Uji Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Kadar NH3 dan VFA Pelepah Kelapa Sawit Terolah Fisik, Kimia dan Biologis Pada Sapi Secara In Vitro

UJI KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, KADAR NH3 DAN VFA PELEPAH KELAPA SAWIT TEROLAH FISIK, KIMIA DAN BIOLOGIS PADA SAPI SECARA IN VITRO
SKRIPSI PUTRI SUWARNI
100306037
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

UJI KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, KADAR NH3 DAN VFA PELEPAH KELAPA SAWIT TEROLAH FISIK, KIMIA DAN BIOLOGIS PADA SAPI SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Oleh : PUTRI SUWARNI 100306037/PETENAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi
Nama NIM Program Studi

: Uji Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Kadar NH3 dan VFA Pelepah Kelapa Sawit Terolah Fisik, Kimia dan Biologis Pada Sapi Secara In Vitro
: Putri Suwarni : 100306037 : Peternakan


Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si. Ketua

Ir. Iskandar Sembiring, MM. Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

Tanggal ACC :

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
PUTRI SUWARNI, 2014. “ Uji Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Kadar NH3 dan VFA Pelepah Kelapa Sawit Terolah Fisik, Kimia dan Biologis pada Sapi Secara In Vitro”. Dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan ISKANDAR SEMBIRING.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai nutrisi pelepah kelapa sawit terolah fisik, kimia dan biologis. Pendekatan ini dapat meningkatkan koefisien cerna bahan kering (KCBK), koefisien cerna bahan organik (KCBO), N-Amonia (NH3) serta VFA dalam rumen secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor bulan Mei - Juni 2014. Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahapan, pertama pengolahan terhadap bahan pakan, kedua pengujian terhadap parameter penelitian yakni fermentabilitas (kadar NH3, VFA) dan kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) secara in vitro dengan menggunakan metode Tilley dan Terry.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, dimana P0 : pelepah kelapa sawit dengan perlakuan fisik; P1 : pelepah kelapa sawit dengan perlakuan fisik dan kimia; P2 : pelepah kelapa sawit dengan perlakuan fisik dan biologis; dan P3 : pelepah kelapa sawit dengan perlakuan fisik, kimia dan biologis. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan teknologi pengolahan pakan pada perlakuan sangat nyata (P>0.01) terhadap nilai KCBK, KCBO, VFA dan NH3. Kesimpulan penelitian ini adalah bahan pakan yang diolah dengan fisik, kimia dan biologis (P3) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pakan lainnya. Kata Kunci : fisik, kimia dan biologis, rumen, kecernaan, in vitro
Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
PUTRI SUWARNI, 2014. "Test of Dry Matter Digestibility, Organic Matter Digesibility, NH3 and VFA in the Palm Leaf midrib On Cattle In vitro Methode". Under the guidance of R. EDHY MIRWANDHONO and ISKANDAR SEMBIRING.
Purpose of this study to determinate the nutritional value of processed palm midrib as physical, chemical and biological. This approach can increase the digestibility coefficients of dry matter, organic matter digestibility coefficients, NH3 and VFA in the rumen in vitro. This research was conducted at the Laboratory of Animal Nutrition and Feeding of Animal Husbandry Program Study of Agriculture Faculty of North Sumatra University and Laboratory of Animal Nutrition Dairy Science Department Nutrition and Food Technology Faculty of Animal Husbandry, Bogor Agricultural University in Mey - June 2014. This research is divided into two phases, the first is processing of feed material, a second test on the parameters of the fermentabilitas (NH3 concentration, VFA) and dry matter digestibility (KCBK) and organic matter digestibility (KCBO) in vitro by using metodeTilley and Terry.
Experimental design used this research was a completely randomized design with 4 treatments and 5 replications, where P0 : palm midrib with physical treatment; P1 : palm midrib with physical and chemical treatments; P2 : palm midrib with physical and biological treatment P3 : palm midrib with physical, chemical and biological treatment. The results of the analysis of variance showed that the use of various feed processing technology give effect in a very real treatment (P>0.01) to the value KCBK, KCBO, VFA and NH3. Conclusion of this research is the feed material processed with physical, chemical and biological (P3) gives better results as compared to the other treatments. Keywords: physical, chemical and biological, rumen, digestibility, in vitro
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Putri Suwarni dilahirkan pada 06 Juni 1992 di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Supiran dan Susiati.
Penulis menamatkan sekolah menengah umum di SPP SNAKMA Muhammadiyah Medan pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai sekretaris Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) 2012-2013, sebagai Kabid Pendidikan Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET) 2012-2013, Bendahara pada perayaan Dies-Natalis Program Studi Peternakan FP USU ke-51, Asisten Laboratorium Anatomi dan Fisiologi Ternak 2012-2014, Asisten Laboratorium Dasar Reproduksi Ternak 2012-2014, Asisten Laboratorium Ilmu Reproduksi dan Inseminasi Buatan 2012-2014, Asisten Laboratorium Teknologi Hasil Ternak 2013-2014 dan sebagai Asisten Laboratorium Penyuluhan dan Komunikasi Peternakan 2014.
Tahun 2013 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kebun Percobaan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Bukit Sentang, Langkat. Penulis melaksanakan penelitian skripsi di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Kadar NH3 dan VFA Pelepah Kelapa Sawit Terolah Fisik, Kimia dan Biologis pada Sapi Secara In Vitro” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang berperan besar bagi kehidupan penulis. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak R. Edhy Mirwandhono sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Iskandar Sembiring selaku anggota komisi pembimbing penulis yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis, serta kepada Bapak Ma’ruf Tafsin sebagai ketua Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dikemudian hari. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRAK
ABSTRACT
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesa Penelitian Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Pelepah Kelapa Sawit Teknik Pengolahan Pelepah Kelapa Sawit
Perlakuan Fisik Perlakuan Kimiawi Perlakuan Biologis
Probiotik Biomol Sistem Pencernaan pada Ruminansia Definisi Kecernaan Daya Cerna Bahan Pakan Produksi Volatil Fatty Acid (VFA) dalam Rumen Produksi N-Amonia (NH3) dalam Rumen Peran Mikroba Rumen Teknik In vitro
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian
Bahan

