BAB II PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Pembelajaran Tematik
Siswa-siswi pada madrasah ibtidaiyah atau sekolah dasar pada kelas satu, dua, dan tiga, termasuk pada usia dini, yang artinya pada usia ini perkembangan kecerdasan seperti IQ
Intelegency Quetions, EQ Emotional Quetions dan SQ Social Quetions tumbuh dan berkembang dengan pesatnya, namun pada umumnya tingkat perkembangannya masih
memandang bahwa segala sesuatu itu merupakan satu kesatuan holistik dan mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Maka proses pembelajaran masih
tergantung pada objek-objek konkret atau nyata dan pengalaman yang dialami secara langsung.
Namun dalam pelaksanaanya masih banyak MI SD yang melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah. Misalnya agama Islam 2
jam pelajaran, Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, IPA 2 jam pelajaran, dan seterusnya. Bahkan dalam penyampaian isi matrinya cenderung monoton tanpa
mengaitkan dengan matreri mata pelajaran lainnya, padahal seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa pada siswa-siswi MI SD pada kelas satu, dua, dan tiga pola pikir mereka
masih bersifat holistik kesatuan, maka pola pembelajaran terpisah tentu akan menyulitkan mereka, sehingga berdampak pada tingginya angka siswa-siswi mengulang kelas atau bahkan
putus sekolah. Perlu kita ketahui bahwa, angka mengulang kelas dan angka putus sekolah peserta
didik kelas I SD MI jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain. Data tahun 19992000 memperlihatkan bahwa angka mengulang kelas satu sebesar 11,6 sementara
pada kelas dua 7,51, kelas tiga 6,13, kelas empat 4,64, kelas lima 3,1, dan kelas enam 0,37. Pada tahun yang sama angka putus sekolah kelas satu sebesar 4,22, masih jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas dua 0,83, kelas tiga 2,27, kelas empat 2,71, kelas lima 3,79, dan kelas enam 1,78. Angka nasional tersebut semakin memprihatinkan
jika dilihat dari data di masing-masing propinsi terutama yang hanya memiliki sedikit Taman Kanak-kanak. Hal itu terjadi terutama di daerah terpencil. Pada saat ini hanya sedikit peserta
didik kelas satu Sekolah Dasar yang mengikuti pendidikan prasekolah sebelumnya. Tahun 19992000 tercatat hanya 12,61 atau 1.583.467 peserta didik usia 4-6 tahun yang masuk
Taman Kanak-kanak, dan kurang dari 5 Peserta didik berada pada pendidikan prasekolah lain.
Maka dari uraian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa permasalahan yang berkaitan tentang tingginya angka mengulang kelas serta putus sekolah di usia dini di latar
belakangi oleh pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang belum sesuai dengan pola pikir anak pada usia dini yang berpola pikir masih holistic, serta berkaitan dengan kurangnya kesiapan
pendidikan prasekolah atau Taman Kanak-Kanak pada peserta didik awal yang akan memasuki tingkat MI SD. Hal itu terjadi terutama di daerah terpencil, pada saat ini hanya
sedikit peserta didik kelas satu Sekolah Dasar yang mengikuti pendidikan prasekolah sebelumnya. Tahun 19992000 tercatat hanya 12,61 atau 1.583.467 peserta didik usia 4-6
tahun yang masuk Taman Kanak-kanak, dan kurang dari 5 Peserta didik berada pada pendidikan prasekolah lain.
Sementara itu dari hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang telah masuk Taman Kanak-Kanak memiliki kesiapan bersekolah lebih baik jika dibandingkan
dengan peserta didik yang tidak mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak sebelumnya. Selain itu, perbedaan pendekatan, model, dan prinsip-prinsip pembelajaran antara kelas satu
dan dua Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah dengan pendidikan pra-sekolah dapat juga menyebabkan peserta didik yang telah mengikuti pendidikan pra-sekolah pun dapat saja
mengulang kelas atau bahkan putus sekolah. Maka berdasarkan paada pertimbangan pemikiran diatas dan guna implementasi
Standar Isi SI pendidikan yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran pada kelas awal bawah SD MI yakni kelas satu, dua dan tiga akan lebih tepat
jika dikelola dalam pembelajaran terpadu terintegrasi melalui pendekatan pembelajaran tematik pada semua mata pelajaran. Untuk itu diperlukan pedoman pelaksanaan model
pembelajaran tematik untuk kelas I hingga kelas III pada tingkat SDMI. Hal ini penting, untuk memberikan gambaran tentang pembelajaran tematik yang dapat menjadi acuan dan
contoh konkret.
B. Ruang Lingkup Pembelajaran Tematikik