Peningkatan Peran Masyarakat dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Malang Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini keberadaan hutan di Indonesia ini sudah mengalami degradasi yang cukup tinggi. Selama kurun waktu 50 tahun terakhir luas areal hutan di Indonesia menurun dari 162 juta hektar menjadi 98 juta hektar (Anonim 2009). Hal ini merupakan ancaman nyata terhadap kelestarian hutan di Indonesia. Sebagai salah satu dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90 persen hutan di dunia, Indonesia meraih tingkat laju

penghancuran tercepat antara 2000 – 2005, yakni 1,871 juta hektar setiap tahun, yang

setara dengan 300 lapangan bola setiap jam (Anonim 2008). Salah satu penyebab degradasi hutan yang paling sering menyebabkan kerusakan dan kerugian besar dan dapat mengancam kelestarian hutan adalah kebakaran hutan.

Dilihat dari kondisi iklim Indonesia yang bercurah hujan serta kelembaban tinggi maka sangat kecil kemungkinan terjadinya kebakaran hutan karena faktor alam. Kebakaran hutan yang seringkali terjadi tidak lepas dari campur tangan dan tingkah laku manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhannya yang semakin hari semakin meningkat. Diperkirakan sekitar 90% kebakaran hutan yang terjadi akibat ulah manusia dan 10% akibat faktor alam (Suratmo 1974).

Berdasarkan hal tersebut, upaya melindungi hutan dari bahaya kebakaran hutan perlu lebih dioptimalkan, salah satunya dengan melakukan upaya pengendalian kebakaran hutan yang meliputi pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan. Dengan sistem pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang saat ini diterapkan maka pengendalian kebakaran hutan saat ini lebih ditekankan pada upaya-upaya pendekatan kepada masyarakat, dengan melibatkan masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran tersebut. Hal ini ditujukan agar tumbuh rasa memiliki atas hutan.

Upaya pengendalian kebakaran hutan dengan melibatkan masyarakat saat ini telah diterapkan oleh Perum Perhutani, termasuk KPH Malang. Dalam penanganan kebakaran hutan tahun 2002 lalu yang terjadi di sekitar hutan lindung dan hutan produksi di Malang dibentuk Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (Satgas Damkar) yang meliputi warga masyarakat sekitar hutan (Anonim 2002). Manusia sebagai faktor utama terjadinya kerusakan hutan, seperti kebakaran hutan, harus mendapat perhatian dan penanganan


(2)

yang tepat, efektif, dan efisien, melalui pendekatan sosial dengan cara meningkatan peran masyarakat terkait dengan pengendalian kebakaran hutan. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan kajian mengenai peningkatan peran masyarakat dalam upaya mengendalikan kebakaran hutan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bentuk-bentuk peningkatan peran masyarakat dalam upaya mengendalikan kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo, baik dalam kegiatan pencegahan maupun pemadaman, serta menganalisis keefektifan dari upaya tersebut.

1.3. Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keefektifan peningkatan peran masyarakat dalam upaya pengendalikan kebakaran hutan. Selain itu, dengan adanya hasil studi ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan agar dapat melindungi hutan dengan pengendalian kebakaran hutan yang lebih baik.


(3)

API

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebakaran Hutan

2.1.1. Definisi Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat antara oksigen, sumber penyulutan, dan bahan bakar hutan yang ditandai dengan panas serta habisnya bahan bakar hutan (Brown dan Davis 1973). Menurut Clar dan Chatten (1954) terdapat tiga unsur yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran. Tiga

unsur tersebut biasa disebut segitiga api, yaitu bahan bakar (fuel), oksigen (O2), dan

sumber panas (heat). Segitiga api dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Bahan bakar

Oksigen Sumber panas

Gambar 1 Segitiga api (Clar dan Chatten 1954)

Proses kebakaran merupakan kebalikan dari proses fotosintesis yang dijelaskan oleh rumus kimia sebagai berikut :

Proses fotosintesis :

6CO2 + 6H2O + Energi Matahari → (C6H12O6) + 6O2

Proses kebakaran :

(C6H12O6) + 6O2+ panas → 6CO2 + 6H2O + Energi Panas

2.1.2. Proses Kebakaran Hutan

Fase kebakaran hutan menurut De Bano, Neray, dan Folliot (1998) terdiri dari : a. Pre-ignition

Bahan bakar mulai terpanaskan, kering dan mulai mengalami pelepasan uap air,


(4)

Dalam proses ini reaksi berubah dari exothermic atau melepaskan panas menjadi

endothermic atau memerlukan panas. b. Flamming

Oksidasi dari gas-gas yang mudah terbakar dipercepat. Gas-gas yang mudah

terbakar dan uap air mengakibatkan pirolisis atau pelepasan uap air, CO2, dan gas-gas

yang mudah terbakar meningkat di sekitar bahan bakar termasuk O2. Terjadi pembakaran

pada tahap ini yang ditandai dengan mulai menyalanya api. Api dapat merambat dengan cepat akibat adanya hembusan angin.

c. Smoldering

Laju penjalaran api mulai menurun akibat bahan bakar tidak dapat menyuplai gas-gas yang dapat terbakar dengan cukup dan pada laju yang dibutuhkan untuk pembakaran. Kemudian panas yang dilepaskan menurun dan suhunya pun menurun. Hal ini menyebabkan gas-gas lebih banyak berkondensasi kedalam asap.

d. Glowing

Pada fase ini sebagian besar gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang

mengarang. Fase ini merupakan fase akhir dari smoldering, hasilnya adalah CO, CO2, dan

abu sisa pembakaran. e. Extinction

Pada fase ini, kebakaran akan berhenti ketika semua bahan bakar yang tersedia

telah dikonsumsi atau pada saat panas yang dihasilkan dalam proses smoldering atau

glowing tidak cukup lagi untuk menguapkan sejumlah air yang diperlukan dari bahan bakar yang lembab atau basah.

2.1.3. Tipe Kebakaran Hutan

Berdasarkan posisinya dari permukaan tanah, kebakaran hutan dibedakan menjadi tiga tipe (Brown dan Davis 1973) yaitu :

a. Kebakaran Tajuk

Api menjalar antar tajuk pohon atau antar semak. Kebakaran permukaan sulit ditanggulangi karena proses penjalarannya cepat. Sangat terpengaruh oleh angin. Kebakaran tipe ini dapat mengakibatkan api loncat sehingga dapat menimbulkan


(5)

kebakaran di daerah lain. Kebakaran tajuk dapat dipicu dari kebakaran permukaan yang tertiup angin dan membakar tajuk pepohonan.

b. Kebakaran Permukaan

Api membakar serasah, tumbuhan bawah, semak-semak, dan anakan. Kebakaran permukaan paling umum terjadi karena kebakaran hutan biasanya dimulai dari kebakaran permukaan. Semakin banyak bahan bakar yang terakumulasi pada permukaan, semakin besar dampak kematian pada semak dan pohon. Kebakaran permukaan terpengaruh kuat oleh angin sehingga suplai oksigen bertambah.

c. Kebakaran Bawah

Api terjadi di bawah permukaan tanah, membakar bahan organik yang menjadi lapisan tanah, serta membunuh tanaman dengan membakar pertumbuhan akar pada tanah organik. Kebakaran bawah dapat menjadi sumber pemicu bagi kebakaran permukaan. Kebakaran bawah berjalan dengan lambat, dan tidak terpengaruh oleh angin, serta tidak diiringi dengan api. Kebakaran seperti ini banyak terjadi pada tanah gambut.

2.1.4. Faktor Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan

Terdapat dua faktor utama penyebab kebakaran hutan, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Menurut Suratmo (1974) faktor penyebab kebakaran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Faktor ketidak sengajaan, seperti :

a. Api dari perkemahan

b. Api dari pekerja hutan

c. Api dari bara kereta api

d. Obor yang dibuang tanpa dipadamkan

2. Faktor kesengajaan, seperti :

a. Perburuan

b. Perladangan

c. Untuk memperoleh rumput muda

d. Ketidaksukaan


(6)

3. Faktor alam, seperti :

a. Api dari petir

b. Api dari gunung berapi

c. Cuaca kering dan panas

2.2. Perlindungan Hutan

Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan (PP No. 45 tahun 2004).

Perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Prinsip-prinsip perlindungan hutan meliputi :

a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang

disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit.

b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara dan masyarakat atas hutan,

kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Kegiatan-kegiatan perlindungan hutan antara lain adalah :

a. Pencegahan gangguan dari pihak lain yang tidak berhak.

b. Pencegahan, pemadaman dan penanganan dampak kebakaran.

c. Penyediaan personil dan sarana prasarana perlindungan hutan.

d. Mempertahankan dan memelihara sumber air.

e. Melakukan kerjasama dengan sesama pemilik hutan hak, pengelola kawasan

hutan, pemegang izin pemanfaatan hutan, pemegang izin pemungutan, dan masyarakat.


(7)

2.3. Pengendalian Kebakaran Hutan

Pengendalian kebakaran hutan merupakan semua aktifitas untuk melindungi hutan dari kebakaran liar maupun penggunaan api secara sengaja, dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pengelolaan hutan (ITTO 1999). Menurut PP Nomor 45 tahun 2004 tentang perlindungan hutan, kegiatan pengendalian kebakaran hutan meliputi tindakan pencegahan, tindakan pemadaman, dan tindakan penanganan pasca kebakaran. Kegiatan pengendalian kebakaran hutan itu sendiri dilakukan pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan unit atau kesatuan pengelolaan hutan.

Dalam pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan, Pemerintah membentuk lembaga pengendalian kebakaran hutan pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan unit pengelolaan hutan, yang kemudian disebut brigade pengendalian kebakaran hutan (PP No. 45 tahun 2004). Brigade tersebut bertugas menyusun dan melaksanakan program pengendalian kebakaran hutan. Koordinasi dan tata hubungan kerja brigade pengendalian kebakaran hutan diatur oleh Keputusan Menteri.

Adapun strategi yang mungkin dilakukan dalam upaya pengendalian kebakaran (Saharjo 2002) antara lain :

1. Pembentukan lembaga pengendalian kebakaran yang independen

Perlu dibangun lembaga yang bertanggung jawab langsung terhadap upaya pengendalian kebakaran hutan pada tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten berdasarkan hirarkinya.

2. Implementasi pelaksanaan kegiatan tanpa intervensi

Lembaga ini bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian kebakaran hutan berdasarkan SOP yang ada. Kegiatan yang dilakukan semata-mata untuk menekan timbulnya asap sehingga dampak negatif yang ada ditekan seminimal mungkin.

3. Upaya pengendalian bersama masyarakat

Menjadikan upaya pengendalian kebakaran hutan merupakan kegiatan yang tidak hanya melarang masyarakat untuk tidak membakar tapi merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk kepentingan bersama.


(8)

4. Political will pemerintah

Pemerintah pusat diharapkan benar-benar memiliki political will dalam

upaya pengendalian kebakaran hutan termasuk upaya penegakan hukum serta penerapan sanksi yang tegas terhadap semua pelaku di lapangan.