Hal i
ii
iii
iv
v

vii
viii
ix
1 3 3 4
5 6 7 8 9 11 11 13 14 15 17 20 21
24 24 24

Universitas Sumatera Utara

Alat Metode Penelitian Peubah yang Diamati
Koefisien Cerna Bahan Kering Koefisien Cerna Bahan Organik Produksi NH3 Total Produksi VFA Total Pelaksanaan Penelitian Prosedur Pengolahan Bahan Pakan Pembuatan Cairan Saliva Tiruan McDougall Prosedur Penentuan Kecernaan In vitro Pencernaan Fermentatif Analisa Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik Kadar NH3 Total Analisa VFA Total Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) Total Konsentrasi Amonia (NH3) Rekapitulasi Hasil Penelitian
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

24 25 26 26 26 26 26
26 27 27 28 29 30 30 31
32 35 37 40 42
44 44


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Hal

1. Kandungan Nilai Nutrisi Pelepah Daun Sawit

5

2. Kandungan nutrisi pelepah kelapa sawit

6

3. Kandungan senyawa kimia penyusun serat pada pelepah kelapa sawit 7

4. Komposisi kimiawi pelepah kelapa sawit segar, silase, dan amoniasi 7

5. Komposisi yang terkandung dalam Biomol


11

6. Tingkat kecernaan bahan kering, protein dan serat bahan pelepah dan

daun kelapa sawit

14

7. Kebaikan dan Keterbatasan Metode In Vivo dan In Vitro untuk

Analisis Kecernaan Pakan

23

8. Rataan kecernaan bahan kering (KCBK) (%)

32

9. Rataan Kecernaan Bahan Organik (%)


35

10. Rataan konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) Total (mM)

37

11. Rataan konsentrasi N-Amonia (NH3 = mM)

40

12. Data rekapitulasi hasil penelitian

43

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
1. Sistem Pencernaan pada Ruminansia 2. Skema Lintasan Utama Fermentasi Karbohidrat Menjadi VFA 3. Proses Degradasi Protein Dalam Rumen 4. Skema Pengolahan Sampel untuk Mendapatkan Nilai Parameter 5. Grafik rataan koefisien cerna bahan kering (KCBK) (%) 6. Grafik rataan koefisien cerna bahan organik (KCBO) (%) 7. Grafik rataan konsentrasi VFA total (mM) 8. Grafik rataan konsentrasi N-NH3 total (mM)

Hal 12 17 19 28 33 36 38 41


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
1. Proses Amoniasi 2. Proses Fermentasi 4. Prosedur In vitro 5. Prosedur Pembuatan NH3 6. Prosedur Pembuatan VFA 7. Prosedur Pembuatan KCBK dan KCBO 8. Dokumentasi selama penelitian 9. Hasil Analisis Ragam

Hal 50 51 52 53 54 55 56 59

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
PUTRI SUWARNI, 2014. “ Uji Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Kadar NH3 dan VFA Pelepah Kelapa Sawit Terolah Fisik, Kimia dan Biologis pada Sapi Secara In Vitro”. Dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan ISKANDAR SEMBIRING.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai nutrisi pelepah kelapa sawit terolah fisik, kimia dan biologis. Pendekatan ini dapat meningkatkan koefisien cerna bahan kering (KCBK), koefisien cerna bahan organik (KCBO), N-Amonia (NH3) serta VFA dalam rumen secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor bulan Mei - Juni 2014. Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahapan, pertama pengolahan terhadap bahan pakan, kedua pengujian terhadap parameter penelitian yakni fermentabilitas (kadar NH3, VFA) dan kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) secara in vitro dengan menggunakan metode Tilley dan Terry.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, dimana P0 : pelepah kelapa sawit dengan perlakuan fisik; P1 : pelepah kelapa sawit dengan perlakuan fisik dan kimia; P2 : pelepah kelapa sawit dengan perlakuan fisik dan biologis; dan P3 : pelepah kelapa sawit dengan perlakuan fisik, kimia dan biologis. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan teknologi pengolahan pakan pada perlakuan sangat nyata (P>0.01) terhadap nilai KCBK, KCBO, VFA dan NH3. Kesimpulan penelitian ini adalah bahan pakan yang diolah dengan fisik, kimia dan biologis (P3) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pakan lainnya. Kata Kunci : fisik, kimia dan biologis, rumen, kecernaan, in vitro
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
PUTRI SUWARNI, 2014. "Test of Dry Matter Digestibility, Organic Matter Digesibility, NH3 and VFA in the Palm Leaf midrib On Cattle In vitro Methode". Under the guidance of R. EDHY MIRWANDHONO and ISKANDAR SEMBIRING.
Purpose of this study to determinate the nutritional value of processed palm midrib as physical, chemical and biological. This approach can increase the digestibility coefficients of dry matter, organic matter digestibility coefficients, NH3 and VFA in the rumen in vitro. This research was conducted at the Laboratory of Animal Nutrition and Feeding of Animal Husbandry Program Study of Agriculture Faculty of North Sumatra University and Laboratory of Animal Nutrition Dairy Science Department Nutrition and Food Technology Faculty of Animal Husbandry, Bogor Agricultural University in Mey - June 2014. This research is divided into two phases, the first is processing of feed material, a second test on the parameters of the fermentabilitas (NH3 concentration, VFA) and dry matter digestibility (KCBK) and organic matter digestibility (KCBO) in vitro by using metodeTilley and Terry.
Experimental design used this research was a completely randomized design with 4 treatments and 5 replications, where P0 : palm midrib with physical treatment; P1 : palm midrib with physical and chemical treatments; P2 : palm midrib with physical and biological treatment P3 : palm midrib with physical, chemical and biological treatment. The results of the analysis of variance showed that the use of various feed processing technology give effect in a very real treatment (P>0.01) to the value KCBK, KCBO, VFA and NH3. Conclusion of this research is the feed material processed with physical, chemical and biological (P3) gives better results as compared to the other treatments. Keywords: physical, chemical and biological, rumen, digestibility, in vitro

