Maksud Tinjauan Teoritis Relasi Sosial Dalam Tinjauan Konsep E-Government

5

2. Maksud

Makalah ini dimaksudkan untuk menggambarkan relasi sosial dalam tinjauan konsep e-Government.

3. Tinjauan Teoritis

Kajian tentang relasi dalam memahami sebuah fenomena sosial oleh ilmuwan sosiologi dan antropologi memiliki arti yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh kontekstual konsep tersebut dibentuk dan diterapkan untuk menjelaskan fenomena sosial di tempat mana ilmuwan tersebut melakukan kajian. Secara konvensional ilmuwan sosiologi dan antropologi terlalu membatasi diri pada lingkup kajian mereka, seperti ilmuwan sosiolog terlalu membatasi diri pada masyarakat tradisional dan pedesaan. Namun ruang lingkup tersebut mulai mengalami pergeseran, dimana ruang lingkup antara sosiologi dengan antropologi bisa pada masyarakat perkotaan dan pedesaan atau masyarakat tradisional. Implikasi lainnya pergeseran ruang lingkup kajian sosiologi dan antropologi adalah pada penerapan konsep yang bersifat menunjang. Konsep yang dipakai oleh ilmuwan sosiologi juga dipergunakan oleh ilmuwan antropologi begitu sebaliknya. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa ilmuwan sosiologi dan antropologi dengan menggunakan teori struktural fungsional. Lahirnya teori tersebut juga dipengaruhi oleh pandangan keilmuan yang sama, seperti pengaruh Emile Durkheim 1964 tentang fakta sosial. Pada antropologi, seperti Malinowski 1988, Radcliffe-Brown 1988 dan Levi-Strauss 1988 adalah yang 6 mengembangkan teori struktural fungsional, sedangkan ilmuwan sosiologi adalah Parson 1989 dan Merton 1992 serta Smelser 1994. Perbedaan-perbedaan antara ilmuwan sosiologi dan antropologi yang selama ini sering menjadi persoalaan dalam metode dan analisis. Sekarang ini menurut Koentjaraningrat 1990:24 tidak lagi memperlihatkan perbedaan, karena konsep yang dipakai dalam antropologi bisa dipergunakan untuk analisis sosiologi. Titik temu kedua ilmu tersebut adalah melihat sebuah masyarakat sebagai sebuah sistem kehidupan yang multi kompleks. Dimana di dalamnya terdapat sebuah proses sosial yang ditandai dengan adanya interaksi sosial dalam menggunakan simbol-simbol yang sama. Proses intraksi sosial dengan menggunakan simbol yang disepakati bersama adalah sebuah kebudayaan yang diwujudkan dalam bentuk hubungan sosial. Oleh karena itu dalam sosiologi dan antropologi masyarakat yang memiliki ciri kebudayaan khas dan mengikat warganya dalam berhubungan merupakan sebuah komunitas sosial. Konsep relasi sosial dan komunitas sosial merupakan satu kesatuan dalam menjelaskan aktifitas dan dinamika sebuah masyarakat. Semakin meningkat dan komplek aktifitas seuatu masyarakat semakin tinggi tingkat dinamika masyarakat tersebut. Dengan demikian dasar terbentuknya relasi dan corak komunitas juga akan semakin berbeda. Hal ini bisa dilihat dari bentuk dan corak sebuah relasi sosial yang dikemukakan oleh beberapa ilmuwan, seperti Comte dalam Jhonsons,1988, Durkheim 1964, Tonnies dalam Garna, 1992, membuat dasar relasi sosial dari perkembangan cara berfikir manusia. Begitu pula dengan ilmuwan yang tergolong kontemporer membuat pijakan relasi sosial dari sisi 7 perkembangan struktur masyarakat. Sehingga konsep relasi sosial yang dibentuk selalu bersifat konsep pasangan kontradiktif. Cooley dalam Soekanto, 1983:34 membedakan antara hubungan primer dengan hubungan sekunder. Gejala yang menonjol dalam hubungan primer adalah hubungan tatap muka yang erat dan gotong royong, sehingga kepentingan- kepentingan pribadi lebur dalam kepentingan-kepentingan umum. Begitu pula sebaliknya hubungan sekunder lebih pada bentuk hubungan formal. Demikian pula Inkeles dalam Soekanto, 1983:35 menggambarkan hubungan-hubungan sosial dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif mencakup jumlah orang yang berpartisipasi dalam sistem aksi. Sedangkan aspek kualitatif dari hubungan kualitatif dari hubungan-hubungan sosial dikategorikan oleh Kingsley Davis sebagai berikut: Relasi Sosial Primer dan Sekunder Relasi Primer Kondisi fisik Karakteristik sosial Contoh Relasi Contoh kelompok Tempat tinggal berdekatan Perkenalan sangat mendalam Antara teman suami-istri Kelompok bermain keluarga Berjumlah kecil Nilai hubungan muncul dari dalam diri Orang tua dengan anak Tetangga Jangka