntutan-tuntutan ini berkesinambungan dengan keinginan untuk diterima dan mendapat penghargaan (Blatt, 1995).

Perfeksionisme berkembang dalam diri individu melalui pola asuh ataupun dengan meniru perilaku keluarga (Egan, Wade, Shafran, dan Anthony, 2014; Stoeber dan Roche, 2014). Individu perfeksionis tidak terlepas dari pola asuh yang tidak aman. Pola asuh yang tidak aman membuat individu merasa kurang diterima, tertolak, dan kurang dicintai oleh keluarga (Wei, Russell, Abraham, and Mallinckrodt, 2004). Perasaan tertolak menimbulkan evaluasi dan kritik yang melekat pada diri individu (Ellis dalam Klibert dkk, 2015). Oleh karena itu, individu cenderung mencari penerimaan dan cinta dengan menerapkan standar yang tinggi


(23)

(Klibert, Lamis, Naufel, Yancey dan Lohr, 2015). Individu menerapkan standar tinggi dan sulit dicapai sehingga tidak puas pada diri sendiri (Stoeber, 2014). Ketidakpuasan tersebut tidak hanya dalam pekerjan, tetapi juga pada hal yang melekat dalam diri, salah satunya adalah tubuh (Debraganza dan Hausenblas, 2010).

Individu yang memiliki kecenderungan perfeksionis memiliki standar yang amat tinggi untuk diri (Besser, Flett, Hewitt dan Guess, 2008). Perasaan ditekan oleh diri dan orang lain tidak lepas dari kebutuhan untuk diterima dan dicintai, sehingga kritikan dari lingkungan merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi individu (Huxley, Halliwell dan Clarke, 2014). Secara khusus, individu yang memiliki kecenderungan perfeksionis mengalami depresi, dysporia dan perasaan negatif lainnya (Frost dalam Donovan dkk, 2014; Hewitt dan Flett, 1991). Terlebih pada masa dewasa awal, individu harus menghadapi dunia yang komplek seperti karir, pendidikan, gaya hidup dan pasangan hidup (Santrock, 2002).

Gaya hidup dipengaruhi oleh lingkungan sekitar individu terutama dalam berpenampilan. Individu mencoba untuk menyesuaikan diri dan berpenampilan sesuai dengan lingkungan sosialnya (Shroff dan Thompson, 2006). Hal tersebut merupakan evaluasi subjektif dan penilaian terhadap citra tubuh mereka sendiri (Ogden dan Taylor, 2000), sehingga muncul pikiran, perasaan serta persepsi mengenai penampilan dan bentuk tubuh (Thomson dkk dalam Grogan, 1999). Pikiran, perasaan dan persepsi


(24)

mengenai penampilan dan bentuk tubuh merupakan bentuk dari ketidakepuasan terhadap citra tubuh yang mereka miliki (Cash, 2012). Khususnya, individu yang memiliki kecenderungan perfeksionis, mereka mengevaluasi secara subjektif dan bersifat negatif serta tidak realisistis (Flett, Hewitt, Shapiro dan Rayman, 2001). Evaluasi ini berbahaya bagi individu, mereka mengembangkan perasaan, pikiran dan persepsi negatif bahwa mereka ditolak oleh lingkungan karena bentuk tubuhnya (Levinson dan Rodebaugh, 2014).

Individu merasa tidak puas dan cemas dengan citra tubuh yang dimiliki karena perasaan evaluatif dan kritik yang selalu ditekankan (Mills, Thyszkiewicz, dan Holmes, 2014). Mereka melakukan hal ekstrem untuk membentuk tubuhnya seperti diet ketat, olahraga yang berlebihan, bulimia hingga melakukan operasi plastik (Cash, 2012). Kasus tersebut merata terjadi pada laki-laki dan perempuan di bawah usia 30 tahun (Heywood dan McCabe, 2006). Pada individu di budaya kolektif yang berkelompok dan berinteraksi satu sama lain sering mendapat kritikan ataupun evaluasi tubuh secara negatif dari lingkungan (Chow dan Tan, 2014). Individu cenderung membandingkan tubuh yang di miliki dengan tubuh yang ideal pada kelompok (Mills, Thyszkiewicz, dan Holmes, 2014).

Di budaya kolektif, individu hidup berkelompok, memprioritaskan tujuan pada kelompok, membentuk perilaku atas dasar kelompok dan berprilaku sesuai dengan cara yang umum. Ketika individu tidak mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, individu merasa cemas, takut,


(25)

dan merasa tertolak oleh kelompok (Levinson dan Rodebaugh, 2014). Perasaan cemas dan tertolak berhubungan dengan penerimaan diri dan kelompoknya.

Menurut Santrock (2002), individu dewasa awal merupakan seseorang yang berusia 18 hingga 30 tahun, usia dimana individu menghadapi pekerjaan yang komplek dan membuat keputusan mengenai masa depannya. Individu dewasa awal membuat keputusan yang lebih komplek mengenai karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta mengenai gaya hidup yang lebih luas. Khususnya dalam hubungan dengan lawan jenis, individu cenderung bersaing dengan kelompok. Individu memikat lawan jenis dengan prestasi ataupun dengan pesona kemenarikan fisik yang dimiliki. Sedangkan, mengenai gaya hidup, individu dewasa awal cenderung mengikuti gaya yang lebih modern.

Gaya hidup saat ini yang sangat popular bagi individu adalah melakukan perawatan untuk mencerahkan kulit, melakukan diet serta olahraga yang berlebihan untuk menurunkan berat badan dan membentuk tubuh ideal. Gaya hidup ini sesuai dengan standar diri supaya mendapat pengakuan dan tidak merasa tetolak dalam sekelompok. Paham dari budaya barat mengenai tubuh langsing dan atletis sudah meluas ke negara timur, misalnya dari Amerika ke budaya Jepang dan Korea Selatan (Grogan, 1999).

Media masa seperti televisi, film dan website di internet secara terus menerus memperlihatkan bentuk dan ukuran tubuh yang didambakan


(26)

(Kinnally dan Vonderen, 2012). Kemajuan teknologi membuat akses dunia maya semakin cepat dan mudah. Individu dapat dengan mudah mengakses media melalui smartphone yang dimiliki. Intensitas yang terus-menerus membuat individu menginginkan tubuh yang ideal dan membuat mereka tidak puas pada tubuhnya sendiri. Khususnya pada usia dewasa awal yang mengalami perkembangan fisik yang mencapai puncaknya dan mengalami penurunan pada usia selanjutnya (Santrock, 2002). Perkembangan ini berhubungan dengan kepuasan fisik yang dimiliki, terutama pada mereka yang ingin mencari pasangan hidup.

Pada individu dewasa awal memiliki tuntutan untuk bekerja dan bersosialiasasi, mereka rentan untuk mendapat kritikan dan evaluasi dari orang lain (Besser, Flett, Hwitt dan Guez, 2008). Tidak hanya kritikan dan evaluasi dari teman sebaya, tetapi dari keluarga juga yang terus dikembangkan (Sturman, Flett, Hewitt dan Rudolf, 2009). Individu cenderung menjadi sosok yang ideal bagi diri dan lingkungannya untuk dapat diterima. Ketika terus menerus dilakukan, individu menjadi evaluatif terhadap diri secara berlebihan (Bardone, Vohs, Abramson, Heatherton dan Joiner, 2000). Kritik dan evaluasi yang berlebihan ini dimiliki oleh individu yang berkecenderungan perfeksionis (Greenspon, 2000).

Individu yang perfeksionis memiliki standar yang tinggi dan kecenderungan untuk tidak puas segala sesuatu (Stairs dkk, 2012). Seringkali individu merasa ditekan oleh evaluasi diri dan masyarakat (Hewit dan Flett, 1991). Evaluasi ini tidak hanya dalam kinerja, tetapi juga


(27)

dalam penampilan (Zoletic dan Belko, 2009). Evaluasi tersebut terkait dengan ketidakpuasan terhadap citra tubuhnya dengan menuntut diri untuk memenuhi standar sosial.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti melakukan penelitian mengenai perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada dewasa awal. Ketidakpuasan terhadap citra tubuh merupakan perbandingan bentuk tubuh individu dengan bentuk tubuh ideal dalam masyarakat. Pemikiran ini mengarahkan pada tuntutan sosial yang dipersepsikan sebagai hal yang harus dipenuhi, supaya tidak mendapat kritik dan evaluasi dari orang lain. individu sering memiliki pemikiran negatif terhadap diri dan rentan mengalami ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Evaluasi dan kritik terhadap diri yang berlebihan merupakan kecenderungan dari individu yang perfeksionis. Seseorang yang memiliki kecenderungan perfeksionis memiliki kepercayaan bahwa mereka harus memenuhi tuntutan diri dan masyarakat untuk dapat diterima di lingkungan. Tuntutan ini sering dialami oleh individu dewasa awal yang memiliki tugas perkembangannya untuk bekerja ataupun mencari pasangan hidup. Maka dari itu, peneliti ingin meneliti mengenai “Hubungan antara perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada masa dewasa awal”.


(28)

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan permasalahan yang diajukan oleh peneliti adalah apakah ada hubungan antara perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada masa dewasa awal?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu mengenai hubungan antara perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada masa dewasa awal.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan mengenai ilmu psikologi, terutama dalam perkembangan ilmu psikologi klinis pada ketidakpuasan terhadap citra tubuh dan kecenderungan perfeksionis. Di sisi lain, penelitian ini juga menambah kajian dalam psikologi perkembangan mengenai peran penting kepuasan tubuh pada dewasa awal.

2. Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah memberikan kontribusi pada praktisi untuk mempertimbangkan peran penting konsep perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Konsep ini berdampak pada perilaku yang lebih sehat bagi klien.


(29)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perfeksionisme

1. Pengertian Perfeksionisme

Perfeksionisme menurut Hewitt and Flett’s (dalam Stairs dkk, 2012) merupakan sebuah paham kepribadian yang memiliki karakteristik untuk berjuang dengan standar yang tinggi dan berlebihan pada kritikan dan evaluasi. Shafran dkk (dalam Macedo dkk, 2014) mendefinisikan bahwa perfeksionisme merupakan kecenderungan kepribadian untuk mengevaluasi diri secara berlebihan demi pencapaian diri dengan menerapkan standar kerja yang tinggi. Horney (1950) menggambarkan bahwa seorang perfeksionis adalah individu yang neurotik yang berjuang secara terus-menerus untuk menjadi citra yang ideal bagi dirinya. Hollender (1965) mengatakan bahwa perfeksionisme didorong oleh perasaan tidak aman untuk mencari penerimaan dari lingkungan melalui prestasi dan kemampuan berprilaku.

Dari pemaparan di atas peneliti menyimpulkan bahwa perfeksionime merupakan kecenderungan yang dimiliki oleh seorang individu untuk berjuang secara terus-menerus dengan menerapkan standar yang tinggi pada diri sendiri yang dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan tidak aman atas penolakan dari lingkungan.


(30)

2. Pembentukan Kepribadian Perfeksionisme

Hal dasar yang membentuk individu dengan kepribadian perfeksionis adalah pola asuh dari lingkungan terutama keluarga (Stoeber dan Roche, 2014; Wei, Russell, Abraham, and Mallinckrodt, 2004). Dalam keluarga, individu berkembang dengan sebuah budaya yang membentuk sebuah kebiasaan (Triandis dan Suh, 2002). Di sisi lain, individu cenderung meniru pengasuh mereka (Egan, Wade, Shafran, dan Anthony, 2014). Pola asuh yang tidak aman membuat individu kurang percaya diri dan memiliki permasalahan dengan perasaannya (Ellis dalam Klibert dkk, 2015). Permasalahan tersebut terus-menerus terjadi sampai mereka berkembang di dalam masyarakat. Permasalahan individu tidak hanya berakibat terhadap perasaannya, tetapi juga pada pemikirannya (Egan, Wade, Shafran, dan Antony, 2014)

Individu yang berkembang di dalam masyarakat dan memiliki sebuah permasalahan cenderung mengkompensasikan pada hal lain untuk diterima oleh masyarakat. Mereka cenderung individualistik dan mengembangkan diri supaya dapat diterima di lingkungan (Triandis dan Suh, 2002). Mereka menerapkan standar diri berdasarkan standar masyarakat.

Mereka ingin diterima oleh lingkungan dan tidak mendapat kritik maupun evaluasi oleh masyarakat, sehingga cenderung menerapkan standar yang tinggi dalam diri. Standar yang tinggi


(31)

dilakukan secara terus menerus membuat individu tidak mudah puas (Klibert, Lamis, Naufel, Yancey dan Lohr, 2015).

Secara tidak sadar mereka memiliki pemikiran yang tidak realistik pada dirinya sendiri maupun pada anggapan orang lain Anthony dan Swinson (dalam Egan dkk, 2014). Individu merasa ditekan oleh lingkungan atas pencapaian yang diperolehnya. Mereka menerapkan standar yang tinggi bagi diri, kemudian mereka menerapkan standar tersebut pada orang lain (Hewitt dan Flett, 1991). Individu sering mengevaluasi diri karena secara tidak sadar mereka terus mengatakanakan “seharusnya” pada kinerjanya (Ellis, 1973). Oleh karena itu, Individu sering menekan diri dan lingkungan secara terus-menerus sehingga membentuk kecenderungan perfeksionis.

3. Aspek Perfeksionisme

Menurut Stair dkk (2012) perfeksionisme terbagi atas sembilan aspek. Aspek tersebut dituangkan dalam suatu alat ukur skala yang disebut skala M-CUP (Measure of Constructs Underlying Perfectionism). Skala ini menjelaskan mengenai aspek-aspek perfeksionisme sebagai berikut:

1. Standar Tinggi

Seseorang dengan kecenderungan perfeksionis, memiliki standar dan motivasi yang tinggi pada diri. Individu tersebut biasanya memiliki standar yang tidak realistik dan sulit


(32)

untuk dicapai oleh dirinya. Menurut Sorotzkin (1985) cara berpikir yang didorong oleh perasaan untuk mendapatkan hasil yang sempurna pada hidupnya dilandasi oleh kata “seharusnya” di dalam diri individu.

2. Keteraturan

Kecenderungan perfeksionis ini mengarah pada hal-hal yang terstruktur, rapi, mengatur orang-orang di lingkungannya, serta mengurutkan benda-benda di sekitarnya secara tertata. Pada pekerjaan, individu cenderung mengerjakan secara sistematik dan sesuai dengan aturan.

3. Perfeksionis terhadap orang lain

Pada kecenderungan perfeksionis ini, seseorang menuntut kinerja dan kesempurnaan dari orang lain yang tinggi yang didorong oleh perasaan mereka. Pada aspek ini individu menampilkan kekakuan, kemarahan dan tidak dapat memberi toleransi yang menimbulkan permasalahan dalam relasi dengan orang lain baik dirumah ataupun dalam pekerjaan. Permintaan dan harapan yang berlebihan pada orang lain seringkali membuat individu menyalahkan orang lain, sombong dan dominan pada orang lain. Individu tersebut memiliki masalah ketika menyerahkan tugas pada orang lain karena khawatir hasilnya tidak sempurna.


(33)

4. Reaktivitas terhadap kesalahan

Reaktivitas terhadap kesalahan adalah kecenderungan individu yang mengarah pada perilaku-perilaku negatif dari sebuah kesalahan dalam pekerjaan. Individu sangat memperhatikan apa yang telah dilakukan pada sebuah kesalahan.

5. Persepsi tekanan dari orang lain

Individu biasanya memiliki kepercayaan bahwa orang lain berharap lebih pada dirinya untuk menjadi seorang sempurna. Pada aspek ini, individu diasosiasikan dengan simptom depresif. Secara kognitif mereka di evaluasi oleh aturan-aturan yang selalu menekan diri. Aturan tersebut sangat penting bagi dirinya sehingga terjadi reaksi psikologis dari individu dalam berperilaku (Jahromi, Naziri dan Barzegar; 2012). Mereka memiliki kepercayaan bahwa kegagalan mengakibatkan permasalahan interpersonal (seperti kehilangan kepercayaan dari orang lain, orang lain kehilangan ketertarikan dan membuat orang lain kecewa).

6. Ketidakpuasan

Seseorang memiliki kecenderungan untuk merasa tidak puas dalam mencapai standarnya. Selain itu, individu merasa bahwa apa yang ada tidak cukup dan tidak benar menurutnya.


(34)

Mereka merasa bahwa segalanya selalu salah karena ketidakpuasan yang dimilikinya.

7. Detil dan memeriksa

Individu pada kecenderungan perfeksionisme ini seringkali dihubungankan dengan self-criticism dan self-scrutiny yang tinggi dan ketidakmampuan untuk mengalami kesalahan atau kegagalan dalam dirinya.

8. Kepuasan

Sebuah kebiasaan atau kecenderungan untuk mengalami hal-hal yang memuaskan dan positif ketika mengerjakan suatu hal atau menyelesaikan sesuatu.

9. Pikiran Hitam Putih

Seseorang cenderung berpikir bahwa jika sesuatunya tidak sempurna maka hal tersebut buruk atau dianggap sebagai sebuah kegagalan. Individu merasa bahwa dirinya tidak dapat melakukan sesuatu dengan sempurna.

B. Citra Tubuh

1. Pengertian Citra Tubuh

Menurut Banfield dan McCabe (2002), citra tubuh merupakan sebuah representasi mental dari bentuk, ukuran dan formasi sebuah tubuh. Hal tersebut dipengaruhi oleh variasi pengalaman, budaya dan sosial, individu dan faktor biologis. Fisher (dalam Grogan, 1999)


(35)

berpendapat bahwa citra tubuh merupakan sebuah persepsi, pikiran dan perasaan pada tubuhnya. Persepsi, pikiran dan perasaan membentuk sebuah komponen subjektif pada tubuh masing – masing. Komponen subjektif dari sebuah gambaran tubuh adalah kepuasan dan ketidakpuasan dengan ukuran atau bentuk tubuh (Zoletic dan Belko, 2009). Kepuasan dan ketidakpuasan terlihat dari perilaku, perasaan dan pikiran mengenai tubuh sendiri.

2. Perempuan dan Citra Tubuh

Perempuan selalu mendorong dirinya untuk mengubah bentuk dan berat badan sesuai dengan tipe ideal dalam lingkungannya (Chapela, Unikel, Mendoza dan Lachica, 2014). Perubahan ini terjadi karena komunikasi dan modeling dari lingkungan (Kichler dan Crowther, 2009). Selain itu, iklan di televisi dan banyak model dengan badan yang kurus memicu perempuan untuk mengubah bentuk dan berat badannya (Kinnally dan Vonderen, 2014). Perempuan cenderung melakukan diet ketat, minum pil pelangsing dan bahkan melakukan operasi plastik supaya memiliki tubuh yang mereka inginkan (Dakanalis, Zanetti, Riva, Colmegna, Volpato, Madeddu dan Clerici, 2015; Kartikasari, 2013).

