KEBIJAKAN DINAS KEHUTANAN DALAM UPAYA MENANGGULANGI PEMBALAKAN HUTAN DIWILAYAH KPH MALANG (STUDI DI KPH MALANG)
KEBIJAKAN DINAS KEHUTANAN DALAM UPAYA MENANGGULANGI
PEMBALAKAN HUTAN DIWILAYAH KPH MALANG (STUDI DI KPH
MALANG)
Oleh: FEMBY BAKTI. R ( 02230027 )
government science
Dibuat: 2008-04-09 , dengan 2 file(s).
Keywords: Kebijakan, Upaya,Pembalakan
Sistem pengelolaan hutan pada dasarnya bertumpu pada aspek ekonomi dan hanya sedikit yang
memperhatikan aspek pengelolaan hutan itu sendiri. Hal inilah yang menimbulkan dampak yang
negatif, seperti terjadinya bencana alam banjir, tanah longsor dan pencemaran udara akibat
pembakaran hutan secara di sengaja ataupun proses alam. Menghentikan penebangan liar ini
tidaklah mudah, karena terkait dengan mekanisme struktur budaya masyarakat yang sudah
beradaptasi secara turun temurun. Dengan melihat hal tersebut maka diperlukan penanganan
yang serius dan terpadu dalam program pembangunan hutan, dan dalam hal ini adalah Dinas
Kehutanan. Pentingnya peran Dinas Kehutanan dalam menjaga kelestarian hutan menjadi
tanggung jawab utama disamping masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya harus
berbagai upaya dilakukan oleh pihak Dinas Kehutanan. Berdasarkan fenomena tersebut membuat
penulis ingin mengetahui lanjut tentang kebijakan-kebijakan apa saja yang akan dilakukan oleh
dinas yang terkait dalam menaggulangi pengendalian illegal logging dan dituangkan dalam
bentuk penelitian dengan judul “Kebijakan Dinas Kehutanan Dalam Upaya Menanggulangi
Pembalakan Hutan Diwilayah KPH Malang (Studi di KPH Malang)”. Tujuan dari penelitian ini
adalah ingin mengetahui bagaimana kebijakan Dinas Kehutanan dalam menanggulangi upaya
menanggulangi pembalakan hutan di wilayah KPH Malang.Ingin mengetahui bagaimana
membangun jejaring (nett working) kemitraan dalam pengelolaan hutan terpadu secara
berkelanjutan dan Ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan
penghambat dalam menanggulangi upaya menanggulangi pembalakan hutan di wilayah KPH
Malang
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, lokasi penelitiannya adalah di KPH Malang
dengan subyek penelitianya adalah Kepala Dinas Kehutanan dan Kepala KPH Kota Malang.
Dimana dalam pengambilan datanya digunakan observasi, wawancara dan data dokumentasi.
Setelah data diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan teknik anailisa kualitatif.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Pemerintah provinsi dan kabupaten sampai saat ini
hanya sebagai “polisi tidur” atas pembangunan kehutanan, meskipun Undang-undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Keputusan No. 215/KPTS-II/2003 tentang
Rencana Kerja tahunan Perum Perhutani telah ditetapkan, namun tidak efektif
penyelenggaraannya karena peran sentralistik Kehutanan sangat dominan, mengakibatkan
pengelolaan hutan belum mencerminkan keterpaduan karena : Pemerintah Pusat belum iklas
melepaskan kewenangan pengelolaan hutan kepada pemerintah daerah, berdampak rendahnya
ruang partisipasi lembaga masyarakat dan stake holders lainnya dalam pengelolaan hutan,
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2005 tentang
Pemerintahan daerah. Jejaring kemitraan pengelolaan hutan yang dibangun oleh Kehutanan
dalam rangka pengendalian penebangan liar, belum berhasil sebab kepercayaan masyarakat
terhadap program PHBM tidak utuh. lebih menekankan pembentukan hubungan kerjasama
pemanfaatan peluang dalam pengelolaan sumber daya hutan. Prinsipnya adalah bagi hasil atas
produksi tanaman agribisnis dalam jangka waktu tertentu yang berorientasi pasar. Norma bagi
hasil diatur dalam kontrak kerjasama antara petani, Kehutanan, pemerintah kabupaten/kota serta
LKPDH secara proporsional yang ditetapkan secara musyawarah dalam forum komunikasi
tingkat kecamatan.