panjang Nilai hubungan dengan orang lain muncul dari kebiasaaan Pengetahuan terhadap orang lain lebih mendasar Perasaan bebas dan spontan Aktifitas dikontrol secara informal Guru-murid Kerja tim Relasi Sekunder Kondisi fisik Karakteristik sosial Contoh relasi Contoh 8 kelompok Tempat tinggal berjauhan Perkenalan kurang mendalam Nilai hubungan muncaul dari luar diri Penjual dan pembeli Penyiar dan pendengar Bangsa Nasabah Berjumlah besar Nilai hubungan dengan orang lain muncul dari luar diri Pemain dan penonton Profesional Asosiasi Berjangka pendek Pengetahuan tentang orang lain terbatas dan khusus Perasaan dikendalikan dari luar Aktifitas dikontrol secara formal Atasan dan bawahan Penulis dan pembaca Perusahaan Sumber: Davis dalam Soekanto, 1983:35 Mengekspresikan tujuan-tujuan atau tujuan dari tindakan sosial para antropolog dan sosiolog melihat nilai value sebagai unsur terpenting. Setiap hubungan sosial dapat menjadi objek dari nilai. Inkeles menyatakan bahwa: ”much the same range of human qualities and aspects of relationship are recognize in most societies, the main defferences betwen culture being in the value the put on these qualities as important or minor, good or bad. One value aggresivenes and deplores possivity, another the reverse. And a third gives little attention to this dimention alltogether, emphasizing, instead the virtue of sobriety over emotionality, which may be quite important in either of the other culture ”. dalam Soekanto, 1983:39 Pemikiran Inkeles di atas menekankan pada aspek nilai dan kebudayaan sebuah masyarakat merupakan dimensi terpenting dalam hubungan sosial dalam mencapai kebersamaan menjadi ikatan emosional. Von Wiese membagi hubungan antar manusia dalam masyarakat menjadi tiga macam, yaitu: 1. hubungan yang terdekat 2. hubungan yang saling menjauh 3. kombinasi antara mendekat dan menjauh dalam Soedjito, 1986:98 9 Dalam hubungan yang saling mendekat terdapat kesediaan untuk saling bertemu dan saling bekerjasama antara pihak-pihak yang sedang berhubungan. Hubungan yang saling mendekat ini ada kalanya tidak laigi murni sifatnya dan kemudian tercampur dengan konflik hubungan. Bentuk hubungan ini sudah tergolong kepada hubungan yang saling menjauh. Apabila kerjasama ini sifatnya terpaksa, hanya karena keadaan-keadaan tertentu saja pihak-pihak mau mendekat dan bekerjasama. Hubungan ini termasuk didalam golongan kerjasama kombinasi mendekat dan menjauh. Hubungan sosial sebelum masyarakat mengalami proses diferensiasi menurut smelser dalam weiner, 1994:5 hubungan-hubungan kekeluargaan dan hubungan-hubungan komunitas secara kolektif. Artiya hubungan sosial berlangsung secra spontan dan dalam suatu kondisi yang penuh akrab dan emosional. Keuntungan pribadi tidak menjadi dasar utama terjadinya hubungan diantara mereka, tetapi lebih pada faktor integritas kelompok. Namun masyarakat yang telah mengalami proses diferensiasi akan terjadi hubungan yang impersonal dan rasional. Perhitungan untung rugi dalam membentuk hubungan sosial menjadi dominan dalam masyarakat yang telah mengalami diferensiasi. Sehingga nilai dan motif yang menyertai dari hubungan ini lebih mengarah pada unsur kepentingan. Jika tidak penting dan tidak memberi keuntungan pribadi maka hubungan sosial tidak akan terjadi. Kerjasama kelompok living together menurut Hawley 1950:209 merupakan sebuah hubungan yang bersifat simbiotik. Hubungan simbiotis adalah sekumpulan individu-individu yang berbeda dan saling berinteraksi dalam suasana 10 sangat akrab. Ada tiga kategori simbiosis menurut Hawley 1 950:210, yaitu: ”1 commensalism, 2 mutualism, 3 parrasitism. Pada hubungan yang bersifat komensalistis, salah satu pihak mendapat untung sedangkan pihak lainnya tidak merasa dirugikan. Hubungan yang bersifat mutualism, kedua belah pihak sama- sama mendapat untung. Hubungan yang ketiga yaitu simbiosis parasitis, salah satu pihak mendapat untung, sedangkan pihak lainnya dirugikan. Konsep relasi sosial atau hubungan sosial yang dijelaskan di atas sangat terkait dengan karakteristik sebuah komunitas sosial. Hal ini bisa dilihat dari penjelasan beberapa ahli di atas bahwa relasi sosial atau hubungan sosial terbentuk sangat dipengaruhi oleh nilai dan orientasi sebuah masyarakat. Semakin berkembang sebuah masyarakat maka semakin rasional