2.3.1. Pencegahan Kebakaran Hutan

Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan (Dirjen PHPA 1983). Menurut Husaeni (2003) terdapat tiga metode pencegahan kebakaran hutan yaitu metode pendidikan, metode perundang-undangan, dan metode pendekatan secara teknis, yang masing-masing dipaparkan dalam penjelasan berikut :

1. Pendidikan

Fokus dari metode pendidikan ini adalah upaya pengenalan dan peningkatan kesadaran tentang bahaya, akibat, dan besarnya kerugian akibat kebakaran hutan; sumber api sebagai penyebab kebakaran hutan; serta cara-cara pencengahannya. Sasaran dari metode ini adalah masyarakat umum khususnya masyarakat sekitar hutan.

2. Perundang-undangan

Segala peraturan dan undang-undang terkait pencegahan kebakaran hutan haruslah ditegakkan secara sungguh-sungguh, adil, dan tidak pandang bulu. Perundangan ini sebaiknya didukung dengan upaya penyuluhan terkait pemasyarakatan peraturan-peraturan terkait.

3. Pendekatan secara teknis

Maksud dari metode ini adalah upaya pencegahan kebakaran yang dititik beratkan pada kegiatan-kegiatan di lapangan. Metodenya terdiri dari dua yakni manajemen bahan bakar meliputi isolasi bahan bakar, modifikasi bahan bakar, maupun pengurangan bahan bakar; dan penerapan teknik silvikultur meliputi penyiangan, pendangiran, pemupukan untuk mempercepat penutupan tajuk, pemangkasan cabang untuk memutus kontinuitas vertikal bahan bakar, bahkan penerapan sistem Tumpang Sari untuk penanaman.


(9)

Menurut Sumantri (2003) metode pencegahan kebakaran hutan dikelompokan menjadi pokok-pokok pencegahan kebakaran hutan meliputi :

1. Upaya untuk menggarap manusia sebagai sumber api yang dapat dilakukan

dengan peningkatan pendapatan dan pendidikan, pola penyadaran dan pembinaan, mendorong proses peran serta masyarakat, rekayasa sosial, dan penegakan peraturan;

2. Upaya untuk memodifikasi pemicu bahan bakar seperti kayu, gambut, batu

bara, melalui teknik silvikultur, manajemen bahan bakar, fuel break, green

belt, maupun perencanaan sistem pengairan pada lahan gambut yang sesuai

tapak;

3. Upaya untuk kewaspadaan seperti pemasangan rambu-rambu, patroli,

memantau indeks kekeringan, peringatan dini, apel siaga; dan

4. Upaya untuk kesiap-siagaan dengan pengadaan sarana dan prasarana, metode

dalam pencegahan, pendanaan, pengembangan Sumber Daya Manusia, pelatihan, simulasi.

Pencegahan kebakaran hutan pada tingkat kesatuan pengelolaan hutan produksi, kesatuan pengelolaan hutan lindung, izin pemanfaatan hutan, izin penggunaan kawasan hutan dan hutan hak, antara lain melakukan inventarisasi lokasi rawan kebakaran hutan; menginventarisasi faktor penyebab kebakaran; menyiapkan regu-regu pemadam kebakaran; membuat prosedur tetap pemadaman kebakaran hutan; mengadakan sarana pemadaman kebakaran hutan; dan membuat sekat bakar (PP No. 45 tahun 2004).

2.3.2. Pemadaman Kebakaran Hutan

Pemadaman kebakaran hutan adalah semua tindakan yang baru dapat dilakukan apabila telah diketahui adanya kebakaran hutan dan diketahui pula letaknya (Suratmo 1974). Menurut ITTO (1999) terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemadaman kebakaran hutan antara lain deteksi kebakaran hutan, komunikasi, penyiapan organisasi pemadaman kebakaran, pelatihan petugas, penyiapan peralatan, dan penyiapan logistik, serta penyiapan lapangan. Prinsip dasar pemadaman kebakaran hutan terdiri dari dua langkah yaitu menghentikan penjalaran api dan memadamkan seluruh api (Anonim


(10)

1977). Prinsip dasar menghentikan penjalaran api yaitu menghilangkan satu atau lebih unsur dari segitiga api sehingga api tidak dapat menyala. Cara-cara yang dapat ditempuh antara lain dengan pendinginan bahan bakar, pengurangan oksigen dengan memukul nyala api, menutupi dengan tanah, menyiram dengan air, menghilangkan pasokan bahan bakar. Sedangkan prinsip dasar memadamkan seluruh api dapat dilakukan dengan cara-cara seperti :

1. Metode jalur

Yaitu membuat jalur mekanik dengan membersihkan bahan-bahan yang mudah terbakar. Jalur dibuat melintang atau memotong arah menjalarnya api sehingga penjalaran api akan terhenti. Lebar jalur mekanis adalah 10 sampai 15 meter.

2. Metode pembakaran balik

Yaitu membuat jalur mekanik yang tidak lebar terlebih dahulu, kemudian dilebarkan dengan pembakaran ke arah berlawanan datangnya api. Lebar jalur mekanis ini adalah satu sampai dua meter.

3. Metode pemadaman api secara langsung

Yaitu dengan memadamkan bahan bakar yang telah terbakar dengan air, bahan kimia, atau tanah; atau memisahakan bahan bakar yang belum terbakar. Metode ini dilaksanakan pada tepi api di areal kebakaran dan apabila skala nyala api masih kecil serta tenaga pemadam berjumlah besar.

Menurut ITTO (1999) terdapat dua metode pemadaman kebakaran hutan yaitu metode pemadaman langsung dan pemadaman tidak langsung. Perbedaan dasar dari kedua metode ini adalah dalam hal penempatan lokasi ilaran api terhadap tepi api kebakaran. Pada pemadaman langsung dilakukan pada tepi areal kebakaran, bahan bakar yang terbakar dipadamkan atau dipisahkan dari bahan bakar yang belum terbakar. Sedangkan pemadaman tidak langsung dilakukan pada bahan bakar yang tidak terbakar yang letaknya diluar tepi api kebakaran.


(11)

Setiap Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan, Pemilik Hutan Hak, dan atau Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan, berkewajiban melakukan rangkaian tindakan pemadaman dengan cara (PP No. 45 tahun 2004) :

a. Melakukan deteksi terjadinya kebakaran hutan b. Mendayagunakan seluruh sumberdaya yang ada c. Membuat sekat bakar dalam rangka melokalisir api d. Memobilisasi masyarakat untuk mepercepat pemadaman

Untuk membatasi meluasnya kebakaran hutan dan mempercepat pemadaman kebakaran setiap orang yang berada di dalam dan di sekitar hutan wajib melaporkan kejadian kebakaran hutan kepada Kepala Desa setempat, Petugas Kehutanan, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan, Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan atau Pemilik Hutan Hak; dan membantu memadamkan kebakaran hutan (PP No. 45 tahun 2004).

2.3.3. Penanganan Pasca Kebakaran Hutan

Penanganan pasca kebakaran hutan meliputi kegiatan identifikasi dan evaluasi, rehabilitasi, dan penegakan hukum (PP No. 45 tahun 2004). Kegiatan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan berupa pengumpulan data dan informasi terjadinya kebakaran; pengukuran dan sketsa lokasi kebakaran; dan analisis tingkat kerusakan dan rekomendasi. Berdasarkan hasil kegiatan identifikasi dan evaluasi maka dilakukan kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan, Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan, atau Pemilik Hutan Hak.

Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan, atau Pemilik Hutan Hak bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya. Pertanggungjawaban yang dimaksud meliputi tanggung jawab pidana, tanggung jawab perdata, membayar ganti rugi, dan atau sanksi administrasi. Penegakan hukum terhadap tindakan pidana kebakaran hutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(12)

2.3. Peran Masyarakat

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1990). Menurut Soekanto (1990) masyarakat lokal menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal pada suatu wilayah dengan faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar anggotanya dibandingkan penduduk luar. Dasar masyarakat lokal adalah lokalitas; dan perasaan masyarakat lokal seperti seperasaan, sepenanggungan, dan saling memerlukan.

Masyarakat desa hutan adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan aktifitas yang berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya (Perum Perhutani 2001). Masyarakat di dalam dan sekitar hutan, disebut juga masyarakat setempat, adalah penduduk yang bermukim di dalam dan sekitar hutan yang memiliki kesatuan komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktifitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

Pemberdayaan masyarakat adalah serangkaian upaya strategi dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap sumber daya pembangunan melalui penciptaan peluang-peluang yang seluas-luasnya agar masyarakat lapisan bawah mampu berpartisipasi (Sumodiningrat 1999). Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Tujuan dari pemberdayaan masyarakat antara lain :

1. Menciptakan masyarakat mandiri dan berkeadilan

2. Meningkatkan kapasitas masyarakat

3. Kemandirian menginginkan sedapat mungkin masyarakat menggunakan

sumber daya yang tersedia dari dalam komunitas itu sendiri dan meminimalisasi penggunaan sumber daya dari luar

Pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun daya dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya (Kartasasmita 1996). Pemberdayaan masyarakat harus selalu memaksimalkan partisipasi, dimana setiap orang dalam komunitas itu dapat dilibatkan


(13)

dalam proses dan kegiatan dalam komunitas tersebut. Semakin banyak orang yang berpartispasi semakin tinggi rasa kepemilikan dan tanggung jawabnya. Pemberdayaan masyarakat dapat ditempuh melalui tahapan pemberdayaan sosial, partisipasi sosial, kemitraan sosial, dan advokasi sosial (Safwan 2002). Pemberdayaan sosial adalah peningkatan kemampuan individu maupun masyarakat dalam menangani permasalahan sosial. Kemitraan sosial adalah mengembangkan jalinan kerja sama atas dasar kesetaraan dan kebersamaan melalui suatu jaringan kerja antar lintas pelaku. Partisipasi sosial adalah mengembangkan prakarsa, peran aktif, dan swadaya masyarakat dalam seluruh proses kegiatan. Advokasi sosial adalah memberikan fasilitas dan perlindungan serta pembelaan terhadap individu maupun masyarakat untuk berperan aktif dalam kesejahteraan sosial.


(14)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu pada bulan April sampai Mei 2009 bertempat di RPH Oro Oro Ombo BKPH Pujon KPH Malang Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah lembar kuisioner, kamera, dan tape

recorder. Bahan yang digunakan adalah profil desa, dan data statistik kebakaran dari Perum Perhutani periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.

3.3. Metode Penentuan Responden

Responden yang diwawancara adalah personil RPH Oro Oro Ombo yang meliputi KRPH dan mandor RPH Oro Oro Ombo; serta masyarakat sekitar hutan yang termasuk anggota Kelompok Tani Hutan RPH Oro Oro Ombo sebanyak 30 orang responden yang

ditentukan secara purposive sampling.