Faktor penghambat dalam menanggulangi pembalakan hutan diwilayah KPH Malang adalah
belum adanya tindakan inovatif untuk mengendalikan pelaku penebangan liar yang dilakukan
oleh 3 (tiga) kelompok yang berbeda, yaitu Cukong (pemilik modal), Blandong Illegal (Juru
Tebang Ilegal) dan Sopir (Pengangkut kayu). Ketiganya membentuk perikatan secara tidak resmi
dan samar-samar, tetapi memiliki keterkaitan yang erat dengan Makelar Kayu (Belantik Kajeng)
sebagai mediator untuk mengatur skenario penebangan liar, pengangkutan dan penjualan hasil
hutan. Akibatnya perilaku itu berlangsung tanpa ada hambatan yang berarti. Ketidak berdayaan
pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan disebabkan oleh dominasi pemerintah pusat yang
menyerahkan urusan pengelolaan hutan kepada Perum Perhutani, sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang Perum Perhutani. Peranan Aparat penegak
hukum kurang optimal dalam penerapan hukum kehutanan sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, karena adanya ego centris dan konflik
kepentingan sebagai akibat dari lemahnya koordinasi di antara aparatur penegak hukum sehingga
penegakan hukum belum dapat memberikan efek jera (shock therapy) bagi pelaku kejahatan
kehutanan.Masyarakat dan pengusaha kurang memiliki akses seimbang terhadap sumber daya
hutan, karena dominasi Perum Perhutani yang kurang memberikan ruang untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan hutan terpadu. Masyarakat miskin di sekitar hutan belum mendapat akses
yang seimbang dalam memanfaatkan sumber daya hutan, karena itu tidak jarang
Cukong/Belantik Kajeng memanfaatkan mereka sebagai pelaku penting dalam praktek
penebangan liar.
System management of convergent forest basically at economic aspect and just litle which pay
attention aspect management of itself forest. This matter generate negative impact, like the
happening of floods natural disaster, landslide and contamination of air effect of combustion of
forest intending and or natural process. Discontinuing this wild hewing is not easy to, because
related to cultural structure mechanism of society which have adapted hereditaryly. seen the
mentioned hence needed inwrought and serious handling in program development of forest, and
in this case is On duty Kehutanan. Important of role On duty Kehutanan in taking care of
continuity of forest become especial responsibility beside society. To realize the mentioned it is
of course have various effort conducted by On duty Kehutanan. Pursuant to the phenomenon
make writer wish to know to continue about policys any kind of to be conducted by relevant on
duty in overcoming operation of logging illegal and poured in the form of research with title "
Policy On Duty Kehutanan In The Effort Overcoming Regional foray Forest of KPH Malang (
Study in KPH Malang)". Intention of this research is wishing to know how to policy On duty
Kehutanan in overcoming effort overcome foray of forest in region of KPH Malang.Wishing to
know how to develop; working nett partner in management of inwrought forest on an ongoing
basis and Wish to know factors any kind of becoming resistor and supporter in overcoming effort
overcome foray of forest in region of KPH Unlucky.
This Research type is research qualitative, its research location is in KPH Malang with its subyek
of this research is Head On duty Kehutanan and Head of KPH Malang. Where in intake of his
data is used by observation, documentation data and interview. After data obtained is later;then
analysed by using technique of anailisa qualitative.