Perempuan percaya bahwa kehidupan mereka lebih baik apabila mengurangi berat badan mereka yang terlihat dari meningkatknya tingkat kepercayaan diri (Donovan, Chew dan Penny,


(36)

2014). Pada umumnya perempuan menginginkan supaya dirinya lebih kurus dibandingkan dengan tubuh sesungguhnya. Membandingkan tubuhnya dengan tubuh orang lain yang dianggapnya lebih menarik merupakan hal yang sering terjadi diantara perempuan pada semua usia (Mills, Thyszkiewicz, dan Holmes, 2014). Selain itu, beberapa penelitian menunjukan bahwa kehamilan membuat perempuan memiliki ketidakpuasan berlebih terhadap citra tubuhnya (Tyszkiewicz, Skouteris, Watson dan Hill, 2012).

Perempuan pada usia 17-25 tahun lebih rentan mengalami ketidakpuasan terhadap citra tubuhnya (Sivert dan Sinanovic, 2008). Citra pada penampilan yang menjadi pusat perhatian perempuan adalah berat badan, tubuh dan penampilan secara keseluruhan (Heywood dan McCabe, 2006). Meskipun demikian, sebagian besar perempuan sering mempermasalahkan tubuh yang memiliki lemak menumpuk seperti perut dan paha (Debraganza dan Hausenblas, 2010). Hal ini tidak lepas dari perkembangan puberitas yang memuncak pada perempuan saat usia 18 tahun. Menurut Garner dkk (dalam Grogan, 1999) pada beberapa bagian tubuh yang membesar membuat sekitar 50% perempuan tidak puas pada tubuh yang mereka miliki.

Menurut Second dan Jourard (dalam Grogan, 1999), ketidakpuasan terhadap citra tubuh memiliki hubungan dengan self esteem. Hubungan ini bersifat negatif, karena apabila individu


(37)

memiliki ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang tinggi maka self esteem yang dimiliki rendah (Bardone, Vohs, Abramson, Heatherton dan Joiner, 2000). Tidak hanya pada self esteem, ketidakpuasan terhadap tubuh juga sangat berpengaruh pada perkembangan eating disorder pada perempuan (Thompson dan Heinberg, 1999).

3. Laki-laki dan Citra Tubuh

Pada dasarnya banyak sosial media yang mempertontonkan bentuk tubuh perempuan daripada tubuh lak-laki (Brown dan Bardoukas, 2013; Morgan dalam Grogan, 1999). Namun, banyak laki-laki yang sebenarnya memiliki ketidakpuasan pada bentuk tubuhnya. Didukung dengan peningkatan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada laki – laki selama 30 tahun terakhir dari 15 % menjadi 43 % (Stapleton, Mclntyre dan Bannatyne, 2014). Secara umum, laki-laki lebih mementingkan bagian otot tubuh seperti pada otot dada, lengan, bahu, tinggi badan ataupun berat badan (Grogan, 1999).

Laki-laki yang memiliki kepuasan dengan bagian tubuhnya cenderung lebih positif dalam memandang dirinya (Brown dan Bardoukas, 2013). Perasaan positif bagi laki-laki yang memiliki bentuk tubuh berotot diindikasikan dengan merasa kuat, bahagia, merasa diri sebagai penolong dan pemberani. Menurut Fenzoi dan Shields (dalam Grogan, 1999) beberapa hal yang membuat lelaki puas dengan citra tubuhnya adalah mengenai kemenarikan fisik, kekuatan


(38)

tubuh dan juga kondisi fisik seperti berat dan tinggi badan. Kaum laki-laki umumnya sangat menyukai tren dalam pembentukan otot, tinggi badan maupun berat badan (Chow dan Tan, 2014). Begitu pula sebaliknya, ketidakpuasan terjadi apabila badan yang dimiliki tidak sesuai dengan citra tubuh yang diinginkan (Grogan, 1999).

Bentuk otot yang dimiliki laki-laki seringkali diindikasikan dengan kejantanan yang ideal, semua ini tidak lepas dari pengaruh budaya barat di mana laki-laki yang memiliki kejantanan dipresentasikan dengan kekuatan, kekuasaan, dan keagresifan. Seperti yang dijelaskan oleh Dakanalis dkk (2015) bahwa berotot merupakan salah satu bentuk dari maskulinitas. Namun, ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa otot yang ekstrem secara sosial kurang diterima di dalam masyarakat karena sebagian laki-laki menganggap tidak natural atau bahkan menjijikan menurut penelitian St Martin dan Gavey (dalam Grogan, 1999).

C. Ketidakpuasan Terhadap Citra Tubuh

1. Pengertian Ketidakpuasan Terhadap Citra Tubuh

Cash dan Pruzinsky (2002) mendefinisikan bahwa ketidakpuasan terhadap tubuh merupakan sebuah pemikiran dan perasaan negatif mengenai tubuh sendiri. Grogan (1999) menambahkan bahwa fenomena psikologi tersebut tidak terlepas dari faktor lingkungan. Tidak hanya melihat pengalaman individu dengan


(39)

tubuhnya sendiri, tetapi juga dengan budaya yang dimiliki. Seseorang membandingkan diri dengan figur menarik sehingga menimbulkan evaluasi pada penampilan yang dimiliki (Vonderen dan Kinnally, 2012). Ketidakpuasan terhadap citra tubuh penting untuk dipertimbangkan dari beberapa aspek adalah secara afektif, kognitif dan perilaku.

Dari pemaparan di atas disimpulkan bahwa ketikdakpuasan terhadap citra tubuh merupakan sebuah pikiran, perasaan dan perilaku individu yang cenderung negatif terhadap penampilan tubuh yang dimiliki.

2. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh

Menurut Grogan (1999), beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan terhadap citra tubuh adalah:

a. Budaya

Di budaya barat, tubuh yang ideal diasosiasikan dengan kebahagiaan, kesuksesan, keremajaan dan penerimaan secara sosial. Budaya barat sangat mempengaruhi budaya timur dengan seiring berkembangnya modernisasi. Tubuh yang berotot diasosiasikan dengan kekuatan dan memiliki energi daya tahan tubuh yang lebih. Perempuan yang memiliki


(40)

penampilan yang menarik adalah mereka yang memiliki kemolekan tubuh yang ideal dengan kelangsingan.

Menurut Cash (2012) pemilik berat badan yang berlebihan telah terstigma negatif dari kecil hingga dewasa awal. Mereka cenderung diasosiasikan dengan kurang aktif, kurang pintar, kurang bekerja keras, kurang sukses, kurang atletik dan kurang popular daripada mereka yang memiliki tubuh yang ideal. Menurut Cash (2012), pertumbuhan badan merupakan salah satu bukti dari hasil dari genetika. Namun, banyak individu yang hidup dalam budaya yang cenderung bertahan pada keyakinan yang keliru. Individu sering menyesuaikan diri dengan kesesuaian budaya dan ideologis yang berlaku di masyarakat.

b. Media Sosial

Banyak teori yang mengatakan bahwa media sangat berpengaruh pada laki-laki dan perempuan untuk memperhatikan bagian tubuhnya. Khususnya dalam ketidakpuasan citra tubuh, media seringkali memusatkan pada model yang langsing sebagai iklan penurun berat badan dan peninggi badan (Peter dan Baker, 1994).

Iklan seperti inilah yang membuat individu berpikir bahwa tubuh ideal sangat diapresiasi oleh masyarakat, terutama ketika bentuk tubuh yang dimiliki seperti model yang


(41)

ditampilkan. Media sangat memberi sarana dalam menciptakan sebuah ketidakpuasan citra tubuh. Seperti halnya contoh mengenai “iklan” yang merupakan bentuk dari media sosial yang melukiskan tubuh yang ideal (Grogan, 1999).

Media sosial bermacam-macam di era modernisasi ini. Tidak hanya televisi yang menjadi pusat iklan tetapi juga koran, majalah, radio dan internet. Pada dewasa awal, individu sangat aktif dalam penggunaan media sosial seperti facebook, twitter, line, ataupun media sosial lain yang banyak menampilkan iklan ataupun cuplikan gambar dan video dengan berbagai model.

c. Usia

Banyak penelitian yang memfokuskan pada laki-laki dan perempuan dengan usia tertentu, mulai dari remaja awal, remaja tengah, remaja akhir hingga dewasa awal. Masing-masing usia memiliki karakteristik tersendiri dalam menanggapi ketidakpuasan citra tubuh (Grogan, 1999). Jelas sekali bahwa perubahan bentuk tubuh dan perkembangan secara sosial, psikologis dan seksual mulai berbeda. Pada individu dewasa awal akan menampilkan fisik yang menarik untuk mendapatkan pasangan. Pada individu dewasa awal, sudah terlihat jelas pada setiap bagian tubuh yang berubah secara sempurna dari masa puberitas.