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta
Aritonang, D. 1986. Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Sumber Pakan Ternak Di Indonesia. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian V(4): 93−99.
Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Baan, A.V.D., W.A. Niekerk, N.F.G. Rethman, and R.J. Coertze. 2004. The Determination of Digestibility of Atriplex Nummularia cv. De Kock (Oldman Saltbush) Using Different In Vitro Techniques. S.Afr. J.Anim.Sci.,341(1) 95:97.
Bachruddin, Z., 1996. Pengukuran pH dan Asam Lemak Terbang (Vollatil Fatty Acid – VFA) Cairan Rumen dengan Gas Khromatografi (Kursus Singkat Teknik Evaluasi Pakan Ruminansia). Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik, 2013. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia (000 Ha), 1995 – 2013.
Balai Penelitian Ternak, 2003. Perkebunan Kelapa Sawit dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Bogor.
Devendra,C. 1990. Roughage Resources for Feeding in The Asean Region, The First Asean Workshop on Technology of Animal Feed Production Utility Food Waste Material.
Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2014. Wajah Pembangunan Peternakan ke Depan di Provinsi Sumatera Utara (Tahun 2005-2010). Pemprov. Sumatera Utara, Medan.
Frances, J, Siddons RC. 1993. Volatile Fatty Acids Production in Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and Metabolism. CAB International.
General Laboratory Prosedure, 1996. Departement of Dairy Science, University of Wisconsin.
Ginting, S. P. dan J. Elizabeth, 2013. Teknologi Pakan Berbahan Dasar Hasil Sampingan Perkebunan Kelapa Sawit. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih PO BOX 1 Galang Sumatera Utara; Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Brigjen Katamso 51 Medan
44
Universitas Sumatera Utara

45
Ginting, S. P. 1992. Konsumsi dan Kecernaan. Bul. PPSKI. Tahun VIII (37) : 23 – 27.

Gohl. B. 1981. Tropical Feeds. Feed Information Summaries and Nutritive Values. Animal Production and Health Series FAP No.12.
Hanafi, N. D, 2004. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pakan Domba. Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Harahap, N., 2010. Uji Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Kadar NH3 dan VFA pada Jerami Jagung, Pelepah Daun Sawit dan Pucuk Tebu Terolah Pada Sapi Secara In vitro. Skripsi. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Hartati, E. 1998. Suplementasi Minyak Lemuru dan Seng Ke Dalam Ransum yang Mengandung Silase Pod Kakao dan Urea untuk Memacu Pertumbuhan Sapi Holstein Jantan. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Hassan, A.O. and M.Ishida, 1991, Effect of water, Molasses and urea addition on oil palm frond silage quality-fermentation characteristic and palatability to Kedah-Kelantan bulls. In proceedings of the third International Symposium on the Nutrition of Herbivores. Penang. Malaysia.
Ishida, M. And Hassan 1992. Effect Of Urea Treatmeant Level On Nutritive Value Of Oil Palm Fronds Silage In Kedah Kelantan Bulls, Animal Science Congress, Bangkok, Thailand.
Ishida, M. and A.O.Hassan. 1992. Chemical Composition and in vitro digestibility of leaf and petiole from various location in oil palm fronds. In proceedings of 15th Malaysian Society of Animal Production, May 26-27, 1992, Kuala Trengganu, Malaysia, 115-118.
Istiadi, M. A, et al., 2012. Sapi, dari Hulu ke Hilir dan Info Mancanegara. Tim Penulis Agriflo, Jakarta.
Jafar, M.D. and A.O.Hassan, 1990. Optimum Steaming Condition of PPF for feed utilization. Processing and utilization of oil palm by-products for ruminant. MARDI-TARC Collaborative Study. Malaysia.
Kurniawati, A., 2007. Teknik Produksi Gas In-Vitro Untuk Evaluasi Pakan Ternak : Volume Produksi Gas Dan Kecernaan Bahan Pakan. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi – BATAN, Jakarta
Lopez, S. 2005. In Vitro and In Situ Techniques for Estimating Digestibility. 2nd edition, CAB International.
Universitas Sumatera Utara

46
Maynard, L. A., et al., 1981. Animal Nutrition, Seventh Edition. Tata McGrawHill Publishing Company Limited, New Delhi.
McDonald, P.R. Edwards and J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6 th edition. NewYork.
Mauricio, R.M., E. Owen, F.L. Mould, I. Givens, M.K. Theodorou, J. France, D.R. Davies, and M.S. Dhanoa. 2001. Comparison of Bovine Rumen Liquor and Bovine Faeces as Inokulum for an In Vitro Gas Production Technique for Evaluating Forages. Anim. Feed Sci. Technol.
Nurhayati, M. D., 2008. Kajian In Vitro Fermentabilitas dan Degradabilitas Ransum Komplit Kombinasi Rumput Lapang, Konsentrat dan Suplemen Pakan Multinutrien. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Parrakasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta.
Pasaribu, T., T. Purwadaria, A.P. Sinurat, J. Rosida dan D.O.D. Saputra. 2001. Evaluasi nilai gizi lumpur sawit hasil fermentasi dengan Aspergillus niger pada berbagai perlakukan penyimpanan. JITV 6(4): 233 –238.

Piliang, W. G., 1997. Strategi Penyediaan Pakan Ternak Berkelanjutan Melalui Pemanfaatan Energi Alternatif. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Preston, T. R. and R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resources in Tropic. Penambul Books, Armidale.
Puastuti, W. 2005. Tolok ukur mutu protein ransum dan relevansinya dengan retensi nitrogen serta pertumbuhan domba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Purwantari, T., 2008. Fermentabilitas In Vitro Dan Produksi Biomassa Mikroba Ransum Komplit Yang Mengandung Jerami Sorgum, Konsentrat Dengan Penambahan Suplemen Pakan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahmadea, R., 2010. Fermentasi dan Kecernaan Berbagai Substrat Serat yang Mengalami Proses Biokonversi Oleh Ganoderma lucidum. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahmawati I. G. A. W. D. 2001. Evaluasi in vitro kombinasi lamtoro merah (Acacia villosa) dan gamal (Gliricidia maculate) untuk meningkatkan kualitas pakan pada ternak domba. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Universitas Sumatera Utara