3.4.Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi pustaka mengenai materi yang bersangkutan dengan tema penelitian. Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung di lapangan dengan bantuan kuisioner mengenai upaya pengendalian kebakaran hutan, baik pencegahan maupun pemadaman kebakaran hutan, dengan peningkatan peran masyarakat sekitar hutan yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka yang dilakukan di Perpustakaan LSI IPB dan di tempat penelitian. Data sekunder ini meliputi data statistik kebakaran hutan tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, data kondisi umum wilayah penelitian, data kondisi umum masyarakat sekitar hutan, dan data-data pendukung lainnya.


(15)

3.5. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh, kemudian diolah dan dianalisis guna menjawab semua tujuan yang diinginkan. Pengolahan data dibagi kedalam tiga tipe, yaitu:

1. Identifikasi bentuk peningkatan peran masyarakat dalam pencegahan

kebakaran hutan. Berdasarkan hasil wawancara, dilakukan indentifikasi dan pembahasan mengenai peningkatan peran masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan melalui analisis tabulasi, kualitatif, dan deskriptif.

2. Identifikasi bentuk peningkatan peran masyarakat dalam pemadaman

kebakaran hutan. Berdasarkan hasil wawancara, dilakukan indentifikasi dan pembahasan mengenai peningkatan peran masyarakat dalam pemadaman kebakaran hutan melalui analisis tabulasi, kualitatif, dan deskriptif.

3. Analisa keefektifan peningkatan peran masyarakat dalam upaya

pengendalian kebakaran hutan berdasarkan data sekunder yang diperoleh yang dilakukan melalui analisis kualitatif dan deskriptif.


(16)

IV.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Umum KPH Malang

4.1.1.Letak Geografis dan Batas Wilayah

Wilayah KPH Malang secara geografis terletak pada 50 30‟- 600 08‟ BT dan 70 44‟

30‟‟ - 80 27‟ 30‟‟ LS. Total luas KPH Malang adalah 88.848,1 Ha. Secara administratif masuk dalam wilayah Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Malang seluas 82.630,3 hektar dan pemerintahan Kota Batu seluas 6.217,8 hektar. Adapun batas wilayah pengelolaan hutan KPH Malang, antara lain (Buku Sekilas KPH Malang 2008) :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan KPH Pasuruan

2. Sebelah Timur berbatasan dengan KPH Probolinggo

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia

4. Sebelah Barat berbatasan dengan KPH Blitar dan KPH Kediri

4 0 4 Kilometers

N

E W

S

PETA KLAS PERUSAHAAN KPH MALANG skala 1:250.000 TIRTOYU DO DAMPIT TUREN SUMBERMANJING WETAN GEDANGAN WAJAK GONDANGLEGI PAKISAJI WAGIR SUMBERPU CUNG KALIPARE PAGAK BANTU R DONOMULYO TUMPANG PONCOKUSUMO PAKIS JABUNG LAWANG BULULAWANG DAU KARANGPLOSO BATU NGANTANG

BH .SEN GG U RU H

BH .T UMPAN G BH .KEPANJ EN

G.ARJ UNO 123 103 203 266 133 93 93 91 79 60 57 120 415 364 440 463 330321 204 225 230 415 617 542 437 471 488 552 617 432 376 511 659 101 0 200 0 198 7 148 0 241 3 114 1 160 6 188 9 570 531 555 888 864 766 106 3 177 8 244 9 233 3 268 8 233 9 211 9 210 9 216 0 152 0 126 6 147 7 139 4 101 2 102 8 158 9 135 9 100 4 905 103 1 SINGOSARI BH .N G ANTAN G PUJ O N

NGAJU M

KEPAN JEN

Tl.N gliye p Tl.M o don ga n

Te luk Ta mb ak an

Tl.L en gg oso no Te luk Sip elo t AMPEL GADING Wd.Lahor Wd.Kr .Kates Wd.Sengguruh Waduk Selorejo K.

Brantas

TAM AN HUTA N RA YA R. SOE RJO

TAJINAN

dar iBlitar

116 0 112 6 163 3 213 4 194 0 159 8 247 6 240 1 178 1 515 544 437 585 580 582 380 361 78 220 192 240 202 202 45 130 80 140 32 190 39 203 207 168 226 188 154 237 143 91 102 251 Su ko sar i

Ka se mb on Ba ye m

Won oa gu ng Pa it

Po nd ok Agu ng Jom bo k Wat ur ejo Ka um r ejo

Tu lun gr ejo Su m be rag un g Mu lyor ejo Pa nd an sar i

Ba nt ur ejo Pu rw or ejo Ba nja re jo Nga ntr u

Sid od ad i Pa ge rs ar i Gun un g K e lud

Ta wan gsa ri Ma nd irdo Nga ba b

Ngr oto Wiyu re jo Pu jon lor Pa nd es ari Pu jon kid ul

Su ko mu lyo PUJON Be nd os ari

Gun un g Ka wi

Tu lun gr ejo Su m be rgo nd o Pu nt en Gun un gsa ri Bu luk er to

Sid om u lyo Bu m iaji Su m be rejo

Pa nd an re jo So ng go ker to Pe sa ng gra ha n Nga glik

Te ma s Be ji

Mo jor ejo Oro o ro om bo

Girip ur wo Ta wan ga rg o

Don owa rihBo ce k Girim u lyo Pe nd em Am p eld ent o

Ngijo Nge ne p Jun re jo Su m be rse kar Gad ing kulo n

Dad ap rejo Te ga lgon do Mu lyoa gu ng Lan du ng sar i Me rjo sar i Pe tu ng sewu

Ka ra ng wido r Se lor ejo

Ka los on go Pa nd an lan du ng

Ka ra ng be suk i Su m bu l

Gun un gr ejo Kla m po k

Pa ng en tan Ran du agu ng

Be da li To yom er to

Ar dim u lyo Los ar iweta n Won or ejo Tu rir ejo Ke tin da n

Su m be rpo ro ng Mu lyor ejo

Ka lire jo

Ke pu ha rjo Ta sikm ad u

Wat ug ede Ba nja ra ru m Ta nju ngt irto Pu rw osa ri Lan gla ng

Su m be rge m po h Sid od ad i

ke Surabaya

Sr iga din g Ba tu re tno Ta ma nh ar jo

Den gko l Sid olu hu r

Won or ejo Gun un gja ti Ke m iri

Sla m pa rejo Ar go pu ro Ke m an tre n Su ko lilo Sid om u lyo Tir tom o yo

Sa pt or eng go As rika to n Bu nu twe tan Ma ng liawa n

Pa kisk em ba r Se ka rp ur o Am p eld ent o

Gad ing kem b ar Pa nd an sar ilor Su ko pu ro Su ko re jo Su ko an yar Wrin gin so ngo Ma lan gsu ko

Jer u Ke no ng o

Nga dir ejo Su m be rke ra de nan

Ko re jo Pu ca ng son o Ba nja re jo

Sla m et Su m be rpa sir Cem or ok and an g

Pa nd an ag un g Ka m bin gan Kid al

Ngin git Pu lun gd owo Ar go su ko Pa jaja ra n

Nge br uk Wat esb elu ng

Be lun g Tu lusr ejo Bo ko r Be njo r

Duwe t Wrin gin Won or ejo Won om uly o

Gub uk klak ah Gun un gsa ri

Gun un gr on gg o Ka ra ng no ng ko Jam be sa ri

Ka ra ng an yar Lo r Nga won gg o

Nge mb al Tlo go war uSu m be rsu ko

Ran du agu ng Pu rw ose kar Jatis ar i Ta ng kilsa ri

Pa nd an mu lyo Ke bo na gu ng

Ar jow inan gu n Ke nd alp aya k

Se m pla kwad ak Ta mb ak sar i Mu lyor ejo Sid or ah ayu Jed on g Pa nd an re jo

Pa ra ng re jo Su m be rsa ri Ar jos ar i Gon do wan gi Daliso do Su ko da di Pe tu ng sew u

Su m be rsu ko Ku cu r

Tlo go ma s Tu ng gul Wu lun g

Sit ire jo Ma nd alan Wad un g

Gen en ga n Ba les ar i Ba ba da n

Ma gu an Ke bo ba ng

Ke sa mb en Pe rm a nu Ka ra ng pa nd an Kr an gg an

Ka ra ng du re n Su to jaya n

Won ok er to Glan gg an g Ba nja rs ar i

Mo josa ri Nga dila ngk un g

Jatir ejo Cub un gre jo Su ko no lo

Kr eb et Lum b ang sa ri Su ko ha rjo Nga sem Pa laa n

Dilem Ta lan gag un g Ar dir ejo Pla nd i Klu wu t Pa niw en

Kr om e nga n Jatik er to Pla os an Jam bu wer

Su m be rde m Su m be rte mp ur

Nga dir ejo Pa nd an sar i kid ul Dawu ha n

Su m be rejo Kid an gb an g Su ko lilo

Dlayu Pa to kpic is Ku wo lu

Ba ka lan Ka sr i Su dim o ro Tu mp an gr en ten g Pr ing gu Wan da np ur o

Kr eb et sen gg ro ng Gad ing Bu re ng

Pu tu kre jo Gan jar an Bu lup itu Pa na ru kan

Su ko re jo Se du ng Cem po kom u lyo Pa ng gu ng re jo Ma ng unr ejo Se ng gu ru h Ke m iri