Result of this research mention that Government of sub-province and provinsi till now only as "
sleep police" of development of forestry, though Law of No. 32 Year 2004 about Governance of
Area, and Decision of No. 215/KPTS-II/2003 about annual Plan Job Perum Kehutanan have
been specified, but is not effective its management because role of Kehutanan sentralistik very
dominant, resulting management of forest not yet expressed integrity because : Central
Government not yet honest discharge kewenangan management of forest to local government,
affect to lower participation room him institute and society of stake other holders in management
of forest, as which is commended in Law of No.32 Year 2005 about Governance of area. Partner
management of forest woke up by Kehutanan in order to operation of wild hewing, not yet
succeeded because trust of society to program of PHBM is not intact. more is emphasizing
forming of cooperation link exploiting of opportunity in management of forest resource. Its
Principal is sharing holder of crop production of agribisnis certain within which orient market.
Norm sharing holder arranged by cooperation in bond between farmer, Kehutanan, governmental
of sub-province / town and also LKPDH by proporsional which is specified upon mutual
consensus in communications forum mount district.
Resistor factor in overcoming foray of regional forest KPH Malang is there is no action him of
inovatif to control perpetrator of wild hewing which conducted by 3 ( three ) different group, that
is Richman ( owner of capital), Blandong Illegal ( Expert Cut away Ilegal) and Driver (
Conveyor of wood). Third of him form alliance not openly and vaguely, but owning hand in
glove relevant with Middleman Wood ( Belantik Kajeng) as mediator to arrange wild hewing
scenario, transportation and sale of forest result. As a result that behavior take place without
resistance meaning. Low powered of local government in management of forest because of
central government domination delivering business management of forest to Perum Kehutanan,
as specified in Regulation of Government of Number 30 Year 2003 about Perum Kehutanan.
Role of Government officer enforcer punish less optimal in applying of forestry law as
commended in Law of No. 41 Year 1999 about Forestry, caused by ego of centris conflict of
interest and in consequence of weakening of coordination among enforcer aparatur punish so that
the straightening of law not yet earned to give effect discourage ( therapy shock) to arsonist of
entrepreneur and forest.Society and entrepreneur less owning to access well-balanced to forest
resource, because domination of Perum Kehutanan less giving of room to participate in
management of inwrought forest. Impecunious society around forest not yet got to access wellbalanced in exploiting forest resource, in consequence not rarely Richman / Kajeng belantik
exploit them as important perpetrator in practice wild hewing.
PEMBALAKAN HUTAN DIWILAYAH KPH MALANG (STUDI DI KPH
MALANG)
Oleh: FEMBY BAKTI. R ( 02230027 )
government science
Dibuat: 2008-04-09 , dengan 2 file(s).
Keywords: Kebijakan, Upaya,Pembalakan
Sistem pengelolaan hutan pada dasarnya bertumpu pada aspek ekonomi dan hanya sedikit yang
memperhatikan aspek pengelolaan hutan itu sendiri. Hal inilah yang menimbulkan dampak yang
negatif, seperti terjadinya bencana alam banjir, tanah longsor dan pencemaran udara akibat
pembakaran hutan secara di sengaja ataupun proses alam. Menghentikan penebangan liar ini
tidaklah mudah, karena terkait dengan mekanisme struktur budaya masyarakat yang sudah
beradaptasi secara turun temurun. Dengan melihat hal tersebut maka diperlukan penanganan
yang serius dan terpadu dalam program pembangunan hutan, dan dalam hal ini adalah Dinas
Kehutanan. Pentingnya peran Dinas Kehutanan dalam menjaga kelestarian hutan menjadi
tanggung jawab utama disamping masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya harus
berbagai upaya dilakukan oleh pihak Dinas Kehutanan. Berdasarkan fenomena tersebut membuat
penulis ingin mengetahui lanjut tentang kebijakan-kebijakan apa saja yang akan dilakukan oleh
dinas yang terkait dalam menaggulangi pengendalian illegal logging dan dituangkan dalam
bentuk penelitian dengan judul “Kebijakan Dinas Kehutanan Dalam Upaya Menanggulangi
Pembalakan Hutan Diwilayah KPH Malang (Studi di KPH Malang)”. Tujuan dari penelitian ini
adalah ingin mengetahui bagaimana kebijakan Dinas Kehutanan dalam menanggulangi upaya
menanggulangi pembalakan hutan di wilayah KPH Malang.Ingin mengetahui bagaimana
membangun jejaring (nett working) kemitraan dalam pengelolaan hutan terpadu secara
berkelanjutan dan Ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan
penghambat dalam menanggulangi upaya menanggulangi pembalakan hutan di wilayah KPH
Malang
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, lokasi penelitiannya adalah di KPH Malang
dengan subyek penelitianya adalah Kepala Dinas Kehutanan dan Kepala KPH Kota Malang.