47
Ranjhan, S.K. 1999. Animal Nutrition and Feeding Practices, Sixth Revised Editiom. Vikas Publishing House PVT Ltd., New Delhi.
Reksohadiprodjo, S. 1988. Pakan Ternak Gembala. BPFE, Yogyakarta.
Sari, O. N. P., 2008. Efektivitas Substitusi Konsentrat dengan Daun Murbei Pada Pakan Berbasis Jerami Padi Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sakinah, D. 2005. Kajian Suplementasi Probiotik Bermineral Terhadap Produksi VFA, NH3, dan Kecernaan Zat Makanan Pada Domba. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saputra, J. 2011. Kajian in vitro Fermentasi dan Kecernaan Ransum Berbasis Jerami Padi yang Dioptimalisasi dengan Penggunaan Suplemen Kaya Nutrien. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Satter, L. D. and L.L. Slyter. 1974. Effect of Amonia Concentration Rumen Microbial Protein Production In Vitro. Brit. J. Nutr. 32:194-208
Selly. 1994. Peningkatan kualitas pakan serat bermutu rendah dan amoniasi dan inokulan digesta rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sembiring, P., 2010. Pengantar Ruminologi. USU Press, Medan.
Siregar, S.B. Pengawetan Pakan Ternak, 1995. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudirman. 2013. Evaluasi Pakan Tropis, dari Konsep ke Aplikasi ( Metode In Vitro Feses). Pustaka Reka Cipta, Bandung.
Sukaryana, Y., Atmomarsono, U., Yunianto V. D. dan Supriyatna E., 2011. Peningkatan Nilai Kecernaan Protein Kasar Dan Lemak Kasar Produk Fermentasi Campuran Bungkil Inti Sawit Dan Dedak Padi Pada Broiler. JITP Vol. 1 No.3, Juli 2011.
Sukria, H. A. dan R. Krisnan, 2009. Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di Indonesia. IPB Press, Bogor.
Sutardi, T. 1979. Ketahanan Protein Bahan Makanan Ternak terhadap Degradasi oleh Mikroba Rumen dan Manfaatnya bagi Peningkatan Produksi Ternak. Procceding Seminar dan Penunjang Peternakan. LPP. Bogor.
Sutardi, T. 1980. Peningkatan Mutu Hasil Limbah Lignoselulosa sebagai Pakan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.
Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Universitas Sumatera Utara

48
Tilley, J.M.A. and R.A. Terry. 1963. A two stage technique for in the in vitro digestion of forage crops. J. Grassland Soc. 18 : 104.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Umar, S., 2009. Potensi Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Pusat Pengembangan Sapi Potong Dalam Merevitalisasi Dan Mengakselerasi Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Reproduksi Ternak pada Fakultas Pertanian, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara.
Wahyuni, T. H. 2009. Bahan Pakan Ternak. Buku Ajar Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Winarno, f. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.
Yunilas, 2009. Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Bahan
Pakan Ternak Ruminansia. Karya Ilmiah Departemen Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
.
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu zona agroekologi yang
sangat cocok untuk pemeliharaan ternak sapi. Perkebunan tersebut menghasilkan limbah berupa pelepah kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Mengingat bahwa perkebunan kelapa sawit semakin lama semakin luas, sehingga sangat berpotensi dijadikan sebagai sumber pakan alternatif pengganti hijauan pakan ternak sapi.
Pelepah kelapa sawit merupakan hasil sampingan dari pemanenan buah kelapa sawit. Bila dilihat dari segi ketersediaannya maka pelepah kelapa sawit sangat potensial digunakan sebagai pakan ternak. Produksi tandan buah segar (TBS) akan makin bertambah pada masa mendatang seiring dengan makin luasnya areal perkebunan kelapa sawit. Menurut Aritonang (1986), produksi tandan buah segar kelapa sawit per hektar per tahun sebesar 12,60 – 27,00 ton.
Pelepah kelapa sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen tandan buah segar. Pelepah kelapa sawit dipanen 1 – 2 pelepah/panen/pohon. Setiap tahun dapat menghasilkan 22 – 26 pelepah/tahun dengan rataan berat pelepah daun sawit 4 – 6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40 – 50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Umar, 2009).
Pelepah kelapa sawit memiliki kandungan serat kasar tinggi dan protein, kecernaan serta palatabilitas yang rendah. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa daun sawit tersusun dari 70% serat kasar dan 22% karbohidrat (berdasarkan bahan kering). Karakteristik ini juga menunjukkan bahwa daun sawit dapat diawetkan sebagai silase dan telah diperkirakan bahwa kecernaan bahan
Universitas Sumatera Utara

kering dapat meningkat 45% dengan pembuatan silase daun kelapa sawit (Hassan dan Ishida, 1991). Ruminansia dapat menggunakan pakan hasil samping perkebunan seperti pelepah kelapa sawit yang sebagian besar berupa serat dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Karena itu kecernaan pakan serat ini sangat tergantung pada populasi mikroba rumen terutama bakteri selulolitik (pencerna serat).
Jafar dan Hassan (1990) menyatakan bahwa kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa mempengaruhi kecernaan makanan dan telah diketahui bahwa antara kandungan lignin dan kecernaan bahan kering berhubungan sangat erat terutama pada rumput-rumputan. Lignin dan selulosa sering membentuk senyawa lignoselulosa dalam dinding sel tanaman, lignoselulosa ini merupakan suatu ikatan yang kuat (Sutardi, 1980). Kadar serat kasar yang tinggi dapat mengganggu pencernaan zat-zat yang lainnya, akibatnya tingkat kecernaan menjadi menurun.Kadar serat yang tinggi akan menurunkan nilai TDN (Total Digestible Nustrients) dari bahan makanan.
Menurut Ishida dan Hassan (1992), dari daun kelapa sawit didapat hijauan segar yang dapat diberikan langsung ke ternak baik yang berbentuk segar maupun yang telah diawetkan seperti dengan melakukan silase maupun amoniasi. Perlakuan dengan silase memberi keuntungan, karena lebih aman dan dapat memberi nilai nutrisi yang lebih baik dan sekaligus memanfaatkan limbah pertanian. Keuntungan lain dengan perlakuan silase ini adalah pengerjaannya mudah dan dapat meningkatkan kualitas dari bahan yang disilase.
Menurut Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara (2014), jumlah ternak sapi potong pada tahun 2010 mencapai 301.387 ekor dan sapi perah sejumlah
Universitas Sumatera Utara