hubungan sosial yang terjadi. perkembangan masyarakat juga akan menggeser nilai dan karakteristik mereka, pada akhirnya akan merubah pula dasar terbentuknya relasi sosial atau hubungan sosial. Horton mendefinisikan komunitas adalah suatu kelompok setempat lokal dimana orang melaksanakan segenap kegiatan aktifitas kehidupannya. Lebih rinci ia menjelaskan sebuah komunitas yaitu : ”mencakup sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu, yang memiliki pembagian kerja yang berfungsi khusus dan saling tergantung, dan memiliki sistem budaya yang mengatur kegiatan para anggota yang empunyai kesadaran akan kesatuan dan perasaaan memiliki, serta mampu bertindak secara kolektif dengan cara yang teratur. Kriteria sebuah komunitas akan diikuti oleh kondisi dimana para anggota menerapkan sebagian besar atau seluruh aspek kebudayaan dalam batas wilayah komunitas. Dengan demikian akan terdapat bermacam-macam jenis komunitas sosial yang sederhana dan modern atau perdesaan dan perkotaan”. Horton, 1992:129 11 Ciri sebuah komunitas sosial akan terlihat dari bentuk atau pola sosial yang terjadi diantara individu-individu yang menjadi bagian keseluruhan kehidupan komunitas. Komunitas yang sederhana atau perdesaan memiliki relasi sosial berbeda dengan komunitas sosial yang modern atau perkotaan. homogenitas kehidupan anggota-anggotanya masih mendominasi dalam komunitas sosial perdesaan, sedangkan pada komunitas sosial modern anggota-anggotanya dan corak kehidupan sosialnya sudah heterogen. Relasi sosial atau hubungan sosial yang terjadi dalam komunitas, menurut Radcliffe-Brown adalah: ”akan dipengaruhi oleh bentuk struktur sosial sebuah komunitas itu sendiri. Struktur komunitas sosial berfungsi menentukan tingkah laku manusia dalam menjalankan peran dan statusnya. Oleh karena itu struktur sosal merupakan suatu rangkaian komplek dari relasi-relasi sosial yang berwujud dalam suatu masyarakat. Struktur sosial meliputi segala 1relasi sosial diantara para individu; dan 2 perbedaan individu serta kelas sosial menurut peranan sosial mereka.” Brown dalam Garna, 1996:150 Kata kunci dari penerapan e-Government adalah teknologi informasi dan komunikasi. E-Government berbeda dengan komputerisasi, karena e-Government berbicara tentang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk jejaring kerja network. Artinya, ada saling keterkaitan interkoneksi antara berbagai perangkat dimana berbagai informasi dikomunikasikan. Tersedianya perangkat komputer dan software atau basis data belum memadai untuk dikatakan sebagai e-Government bila keseluruhan komponen tersebut belum saling terkoneksi dan belum mengkomunikasikan suatu informasi. Douglas Holmes menyebutkan definisi dari e-Government yaitu: electronic government, or e-Government, is the use of information technology, in 12 particular the internet, to deliver public services in a much more convenient, customer-oriented, cost-effective, and altogether different and better way Holmes, 2001:2. Definisi tersebut menggambarkan pelayanan yang diberikan pemerintah secara online akan memudahkan warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, pelayanan yang diberikan secara online juga bermanfaat untuk mengurangi biaya, proses yang berbelit-belit, menambah kecepatan, serta membuat proses lebih fleksibel dan responsif. Sedangkan James L. Yong memaparkan definisi e-Government dengan uraian sebagai berikut : A number of definition for e-government have been offered in existing literature. Very often, these definitions have come to imply e-government as the government’s use of technology, in particular, web-based Internet applications to enhance acces and delivery of government services to citizens, business partner, employees and other government entities Yong,2003: 11. Dari sini kita tangkap bahwa sangat sering pendefinisian mengenai e- government datang dari penggunaan teknologi dalam pemerintahan terutama aplikasi basis web internet untuk memperluas akses dan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat, partner bisnis, pekerja dan entitas pemerintahan lainnya. Center for Democracy and Technology dan InfoDev menyatakan bahwa proses implementasi e-Government terbagai menjadi 3 tiga tahapan, yang tidak bergantung satu sama lain, atau harus dilakukan secara berurutan. Namun masing- masing menjelaskan mengenai tujuan e-Government. Tahapan tersebut antara lain: 1. Tahap pertama adalah Publish, yaitu tahapan yang menggunakan teknologi informasi untuk meluaskan akses untuk informasi pemerintah. Misalnya dengan cara pembuatan situs informasi di setiap 13 lembaga, penyiapan sumber daya manusia, sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk publik, serta penyiapan sarana akses yang mudah. 