Te ga lsar i Slo ro k Nge br uk Se ng en gg re ng Sa m big ede

Jen gg olo Gam p inga n

Su m be rr ejo Ka nig or o

Ke ta wan g Pa ng gu ng re jo Su ko sar i Ka ra ng suk o

Ba nja re jo Br on gk al

Pa ge lar an Pu ta tkid ul Gon da ng leg i We tan

Se pa nja ng Pu ta tlor

Ure k-u re k Pa ng gu ng

Ke do k Ta lan gso ko

Pa ge da ng an Dad ap an

Br ing in Sa na nr ejo Cod o

Sa na m ker to Jam ba ng an

Ba m ba ng Ta ma n Sa tr ian Won oa gu ng Won oa yu

Ta ma ns ari Mu lyosa ri Ta ma nk unc ar an Am p elg adin g Su ko re jo

Sim o jaya n Ta wan g a gu ng

Ar bo yow on o Sid or en gg o Tir tom o yo Tir tom a rto

Pu rw oha rjo Wiro ta ma n Tlo go sar i

Ta ma ns ari Gad un gsa ri

Bu m ire jo Tir toy udo Ba tu re tno

Jog om ulya n Ma jan g T en ga h

Pa m ota n Am a da nom Su m be rsu ko Po jok Ta lok

Pr em b un Ged ok kulo n Se da yu Und aa n

Ged ok weta n Wer u

Sa wa han Ke m ula n

Ta wan gr eje ni Ba lea rjo

Ka de m ang an Sw ar u

Clum pr it Won ok er to Rejo so Ka ra ng sar i

Su m be rejo Rejo sar i

Se ng ar an

Ring insa ri Ged an ga n

Ar go tir to Har joku nc ara n

Ring inke mb ar Kle pu

Se ka rb any u Sr im ulyo

Su ko do no Te ga lre jo Sid om u lyo

Ta mb ak sar i

Ke pa tih an Su m be rta ng kil

Leb ak Har jo

Pu rw oda di Pu jiha rjo Ke du ng Ban te ng

Ta mb ak rejo Se nd an gb iru

Pu lau Sem p u Sit iar jo Sid od ad i Gaja hr ejo

Su m be rag un g Sin du re jo Tu mp ak rejo

Ba lek am ba ng Su m be rbe nin g

Sr igo nc o Won or ejo

Pr ing gu an Su m be rke rto Ba nd un gr ejo Pu tu kre jo

Se m po l Tlo go sar i

Pa nd an re jo Tu lun gr ejo Ke du ng sala m

Ba nu re jo Su m be rm an jing K ulo n Pu rw or ejo

Te mp ur sar i Su m be rr oto

Ar jow ilang un Su ko wilan gu n

Su m be rpe tu ng Tlo go re jo Ka lire jo

Ar jos ar i

Ngliye p

Nga da s

Tu mp ak rejo

K P H.P R O B O L ING G O K A B .L UM A J A NG

K P H.P R O B O L ING G O K A B .P R O B O L IN G G O K P H.P A S UR U A N K A B .P A S U RU A N K P H.P A S UR U A N

K A B .P A S U RU A N K P H.P A S UR U A N

K A B .M O JO K E RT O K P H.J O M B A N G

K A B .JO M B A N G

K P H.K E DIR I K A B .K E D IRI

K P H. B L IT A R K A B . M A LA NG

S A M U D E R A H I N D I A

K O TA M A L A N G dari Ka ndang an

G.Ge nto ng Go wak

148 8

Tle kun g

1 2 3 6 5 4 7 8 9 9 6 45 7 8 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 9 8 3 2 1 7 8 6 9 4 5 70 48 49 55 47 46 59 56 71 42 17 4445 61 60 40 43 76 41 27 54 59 60 7375

52 58 50 31 69 62 70 53 66

26 5257 74 32 55 72 72 25 63 63 57 39 77 36 37 53 68 30 69 6164 71 54

87 67 29

18

88 10 58 65 33 73

19 62 51 78 24

51 65 35 56 64 203438 74 86

11 66 76

17 28 27 79 38 68 67 75 89 26 7785 50 1116

12 80 13 78 25 12 95 90 23 79 84 21 10 24 22 15

23 13 81 8182 94 14 49 83 91 96 14 48 93 80 9798 46 22 15 47 99 45 33 92 44 42 16 21 43 35

40 82 96 20 36 18 19 83 41 9488 37 95 34 38 39 89 93 99 97 84 98 85 32 28 293031 86

87 91 90 92 13 10 15 14 16 11 17 37 18 12 19 20 38 21 39 24 40 46 45 41 42 25 23 43 22 33 27

26 28 44 34 35

31 2930 3647

32 48 49 50 52 51 53 54 56 57 55 58 59 60 61 74 84 62 26 64 65 66 63 7267 6873

7576 71 69 70 81 83 80 79 82 85 78 98 27

30 28

32 77

33 97 99 31 87 29 86 34 90 88 96 95 94 91 89 93 92 10 11

12 2122

13 23 35 15 14 24 37 16 25 1718 19 36 20 38 39 87 41 40 45 44 47 43 50 42 75 61 75 62 60 46 62 63 49 96 51 54 74 64 71 71 74

65 5748 59 91 74 93 99 65 72 65 98 65 55 70 98 52 92 65 58 90 66 98 56 98 53 73 67 77 72 72 76 68 94 78 72 80 79 97

89 83 69 84 85 95 81 86 88 82 142 141 112 113 111 116117 140 138

139136 115

128

114

137 110 118

127 119 108

120

135 121 126

106 107 134 133 104109 125128

124 105 122 103 129 101 132 123 132 102 131 130 131130 137138139140

133135136 100 129 141 134142 143 146 144 127 147 126 148 150 103 145 149 125 124 233 104 151 102 101 232 152

105 231 153

107 230 106 229 100 227228 123 108 109 213 224226 225 110 223 122 111 222 154 218 221220 217 112 214 219 115

114 113 215211216 116 210 117 209 212 208 121 207 118 204 203 205206 120 202201 119 198199 200 155

193 197 196 195 191 194 190 194 189 193 188 192 186 177 187 185 179 184183 178 171

180 176 166 163 175 181

170 165 162 173 174 167 160 164 172 161 169 182 168 156 159 157 158 108 107 100 101 102 103 104 106 105 117 116115 108 104 109 113 118 114 112 110 103 106 102 107 118 111 100 101 105 ENCL AVE ENCL AVE HUTAN KONSERVASI HUTAN LINDUNG KLAS PERUSAHAAN JATI KLAS PERUSAHAAN DAMAR KLAS PERUSAHAAN PINUS KETERANGAN :


(17)

Kawasan hutan KPH Malang terletak pada ketinggian 0 sampai dengan 3.676 meter di atas permukaan laut. Keadaan topografi lapangan hanya sebagian kecil saja yang terletak pada dataran yang tingkat kemiringannya datar sampai landai, sebagian besar wilayahnya berada pada tingkat yang agak curam, curam, dan sangat curam.

4.1.2.Pembagian Wilayah Hutan

KPH Malang terdiri dari tiga bagian hutan yaitu Bagian Hutan Sengguruh dengan luas 42887,0 hektar; Bagian Hutan Kepanjen-Tumpang dengan luas 49415,5 hektar; dan Bagian Hutan Ngantang-Pujon dengan luas 24814,1 hektar (Perhutani KPH Malang 2002). Masing-masing bagian hutan terdiri atas beberapa BKPH, seperti Bagian Hutan Sengguruh terdiri dari BKPH Sengguruh, Dampit, dan Sumbermanjing; Bagian Hutan Kepanjen-Tumpang terdiri dari BKPH Dampit, Tumpang, Kepanjen, Singosari, dan Pujon; dan Bagian Hutan Ngantang-Pujon terdiri dari BKPH Pujon dan Ngantang.

4.1.3.Luas Kawasan Berdasarkan Fungsi dan Kelas Perusahaan

Luas kawasan hutan KPH Malang terbagi berdasarkan 2 kategori yaitu luas kawasan berdasarkan fungsi dan luas kawasan berdasarkan kelas perusahaan. Secara keseluruhan

luas kawasan hutan KPH Malang berdasarkan fungsinya adalah hutan produksi seluas

45.007,70 hektar, hutan lindung seluas 42.800,50 hektar, LDTI seluas 341,50 hektar, dan lain-lainnya seluas 698,40 hektar. Adapun luas kawasan hutan KPH Malang berdasarkan fungsi pada masing-masing wilayah administratif KPH Malang dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Luas kawasan hutan KPH Malang berdasarkan fungsi

Hutan Berdasarkan

Fungsi

Pemerintah Kota Batu (hektar)

Pemerintah Kabupaten Malang (hektar)

Hutan produksi 3.199,60 41.808,10

Hutan lindung 3.118,30 39.682,20

Suaka alam 0 0

LDTI 30,60 310,90

Lain-lain 81,40 617,00

Jumlah 6.429,40 82.418,20


(18)

Berbeda dengan luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya, KPH Malang mengklasifikasikan luas berdasarkan kelas perusahaan antara lain kelas perusahaan Jati, kelas perusahaan Pinus, dan kelas perusahaan Damar yang secara berturut-turut memiliki luas 40.121,70 hektar, 26.508,50 hektar, dan 22.217,90 hektar. Luas kawasan hutan KPH Malang berdasarkan kelas perusahaan pada masing-masing wilayah administratif KPH Malang dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Luas kawasan hutan KPH Malang berdasarkan kelas perusahaan

Hutan Berdasarkan

Kelas Perusahaan

Pemerintahan Kota Batu (hektar)

Pemerintahan Kabupaten Malang (hektar)

Jati 0 40.121,70

Pinus 5.996,20 20.512,30

Damar 433,70 21.784,20

Jumlah 6.429,90 82.418,20

Sumber : Buku Sekilas KPH Malang 2008

4.1.4.Pembagian Wilayah Kerja

Pembagian wilayah kerja di KPH Malang terdiri dari :

1. Dua Ajun Adm / KSKPH (KSKPH Malang Barat dan KSKPH Malang Timur);

dimana KSKPH Malang Timur membawahi BKPH Tumpang, Dampit, Sengguruh, dan Sumbermanjing; dan KSKPH Malang Barat membawahi BKPH Ngantang, Pujon, Kepanjen, dan Singosari

2. Delapan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)

3. Tiga puluh tiga Resort Polisi Hutan (RPH)

4.2.Kondisi Umum Bagian Hutan Pujon-Ngantang 4.2.1.Geografis

Secara geografis terletak pada 5º 28‟ sampai dengan 5º 44‟ BT dan 7º 44‟ sampai dengan 7º 58‟ LS (Perhutani KPH Malang 2002). Bagian Hutan Ngantang-Pujon memiliki luas wilayah 24.814,1 hektar yang secara administratif ketataprajaan berada di Daerah Tingkat II Kabupaten Malang, dengan batas-batas hutan sebagai berikut :


(19)

1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah KPH Pasuruan

2. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah KPH Probolinggo

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

4. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah KPH Blitar dan KPH Kediri

4.2.2.Keadaan Lapangan

Topografi lapangan wilayah hutan BH Ngantang-Pujon secara umum adalah landai, curam, dan sangat curam. Kondisi tanah dalam kawasan hutan tersebut pada umumnya memiliki solum yang agak tebal dan sedikit berbatu, sehingga pertumbuhan beberapa jenis tanaman seperti Damar, Mahoni dan Pinus dapat optimal (Perhutani KPH Malang 2002).

4.2.3.Iklim

Wilayah hutan BH Ngantang-Pujon KPH Malang terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan kemarau yang jelas. Untuk mengetahui tipe iklim di wilayah hutan BH Ngantang-Pujon pada tabel 3 di bawah ini disajikan bulan basah (B) dan bulan kering (K) dari beberapa stasiun pengamat hujan yang ada.

Tabel 3 Daftar jumlah bulan basah dan bulan kering tahun 1995-1999

No. Tahun Starsiun Pengamat Hujan Rata-rata Ket.

Ngantang Pujon Ngantang Pujon Jumlah

B K B K B K B K

1 1995 8 4 8 4 15 9 8 4

2 1996 8 4 8 4 15 9 8 4

3 1997 6 6 7 5 12 12 6 6

4 1998 8 4 7 5 15 9 8 4

5 1999 8 4 8 4 16 8 8 4

Jumlah 38 22 38 22 76 44 7.6 4.4

Sumber : Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan KPH Malang

Berdasarkan perbandingan bulan basah dan kering tersebut, dengan menggunakan perhitungan Schmidt dan Ferguson maka iklim di wilayah hutan BH Ngantang-Pujon adalah sebagai berikut :

Q = (jumlah rata-rata bulan kering / jumlah rata-rata bulan basah ) x 100 % = (4.4 / 7.6) x 100 %


(20)

Menurut Schmidt dan Ferguson, Q dengan kisaran 33,3 – 60 % termasuk tipe iklim C. Jadi tipe iklim wilayah hutan BH Ngantang-Pujon adalah C.