7.050 ekor. Kebutuhan ternak ruminansia akan pakan hijauan sebesar 3% dari bobot badan berdasarkan bahan kering. Sehingga kebutuhan akan pakan hijauan untuk ternak sapi baik sapi potong maupun perah mencapai 10 ton berdasarkan bahan kering.
Dengan mempertimbangkan kandungan nutrisi dari bahan penelitian dan mudahnya memperoleh bahan pakan tersebut karena merupakan limbah perkebunan kelapa sawit yang melimpah maka timbullah pemikiran untuk melakukan penelitian, sehingga dapat dilihat sejauh mana bahan pakan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dari sudut pandang daya cerna, yang juga dilanjutkan dengan uji kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), NH3 dan VFA secara in vitro.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengolahan pakan terbaik
dan mengetahui nilai nutrisi pelepah kelapa sawit terolah fisik, kimia dan biologis ditinjau dari segi koefisien cerna bahan kering (KCBK), koefisien cerna bahan organik (KCBO), N-Amonia (NH3) serta VFA dalam rumen secara in vitro.
Hipotesa Penelitian Pengolahan secara kimia dan biologis terhadap pelepah kelapa sawit yang
terolah secara fisik dapat meningkatkan koefisien cerna bahan kering (KCBK), koefisien cerna bahan organik (KCBO), N-Amonia (NH3) serta VFA dalam rumen secara in vitro.
Universitas Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian Untuk memperoleh cara pengolahan pakan terbaik dari pemanfaatan
limbah perkebunan kelapa sawit sebagai pakan ternak guna peningkatan daya cerna bahan pakan bagi pengembangan peternakan ruminansia.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Pelepah Kelapa Sawit

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013), luas areal perkebunan

kelapa sawit di Sumatera Utara hingga tahun 2012 mencapai luas 5.456.500 ha

dan pada tahun 2013 seluas 5.592.000 ha (data sementara). Luas areal perkebunan

kelapa sawit dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Salah satu limbah perkebunan yang dapat dimanfaatkan adalah daun

kelapa sawit yang berasal dari pemangkasan pelepah daun kelapa sawit. Dari satu

pelepah daun kelapa sawit dapat dihasilkan 3,333 kg daun kelapa sawit segar

dengan kandungan bahan kering mencapai 35% (Ishida dan Hassan, 1992).

Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu

membentuk susunan daun mejemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu

pelepah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5 – 9 m. Jumlah

anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250 – 400 helai (Hanafi, 2004).

Tabel 1. Kandungan nutrisi pelepah kelapa sawit

Pelepah Kelapa

Zat Nutrisi

Sawit

BK Abu PK LK SK GE (K.cal/g)

(%) (%) (%) (%) (%)

Fisik

8,88 4,05 5,56 1,12 49,21

4,4274

Kimia

9,63 6,59 6,25 1,09 43,07

4,4851

Biologis

10,29 12,63 6,19 1,07 36,52

3,9733

Kimia + Biologis 9,82 8,01 6,31 0,89 39,22

3,4623

Keterangan: BK (Bahan Kering); PK (Protein Kasar); LK (Lemak Kasar); SK (Serat Kasar);

GE (Gross Energy).

Sumber: Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2014)

Menurut Balitnak (2003), tingkat kecernaan bahan kering pelepah daun

kelapa sawit pada sapi mencapai 45%. Demikian pelepah kelapa sawit dapat

digunakan sebagai sumber atau pengganti pakan hijauan. Namun, adanya lidi pada

pelepah kelapa sawit akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah

Universitas Sumatera Utara

tersebut dapat diatasi dengan pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan penggilingan. Pemanfaatan pelepah kelapa sawit sebagai bahan pakan ruminansia disarankan tidak melebihi 30%.

Teknik Pengolahan Pelepah Kelapa Sawit

Perlakuan dengan amoniasi dan silase sangat dirasakan keuntungannya

karena lebih aman dan meningkatkan nilai nutrisi yang lebih baik serta

mengawetkan limbah pertanian. Kandungan bahan kering, protein kasar dan

kecernaan pelepah kelapa sawit yang telah dibuat amoniasi dan silase dengan

penambahan urea menjadi lebih meningkat dibandingkan tanpa pemakaian urea

dan kecernaan bahan kering akan meningkat 45% terutama bila diberikan pada

sapi (Ishida dan Hassan, 1992). Keuntungan lain dengan perlakuan amoniasi dan

fermentasi terutama dengan penggunaan urea, adalah selain pengerjaannya

mudah, juga dapat meningkatkan kualitas dari pakan.

Berikut adalah tabel kandungan kimia senyawa penyusun serat pada

pelepah kelapa sawit:

Tabel 3. Kandungan senyawa kimia penyusun serat pada pelepah kelapa sawit

Unsur kimiawi Selulosa Hemiselulosa Lignin Silika Total
Sumber : Ginting dan Elizabeth (2013)

Pelepah kelapa sawit (%) 31,7 33,9 17,4 0,6 83,6

Kandungan bahan kering, bahan organik, pH, dan NH3 daun kelapa sawit

segar, silase, dan amoniasi disajikan pada Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Komposisi kimiawi pelepah kelapa sawit segar, silase, dan amoniasi

Peubah
Bahan kering (%) Bahan Organik (%) pH NH3 (mM)
Sumber: Hanafi (2004)

Segar 27,07 89,13
5,43

Perlakuan Silase 56,26 91,74
5,83 0,45

Amoniasi 64,08 93,20 8,31 1,68

Ada beberapa pengolahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

kecernaan serat kasar. Peningkatan kuantitas bagian yang dapat dicerna pada

pakan yang berkualitas rendah, dapat dilakukan melalui proses fisik (pencacahan),

kimia (amoniasi) dan biologis (fermentasi).

