Fisiologi Sinus Paranasal TINJAUAN PUSTAKA

Mangunkusomo,2007 ; Ballenger, 2009. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid Hilger,1997.

2.1.4. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus Hilger, 1997; Netter, 2006. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa superior serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons Ramalinggam, 1990.

2.2. Fisiologi Sinus Paranasal

Menurut Drake 1997 dan Soetjipto dan Mangunkusomo 2007 sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Menurut Lund 1997 beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain adalah: a. Sebagai pengatur kondisi udara air conditioning Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 11000 volume sinus pada tipa kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. b. Sebagai penahan suhu thermal insulator Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan buffer panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi. c. Membantu keseimbangan kepala Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka, akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar satu persen dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna. d. Membantu resonansi suara Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif. Lagi pula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah. e. Sebagai perendam perubahan tekanan udara Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus. f. Membantu produksi mukus Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi kerana mukus ini keluar dari meatus media, tempat yang paling strategis. Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya Hilger,1997. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung dengan resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal post nasal drip, tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung Ramalinggam, 1990; Adam, 1997.

2.3. Klasifikasi Sinusitis