4.2.4. Tegakan

Bagian Hutan Ngantang-Pujon KPH Malang telah ditetapkan sebagai kelas perusahaan Damar. Namun tegakan yang terdapat di Bagian Hutan Ngantang-Pujon cukup beragam dan luasan jenis Damar ternyata minoritas yaitu hanya 5 % dari total luas jika dibandingkan dengan jenis lain seperti Pinus 7,2 %, Mahoni 9,4 %, dan Rimba lain 7,7 %.

4.2.5. Gangguan Keamanan

Keamanan di Bagian Hutan Ngantang-Pujon termasuk klasifikasi rawan. Kondisi medan yang dikelilingi desa menyebabkan masyarakat mudah berinteraksi dengan hutan dan menimbulkan pengaruh negatif seperti pencurian kayu, penjarahan, perambahan, bibrikan lahan, bahkan kebakaran hutan (Perhutani KPH Malang 2002).

4.2.6. Sosial EkonomiMasyarakat

Jumlah penduduk dala kecamatan yang masuk wilayah kerja KPH Malang adalah 126.225 orang, terdiri dari 63.676 orang laki-laki dan 62.549 orang perempuan (Perhutani KPH Malang 2002). Dalam memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja guna pekerjaan di hutan seperti tebangan, tanaman dan lain-lain cukup tersedia, namun pada daerah-daerah tertentu mulai dirasakan adanya beberapa kendala dalam mencari tenaga kerja, khususnya pesanggem, hal ini disebabkan lapangan pekerjaan bidang tanaman kehutanan kurang diminati oleh masyarakat, lebih-lebih angkatan muda disamping adanya lapangan pekerjaan disektor lain.

Pada umumnya mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani, disamping ada yang sebagai buruh, pegawai/ABRI, pedagang, industri/kerajinan. Jumlah penduduk yang erat kaitannya dengan kegiatan pengelolaan hutan sebanyak 36.815 s.d. 54.638 orang/tahun. Kelompok usia produktif (usia 13-55 tahun) sebesar 57 %, sedangkan usia yang tidak produktif (usia 1-12 tahun dan usia 56 tahun dan lebih tua) sebesar 43 %. Dengan demikian setiap orang usia produktif mempunyai beban tanggung jawab terhadap


(21)

usia tak produktif sebanyak 1-2 orang. Kecamatan yang mempunyai tingkat kepadatan

penduduk tertinggi adalah Kabupaten Pujon, yaitu 1.295 orang/km2, sedangkan yang

terendah adalah Kabupaten Ngantang, yaitu 226 orang/km2. Keadaan tingkat sosial

ekonomi penduduk masyarakat desa, khususnya masyarakat desa yang berada disekitar hutan memiliki interaksi yang tinggi namun disayangkan bentuk interaksi yang ada bersifat negatif, berupa ketergantungan yang cenderung merusak hutan.

4.2. Kondisi Umum BKPH Pujon

Batas wilayah BKPH Pujon antara lain sebelah Utara berbatasan dengan Tahura R. Soerjo, sebelah Selatan berbatasan dengan BKPH Kepanjen, sebelah Timur berbatasan dengan BKPH Singosari, dan sebelah Barat berbatasan dengan BKPH Ngantang. BKPH Pujon terdiri dari lima RPH yaitu RPH Pujon Selatan, RPH Kedungrejo, RPH Pujon Utara, RPH Oro Oro Ombo, dan RPH Punten, dengan luas baku hutan, kelas hutan, dan

tanah tukar guling yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Luas baku hutan, hutan berdasarkan fungsi, dan tanah tukar guling BKPH Pujon

No RPH

Luas Baku Hutan

(Ha)

Hutan berdasarkan fungsi (Ha)

Tanah tukar guling (Ha) Hutan

Produksi

Hutan Lindung

Tanaman Jenis Kayu Lain

Lahan Dengan Tujuan Istimewa

1. Pujon Selatan 2.950 950 2000 - - -

2. Kedungrejo 2.831,50 772,10 2.043,90 - 15,50 -

3. Pujon Utara 1.629 1.384,10 261,40 - 2,5 -

4. Oro Oro Ombo 1.989,40 720,40 1.207,80 37,9 5 18,30

5. Punten 2.168,10 1.020,00 1.130,20 - 17,90 -

Jumlah 11.568 4.862,60 6.643 37,9 43,4 18,3

Sumber : Data fisik BKPH Pujon tahun 2008

Keadaan umum RPH Oro Oro Ombo adalah sebagai berikut :

1. Wilayah administrasi RPH Oro Oro Ombo meliputi :

a. Kecamatan Junrejo Desa Tlekung

b. Kecamatan Batu Desa Oro Oro Ombo


(22)

2. Topografi

Wilayah RPH Oro Oro Ombo berada di ketinggian ± 800 - 1750 meter di atas permukaan laut. Kondisi lapangnya berbukit, gelombang, terjal, dan landai.

3. Luas wilayah

RPH Oro Oro Ombo memiliki luas wilayah 1989,4 hektar yang terbagi dalam 32

petak dan 63 anak petak. Jenis vegetasi adalah Pinus dan Eucalyptus.

4. Mata pencaharian

Sebagian besar penduduk di RPH Oro Oro Ombo merupakan petani dan peternak sapi perah.

5. Masalah agraris

Masalah agraris yang terdapat di RPH Oro Oro Ombo adalah masalah tukar guling (tukar menukar tanah) yang sampai sekarang masih dalam proses, pada petak 226 dengan luas 18,3 hektar.

6. Lembaga Masyarakat Desa Hutan RPH Oro Oro Ombo dapat dilihat pada Tabel 5

berikut.

Tabel 5 Lembaga Masyarakat Desa Hutan RPH Oro Oro Ombo

Desa Luas wengkon (Hektar) Ketua Keterangan

Tlekung 1218,9 Suwandi Kec. Junrejo

Oro Oro Ombo 382,8 Maskur Kec. Batu

Pesanggrahan 387,7 Wasis Kec. Batu


(23)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

Perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan (PP No. 45 tahun 2004). Perlindungan hutan dari kebakaran hutan adalah untuk menghindari kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti melakukan pembakaran hutan tanpa izin dan membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran; dan daya-daya alam seperti gunung berapi, akibat-akibat petir, reaksi sumber daya alam, dan gempa. Terkait dengan sistem pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang saat ini diterapkan maka upaya pengendalian kebakaran hutan dengan meningkatkan peran masyarakat pun telah dirancang dan diaplikasikan di RPH Oro Oro Ombo sejak tahun 2004. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo antara lain melalui kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan (Gambar 3), kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum (Gambar 4), dan kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis (Gambar 5). Kegiatan-kegiatan pencegahan kebakaran hutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kegiatan pencegahan kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo

Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan Jumlah Responden (orang) Prosentase (%)

1. Metode pendidikan

a. Penyuluhan 11 36,67

b. Sosialisasi 3 10

c. Himbauan 2 6,67

d. Tidak tahu 14 46,66

2. Metode kesadaran hukum

a. Papan peringatan 15 50

b. Peraturan tertulis 1 3,33

c. Himbauan/larangan langsung 2 6,67

d. Tidak tahu 12 40

3. Metode pendekatan secara teknis

a. Sekat bakar hijau 21 70


(24)

Gambar 3 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan

Pada grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendidikan diketahui sebesar 36,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan penyuluhan; 10 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan sosialisasi; 6,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan himbauan; dan 46,66 % masyarakat tidak mendapat pendidikan dalam pencegahan kebakaran hutan. Tujuan dari kegiatan-kegiatan pendidikan tersebut tidak lain untuk mengurangi frekuensi terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan penyuluhan dalam pencegahan kebakaran hutan bertujuan untuk merubah pola perilaku masyarakat agar kepedulian masyarakat terhadap kebakaran hutan lebih meningkat dan masyarakat mau mendukung juga membantu upaya pencegahan kebakaran hutan bersama pihak RPH Oro Oro Ombo. Kegiatan sosialisasi yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo memiliki tujuan untuk meningkatkan persepsi masyarakat akan hutan agar masyarakat dapat berperan dalam pencegahan kebakaran hutan. Himbauan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat ditujukan untuk mengajak masyarakat agar mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dilihat pada grafik di atas, persentase masyarakat yang tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan cukup besar, hal ini dikarenakan kegiatan pendidikan yang diadakan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo ini bersifat informal baik dari segi waktu maupun tempat pelaksanaannya sehingga penyebarluasan informasi mengenai kegiatan-kegiatan tersebut kurang optimal.

36.67

10 6.67

46.66

0 10 20 30 40 50

Prosentase (%)

Penyuluhan Sosialisasi Himbauan Tidak tahu


(25)

Gambar 4 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum

Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode kesadaran hukum diketahui sebesar 50 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa papan peringatan; 3,33 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa peraturan tertulis; 6,67 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa himbauan atau larangan langsung; dan 40 % masyarakat tidak mengetahui adanya pencegahan kebakaran hutan melalui metode kesadaran hukum. Peraturan dan Undang-undang yang dibuat oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dipasang di tempat-tempat rawan kebakaran dengan tujuan agar masyarakat lebih berhati-hati dan bijaksana dalam menggunakan api sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa 40 % masyarakat yang tidak mengetahui adanya pencegahan kebakaran hutan melalui metode kesadaran hukum dikarenakan masyarakat tersebut tidak mengetahui adanya papan peringatan maupun peraturan tertulis yang dibuat oleh pihak RPH Oro Oro Ombo. Hal ini dikarenakan kondisi dari papan-papan peringatan yang memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik bahkan hilang. Selain itu juga dikarenakan kurang optimalnya pemberitahuan atas peraturan dan Undang-undang yang berlaku kepada masyarakat.

50

3.33

6.67

40

0 10 20 30 40 50

Prosentase (%)

Papan peringatan Peraturan tertulis Larangan langsung Tidak tahu


(26)

Gambar 5 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis

Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis diketahui sebesar 70 % masyarakat melakukan kegiatan pembuatan sekat bakar hijau bersama pihak RPH Oro Oro Ombo menggunakan vegetasi seperti tanaman Pisang, Singkong, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan Hijauan Makanan Ternak; dan 30 % masyarakat tidak mengetahui adanya metode pendekatan secara teknis dalam pencegahan kebakaran hutan. Pembuatan sekat bakar hijau ini merupakan suatu bentuk kerja sama antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat, karena selain dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan, juga dapat menambah penghasilan masyarakat dan mencegah penggembalaan liar di dalam kawasan hutan. Adapun masyarakat yang tidak mengetahui adanya upaya pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis dikarenakan tidak optimalnya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, baik dari segi penyebaran informasi maupun pelaksanaannya.