Dimana dalam pengambilan datanya digunakan observasi, wawancara dan data dokumentasi.
Setelah data diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan teknik anailisa kualitatif.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Pemerintah provinsi dan kabupaten sampai saat ini
hanya sebagai “polisi tidur” atas pembangunan kehutanan, meskipun Undang-undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Keputusan No. 215/KPTS-II/2003 tentang
Rencana Kerja tahunan Perum Perhutani telah ditetapkan, namun tidak efektif
penyelenggaraannya karena peran sentralistik Kehutanan sangat dominan, mengakibatkan
pengelolaan hutan belum mencerminkan keterpaduan karena : Pemerintah Pusat belum iklas
melepaskan kewenangan pengelolaan hutan kepada pemerintah daerah, berdampak rendahnya
ruang partisipasi lembaga masyarakat dan stake holders lainnya dalam pengelolaan hutan,
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2005 tentang
Pemerintahan daerah. Jejaring kemitraan pengelolaan hutan yang dibangun oleh Kehutanan
dalam rangka pengendalian penebangan liar, belum berhasil sebab kepercayaan masyarakat
terhadap program PHBM tidak utuh. lebih menekankan pembentukan hubungan kerjasama
pemanfaatan peluang dalam pengelolaan sumber daya hutan. Prinsipnya adalah bagi hasil atas
produksi tanaman agribisnis dalam jangka waktu tertentu yang berorientasi pasar. Norma bagi
hasil diatur dalam kontrak kerjasama antara petani, Kehutanan, pemerintah kabupaten/kota serta
LKPDH secara proporsional yang ditetapkan secara musyawarah dalam forum komunikasi
tingkat kecamatan.
Faktor penghambat dalam menanggulangi pembalakan hutan diwilayah KPH Malang adalah
belum adanya tindakan inovatif untuk mengendalikan pelaku penebangan liar yang dilakukan
oleh 3 (tiga) kelompok yang berbeda, yaitu Cukong (pemilik modal), Blandong Illegal (Juru
Tebang Ilegal) dan Sopir (Pengangkut kayu). Ketiganya membentuk perikatan secara tidak resmi
dan samar-samar, tetapi memiliki keterkaitan yang erat dengan Makelar Kayu (Belantik Kajeng)
sebagai mediator untuk mengatur skenario penebangan liar, pengangkutan dan penjualan hasil
hutan. Akibatnya perilaku itu berlangsung tanpa ada hambatan yang berarti. Ketidak berdayaan
pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan disebabkan oleh dominasi pemerintah pusat yang
menyerahkan urusan pengelolaan hutan kepada Perum Perhutani, sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang Perum Perhutani. Peranan Aparat penegak
hukum kurang optimal dalam penerapan hukum kehutanan sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, karena adanya ego centris dan konflik
kepentingan sebagai akibat dari lemahnya koordinasi di antara aparatur penegak hukum sehingga
penegakan hukum belum dapat memberikan efek jera (shock therapy) bagi pelaku kejahatan
kehutanan.Masyarakat dan pengusaha kurang memiliki akses seimbang terhadap sumber daya
hutan, karena dominasi Perum Perhutani yang kurang memberikan ruang untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan hutan terpadu. Masyarakat miskin di sekitar hutan belum mendapat akses
yang seimbang dalam memanfaatkan sumber daya hutan, karena itu tidak jarang
Cukong/Belantik Kajeng memanfaatkan mereka sebagai pelaku penting dalam praktek
penebangan liar.