(42)

Individu dewasa awal sangat memperhatikan penampilannya karena penuaan dini yang menimbulkan keresahan. Mereka cenderung tidak percaya diri dengan penampilannya dan meningkatkan aktivitas fisik untuk memperlambat penuaan.

d. Kelas Sosial

Menurut Grogan (1999) kelas sosial berpengaruh terhadap ketdakpuasan terhadap citra tubuh. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Wardle dan Marsland (dalam Grogan, 1999), bahwa individu dengan kelas sosial yang tinggi cenderung tidak puas dengan citra tubuh yang dimiliki. Individu yang memiliki kelas sosial tinggi mudah mengakses segala bentuk informasi. Sedangkan pada kalangan kelas sosial yang lebih rendah cenderung terbatas dalam mengakses informasi yang modern.

e. Hubungan Interpersonal

Dalam kelompok, individu mudah terpengaruh dan cenderung tergantung dengan pendapat kelompok. Ketergantungan ini terjadi pada idealisme individu dan kelompok mengenai citra tubuh. Menurut Cash dan Purzinsky (2002), pendapat kelompok mengenai penampilan individu mempengaruhi individu dalam berpikir mengenai tubuh yang dimiliki. Di sisi lain, pengaruh kepercayaan mengenai tubuh


(43)

yang ideal dari orang tua, teman sebaya dan saudara juga berkontribusi dalam meningkatkan ketidakpuasan terhadap citra tubuh (Odgen dan Taylor, 2000).

f. Kepribadian

Masing-masing individu hidup dalam lingkungan dan pengasuhan yang berbeda, hal ini pula yang menyebabkan individu memiliki kepribadian yang berbeda. Kepribadian ini juga sangat mempengaruhi pola pikir individu mengenai citra tubuhnya. Individu yang memiliki kepercayaan diri, lebih mudah berpikir positif pada tubuhnya.

Semua ini tidak terlepas dari pola asuh orang tua yang aman atau tidak aman. Pola asuh yang tidak aman membuat individu merasa tertolak, mencari penerimaan orang lain. Pola asuh ini menumbuhkan perasaan negatif pada orang lain dan pada diri sendiri termasuk citra tubuh yang dimiliki. Serupa dengan pernyataan Cash dan Purzinky (2002) yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang berpengaruh pada padangannya mengenai citra tubuh.

3. Aspek ketidakpuasan terhadap citra tubuh

Banyak peneliti yang telah membuat skala mengenai ketidakpuasan citra tubuh dalam bentuk kuisoner antara lain The Body Cathexist, The Body Areas Satisfaction, The Body Shape


(44)

Quistionnaire dan The Body Attitudes Quistionnaire di mana dalam skala-skala ini mengindikasikan mengenai kepuasan dan ketidakpuasan pada masing-masing bagian tubuh (Grogan, 1999). Masing-masing bagian tubuh tersebut meliputi tinggi badan, berat badan, lemak pada tubuh dan penampilan secara keseluruhan yang direspon secara perasaan, persepsi, dan perilaku.

Menurut Banfield dan McCabe (2002), beberapa aspek ketidakpuasan terhadap citra tubuh adalah:

a. Kognitif

Secara kognitif individu lebih menekankan persepsi yang dimiliki terhadap citra tubuhnya. Tidak mereka membandingkan tubuh yang dimiliki dengan tubuh orang lain. Berpikir bahwa dengan memiliki tubuh langsing ataupun berotot membuat individu diterima oleh masyarakat. Semakin individu percaya bahwa tubuhnya tidak ideal, semakin tidak puas pula pada citra tubuh yang dimiliki. Terdapat empat hal yang diukur yaitu penampilan keseluruhan, tubuh atau badan, tinggi badan dan berat badan sesuai dengan yang dikemukakan oleh Grogan (1999).

b. Afektif

Pada aspek ini, individu cenderung memiliki perasaan subjektif mengenai penampilan yang dimiliki. Individu merasa gelisah, merasa tidak puas, tidak nyaman, tidak senang


(45)

dengan penampilan secara keseluruhan ataupun pada bagian tubuh yang dimiliki. Individu juga minder dan cemas karena sering memperhatikan penampilan yang dimiliki. Perhatian tersebut sering membuat individu merasa bahwa penampilannya tidak diharapkan. Hal tersebut memicu perasaan subjektif dalam diri, bisa positif ataupun negatif dan tidak puas dengan citra tubuh yang dimiliki.

c. Perilaku

Salah satu cara untuk mengevaluasi bentuk dan berat badan dapat dilihat pada perilaku individu. Pada aspek perilaku terlihat indikator yang mencerminkan individu memiliki ketidakpuasan terhadap citra tubuhnya yaitu diet extreme, menggunakan pil pelangsing, olahraga yang berlebihan, bahkan bedah plastik. Selain itu, perilaku lain yang sering terjadi adalah pemilihan baju untuk menutupi lemak pada beberapa bagian tubuh.

D. Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa Awal

Masa dewasa awal merupakan masa dimana individu memiliki rentang usia 18-30 tahun (Santrock, 2002). Pada usia ini, individu mencapai puncak perkembangan dan memulai penurunan kemampuan fisik. Menurut Hurlock (1980), pada masa dewasa awal individu


(46)

mencapai puncak dalam perkembangannya secara motorik. Pada masa ini individu lebih berperan penting dalam kehidupan masyarakat, pekerjaan, relasi dengan lawan jenis dan gaya hidup.

Pembuatan keputusan sangatlah penting bagi dewasa awal untuk melanjutkan masa depannya. Kemampuan untuk membuat keputusan merupakan ciri lain yang di bangun pada masa dewasa awal. Membuat keputusan dalam hal ini adalah mengenai karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta mengenai gaya hidup. Pada masa ini, perubahan terjadi secara terus-menerus, sebagian bisa melanjutkan ke jenjang universitas dan bekerja sesuai kemampuannya, sebagian hanya bisa lulus SMA.

2. Perkembangan Fisik Dewasa Awal

Sebagian besar puncak dari kemampuan fisik dicapai pada usia dibawah 23 tahun (Santrock, 2002). Tercapainya kekuatan dan kecepatan pertumbuhan tubuh terjadi lebih awal dibandingkan ketrampilan motorik dan kognitif. Pada perempuan terjadi banyak timbunan lemak di beberapa bagian tubuh. Bagian tubuh tersebut terlihat menonjol dengan terjadinya perubahan berat dan tinggi badan yang telah mencapai puncak. Dalam perubahan berat badan, lelaki bertambah berat karena bertambah kuatnya susunan urat daging, tetapi pada perempuan pertumbuhan berat badan disebabkan oleh bertambahnya jaringan pengikat dibawah kulit (lemak). Lemak pada


(47)

perempuan terutama di daerah paha, pantat, lengan atas dan dada, hal ini membuat bentuk tubuh wanita menjadi khas (Monk dkk, 2006).

3. Perkembangan Sosio – Emosional Dewasa Awal

Daya tarik terhadap lawan jenis sangat istimewa pada masa kini. Masa dewasa awal merupakan masa dimana individu mempersiapkan diri untuk membangun rumah tangga. Individu usia dewasa awal cenderung mencari kesamaan terhadap lawan jenis. Kesamaan tersebut terdiri dari sikap, perilaku, karakteristik, kecerdasan, kepribadian, gaya hidup, nilai – nilai dan daya tarik fisik (Santrock, 2002).

Pada perkembangan sosio-emosional seringkali membuat individu sangat mengedepankan penampilan fisik untuk menarik lawan jenis. Selain harus menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan, individu memiliki kebutuhan untuk berafiliasi dengan orang lain. Tidak hanya teman sebaya atau rekan kerja, tetapi juga pada pasangan hidup untuk masa depan mereka sendiri.

E. Dinamika hubungan perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada dewasa Awal

Keluarga merupakan tempat awal individu tumbuh dan berkembang. Keluarga dan lingkungan merupakan faktor dasar yang membentuk kepribadian individu (Tridanis dan Suh, 2002). Individu


(48)

yang dibesarkan dengan pola asuh tidak aman cenderung kurang mampu untuk beradaptasi secara sosial (Klibert, Lamis, Naufel, Yancey dan Lohr, 2015). Mereka belajar merekam ingatan baik ataupun buruk dari pengalaman, mempersepsikan segala sesuatu dan membentuk skema dalam dirinya yang dipengaruhi keluarga dan lingkungan (Besser, Flett, Hewitt dan Guez, 2008). Individu terus-menerus mengevaluasi diri karena perasaan cemas orang tuanya yang otoriter (Wei, Russell, Abraham, dan Mallinckrodt, 2004).

Individu yang tumbuh pada pola asuh tidak aman cenderung mencari penerimaan dari orang lain dengan mengevaluasi dirinya (Yuraco, 2003). Evaluasi ini tidak terlepas dari kebutuhan untuk diterima dan dicintai. Individu terus-menerus mengevaluasi diri secara negatif apabila tidak mendapatkan penerimaan dan cinta terhadap dirinya (Cash, 2012). Hal ini membentuk sebuah kepribadian perfeksionis yang selalu menuntut diri untuk mencapai standar yang amat tinggi (Stoeber, 2014).

Kepribadian perfeksionis tidak hanya terjadi karena pola asuh orang tua, tetapi juga karena pengaruh lingkungan sekitar sehingga individu menerapkan standar yang tinggi terhadap diri dan lingkungan (Hewitt dan Flett, 1991). Standar yang dimiliki individu merupakan bentuk dari evaluasi dan kritikan negatif yang selalu didapatkan dari diri. Evaluasi dan kritikan negatif ini tidak hanya mengenai kinerja


(49)

dalam menyelesaikan tugas, tetapi juga mengenai penampilan (Rasooli dan Lavasani, 2011).