2. Tahap kedua, adalah Interact, yaitu meluaskan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Misalnya dengan cara pembuatan situs yang interaktif dengan publik, serta adanya antar muka yang terhubung dengan lembaga lain. 3. Tahap ketiga, adalah Transact, yaitu menyediakan layanan pemerintah secara online. Misalnya dengan cara pembuatan situs transaksi pelayanan publik, serta interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga lain. Terdapat beberapa faktor dalam pengembangan e-Government faktor tersebut berasal dari faktor teknologi, ekonomi, globalisasi, nasional serta lokal. Berdasarkan hal tersebut maka akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Faktor teknologi, peradaban manusia dari tatanan masyarakat agraris dan industrialis menuju masyarakat informasi. 2. Faktor ekonomi, dalam era reformasi terjadi transformasi dari ekonomi konvensional ke arah ekonomi digital dan ekonomi jaringan. 3. Faktor globalisasi, dengan liberalisasi perdagangan batas negara di bidang ekonomi semakin pudar, maka sangat perlu perencanaan yang matang dan menyeluruh di bidang teknologi informasi dan menciptakan infrastruktur dan aplikasi teknologi informasi yang memadai serta meningkatkan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi. 4. Faktor nasional, era reformasi menuntut suatu pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab kepada rakyat. 5. Faktor lokal, adanya sektor pariwisata yang sangat perlu promosi potensi wisata. Disamping itu keberadaan Usaha Kecil Menengah UKM yang terbukti tahan hidup dalam kondisi ekonomi yang kritis. Indrajit, 2002:27. Terdapat lima dimensi dalam balanced e-government scorecard yang dikemukakan Stiftung dalam buku e-Government in action oleh Richardus Eko Indrajit, yaitu: 1. Dimensi pertama, manfaat, Berhubungan dengan kualitas dan kuantitas layanan yang diberikan dan bagaimana masyarakat mendapatkan 14 manfaat dari layanan tersebut. Yang termasuk dalam kriteria ini adalah: 1 Cakupan layanan yang sudah diimplementasikan. 2 Bagaimana layanan tersebut bisa diakses dalam one stop shop dari satu portal menuju berbagai layanan. 3 Kemudahan penggunaan dalam mendapatkan layanan tersebut. 2. Dimensi kedua, efisiensi. Efisiensi berhubungan dengan bagaimana teknologi bisa mempercepat proses dan meningkatkan kualitas layanan. Kriteria dalam efisiensi, diantaranya: 1 Ketersediaan arsitektur proses, aplikasi, dan database yang bisa berjalan baik ketika dibutuhkan. 2 Perencanaan sumber daya dan keuangan secara baik. 3 Pemanfaatan platform TI dan teknologi secara maksimal pada keseluruhan aspek. 4 Kualitas dan ruang lingkup pelatihan bagi para staf dan pegawai. 3. Dimensi ketiga, partisipasi. Ini berhubungan dengan pertanyaan apakah layanan yang diberikan memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk memberikan partisipasi dalam penyampaian pendapat dan proses pengambilan keputusan. Beberapa kriteria dalam hal ini, diantaranya: 1 Akses langsung masyarakat terhadap orang yang berkepentingan melalui web. 2 Pertimbangan terhadap umpan balik dan keinginan masyarakat. 3 Pengaruh dan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. 4 Kemungkinan untuk memperdebatkan topik yang menyangkut masyarakat umum tersedianya fasilitas chatting, forum, milis. 4. Dimensi keempat, transparansi. Jumlah dan karakter informasi yang disampaikan. 5. Dimensi kelima, manajemen perubahan. Ini terkait dengan proses implementasi apakah ada proses review yang jelas dan dikelola dengan baik. Kriteria dalam hal ini, diantaranya: 1 Strategi pengembangan. 2 Kualitas kontrol dan review. 3 Keterlibatan dan motivasi pegawai. dalam Indrajit, 2005:43-45 Teori balanced e-government scorecard yang terdiri dari dimensi manfaat, efisiensi, partisipasi, transparansi dan manajemen perubahan di atas merupakan alat ukur performa kinerja pemerintah. 15

4. Pembahasan