Perlakuan Fisik Merupakan proses yang diberikan pada bahan pakan sumber energi alternatif seperti memotong-motong, mencincang, menggiling atau membuat pelet yang kesemuanya dimaksudkan untuk meningkatkan daya cerna bahan pakan tersebut. Proses fisik yang dilakukan disesuaikan dengan spesies hewan ternak yang akan mengkonsumsinya, demikian juga dengan jumlah yang akan diberikan (Piliang, 1997). Perlakuan fisik berupa pemotongan, penggilingan, pelleting, penghancuran dan lain-lain. Perlakuan fisik yang dilakukan pada pelepah kelapa sawit adalah pencacahan dengan menggunakan mesin chopper hingga mencapai ukuran 1-2 cm. Pencacahan dilakukan dengan mencacah semua bagian pelepah kelapa sawit. Peternak rakyat biasanya memanfaatkan pelepah kelapa sawit sebagai pakan ternak dengan cara memisahkan daun pelepah kelapa sawit dengan lidinya. Kemudian kulit pelepah bagian luar yang mengeras digunakan sebagai kerajinan

Universitas Sumatera Utara

dan daging pelepah bagian dalam dicacah dan diberikan kepada ternak sebagai pakan ternak.
Perlakuan Kimiawi Ada tiga sumber amonia yang dapat dipergunakan dalam proses amoniasi yaitu : NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam bentuk padat. Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya relatif mahal. Selain harganya mahal juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi minimum (minimum 10 bar). Demikian pula halnya dengan larutan amonia NH4OH selain harganya relatif mahal juga sukar diperoleh, sehingga pemakaian NH4OH terbatas di laboratorium (Hanafi, 2004). Menurut Piliang (1997), tujuan pemberian bahan kimia adalah untuk meningkatkan daya cerna sebaik mungkin dan dapat pula dimaksudkan untuk memberikan daya pengawet pada bahan tersebut. Pada pemberian beberapa bahan kimia perlu diwaspasai kemungkinan terjadinya interaksi dari bahan kimia yang ditambahkan dengan ketersediaan mikro nutrien lain yang terdapat dalam campuran ransum. Satu-satunya sumber NH3 yang murah dan mudah diperoleh adalah urea. Urea yang banyak beredar untuk pupuk tanaman pangan. Menurut Siregar (1995) urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harga murah dan sedikit keracunan yang diakibatkannya. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih dan higroskopis. Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 – 45% atau setara dengan potein kasar antara 262 – 281%.
Universitas Sumatera Utara

Menurut Gohl (1981) penambahan urea pada amoniasi akan meningkatkan kandungan protein kasar sebanyak 12,7%. Menurut Hanafi (2004), kandungan bahan kering pelepah kelapa sawit segar yaitu 27,07% sedangkan kandungan bahan kering pelepah kelapa sawit yang telah diamoniasi meningkat sebesar 64,08%. Kandungan bahan organik pelepah kelapa sawit segar yaitu 89,13% sedangkan kandungan bahan organik pelepah kelapa sawit yang telah diamoniasi meningkat sebesar 93,20%.
Perlakuan Biologis Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winarno et al., 1980). Fermentasi terjadi karena terbentuknya asam laktat oleh bakteri yang terdapat pada hijauan segar atau penambahan asam lemak atau zat pengawet seperti Na – metabisulphite. Fermentasi karbohidrat menjadi asam laktat menyebabkan pH tersebut dinilai terawetkan dengan baik dan mengandung 8 – 12% asam laktat (dasar bahan kering), hal ini dicapai bila persediaan karbohidrat cukup dan kondisi anaerob terjamin (Reksohadiprodjo, 1988). Fermentasi dilakukan dengan cara menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik, dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contohnya: starbio, starbioplus, EM-4, dan lain-lain) (Yunilas, 2009).
Universitas Sumatera Utara

Lama daya simpan produk fermentasi ditentukan oleh kadar air produk fermentasi, sempurna tidaknya proses fermentasi, jenis kemasan dan suhu ruang penyimpanan produk fermentasi tersebut. Lokasi yang memiliki kelembaban yang tinggi, maka jenis kemasan merupakan faktor yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi fisik produk, berdampak terhadap performan ternak yang mengkonsumsinya (Pasaribu et al., 2001).
Keberhasilan suatu produk fermentasi secara nyata dapat ditentukan melalui kecernaan. Prinsip penentuan kecernaan zat-zat makanan adalah menghitung banyaknya zat-zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan banyaknya zat makanan yang dikeluarkan melalui feses. Upaya fermentasi akan bernilai guna apabila diketahui nilai kecernaannya (Sukaryana et al., 2011).
Menurut Hanafi (2004), kandungan bahan kering pelepah kelapa sawit segar yaitu 27,07% sedangkan kandungan bahan kering pelepah kelapa sawit yang telah difermentasi meningkat sebesar 56,26%. Sedangkan kandungan bahan organik pelepah kelapa sawit segar yaitu 89,13% sedangkan kandungan bahan organik pelepah kelapa sawit yang telah difermentasi meningkat sebesar 91,74%.
Probiotik Biomol Biomol adalah produk bioteknologi terapan yang merupakan campuran mikroorganisme yang bermanfaat dalam pemecahan serat, protein dan lemak sehingga akan mendorong fermentasi pakan serta meningkatkan sintesis protein mikroba rumen. Seleksi mikroba rumen ke arah pemurnian mikroba yang mempunyai keunggulan tertentu, misalnya dalam hal mencerna serat kasar, pencernaan lignin atau menghilangkan pengaruh anti nutrisi dalam pakan dapat juga membantu upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan pakan.
Universitas Sumatera Utara

Berikut merupakan tabel komposisi mikroorganisme yang terkandung

dalam Biomol:

Tabel 5. Komposisi yang terkandung dalam Biomol
No. Bakteri 1 Azotobacter paspalii 2 Bacillus lentus 3 Bacillus licheniformes 4 Bacillus pumilus 5 Bacillus stearothermophyllus 6 Bacillus subtilis 7 Corynrbacterium pseudodiptericicum 8 Micrococcus varians 9 Sarcina lutca 10 Staphylococcus epidermis
Khamir 1 Saccharomyces coreviseae
Sumber : PT. Banyumas Raya, Purwokerto