Cash (2002) mengatakan bahwa individu sering mengevaluasi diri mengenai pencapaian yang telah diraihnya. Evaluasi terus-menerus dilakukan dengan ketat supaya tidak terjadi kegagalan dan penolakan dari orang lain. Individu semakin mengevaluasi secara negatif citra tubuh dan pola makan. Kritik dan evaluasi diri secara negatif sering dimiliki oleh individu yang cenderung perfeksionis (Harris, Pepper dan Maack, 2008).

Perasaan individu yang terus-menerus menekan berpotensi meningkatkan ketidakpuasan pada pencapaiannya (Cash, 2002). Ketidakpuasan ini pula yang membuat diri individu selalu membandingkan diri dengan orang lain (Fisher, Dunn, dan Thompson, 2002). Perbandingan sering dilakukan oleh diri individu yang tidak puas pada citra tubuh yang dimiliki (Shroff dan Thompson, 2006). Seringkali individu membandingkan antara citra tubuh ideal dengan citra tubuh yang dimiliki dan membentuk sebuah ketidakpuasan terhadap citra tubuh (Grogan, 1999).

Ketidakpuasan terhadap citra tubuh memiliki berbagai macam faktor lainnya selain dari kepribadian individu yang perfeksionis. Individu yang memiliki kepercayaan diri rendah merupakan salah satu faktor ketidakpuasan terhadap citra tubuh (Grogan, 1999). Self esteem merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi diri individu untuk


(50)

membangun kepercayaan dalam diri. Individu dengan kepercayaan diri yang tinggi, sedikit kemungkinan tidak puas terhadap citra tubuhnya (Cash dan Pruzinky, 2002).

Selain kepribadian, adapun faktor lain yang terkait dengan ketidakpuasan terhadap citra tubuh adalah budaya, kelas sosial, usia, hubungan interpersonal dan media sosial (Cash dan Pruzinky, 2002; Grogan, 1999). Pada era modernisasi ini informasi dari dalam maupun luar negeri dapat diakses dengan mudah pada kehidupan sehari-hari. Banyak informasi yang didapatkan membuat individu semakin mengetahui tren pada tubuh. Tidak sedikit individu yang melakukan diet yang berlebihan ataupun mengonsumsi obat-obatan untuk mengubah penampilan, bahkan melakukan operasi plastik (Donovan, Chew, dan Penny, 2014; Dyer dkk, 2015; Meller dkk, 2014).

Kasus tersebut sering dilakukan oleh individu dewasa awal karena tugas perkembangan yang dimiliki mencari pasangan hidup dan memilih gaya hidup (Santrock, 2002). Kemenarikan fisik membuat lawan jenis mampu terpikat dengan mudah pada individu. Selain itu, gaya hidup yang sudah modern juga sangat berpengaruh pada diri individu dalam ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Individu dengan sosial ekonomi cukup tinggi cenderung lebih memiliki ketidakpuasan terhadap diri (Santrock, 2002).


(51)

F. Skema hubungan Perfeksionisme dengan Ketidakpuasan terhadap Tubuh

G. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah perfeksionisme berhubungan secara positif dan signifikaan dengan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada dewasa awal.

Dewasa awal laki-laki dan perempuan

Perfeksionisme rendah Perfeksionisme tinggi

Stimulus citra tubuh ideal

Harapan pencapaian dan penerimaan dari lingkungan

rendah Harapan pencapaian dan

penerimaan dari lingkungan tinggi

Evaluasi dan kritik terhadap tubuh positif Evaluasi dan kritik

terhadap tubuh negatif

Kepuasan terhadap tubuh Ketidakpuasan terhadap


(52)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan menghubungkan variabel A dan variabel B. Menurut Azwar (2009), penelitian korelasional bertujuan untuk mengetahui sejauh mana variabel A memiliki hubungan dengan variabel B. Penelitian ini untuk melihat hubungan antara perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada dewasa awal.

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel A

Variabel A dalam penelitian ini adalah perfeksionisme 2. Variabel B

Variabel B dalam penelitian ini adalah ketidakpuasan terhadap citra tubuh

C. DEFINISI OPERASIONAL 1. Perfeksionisme

Perfeksionisme merupakan kecenderungan individu untuk berjuang terus-menerus dengan menerapkan standar yang tinggi pada diri sendiri yang dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan tidak aman atas penolakan


(53)

dari lingkungan. Perfeksionisme diukur dengan skala M-CUP (Measure of Constructs Underlying Perfectionism).

2. Ketidakpuasan terhadap citra tubuh

Ketikdakpuasan terhadap citra tubuh merupakan sebuah pikiran, perasaan dan perilaku individu yang cenderung negatif terhadap penampilan tubuh yang dimiliki. Ketidakpuasan terhadap citra tubuh diukur menggunakan skala ketidakpuasan citra tubuh yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tiga aspek adalah pikiran, perasaan dan perilaku.

D. SUBJEK PENELITIAN

Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan non-probability sampling dengan teknik convenience sampling. Penggunaan teknik sampling ini memberi kemudahan dalam pengambilan data menurut kriteria yang dipilih (Noor, 2010) yaitu:

1. Dawasa awal laki-laki dan perempuan yang memiliki usia berkisar antara 18 tahun sampai 30 tahun

2. Belum menikah

3. Sedang menempuh pendidikan atau sedang dalam proses penyelesaian tugas (pekerja).

Kriteria di atas dapat diketahui dengan menyediakan formulir identitas diri kepada subjek.


(54)

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA 1. Metode

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode survay. Peneliti menggunakan skala yang berisi pernyataan-pernyataan mengenai aspek yang telah disusun sedemikian rupa sehingga respon individu terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor dan diinterpretasikan. Alat yang digunakan oleh peneliti tersusun atas 2 skala adalah skala A mengenai perfeksionisme dan skala B mengenai ketidakpuasan terhadap citra tubuh.

Penelitian menggunakan survey melalui google drive, hal ini dikarenakan pada awal penyebaran skala secara langsung hampir sebagian besar subjek tidak melengkapi jawaban. Selain itu, penyebaran survey dalam situasi libur semester bagi para mahasiswa, sehingga kesulitan untuk mendapatkan banyak subjek. Dari beberapa alasan di atas, peneliti mengambil langkah dengan menyebarkan survey menggunakan akun google drive, di mana subjek dapat mengisi dimanapun mereka berada. 2. Alat Pengumpulan Data

a. Perfeksionisme

Pengukuran perfeksionisme menggunakan skala M-CUP (Measure of Constructs Underlying Perfectionism). Skala ini dibuat oleh Stairs dkk (2012) dalam bentuk bahasa Inggris kemudian diadaptasi kedalam bahasa Indonesia oleh peneliti. Skala M-CUP mengukur sembilan komponen yang ada dalam


(55)

perfeksionisme. Alat ukur ini menggunakan skala likert adalah skala 1 (sangat tidak setuju), skala 2 (tidak setuju), skala 3 (netral), skala 4 (setuju), dan skala 5 (sangat setuju). Skala M-CUP hanya menggunakan opsi favorable oleh peneliti sebelum dan setelah diadaptasi.

Tabel 3.1

Blueprint dan Distribusi Item Perfeksionisme

Aspek Favorable Jumlah Persentase

Standar tinggi 1, 12, 27, 34, 40, 44 6 9,23% Keteraturan 2, 7, 13, 21, 28, 35, 41,

45, 52

9 13,84%

Perfeksionis terhadap orang lain

3, 15, 22, 29, 37, 47, 62 7 10,76%

Reaktivitas terhadap kesalahan

18, 31, 43, 50, 51, 57, 60, 63

8 12,30%

Detil dan pemeriksa

8, 14, 36, 46, 53 5 7,69%

Kepuasan 4, 9, 16, 23, 30, 42, 48, 54, 58

9 13,84%

Ketidakpuasan 5, 10, 17, 24, 38, 49, 55, 56, 61, 64

10 15,38%

Persepsi tekanan dari orang lain

6, 11, 19, 25, 32, 59, 65 7 10,76%

Pikiran hitam putih

20, 26, 33, 39 4 6,15%


(56)

Tabel 3.2

Pemberian Skor pada Skala Perfeksionisme

Pilihan Jawaban Favorable

Sangat Tidak Setuju 1

Tidak Setuju 2

Netral 3

Setuju 4

Sangat Setuju 5

b. Ketidakpuasan Citra Tubuh

Ketidakpuasan citra tubuh diukur menggunakan skala ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang dibuat oleh peneliti. Pada variabel ketidakpuasan citra tubuh dibuat skala sesuai dengan aspeknya. Peneliti membuat item sesuai aspek kognisi, afeksi dan perilaku yang merupakan acuan dalam ketidakpuasan citra tubuh. Skala dalam variabel ini menggunakan skala likert, skala 1 menunjukkan sangat setuju, skala 2 menunjukkan tidak setuju, skala 3 menunjukkan setuju, dan skala 4 menunjukkan sangat setuju.