System management of convergent forest basically at economic aspect and just litle which pay
attention aspect management of itself forest. This matter generate negative impact, like the
happening of floods natural disaster, landslide and contamination of air effect of combustion of
forest intending and or natural process. Discontinuing this wild hewing is not easy to, because
related to cultural structure mechanism of society which have adapted hereditaryly. seen the
mentioned hence needed inwrought and serious handling in program development of forest, and
in this case is On duty Kehutanan. Important of role On duty Kehutanan in taking care of
continuity of forest become especial responsibility beside society. To realize the mentioned it is
of course have various effort conducted by On duty Kehutanan. Pursuant to the phenomenon
make writer wish to know to continue about policys any kind of to be conducted by relevant on
duty in overcoming operation of logging illegal and poured in the form of research with title "
Policy On Duty Kehutanan In The Effort Overcoming Regional foray Forest of KPH Malang (
Study in KPH Malang)". Intention of this research is wishing to know how to policy On duty
Kehutanan in overcoming effort overcome foray of forest in region of KPH Malang.Wishing to
know how to develop; working nett partner in management of inwrought forest on an ongoing
basis and Wish to know factors any kind of becoming resistor and supporter in overcoming effort
overcome foray of forest in region of KPH Unlucky.
This Research type is research qualitative, its research location is in KPH Malang with its subyek
of this research is Head On duty Kehutanan and Head of KPH Malang. Where in intake of his
data is used by observation, documentation data and interview. After data obtained is later;then
analysed by using technique of anailisa qualitative.
Result of this research mention that Government of sub-province and provinsi till now only as "
sleep police" of development of forestry, though Law of No. 32 Year 2004 about Governance of
Area, and Decision of No. 215/KPTS-II/2003 about annual Plan Job Perum Kehutanan have
been specified, but is not effective its management because role of Kehutanan sentralistik very
dominant, resulting management of forest not yet expressed integrity because : Central
Government not yet honest discharge kewenangan management of forest to local government,
affect to lower participation room him institute and society of stake other holders in management
of forest, as which is commended in Law of No.32 Year 2005 about Governance of area. Partner
management of forest woke up by Kehutanan in order to operation of wild hewing, not yet
succeeded because trust of society to program of PHBM is not intact. more is emphasizing
forming of cooperation link exploiting of opportunity in management of forest resource. Its
Principal is sharing holder of crop production of agribisnis certain within which orient market.
Norm sharing holder arranged by cooperation in bond between farmer, Kehutanan, governmental
of sub-province / town and also LKPDH by proporsional which is specified upon mutual
consensus in communications forum mount district.
Resistor factor in overcoming foray of regional forest KPH Malang is there is no action him of
inovatif to control perpetrator of wild hewing which conducted by 3 ( three ) different group, that
is Richman ( owner of capital), Blandong Illegal ( Expert Cut away Ilegal) and Driver (
Conveyor of wood). Third of him form alliance not openly and vaguely, but owning hand in
glove relevant with Middleman Wood ( Belantik Kajeng) as mediator to arrange wild hewing
scenario, transportation and sale of forest result. As a result that behavior take place without
resistance meaning. Low powered of local government in management of forest because of
central government domination delivering business management of forest to Perum Kehutanan,
as specified in Regulation of Government of Number 30 Year 2003 about Perum Kehutanan.
Role of Government officer enforcer punish less optimal in applying of forestry law as
commended in Law of No. 41 Year 1999 about Forestry, caused by ego of centris conflict of
interest and in consequence of weakening of coordination among enforcer aparatur punish so that
the straightening of law not yet earned to give effect discourage ( therapy shock) to arsonist of
entrepreneur and forest.Society and entrepreneur less owning to access well-balanced to forest
resource, because domination of Perum Kehutanan less giving of room to participate in
management of inwrought forest. Impecunious society around forest not yet got to access wellbalanced in exploiting forest resource, in consequence not rarely Richman / Kajeng belantik
exploit them as important perpetrator in practice wild hewing.