Selain peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan, pihak RPH Oro Oro Ombo juga melakukan peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kegiatan pemadaman kebakaran hutan yang dilakukan pihak RPH Oro Oro Ombo dengan meningkatkan peran masyarakat, antara lain 30 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode jalur menggunakan ilaran; 16,67 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan tanah; 36,66 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung

70

30

0 20 40 60 80 Prosentase responden (%)

Sekat bakar hijau Tidak tahu


(27)

menggunakan kepyok; dan 16,67 % masyarakat belum pernah memadamkan kebakaran. Kegiatan pemadaman kebakaran hutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 6.

Tabel 7 Kegiatan pemadaman kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo

Kegiatan Pemadaman Kebakaran Hutan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

1. Metode Jalur

a. Ilaran 9 30

2. Metode Pemadaman Langsung

a. Dengan tanah 5 16,67

b. Dengan kepyok* 11 36,66

3. Metode Pembakaran Balik - -

4. Belum pernah memadamkan 5 16,67

Keterangan : * = alat pemukul api (bahasa daerah setempat)

Gambar 6 Persentase bentuk kegiatan pemadaman kebakaran hutan

5.2. Pembahasan

5.2.1. Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan 5.2.1.1. Pencegahan dengan Metode Pendidikan

Pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendidikan memiliki sasaran yaitu masyarakat, dengan harapan masyarakat dapat berpartisipasi dalam mencegah kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pencegahan dengan metode pendidikan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat adalah dalam bentuk kegiatan penyuluhan, sosialisasi, dan himbauan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat sebanyak 36,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan

30

16.67

36.66

16.67

0 10 20 30 40 Prosentase (%)

Ilaran Dengan tanah Dengan kepyok Belum pernah


(28)

penyuluhan; 10 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan sosialisasi; 6,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan himbauan; dan 46,66 % masyarakat tidak mengetahui adanya pendidikan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo, dengan kata lain masyarakat tersebut tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan. Dalam kegiatan penyuluhan, sosialisasi, maupun himbauan, materi yang diberikan antara lain mengenai bahaya dari kebakaran hutan; pengendalian kebakaran hutan; tindakan-tindakan yang dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan; pencegahan teknis di lapangan berupa manajemen bahan bakar dengan menanam hijauan; bahkan simulasi teknik mencegah kebakaran. Selain itu diberikan pula tata cara memadamkan api dan cara tolong menolong jika terjadi kebakaran hutan. Kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan tersebut umumnya diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo secara informal, baik dari segi waktu maupun tempat penyampaian pendidikan tersebut. Kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan ini diberikan kepada masyarakat saat menjelang dan/atau saat musim kemarau. Pendidikan tersebut diberikan di balai desa bertepatan dengan rapat desa (biasanya tiga sampai enam bulan sekali) sehingga hanya diberikan kepada warga yang berada di balai desa saja yang kemudian akan menyampaikan ke warga lainnya; di rumah mandor dalam jangka waktu

satu sampai dua bulan sekali; di kumpul-kumpul warga seperti jemaah ta‟lim, pengajian,

dan lain-lain, yang tidak tentu waktunya; di pos jaga maupun di hutan langsung saat masyarakat sedang bekerja.

Masyarakat yang tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan merasa bahwa mereka (masyarakat) tidak pernah diberikan penyuluhan, sosialisasi, dan himbauan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo. Kebanyakan dari masyarakat yang tidak

mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan ini tidak mengetahui

kegiatan-kegiatan untuk mencegah kebakaran hutan lainnya seperti kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum dan kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis. Hal ini menunjukkan masih kurang optimalnya pendidikan pencegahan kebakaran hutan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan adanya kegiatan pendidikan yang bersifat formal dan intensif guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Hal ini dikarenakan untuk mengubah pola perilaku masyarakat diperlukan waktu yang tidak sedikit dan bertahap.


(29)

Walaupun demikian dengan adanya metode pendidikan yang meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan, frekuensi kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo menurun.

5.2.1.2. Pencegahan dengan Metode Kesadaran Hukum

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 50 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan yang diletakkan di dalam kawasan hutan; 3,33 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa peraturan tertulis yaitu Undang-undang (Gambar 7); 6,67 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa

himbauan atau larangan langsung secara lisan seperti ”dilarang membawa api”, ”dilarang

membuat api di hutan”, ”dilarang membakar rumput”, ”dilarang membuang puntung rorok”, dan ”penyiapan lahan tanpa api” saat masyarakat akan memasuki hutan; dan 40 %

masyarakat tidak mengetahui adanya metode kesadaran hukum yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dalam rangka pencegahan kebakaran hutan.

Gambar 7 Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa peraturan tertulis yang dipasang di jalan masuk menuju Gunung Panderman

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum dalam bentuk papan peringatan merupakan kegiatan yang paling banyak diketahui oleh masyarakat. Papan-papan peringatan yang dibuat oleh pihak RPH


(30)

Oro Oro Ombo berfungsi untuk memperingati masyarakat yang hendak memasuki hutan dan atau berada di dalam hutan agar berhati-hati terhadap penggunaan api. Namun saat ini kondisi dari papan-papan peringatan tersebut memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik bahkan di beberapa lokasi papan peringatannya sudah hilang. Sehingga diperlukan usaha dalam menjaga dan memelihara keberadaan papan-papan peringatan tersebut. Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.

(a) (b)

Gambar 8 (a) Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan; dan (b) papan peringatan dipasang di tiap jalan masuk hutan

Metode kesadaran hukum yang digunakan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo berpengaruh dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode kesadaran hukum telah mengurangi frekuensi kebakaran hutan yang terjadi di RPH Oro Oro Ombo. Segala peraturan dan Undang-undang yang ditetapkan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dipatuhi oleh masyarakat guna mencegah terjadinya kebakaran hutan. Masyarakat mengetahui adanya sanksi jika melanggar peraturan dan Undang-undang tersebut. Adapun sanksi yang diketahui masyarakat antara lain sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, maupun sanksi hukum adat berupa denda satu pohon yang rusak diganti oleh 200 pohon dan membantu keamanan hutan.


(31)

5.2.1.3. Pencegahan dengan Metode Pendekatan secara Teknis

Bentuk kegiatan dari pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo bersama masyarakat antara lain manajemen bahan bakar berupa kegiatan pembuatan sekat bakar hijau. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebanyak 70 % masyarakat melakukan kegiatan pembuatan sekat bakar hijau bersama pihak RPH Oro Oro Ombo dalam rangka pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis; dan 30 % masyarakat tidak mengetahui adanya metode pendekatan secara teknis yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Masyarakat yang tidak mengetahui adanya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, pada kenyataannya tidak melakukan kegiatan teknis di lapangan bersama pihak RPH Oro Oro Ombo dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Hal ini dikarenakan tidak optimalnya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, baik dari segi penyebaran informasi maupun pelaksanaannya. Walaupun demikian, kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis yang sudah dilakukan berpengaruh terhadap frekuensi kebakaran hutan yang terjadi di RPH Oro Oro Ombo.

Pembuatan sekat bakar hijau pada umumnya dilakukan di beberapa tempat, antara lain di setiap alur yang merupakan batas antar petak; di lokasi rawan kebakaran seperti

petak 232Blok Gunung Seruk, Blok Gunung Panderman dan di lembah-lembah gunung;

dan di dalam kawasan hutan dengan memanfaatkan ruang kosong, baik di antara maupun di bawah tegakan yang ada. Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi yang memiliki ketahanan terhadap api seperti Kaktus, Kirinyuh, Kaliandra, Pisang, dan Hijauan Makanan Ternak. Selain vegetasi yang memiliki ketahanan terhadap api tersebut, digunakan pula vegetasi yang dapat memberikan hasil panen kepada masyarakat seperti tanaman Singkong, dan Multi Purpose Trees Species (MPTS) seperti Alpukat dan Nangka. Di lapangan saat ini sudah tidak terdapat sekat bakar hijau yang menggunakan Kaktus, Kirinyuh, dan Kaliandra. Saat ini pihak RPH Oro Oro Ombo lebih memfokuskan penanaman sekat bakar hijau di dalam kawasan hutan dengan menggunakan vegetasi seperti tanaman Pisang, Singkong, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan Hijauan Makanan Ternak, karena selain dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan, juga dapat menambah penghasilan masyarakat dan mencegah penggembalaan liar di dalam kawasan


(32)

hutan. Pada Gambar 9 dapat dilihat sekat bakar hijau yang menggunakan tanaman Singkong, Pisang, dan Hijauan Makanan Ternak, yang ditanam di antara tegakan.

Hijauan Makanan Ternak yang paling banyak digunakan adalah Rumput Gajah (Gambar 10). Rumput gajah tersebut ditanam di bawah tegakan dan dalam dua sampai tiga bulan berikutnya sudah dapat dipangkas untuk dijadikan pakan ternak. Dalam kerjasama ini, areal hutan yang digunakan oleh masyarakat untuk menanam Hijauan Makanan Ternak dikenakan pajak lahan sebesar Rp. 35.000 per patok Rumput Gajah yang ditanam dan masyarakat yang menanam Rumput Gajah diminta untuk ikut menangangi kebakaran saat terjadi kebakaran hutan. Selain itu, masyarakat pun membabat rumput yang berada di bawah tegakan yang pelaksanaannya bersamaan dengan waktu pemanenan Hijauan Makanan Ternak. Hal tersebut membantu dalam mengurangi jumlah bahan bakar di lantai hutan.


(33)

Gambar 10 Sekat bakar hijau berupa Rumput Gajah yang ditanam di bawah tegakan Pinus

5.2.2. Kegiatan Pemadaman Kebakaran Hutan

Pemadaman kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo dilakukan bersama-sama oleh petugas RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat, baik masyarakat yang menduduki tanah Perhutani maupun masyarakat yang tidak menduduki tanah Perhutani. Masyarakat merupakan subyek yang paling sering berinteraksi dengan hutan sehingga masyarakat dapat berperan dalam deteksi dan pemadaman dini kebakaran hutan yang terjadi. Masyarakat yang ikut dalam memadamkan kebakaran hutan bisa mencapai 10 hingga 60 orang. Saat terjadi kebakaran hutan, sebagian masyarakat akan melapor dan menunggu perintah dari mandor, dan sebagian masyarakat lainnya akan langsung mendatangi lokasi kejadian kebakaran hutan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 30 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode jalur menggunakan ilaran; 16,67 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan tanah; 36,66 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan kepyok; dan 16,67 % masyarakat belum pernah memadamkan kebakaran bersama RPH Oro Oro Ombo. Belum ada kegiatan pra-pemadaman seperti pelatihan pra-pemadaman kebakaran hutan untuk masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui dan belajar cara memadamkan kebakaran hutan secara langsung sewaktu ada kebakaran hutan. Sebelum memadamkan kebakaran tersebut, Petugas RPH


(34)

Oro Oro Ombo melakukan simulasi (pencotohan) langsung di hutan tentang cara memadamkan api. Untuk itu diperlukan adanya kegiatan pra-pemadaman untuk mengantisipasi kejadian kebakaran hutan, dimana di dalamnya diberitahukan cara memadamkan kebakaran hutan yang pelaksanaannya sesuai dengan Departemen Kehutanan.