Tabel 3.3

Pemberian Skor pada Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh

Pilihan Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3


(57)

Tabel 3.4

Blueprint dan Distribusi Item Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh

Aspek No. Item Jumlah Prosentase Favourable

/Unfavourable 1. Kognitif

a. Penampilan b. Tubuh/Badan c. Berat Badan d. Tinggi badan

2, 8, 24, 55,60, 3, 25,34, 43, 54,

7, 30,40,57,58, 4, 12, 15, 44, 49

20 33,3 %

2. Afektif a. Penampilan b. Tubuh/Badan c. Berat Badan d. Tinggi badan

5,13, 22, 45, 53 9, 28, 36, 48, 59 1, 11, 20, 38, 47 14, 16, 32, 41,50

20 33,3%

3. Perilaku a. Penampilan b. Tubuh/Badan c. Berat Badan d. Tinggi badan

5, 21, 23, 29, 31 10, 18, 33, 46,56

6, 19, 37 ,42, 51 17, 26, 27, 39,52

20 33,3%

Jumlah 60 100%

F. VALIDITAS, RELIABILITAS DAN SELEKSI ITEM 1. Validitas Skala

Validitas tes adalah tingkat kecermatan dan ketepatan alat ukur mengenai apa yang hendak diukur (Azwar, 1999).

a. Perfeksionisme

Skala perfeksionisme merupakan skala adaptasi, maka diperlukan penerjemahan. Penerjemahan skala menjadi hal yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian. Metode


(58)

penerjemahannya menggunakan metode Back translation. Penerjemahan dengan metode Back translation hingga uji coba skala merupakan validasi isi dari skala yang digunakan dalam penelitian ini.

Dalam metode ini, beberapa orang yang menguasai ilmu psikologi menerjemahkan skala bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Setelah itu, skala yang sudah diterjemahkan tersebut diterjemahkan kembali ke dalam bahasa inggris oleh ahli bahasa yang tidak mengetahui sama sekali mengenai skala psikologi. Kemudian penerjemah kedua merupakan seseorang yang setidak-tidaknya pernah tinggal diluar negeri yang menggunakan bahasa inggris selama 2 tahun. Setelah itu, hasil terjemahan dibandingkan dengan skala asli untuk mendapatkan item terbaik. Skala disajikan kepada 5 orang dewasa awal untuk mengetahui pemahaman dari sampel subjek. Skala diuji coba pada beberapa subjek dewasa awal dengan rentang usia 18-30 tahun. Hal tersebut digunakan untuk mengetahui pemahaman dan jangka waktu yang digunakan untuk menyelesaikannya. Apabila kalimat kurang dipahami, maka peneliti mendiskusikan kembali dengan moderator supaya kalimatnya mudah dipahami

Skala asli M-CUP memiliki hubungan yang tinggi dengan skala kepribadian seperti neurotik, self esteem dan


(59)

kecemasan (Stair, Smith, Zapolski, Combs dan Settles, 2012). Skala ini dikembangkan dari skala Frost multidimentional perfectionis (Frost dkk, 1990), Almost Perfect Scale-Ravised (Slanley dkk, 2001), Perfectionism Questionnaire (Rheaume dkk, 2000), dan beberapa skala perfeksionis lainnya. Penelitian tersebut menggambarkan validitas skala asli M-CUP baik. b. Ketidakpuasan citra tubuh

Validitas skala ketidakpuasan citra tubuh yang digunakan yaitu validitas isi (content validity). Validitas isi ditentukan oleh professional judgment dalam proses menelaah (Azwar, 1999). Skala terlebih dahulu diperiksa oleh professional judgment mengenai item-item pada setiap aspek yang diukur.

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan tingkat konsistensi alat ukur (Azwar, 2011). Hasil pengukuran dapat dipercaya jika diukur pada kelompok yang sama dan memiliki hasil yang relatif sama dalam pengukuran selanjutnya, selama aspek yang diukur belum berubah. Reliabilitas penelitian ini menggunakan koefisien Cronbach. Dengan menggunakan Alpha-Cronbach maka dapat ditetapkan jika koefisien reliabilitas minimum sebesar 0,70. Semakin hasilnya maka semakin memadai pula alat ukur tersebut untuk digunakan dalam penelitian.


(60)

a. Perfeksionisme

Skala asli Measure of Constructs Underlying Perfectionism (M-CUP) menunjukkan reliabilitas yang baik. Reliabilitas M-CUP dilihat dari skor alpha cronbach yaitu lebih dari 0.80 (Stairs, Smith, Zapolski, Combs dan Settles, 2012). Hal tersebut menunjukkan reliabilitas M-CUP tergolong baik.

Setelah dilakukan adaptasi dan dilakukan uji coba maka didapatkan reliabilitas dari perfeksionisme melalui koefisien Alpha-Chronbach (r) adalah 0,950. Reliabilitas perfeksionisme sangat baik dan memadai untuk dilakukannya penelitian.

b. Ketidakpuasan Citra Tubuh

Skala ketidakpuasan citra tubuh diuji dengan pendekatan Alpha Chronbach. Setelah dilakukan uji coba, skala ketidakpuasan terhadap citra tubuh memperoleh koefisien Alpha-Chronbach sebesar ( r ) 0,921 yang berarti memiliki reliabilitas yang baik.

4. Seleksi Item

Seleksi item terlihat dari hasil uji coba melalui SPSS. Besar korelasi item ini bergerak dari 0-1. Semakin tinggi nilai korelasi antar item dan semakin mendekati angka 1, maka dapat dikatakan bahwa item tersebut baik. Jika pada hasil corrected item total nilainya kurang dari 0,30 maka dikatakan jika item tersebut kurang bagus. Sebaliknya apabila nilainya lebih besar dari 0,30 maka item-itemnya memiliki


(61)

daya diskriminasi tinggi yang artinya baik untuk digunakan dalam penelitian. Jika tidak memungkinkan semua item lebih besar daripada 0,30, maka standar bisa diturunkan hingga 0,25 (Azwar, 1999).

a. Perfeksionisme

Pada skala perfeksionisme yang merupakan skala adaptasi yang terdiri dari 9 aspek yaitu standar tinggi, keteraturan, perfeksionis terhadap orang lain, reaktivitas terhadap kesalahan, persepsi tekanan dari orang lain, ketidakpuasan, detil dan pemeriksa, kepuasan, dan pikiran hitam putih. Dari hasil uji coba terdapat satu aspek yang tidak mendukung untuk digunakan di dalam penelitian yaitu aspek kepuasan. Pada budaya kolektif, respon yang terjadi adalah semua item kepuasan memiliki nilai rendah yang seluruhnya dibawah 0,25.

Skala perfeksionisme terdiri dari 65 item yang di uji coba. Setelah di uji coba, terdapat 18 item yang gugur, 9 diantaranya adalah aspek kepuasan. Item lainnya tersebar pada aspek ketidakpuasan (3 item), keteraturan (2 item), perfeksionis terhadap orang lain (2 item), persepsi tekanan dari orang lain (1 item), dan reaktivitas terhadap kesalahan (1 item). Dengan mempertimbangkan bias budaya maka peneliti tidak menggunakan aspek kepuasan dengan persetujuan peneliti utama (with permission, Smith 2016).


(62)

Tabel 3.5

Distribusi Item Final Perfeksionisme setelah Uji Coba Aspek Favorable Jumlah Persentase Standar tinggi 1, 8, 21, 27,

32, 35

6 12,76%

Keteraturan 2, 5, 9, 16, 22, 33, 36

7 14,89%

Perfeksionis terhadap orang lain

3, 11, 12, 23, 29

5 10,63%

Reaktivitas terhadap kesalahan

13, 24, 34, 39, 40, 44,

45

7 14,89%

Detil dan pemeriksa

6, 10, 28, 37, 41

5 10,63%

Kepuasan 12, 18, 30, 38, 42, 43,

46

7 14,89%

Ketidakpuasan 4, 7, 14, 19, 25, 47

6 12,76%

Persepsi tekanan dari orang lain

15, 20, 26, 31

4 8,51%

Jumlah 47 100%

b. Ketidakpuasan Terhadap Citra Tubuh

Pada ketidakpuasan terhadap citra tubuh, terdapat 60 pernyataan yang dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek kognitif, afektif dan perilaku. Dari hasil uji coba, terdapat 39 item yang gugur dalam variabel ketidakpuasan terhadap citra tubuh. 39 item tersebut terdiri dari 13 item pada aspek kogitif, 13 item pada aspek afektif dan 13 item pada aspek perilaku.


(63)

Berikut hasil distribusi item final yang digunakan dalam penelitian:

Tabel 3.6

Distribusi Item Final Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh setelah Uji coba

Aspek No. Item Jumlah Prosentase Favourable

/Unfavourable 1. Kognitif

a. Penampilan b. Tubuh/Badan c. Berat Badan d. Tinggi badan

1, 19, 21 9 14 8, 18

7

33,3 %

2. Afektif a. Penampilan b. Tubuh/Badan c. Berat Badan d. Tinggi badan

10 2, 13 12, 17 4, 5 7 33,3% 3. Perilaku a. Penampilan b. Tubuh/Badan c. Berat Badan d. Tinggi badan

16 11, 15 6, 7, 20

3

7

33,3%

Jumlah 21 100%

G. TEKNIK ANALISIS DATA 1. Uji Asumsi

a) Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Analisis data menggunakankan metode kolmogorov-smirnov test. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.00 for windows.


(64)

b) Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk melihat model yang dibangun mempunyai hubungan linear atau tidak. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara variabel A dengan variabel B. Pengujian ini dilakukan dengan teknik Compare mean dengan menggunakan program SPSS 16.00 for windows.

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan korelasi Pearson apabila data yang telah diuji normal dan menggunakan statistik parametrik. Namun, apabila data tidak normal, maka dilakukan pengujian dengan statistik non parametrik adalah Spearman dengan SPSS 16.00 for windows.