Cfu/g 3,20 x 103 8,00 x 106 2,00 x 107 4,20 x 109 3,20 x 109 2,00 x 105 8,00 x 109 2,00 x 107 8,00 x 108 2,00 x 107
2,00 x 107

Sistem Pencernaan pada Ruminansia Sistem pencernaan pada ternak umumnya terdiri dari mulut,
kerongkongan, lambung, usus kecil, usus besar dan anus. Namun kelebihan ternak ruminansia adalah memiliki empat lambung yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Bagian terbesar dari lambung ternak ruminansia adalah rumen, yang berfungsi sebagai tempat fermentasi. Rumen mengandung populasi mikrobial yang terdiri dari bakteri, protozoa, jamur dan ragi yang memfermentasikan makanan yang ditelan. Sumber utama energi yang diabsorbsi pada hewan ruminan adalah produksi akhir fermentasi, disebut asam lemak terbang. Fermentasi menghasilkan sejumlah gas, terutama karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas ini dihilangkan melalui proses eruktasi (bleaching). Penghancuran makanan, terutama makanan kasar, menjadi partikel-partikel kecil untuk memudahkan proses fermentasi dilakukan melalui proses ruminasi. Bolus ingesta

Universitas Sumatera Utara

rumen dibentuk oleh otot pada bagian dasar esophagus, dimuntahkan dan dikunyah. Ruminansi atau memamahbiak merupakan karakteristik atau ciri-ciri dari semua hewan ruminan (Wahyuni, 2009).
Gambar 1. Sistem Pencernaan pada Ruminansia
Sistem pencernaan ruminansia mempunyai fungsi penggunaan/absorbsi hasil fermentasi mikrobial yang optimal. Keadaan ini memungkinkan ruminansia tidak tergantung sumber luar dari vitamin B-kompleks dan asam-asam amino. Kedudukan ternak ruminansia adalah menyediakan makanan bagi manusia dari sumber serat dan sumber non-protein dan tidak bersaing dengan manusia dalam hal makanannya. Pengetahuan fermentasi dalam rumen mengarah kepengertian yang mendalam mengenai peranan mikroflora dalam saluran pencernaan termasuk dari ternak dan spesies makhluk lain (Reksohadiprodjo, 1988). Definisi Kecernaan
Kecernaan adalah zat-zat makanan dari konsumsi pakan yang tidak diekskresikan ke dalam feses, selisih antara zat makanan yang dikonsumsi dengan yang dieksresikan dalam feses merupakan jumlah zat makanan yang dapat dicerna. Jadi kecernaan merupakan pencerminan dari kemampuan suatu bahan pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Tinggi rendahnya kecernaan bahan
Universitas Sumatera Utara

pakan memberikan arti seberapa besar bahan pakan itu mengandung zat-zat makanan dalam bentuk yang dapat dicernakan ke dalam saluran pencernaan.
Tingkat kecernaan (digestibility) adalah bagian zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses. Anggorodi (1990) menyatakan pada dasarnya tingkat kecernaan adalah suatu usaha untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara zat-zat makanan yang dikonsumsi dengan zat-zat makanan yang dibuang bersama feses.
Tingkat kecernaan suatu pakan menggambarkan besarnya zat - zat makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya maupun reproduksi (Ginting, 1992). Kecernaan nutrisi tinggi bila nilainya 70%, dan rendah bila nilainya lebih kecil dari 50%.
Daya Cerna Bahan Pakan Menurut Anggorodi (1994), meneliti koefisien cerna dari berbagai bahan
makanan, maka bahan makanan yang mengandung sedikit serat kasar merupakan bahan yang sangat mudah dicerna. Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan makanan, semakin tebal dan semakin tahan dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna bahan makanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna antara lain, 1) suhu, 2) laju perjalanan melalui alat pencernaan, 3) bentuk fisik bahan makanan, 4) komposisi ransum, dan 5) pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya (Anggorodi, 1994).
Universitas Sumatera Utara

Dilihat dari kandungan protein kasar, maka daun kelapa sawit dapat

diharapkan sebanding dengan hijauan. Jafar dan Hassan (1990), menyatakan

bahwa kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa mempengaruhi kecernaan

makanan dan telah diketahui bahwa antara kandungan liginin dan kecernaan

bahan kering berhubungan sangat erat terutama pada rumput-rumputan. Lignin

dan selulosa sering membentuk senyawa lignoselulosa dalam dinding sel tanaman,

lignoselulosa ini merupakan suatu ikatan yang kuat (Sutardi, 1980).

Tabel 6. Tingkat kecernaan bahan kering, protein dan serat bahan pelepah dan daun kelapa sawit

Kecernaan (%)

Bahan

Pelepah kelapa sawit

Bahan kering

60

Protein kasar

78

Serat deterjen netral

52

Serat deterjen asam

53

Sumber : Ginting dan Elizabeth ( 2013)

Daun sawit 62 80 56 52

Selulosa tidak dapat dicerna dan tidak dapat digunakan sebagai bahan

makanan kecuali pada hewan ruminansia yang mempunyai bakteri selulolitik

dalam rumennya. Selulosa lebih tahan terhadap pereaksi kimia daripada pati.

Asam lemah dan alkali lemah mempunyai pengaruh kecil terhadap selulosa akan

tetapi zat tersebut dapat dihidrolisis oleh asam kuat menjadi glukosa. Selulosa

dapat dilarutkan dalam larutan tembaga beramonia yang disebut pereaksi

Sweitzer. Enzim-enzim yang dihasilkan oleh jaringan hewan mamalia tidak dapat

melarutkannya, hanya bakterilah yang dapat menguraikannya (Anggorodi, 1979).

Kecernaan in vitro daun sawit kurang dari 50% (kualitas biologi medium).

Disarankan pemberian daun sawit pada ternak jangan melebihi 20% dari ransum.