Upaya pertama yang dilakukan masyarakat dalam memadamkan kebakaran hutan yaitu membuat ilaran dengan lebar lima hingga sepuluh meter guna mencegah meluasnya areal yang terbakar. Upaya selanjutnya yaitu memadamkan api. Dalam memadamkan api masyarakat cenderung melakukannya dengan metode pemadaman api secara langsung, antara lain menggunakan tanah dan kepyok (bahasa daerah setempat). Pemadaman api secara langsung dengan menimbun api menggunakan tanah dirasakan lebih mudah dibandingkan memadamkan api menggunakan kepyok. Kepyok merupakan alat pemukul api. Kepyok biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran dengan api berskala kecil. Kepyok yang digunakan bukanlah alat yang terbuat dari kayu atau bambu berkepala karung goni, melainkan ranting-ranting yang masih basah dengan panjang sekitar 1,5 - 2 meter yang berasal dari pohon berdaun lebar sekitar areal kebakaran, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.

(a) (b)

Gambar 11 (a) Kepyok yang digunakan dalam memadamkan api; dan (b) contoh ranting yang digunakan merupakan ranting yang masih segar

Untuk mempermudah dalam memadamkan kebakaran hutan, diperlukan alat dan fasilitas yang memadai baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Adapun alat penunjang yang biasa digunakan masyarakat dalam pemadaman kebakaran hutan antara lain cangkul


(35)

yang digunakan untuk membuat ilaran dan menggali tanah (Gambar 12a); golok dan sabit yang juga digunakan untuk membuat ilaran (Gambar 12b); sepatu boots; dan alat

komunikasi berupa handphone bagi yang memiliki. Kesemua alat tersebut merupakan

milik pribadi masyarakat. Sejauh ini pihak RPH Oro Oro Ombo tidak menyediakan alat penunjang dalam memadamkan kebakaran hutan, namun pihak RPH Oro Oro Ombo menyediakan konsumsi bagi masyarakat sewaktu terjadi kebakaran hutan. Selain itu, saat terjadi kebakaran hutan KRPH Oro Oro Ombo biasanya menggantikan uang rumput harian milik masyarakat yang ikut memadamkan kebakaran hutan dengan menggunakan uang pribadi KRPH Oro Oro Ombo sendiri.

(a) (b)

Gambar 12 Alat penunjang dalam pemadaman kebakaran hutan, yaitu (a) cangkul; (b) golok dan sabit

5.2.3. Analisa Keefektifan Peningkatan Peran Masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara dengan personil RPH Oro Oro Ombo, diketahui bahwa bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dengan meningkatkan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan, baik dalam mencegah maupun memadamkan kebakaran hutan, meliputi :

1. Pencegahan melalui pendidikan

Kegiatan pendidikan yang diberikan berupa penyuluhan untuk menambah wawasan, himbauan secara lisan, dan bimbingan secara langsung, yang penyampaiannya dilakukan secara informal. Sasaran dari kegiatan pendidikan itu adalah masyarakat dengan tujuan agar lebih mengena dan angka kebakaran hutan dapat menurun. Tidak ada lokasi dan


(36)

waktu rutin dalam pelaksanaannya, biasanya kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan

bertepatan dengan acara warga seperti jemaah ta‟lim, rapat desa, dan acara kumpul

lainnya sehingga waktu kegiatan ini tidak menentu dan lokasinya pun informal. Lokasi yang biasanya digunakan adalah rumah warga, rumah petugas RPH Oro Oro Ombo, pos

jaga, maupun langsung di hutan. Kegiatan pendidikan ini bersifat conditional sehingga

biasanya diberikan kepada masyarakat pada musim kemarau atau bulan Juli – September.

Selain itu, terdapat sosialisasi dalam mencegah kebakaran hutan melalui penempelan stiker-stiker di rumah petugas RPH Oro Oro Ombo (Gambar 13).

(a) (b)

Gambar 13 Sosialisasi mengenai kebakaran hutan melalui stiker yang ditempel di rumah petugas RPH Oro Oro Ombo

2. Pencegahan melalui kesadaran hukum

Pencegahan melalui kesadaran hukum dibuat berdasarkan peraturan tertulis yang tertera di buku panduan dari KPH dan Undang-undang yang berlaku. Hukum yang

ditetapkan antara lain dalam bentuk himbauan (pembinaan conditional) langsung kepada

masyarakat yang berada di dalam hutan; larangan lisan secara langsung kepada

masyarakat yang hendak masuk hutan; dan peringatan seperti ”dilarang meninggalkan

api”, ”dilarang membuat api di musim kemarau”, dan ”dilarang masuk hutan dengan

membawa api”, yang tertulis di papan peringatan yang diletakan di tiap batas hutan. Namun saat ini tidak semua papan peringatan terawat dengan baik bahkan di beberapa lokasi pun papan peringatan tersebut sudah hilang.


(37)

Penyebab dari kebakaran hutan biasanya adalah api unggun dari peserta camping

yang sudah ditinggalkan walaupun belum padam benar, dan pembakaran tidak terkontrol yang dilakukan masyarakat untuk produksi rumput. Sejauh ini kendala yang ada yaitu sulit untuk mengetahui modus pembakaran dan menangkap pelaku pembakaran. Sanksi dari pelanggaran peraturan tersebut adalah tindak pidana dari kepolisian seperti hukuman penjara sesuai Undang-undang yang berlaku.

3. Pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis

Kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat. Bentuk metode pendekatan secara teknis yang dilakukan yaitu manajemen bahan bakar berupa pembuatan sekat bakar hijau dengan lebar mencapai dua hingga lima meter menggunakan tanaman tahan api, seperti Kaktus, Pandan, Pisang, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan khususnya Hijauan Makanan Ternak seperti Rumput Gajah, yang cenderung lebih dibutuhkan oleh masyarakat sehingga selain untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan juga dapat mensejahterakan masyarakat dengan hasil panennya. Dalam kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis lebih ditekankan pada upaya-upaya pensejahteraan masyarakat, karena hal ini mempermudah pihak RPH Oro Oro Ombo dalam bekerja sama dengan masyarakat guna mencegah terjadinya kebakaran hutan.

Tidak ada waktu rutin dalam pelaksanaan pembuatan sekat bakar hijau, biasanya bersamaan dengan waktu penanaman tanaman tersebut. Lokasi kegiatan tersebut antara lain di lokasi rawan kebakaran hutan seperti petak 227 Gunung Panderman dan di lereng-lereng hutan lindung. Gunung Panderman merupakan hutan lindung yang juga dijadikan sebagai objek wisata di daerah RPH Oro Oro Ombo. Hal ini mempengaruhi Gunung Panderman sehingga rawan kebakaran hutan. Dikarenakan Gunung Panderman merupakan objek wisata maka besar kemungkinan terjadi kebakaran yang disebabkan oleh oknum yang lalai dan tidak bertanggung jawab. Selain itu karena sulit dijangkaunya lokasi kegiatan yang berada di Gunung Panderman maka jarang dilakukan pemeliharaan terhadap sekat bakar hijau di lokasi itu, sehingga bahan bakar di lantai hutannya akan menumpuk.


(38)

Selain kegiatan di atas, RPH Oro Oro Ombo pun melakukan kegiatan patroli hutan yang dilaksanakan oleh petugas RPH Oro Oro Ombo bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang bersangkutan sebanyak satu sampai dua kali tiap minggu terutama di bulan-bulan rawan kebakaran hutan; pembangunan pos jaga untuk mempermudah pemantauan keamanan hutan; dan koordinasi dengan pihak terkait seperti PMK, Satpol PP, Mustika, LSM, Karang Taruna, Linmas, dan masyarakat itu sendiri.

4. Pemadaman kebakaran hutan

Saat mengetahui adanya asap yang berasal dari kawasan hutan, petugas RPH Oro Oro Ombo segera menghubungi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan pihak terkait seperti PMK, Satpol PP, Mustika, LSM, Karang Taruna, dan Linmas, untuk ikut memadamkan bersama kebakaran tersebut. Sebelum tahun 2008, terdapat Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (SATGAS DAMKAR) yang terdiri dari dua orang petugas RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat sekitar hutan mencapai 30 orang. Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (SATGAS DAMKAR) ini berguna untuk mengkoordinir masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan khususnya pemadaman kebakaran hutan. Satuan Petugas Pemadam Kebakaran ini dibentuk berdasarkan surat keputusan administratur KPH Malang nomor 115/KPTS/MLG/II/2002 tanggal 15 januari 2002, yaitu tentang pembentukan Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (SATGAS DAMKAR) yang memiliki tujuan-tujuan menangulangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan pada musim kemarau. Unit pelaksanaan ini hanya aktif sampai dengan tahun 2007 karena terbentur masalah dana operasional.


(39)

Metode pemadaman kebakaran hutan yang diterapkan antara lain :

a. Metode jalur

Metode jalur yang digunakan adalah ilaran dengan lebar mencapai lima meter,

sepuluh meter, dan 20 meter untuk lokasi berkelerengan ≥ 5 %. Pembuatan ilaran

dilakukan jika api kebakaran berskala besar dan terdapat angin kencang.

b. Metode pemadaman api secara langsung

Pemadaman api secara langsung digunakan apabila skala api kecil. Metode pemadaman yang digunakan yaitu dengan menimbun api menggunakan tanah dan dengan menggunakan kepyok. Kepyok merupakan alat yang digunakan untuk memukul api hingga padam yang biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran di hutan produksi. Dalam prakteknya, tidak digunakan air dan alat yang lebih canggih dalam pemadaman api secara langsung. Hal ini dikarenakan lokasi terjadinya kebakaran tidak berdekatan dengan sumber air dan juga tidak memungkinkan bagi masyarakat untuk membawa air maupun alat yang lebih canggih, seperti selang dan gas, dengan kondisi lapang yang ada (terjal).

Pihak RPH Oro Oro Ombo belum pernah mengadakan pelatihan untuk masyarakat namun pelatihan untuk petugas RPH Oro Oro Ombo sudah pernah dilakukan. Pelatihan tersebut tidak ditujukan untuk semua petugas RPH Oro Oro Ombo melainkan hanya untuk beberapa petugas yang dipilih oleh KBKPH Pujon. Informasi yang diterima oleh petugas dalam pelatihan tersebut kemudian akan disampaikan ke teman-teman seprofesi lainnya. Dalam pelatihan tersebut diberikan petunjuk dan cara-cara pemadaman kebakaran hutan yang benar. Selain itu sampai dengan tahun 2006 di RPH Oro Oro Ombo pernah dibentuk tim pelatihan pemadaman kebakaran yang mendapat pelatihan tiga bulan sekali yang didalamnya terdapat materi pendidikan dan praktek langsung pemadaman kebakaran hutan.