H. Pelaksanaan Uji Coba

Skala uji coba perfeksionisme dengan ketidakpuasan terhadap tubuh dilakukan pada tanggal 21-28 Desember 2015. Skala ini disebarluaskan kepada dewasa awal di lingkungan Paingan dan sekitarnya. Uji coba dilakukan dengan membagikan 60 kuisoner kepada dewasa awal, secara langsung. Dari 60 kuisoner yang disebar hanya 51 yang kembali dan 4 kuisoner gugur karena ada beberapa jawaban yang tidak terselesaikan. Sehingga jumlah uji coba dalam penelitian ini adalah 47 subjek.


(65)

47 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19 Januari hingga 5 Februari 2016. Kuisoner ini disebar melalui media online dalam Google Drive untuk memudahkan pengumpulan data. Skala disebar melalui akun media sosial seperti facebook, whatsapp, BBM, dan line untuk disebarluaskan pada subjek lain yang memiliki kriteria sama. Terdapat 316 subjek yang telah mengisi skala penelitian. Namun, terdapat 5 subjek yang gugur karena tidak memenuhi kriteria yang diharapkan.

B. Deskripsi Subjek

Penelitian ini mengumpulkan subjek yang belum menikah dan berusia pada masa dewasa awal. Subjek merupakan individu yang sedang menempuh tugas atau sedang dalam status bekerja. Subjek yang terkumpul sebanyak 311 orang melalui penyebaran skala secara online. Berikut deksripsi subjek berdasarkan jenis kelamin, usia, dan status sosial dalam masyarakat (Pelajar atau Pekerja).

Tabel 4.1

Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

No Keterangan Jumlah Persentase

1. Laki – Laki 98 31,51%

2. Perempuan 213 68,49%


(66)

Tabel 4.2

Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia

No. Usia Jumlah Persentase

1. 18 Tahun 14 4,50%

2. 19 Tahun 18 5,79%

3. 20 Tahun 57 18,32%

4. 21 Tahun 72 23,16%

5. 22 Tahun 89 28,61%

6. 23 Tahun 35 11,26%

7. 24 Tahun 10 3,21%

8. 25 Tahun 4 1,29%

9. 26 Tahun 3 0,97%

10. 27 Tahun 4 1,29%

11. 28 Tahun 5 1,60%

Total 311 100%

Tabel 4.3

Deskripsi Subjek Berdasarkan Status Sosial

C. Deskripsi Data Penelitian

Tabel 4.4

Deskripsi Data Penelitian Keterangan

Stasistik

Perfeksionisme Ketidakpuasan Citra Tubuh Teoritik Empirik Teoritik Empirik

N 311 311 311 311

Minimum 78 47 31 21

Maksimum 230 188 67 48

Mean 152 151,77 49 49,36

SD 51,33 22,002 16,33 6,323

No. Keterangan Jumlah Persentase

1. SMA 2 0,64%

2. Mahasiswa 267 85,86%

3. Bekerja 42 13,50%


(67)

Tabel 4.5

One-Sample Statistics

N Mean

Std.

Deviation Std. Error Mean Perfectionism 311 151.77 22.002 1.248

BD 311 49.36 6.323 .359

Tabel 4.6 One-Sample Test

Test Value = 0

T Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Perfectionism 121.648 310 .000 151.772 149.32 154.23 BD 137.662 310 .000 49.357 48.65 50.06

Pada data dekripsi penelitian di atas, dapat diketahui mengenai perbandingan antara skor mean teoritik dan skor mean empirik untuk memperoleh informasi mengenai skor subjek pada masing-masing variabel penelitian. Hasil SPSS 16.0 for Windows menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,000 dimana p < 0,05 dan nilai t=121,648. Diketahui bahwa mean empirik yang diperoleh perfeksionisme sebesar 151,77 sedangkan pada


(68)

mean teoritik diperoleh sebesar 152. Mean teoritik lebih tinggi daripada mean empirik yang berarti skor subjek cukup rendah. Namun, terlihat bahwa perbedaan yang diperoleh dari mean empirik dan mean teoritik tidak terlampau jauh.

Begitu pula pada variabel ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Dapat dilihat bahwa mean empirik lebih besar dari pada mean teoritis. Pada variabel ini juga memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 dimana p < 0,05 dengan nilai t=137,662. Terlihat dari mean empirik yang didapatkan dari variabel ketidakpuasan citra tubuh sebesar 49,36, sedangkan pada nilai mean teoritik memiliki nilai sebesar 49. Disimpulkan bahwa pada variabel ketidakpuasan terhadap citra tubuh rata-rata skor subjek cukup tinggi.

D. Kategorisasi

Dalam kategorisasi ini dimaksudkan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut kontinum yang didasarkan pada atribut yang diukur (Azwar, 1999). Jenjang kontinum ini dilakukan urut dari rendah ke tinggi. Pada kategori yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga kategori adalah rendah, sedang, dan tinggi. Berikut norma kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini:


(69)

Tabel 4.7 Norma Kategorisasi

Skor Kategorisasi

X < (µ - 1,0 σ) Rendah

(µ - 1,0 σ) ≤ X < (µ + 1,0 σ) Sedang

(µ + 1,0 σ) ≤ X Tinggi Keterangan:

µ = Mean Teoritik

σ = Standar Deviasi

Pada tabel deskripsi data penelitian (lihat table 4.4) diketahui bahwa nilai skor mean teoritis dan standar deviasi pada variabel perfeksionisme sebesar 152 dan 51 (dibulatkan). Maka variabel perfeksionisme dapat di kategorikan sebagai berikut:

Tabel 4.8

Norma Kategorisasi Perfeksionisme

Skala Rentang Skor Kategorisasi Jumlah Persentasi Perfeksionisme X < 101 Rendah 4 1,30%

101 ≤ X < 203 Sedang 302 97,10%

203 ≤ X Tinggi 5 1,60%

Total 311 100%

Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 4 subjek atau 1,30% memiliki tingkat perfeksionisme yang rendah. Sedangkan pada 302 subjek atau sekitar 97,10% subjek memiliki kategori sedang dalam tingkat perfeksionisme. Sekitar 1,60% atau sebanyak 5 subjek yang memiliki kecenderungan perfeksionis tinggi.

Pada tabel di atas (lihat table 4.4) juga dapat diketahui mean teoritik pada ketidakpuasan terhadap citra tubuh sebesar 49, sedangkan


(70)

standar deviasi pada ketidakpuasan citra tubuh sebesar 16 (dibulatkan). Maka dapat ditentukan kategorisasi pada ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada dewasa awal adalah:

Tabel 4.9

Norma Kategorisasi Ketidakpuasan terhadap Citra Tubuh Skala Rentang Skor Kategorisasi Jumlah Persentasi Ketidakpuasan

Citra Tubuh

X < 33 Rendah 3 0,90% 33 ≤ X < 65 Sedang 304 97,50%

65 ≤ X Tinggi 4 1,60%

Total 311 100%

Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 3 subjek atau sekitar 0,90% memiliki ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang rendah. Sedangkan sebanyak 304 subjek atau sekitar 97,50% memiliki ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang sedang. 4 subjek atau 1,60% memiliki ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang tinggi.

E. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi

Dalam pengujian korelasional terdapat dua macam uji asumsi adalah uji normalitas dan uji linieritas.

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas dalam penelitian ini menggunakan program SPSS 16.00 for Windows dengan metode Kolmogorov-Smirnov Test.


(71)

Tabel 4.9.1

Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. Perfectionism .053 311 .037 .993 311 .145 BD .065 311 .003 .992 311 .084 a. Lilliefors Significance Correction

Bedasarkan hasil data SPSS 16.00 for windows di atas terlihat bahwa nilai p = 0,037 pada variabel perfeksionisme. Sedangkan pada variabel ketidakpuasan terhadap citra tubuh bernilai p = 0,003. Dari persebaran yang diperolah oleh kedua variabel memiliki nilai (p) kurang dari 0,05. Disimpulkan bahwa variabel perfeksionisme dan variabel ketidakpuasan terhadap citra tubuh berada dalam distrubusi tidak normal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sampel dianggap tidak berasal dari populasi normal sehingga uji hipotesis menggunakan metode non-parametrik.

Data yang tidak normal ini dapat disebabkan oleh alat ukur yang kurang netral yang diujikan pada subjek yang kurang sesuai dengan populasi sebenarnya. Perlunya kecermatan dalam memilih atau membuat alat ukur sangat menentukan kenormalan data yang diteliti.


(72)

b. Uji Linearitas

Uji liniearitas dalam penelitian ini menggunakan test of linearity dengan SPSS 16.00 for windows (Santoso, 2010).

Berdasarkan tabel tes of linearity atau uji linieritas di atas terlihat bahwa nilai Linierity p = 0,000 dan nilai F sebesar 29,094. Sehingga variabel perfeksionisme memiliki hubungan yang linear dengan variabel ketidakpuasan terhadap citra tubuh.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.00 for windows dengan metode Spearman.

Tabel 4.9.2 Hasil Uji Linearitas

Sum of Squares Df

Mean

Square F Sig. Perfectionism

* BD

Between Groups (Combine d)

36700.103 36 1019.447 2.464 .000 Linearity 12037.886 1 12037.886 29.094 .000 Deviation

from Linearity

24662.218 35 704.635 1.703 .011

Within Groups 113370.688 274 413.762


(73)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (r) = 0,260 dan positif, serta nilai signifikansi sebesar 0,000. Dari nilai tersebut signifikansinya kurang dari 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi bernilai positif, maka dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang positif antara perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai tingkat perfeksionime seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang dimiliki. Dari pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa hipotesis yang diajukan oleh peneliti diterima.