Penggunaan daun sawit dibatasi oleh tingginya kadar lignin, sehingga perlu

Universitas Sumatera Utara

dilakukan pengolahan untuk meningkatkan daya cerna nya melalui perlakuan fisik, kimia, biologis atau kombinasinya (Sukria dan Krisnan, 2009).
Produksi Volatil Fatty Acid (VFA) dalam Rumen Pada ruminansia, karbohidrat makanan dirubah menjadi asam-asam asetat,
propionat dan butirat. Asam propionat diabsorbsi dari rumen ke sirkulasi portal dan dibawa ke hati yang merubahnya menjadi glukosa dan menjadi bagian cadangan glukosa hati. Asam-asam asetat dan butirat diabsorbsi seperti halnya asam propionat hanya dalam hal ini asam butirat dirubah menjadi asam beta-hidroksi-butirat (BHBA) oleh jaringan dinding rumen. Asam asetat dan BHBA dari hati disalurkan ke sistem sirkulasi dan dipakai oleh jaringan sebagai sumber energi untuk sintesa lemak (Tillman, et al., 1991).
Proses fermentasi karbohidrat dalam rumen menghasilkan energi dalam bentuk VFA sebesar 80% dan 20% sisanya merupakan energi yang terbuang dalam bentuk produk gas CO2, CH4 dan energi dalam bentuk ATP (France dan Siddons, 1993). Banyaknya VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangatlah bervariasi yaitu antara 200 – 1500 mg/100 ml cairan rumen. Hal ini tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi (McDonald et al, 2002). Kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang optimal adalah 80 – 160 mM (Sutardi, 1979).
Tidak dapat disimpulkan bahwa semua asam volatil yang ditemukan dalam rumen timbul secara langsung dari fermentasi karbohidrat. Beberapa mungkin datang dari aksi mikroorganisme pada protein atau senyawa nitrogen lainnya. Ada juga beberapa interkonversi asam setelah produksi. Gas-gas yang terbentuk adalah metana dan karbon dioksida dan hidrogen di bawah beberapa
Universitas Sumatera Utara

kondisi. Besarnya pencernaan mikroba ditunjukkan oleh studi dengan sapi menunjukkan bahwa 40 sampai 80% dari asupan bahan kering menghilang dalam rumen dan retikulum, sekitar 80 persen dari karbohidrat (Maynard, 1981).
Asam lemak terbang diabsorpsi dalam rumen melalui proses difusi pada dinding rumen. Sekitar 75% asam lemak terbang diabsorpsi dalam rumen dan 25% sisanya diabsorpsi setelah melewati rumen. Hampir seluruh bahan tidak mengalami perubahan konsentrasi dalam retikulum dan omasum, kecuali air dan elektrolit, khususnya bikarbonat yang di diabsorpsi dalam omasum. Asam lemak terbang dimetabolis dalam sel-sel ephitel dinding rumen dan omasum (Sembiring, 2010).

Selulosa Pati
Lintasan Embden-meyerhoff

Heksosa Pektin As. Priruvat

Hemiselulosa Pentosa Lintasan Pentosa

Format

Asetil CoA

Lintasan akhir

CO2 + H2

Lintasan Suksinat

Metan

ASETAT

BUTIRAT

PROPIONAT

Gambar 2 : Skema Lintasan Utama Fermentasi Karbohidrat Menjadi VFA (France dan Siddons, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Dari penelitian pada rumen domba dengan menggunakan fistula rumen diperoleh hasil bahwa apabila disakarida dimasukkan ke dalam rumen dan retikulum, maka terbentuk asam laktat dan asam lemak terbang. Pembentukan asam laktat merupakan hasil metabolisme karbohidrat tanpa menggunakan oksigen (Sembiring, 2010).
Produksi N-Amonia (NH3) dalam Rumen Nilai protein mikroorganisme dipengaruhi oleh pH rumen, suasana asam
menurunkan akivitas protozoa. Fermentasi protein makanan yang rendah kualitasnya dalam rumen dapat menaikkan kualitas protein karena nilai biologis protein mikroorganisme tinggi. Perombakan beberapa protein adalah cepat, sehingga menghasilkan kadar amonia rumen yang tinggi dan sebagian diserap dan diekskresikan sebagai urea (Tillman, et al., 1991).
Asam-asam amino hasil katabolisme jaringan juga tedapat dalam darah. Asam amino yang berlebihan akan di deaminasi oleh hati menjadi amonia dan asam-asam alfa-keto. Amonia dapat dipergunakan untuk mengaminasi asam-asam keto menjadi asam-asam amino, tetapi kebanyakan dirubah menjadi urea dan dikeluarkan melalui urine atau dikembalikan ke traktus alimentarius melalui air liur. Amonia mungkin juga diabsorbsi dari retikulo rumen ruminansia ke vena porta dan diubah hati menjadi urea, dan seterusnya (Tillman, et al., 1991).
Konsentrasi amonia di dalam rumen merupakan suatu besaran yang sangat penting untuk dikendalikan karena sangat menentukan optimasi pertumbuhan mikroba rumen. Sekitar 80% mikroba rumen dapat menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhannya (Arora, 1995).
Universitas Sumatera Utara

Berikut ini akan digambarkan skema proses degradasi protein dalam rumen yang akan dijelaskan pada gambar 3 di bawah ini:

DALAM RUMEN
PROTEIN PAKAN

DALAM USUS

OLIGOPEPTIDA

ASAM AMINO

NH3

ASAM KETO

PROTEIN PAKAN

PROTEIN

PROTEIN

TUBUH

MIKROBA

PROTEIN MIKROBA

VFA

CO2

CH4

Gambar 3 : Proses Degradasi Protein Dalam Rumen (Sutardi, 1977).
Jika degradasi protein lebih cepat daripada sintesis protein mikroba maka NH3 akan terakumulasi dan melebihi konsentrasi optimumnya. Kisaran optimum NH3 dalam rumen berkisar antara 85 – 300 mg/l atau 6 - 21 mM. Konsentrasi NH3 yang tinggi dapat menunjukkan proses degradasi protein pakan lebih cepat daripada proses pembentukan protein mikroba, sehingga amonia yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen (McDonald et al., 2002). Sedangkan menurut Satter

Universitas Sumatera Utara

dan Slyter (1974) menyatakan bahwa kisaran amonia yang cukup untuk pertumbuhan mikroba yang maksimal adalah 3,75mM - 15,00 mM.
Menurut Sembiring (2010), protein yang larut atau di