Dari seluruh pemadaman kebakaran hutan yang pernah dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo, diketahui bahwa faktor kegagalan dalam memadamkan api antara lain lokasi dari Gunung Panderman yang sulit untuk dijangkau sedangkan Gunung Panderman merupakan salah satu lokasi rawan kebakaran di RPH Oro Oro Ombo; luas areal terbakar dalam suatu kejadian kebakaran hutan; dan bahan bakar permukaan dalam jumlah banyak


(40)

sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk dipadamkan. Dalam waktu 1 x 24 jam setelah adanya kejadian kebakaran hutan, pihak RPH Oro Oro Ombo akan membuat laporan tertulis mengenai kejadian tersebut dimana di dalam laporan tersebut akan dicantumkan uraian singkat kejadian kebakaran hutan beserta lampiran keterangan-keterangan lainnya, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sejauh ini masyarakat, baik masyarakat yang menduduki tanah Perhutani maupun masyarakat yang tidak menduduki tanah Perhutani, turut berperan aktif dalam pemadaman kebakaran hutan. Tanpa diperintah masyarakat akan langsung mendatangi lokasi kejadian kebakaran hutan tersebut. Hal tersebut menunjukan kepedulian masyarakat akan hutan sudah meningkat. Keterlibatan masyarakat dalam pemadaman kebakaran hutan tercantum dalam laporan kejadian kebakaran hutan (Lampiran 5).

Hasil dan manfaat yang telah dicapai dari upaya pengendalian kebakaran hutan bersama masyarakat ini antara lain hutan menjadi lebih terjaga, baik dari segi keamanan seperti lebih kecil kemungkinan terjadinya kebakaran dan gangguan hutan lainnya; maupun dari segi ekologisnya seperti banjir dan longsor berkurang dan pasokan air terpenuhi; juga fungsi hutan sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan pun lebih terjamin. Hal itu berkat adanya kerja sama dan tolong menolong antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat. Sebelum adanya kerjasama dengan masyarakat, pihak RPH Oro Oro Ombo menangani gangguan-gangguan hutan seperti ilegal logging, penjarahan, dan kebakaran hutan sendirian. Setelah adanya kerjasama tersebut maka penanganan gangguan hutan tidak hanya dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo saja melainkan dibantu dan didukung oleh masyarakat. Kerja sama antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat dapat dikatakan berjalan dengan baik dalam menangani kebakaran hutan.

Adapun usaha yang dilakukan pihak RPH Oro Oro Ombo agar upaya pengendalian kebakaran hutan, baik dalam kegiatan pencegahan maupun pemadaman, bersama masyarakat ini dapat berhasil adalah pendekatan terhadap masyarakat dengan pengembangan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Semenjak adanya peningkatan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo, frekuensi kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo sudah berkurang, begitu juga dengan luas areal yang terbakar (Lampiran 6). Wadah LMDH ini dapat digunakan


(41)

untuk merangkul masyarakat sehingga masyarakat mau berpartisipasi, baik dalam mencegah maupun memadamkan kebakaran hutan. LMDH mulai berkembang bersamaan dengan pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang biasa disebut dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). PHBM dibentuk pada tahun 2001 dan mulai disahkan pada tahun 2004. Dengan adanya program PHBM, pihak RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat dapat lebih terbuka dalam mengutarakan pendapat, dapat bekerja sama dan berperan secara aktif dalam menjaga keamanan hutan dan mengelola hutan secara lestari.


(42)

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Bentuk-bentuk peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran

hutan dengan metode pendidikan yang dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo yaitu melalui kegiatan penyuluhan, kegiatan sosialisasi, dan himbauan kepada masyarakat.

2. Bentuk-bentuk peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran

hutan dengan metode kesadaran hukum yang dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo yaitu berupa pemasangan papan peringatan, peraturan tertulis, dan himbauan ataupun larangan langsung.

3. Bentuk-bentuk peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan dengan

metode pendekatan secara teknis yang dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo yaitu melalui manajemen bahan bakar berupa kegiatan pembuatan sekat bakar hijau.

4. Bentuk-bentuk kegiatan pemadaman kebakaran hutan yang dilakukan oleh RPH Oro

Oro Ombo dengan meningkatkan peran masyarakat antara lain pemadaman dengan metode jalur menggunakan ilaran, pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan tanah, dan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan kepyok.

5. Peningkatan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di RPH

Oro Oro Ombo sejauh ini cukup efektif menurunkan frekuensi dan luas areal kebakaran.

6.2. Saran

Terdapat beberapa rekomendasi yang bisa dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan hutan khususnya dalam upaya pengendalian kebakaran hutan antara lain :

1. Diadakan kegiatan pendidikan pencegahan kebakaran hutan secara formal, baik

dari segi waktu maupun tempat, yang dilakukan secara intensif agar seluruh masyarakat mendapat pendidikan tersebut. Selain itu, perlu dikembangkan sosialisasi pencegahan kebakaran hutan melalui stiker, brosur (selebaran), maupun poster kepada masyarakat.


(1)

Lampiran 5 Laporan Huruf A tanggal 29 Juni 2008


(2)

(3)

(4)

Lampiran 6 Data kebakaran hutan RPH Oro Oro Ombo tahun 2004 – 2008

No. Tahun kejadian Petak Luas (Hektar) Nilai kerugian (Rp.) Keterangan

1 2004 232 b 1,5 375.000

231 a 4,5 1.125.000

2 2005 227 15 3.750.000

3 2006 233 b 0,25 62.500

233 b 4 1.000.000

232 b 0,5 125.000

233 b 2 500.000

232 b 3 750.000

4 2007 - - -

5 2008

227 2 500.000

232 b 2,5 625.000

Sumber : Data statistik kebakaran hutan RPH Oro Oro Ombo tahun 2004 – 2008 (a) Data statistik kebakaran hutan RPH Oro Oro Ombo

Sumber : Data statistik kebakaran hutan RPH Oro Oro Ombo tahun 2004 – 2008 (b) Luas areal terbakar di RPH Oro Oro Ombo

6 15 9.75 0 4.5 0 5 10 15

Luas area terbakar (Hektar)

2004 2005 2006 2007 2008


(5)

RINGKASAN

Farah Amanda. E44050844. Peningkatan Peran Masyarakat dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Malang Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr.

Saat ini keberadaan hutan di Indonesia ini sudah mengalami degradasi yang cukup tinggi. Dilihat dari kondisi iklim Indonesia yang bercurah hujan serta kelembaban tinggi maka sangat kecil kemungkinan terjadinya kebakaran hutan karena faktor alam. Diperkirakan sekitar 90% kebakaran hutan yang terjadi akibat ulah manusia dan 10% akibat faktor alam. Berdasarkan hal tersebut, upaya melindungi hutan dari bahaya kebakaran hutan perlu lebih dioptimalkan, salah satunya dengan melakukan upaya pengendalian kebakaran hutan. Dengan sistem pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang saat ini diterapkan maka pengendalian kebakaran hutan saat ini lebih ditekankan dengan melibatkan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan kajian mengenai peningkatan peran masyarakat dalam upaya mengendalikan kebakaran hutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bentuk-bentuk peningkatan peran masyarakat dalam upaya mengendalikan kebakaran hutan di KPH Malang, baik dalam kegiatan pencegahan maupun pemadaman, serta menganalisis keefektifan dari upaya tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di RPH Oro Oro Ombo BKPH Pujon KPH Malang Perum Perhutani Unit II Jawa Timur selama dua bulan yaitu pada bulan April sampai Mei 2009. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi pustaka mengenai upaya mengendalikan kebakaran hutan dengan memberdayakan masyarakat. Responden yang diwawancara adalah personil RPH Oro Oro Ombo dan 30 orang responden yang merupakan masyarakat sekitar hutan dan termasuk anggota Kelompok Tani Hutan RPH Oro Oro Ombo yang ditentukan secara purposive sampling.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendidikan yang dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo yaitu melalui kegiatan penyuluhan; kegiatan sosialisasi; dan himbauan. Peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode kesadaran hukum yang dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo yaitu berupa papan peringatan; peraturan tertulis; dan himbauan atau larangan langsung. Peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis yang dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo yaitu melalui kegiatan pembuatan sekat bakar hijau. Peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan yang dilakukan RPH Oro Oro Ombo antara lain pemadaman dengan metode jalur menggunakan ilaran; pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan tanah; pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan kepyok.

Peningkatan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo sejauh ini cukup efektif menurunkan frekuensi dan luas areal kebakaran.

Kata kunci : peningkatan peran masyarakat, pencegahan kebakaran hutan, pemadaman kebakaran hutan.


(6)

SUMMARY

Farah Amanda. E44050844. Expanding of Society Role on Attempt of Forest Burning Control in KPH Malang Perum Perhutani Unit II East Java. Under supervision of Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr.

Right now, the forests in Indonesia are having high degradation levels. Looking from the climate condition of Indonesia which has rain falls and high humidity levels then there are small chances that there would be forest burning caused by nature factor. It is presumed that about 99% of forest burn that happened was caused by human‟s doing and that 10% of it was a nature factor. Based of that, the attempt to preserve forest from burning down needs to be maximized, one of them is by forest burning control. With the construction system based on human role which is now being sed, so then the forest burning control would be focused on the human‟s approach. By that, it is necessary to fit an editorial about expanding of society role in attempt of forest burning control. The purpose from this scientific research is to file and list in all kinds expanding of human role on attempt of forest burning control in KPH Malang, either used for prevention and extinction, and also to analyze whether the attempt are effective or not.

This scientific research is done at the RPH Oro Oro Ombo BKPH Pujon KPH Malang Perum Perhutani Unit II East Java for two months which was at April until May 2009. Data completion was gathered by interviews and studies about attempt of forest burning control by the human role. Respondent which was interviewed was the personals of RPH Oro Oro Ombo and 30 other respondents from the community around the forest and includes Forest Farmer Group of the RPH Oro Oro Ombo that was known by purposive sampling.

Based on the scientific research it has been found that expanding of society role in attempt of prevention forest burning by using educational method includes filtration activity, socialization activity, and comprehensive. Expanding of society role in attempt of prevention forest burning by using awareness of law method which are known as warning board, written rules, comprehensive rules or direct forbidding. Expanding of society role in attempt of prevention forest burning by using technical method are as known as making green belt activities. Expanding of society role in attempt of extinction forest burning activities which are using ilaran path method, direct fire extinction method using soil, and direct fire extinction method using kepyok.

Expanding of society role on attempt of forest burning control at RPH Oro Oro Ombo so far in relatively effective to decrease the frequency and area of the fired land.

Keywords : expanding of society role, forest burning prevention, forest burning extinction.