Selain hipotesis yang dapat disimpulkan dari tabel di atas, nilai koefisien determinasi juga dapat ditentukan. Nilai koefisien determinasi dapat dihasilkan dari nilai kuadrat koefisien korelasi. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana sebuah variabel

Tabel 4.9.3 Hasil uji Hipotesis

Perfectionism BD Spearman's

rho

Perfectionism Correlation Coefficient 1.000 .260**

Sig. (1-tailed) . .000

N 311 311

BD Correlation Coefficient .260** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 311 311


(74)

berhubungan dengan variabel lainnya. Maka dari itu, dapat dihitung dengan nilai kuadrat koefisien korelasi sebesar 0,260 adalah 0,067. Dapat disimpulkan bahwa perfeksionisme berhubungan dengan ketidakpuasan terhadap citra tubuh hanya sebesar 6,7%.

F. Pembahasan

Penelitian melihat hubungan antara perfeksionisme dan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada dewasa awal. Pengujian penelitian ini menggunakan uji korelasi non-parametrik (spearman) yang menghasilkan nilai r sebesar 0,260 dan signifikansi sebesar 0,000 dengan (p<0,05). Penelitian ini menggunakan analisis SPSS 16.00 for windows dengan sampel yang terdistribusi tidak normal. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa semakin tinggi tingkat perfeksionisme pada seseorang, semakin tinggi pula tingkat ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang dimiliki. Walaupun dalam hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat koefisien korelasi tidak terlalu besar, yang artinya kedua variabel memiliki hubungan tetapi tidak terlalu tinggi.

Hasil ini bisa terkait dengan banyaknya faktor lain, seperti yang diketahui bahwa koefisien determinasi yang dimiliki perfeksionisme hanya sebesar 6,7%. Menurut Banfield dan McCabe (2002) banyak hal lain yang dihubungkan dengan ketidakpuasan citra tubuhnya seperti budaya dan sosial, pengalaman, dan juga faktor biologis. Seperti halnya yang telah


(75)

diketahui bahwa di dalam aspek perfeksionisme terdapat ketidakpuasan yang dimiliki individu. Ketidakpuasan terhadap citra tubuh juga memiliki hubungan dengan faktor kepribadian (Grogan, 1999).

Penelitian ini juga mendukung penelitian lain yang mengarah pada hubungan dan pengaruh masing-masing variabel. Pada penelitian sebelumnya yang diujikan pada perempuan kembar dewasa menengah mengenai pengaruh kepribadian perfeksionisme dengan citra tubuh di Iran yang diteliti oleh Rasooli dan Lavazani (2011). Mereka mengatakan bahwa perfeksionisme mengindikasikan tingginya standar yang dominan dari kehidupan yang dihasilkan secara bilogis, keluarga dan aspek pola asuh.

Seperti halnya penelitian mengenai hubungan antara perfeksionisme dengan gangguan citra tubuh (Simon dkk, 2009). Mereka mengatakan bahwa kepribadian merupakan salah satu faktor yang terkait dengan ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Hal ini tidak terlepas dari interaksi antar individu dalam kehidupan sehari-hari. Perfeksionisme berhubungan dengan tekanan dari oranglain yang seakan-akan menuntutnya. Tidak hanya melalui interaksi secara personal, tetapi juga informasi yang membentuk skema di dalam diri seseorang dan membuatnya seolah – olah terus berkata “seharusnya” pada diri (Ellis dalam Grogan, 1999). Informasi tersebut mengenai penampilan para model atau tubuh yang ideal menurut pandangan masyarakat dan keluarga.


(76)

Odgen dan Taylor (2000) mengatakan bahwa sebuah penerimaan terhadap norma sosial juga berasal dari belief individu di lingkungan. Belief dari orang tua, saudara dan teman sebaya mungkin terkait ketidakpuasan terhadap tubuh. Cash (2012) berpendapat bahwa kepribadian yang tumbuh dari pola asuh dan lingkungan juga berkesinambungan dengan ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Selain itu, Cash (dalam Grogan, 1999) juga mengatakan bahwa individu yang sudah terskema dari kanak-kanak bahwa tubuh yang ideal merupakan tubuh yang langsing dan berotot. Skema yang terbentuk dari kanak-kanak yang membentuk sebuah kepribadian yang puas maupun tidak puas dengan apa yang dimiliki. Kepuasan dan ketidakpuasan ini tidak hanya mengenai evaluasi terhadap pekerjaan, tetapi juga terhadap penampilan diri (Rasooli dan Lavasani, 2011).

Individu semakin ditekan oleh lingkungannya maka membentuk sebuah evaluasi negatif di dalam dirinya, semua ini tidak lepas dari self esteem yang rendah yang dikompensasikan perfeksionisme terhadap sosial (Hewitt dan Flett, 1991). Ketidakpuasan terhadap citra tubuh juga terkait dengan tingkat kepercayaan diri yang rendah akan apa yang dimiliki, sehingga individu dapat memiliki perasaan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada dirinya sendiri (Cazh dan Purzinky, 2002).

Di sisi lain, banyak respon yang ditunjukan oleh subjek termasuk pada kategori sedang. Pada variabel perfeksionisme terdapat 302 subjek atau sekitar 97,10 % sedangkan pada variabel ketidakpuasan terhadap citra


(77)

tubuh terdapat 304 subjek atau sekitar 97,50%. Hal ini menunjukan bahwa subjek memiliki tingkat perfeksionisme dan tingkat ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang tidak terlalu tinggi ataupun juga tidak terlalu rendah.

Penelitian ini juga didukung dengan wawancara pada beberapa subjek yang mengisi kuisoner perfeksionisme dengan ketidakpuasan citra tubuh. Seorang perempuan berinisial C dan V mengatakan bahwa mereka merupakan sosok individu yang sangat perfeksionis. Tidak hanya dalam mengerjakan tugas ataupun mengenai kekhawatiran mereka terhadap evaluasi orang lain mengenai kinerja mereka, tetapi juga terhadap penampilan. Mereka kerap kali merasa tidak puas dengan citra tubuhnya, walaupun orang lain memandang bahwa badan yang mereka miliki sudah ideal. Tidak cukup bagi mereka untuk puas terhadap penampilan yang mereka miliki.


(78)

60 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa hipotesis diterima yaitu perfeksionisme berhubungan dengan ketidakpuasan terhadap citra tubuh pada dewasa awal. Koefisien korelasi sebesar 0,260 dengan signifikansi (p) sebesar 0,000 (p < 0,05), yang berarti berhubungan positif dan signifikan. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat perfeksionisme maka semakin tinggi ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang dimiliki.

B. Saran

1. Bagi Dewasa Awal

Bagi dewasa awal perlu mewaspadai perfeksionisme di dalam diri. Meskipun Perfeksionisme berhubungan dengan ketidakpuasan terhadap citra tubuh, hasil yang diperoleh tidak terlalu besar. Maka dari itu, dewasa awal perlu mewaspadai juga mengenai faktor lainnya.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mendalami dan meneliti faktor lain yang berkaitan dengan tingkat ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Terdapat 97,3 % ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang terkait dengan faktor lainnya seperti media sosial, budaya, usia, keluarga, teman sebaya, ataupun kelas sosial. Selain


(79)

itu, peneliti selanjutnya diharapkan lebih mempertimbangkan subjek yang memiliki tingkat perfeksionisme cukup tinggi, sehingga hasilnya lebih terlihat jelas pada tingkat ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Tidak hanya pada subjek, tetapi juga pada pemilihan kata dalam item-item yang dibuat.

C. Keterbatasan

Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu: a. Social Desirability

Kecenderungan individu dalam budaya kolektif seringkali merespon pernyataan yang ke arah netral. Jarang sekali individu menjawab pernyataan sesuai dengan keadaan diri yang sebenarnya. b. Bias Kuesioner

Kuesioner tidak netral cenderung memusatkan individu untuk menjawab kearah hal yang diukur. Baik dalam variabel perfeksionis ataupun ketidakpuasan terhadap citra tubuh memerlukan alat ukur yang lebih netral dalam pelaksanaan penelitiannya.

c. Bias Budaya

Alat ukur yang dipakai mungkin kurang cocok dalam budaya kolektif, lebih baik peneliti selanjutnya lebih mempertimbangkan bias budaya dalam menggunakan alat ukur.

d. Online

Penggunaan google drive dalam penelitian ini merupakan salah satu keterbatasan. Peneliti tidak dapat mengamati secara


(80)

langsung pengisian quesioner, hal tersebut dapat terjadi bias dalam survey secara online.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

ANOVA Table Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. Perfectionism *

BD

Between Groups (Combined) 36700.103 36 1019.447 2.464 .000 Linearity 12037.886 1 12037.886 29.094 .000 Deviation

from Linearity

24662.218 35 704.635 1.703 .011

Within Groups 113370.688 274 413.762


(6)

Lampiran 6 Uji Hipotesis

Correlations

Perfectionism BD Spearman's rho Perfectionism Correlation

Coefficient 1.000 .260

**

Sig.

(1-tailed) . .000

N 311 311

BD Correlation

Coefficient .260

**

1.000 Sig.

(1-tailed) .000 .

N 311 311

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).