KONSEP PENGEMBANGAN E GOVERNMENT DI DAER (1)

KONSEP PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT DI DAERAH TERTINGGAL
Vita Pusvita
[email protected]
Pendahuluan
Daerah tertinggal menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam implementasi
electronic Government (e-Government) di Indonesia. Berbagai kendala sering ditemukan
dalam penerapan e-Government di daerah ini. Selain penyebaran teknologi yang lebih lambat
dibandingkan dengan daerah lain, kualitas sumber daya manusia juga lebih rendah. Kendala
lainnya dalam penerapan e-Government adalah rendahnya kualitas aparatur negara yang
melayani masyarakat. Dengan berbagai kendala tersebut, pemerintah tetap memiliki
kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap layanan dan informasi.
Pada tulisan ini akan dibahas mengenai konsep pengembangan e-Government yang
dapat digunakan dalam akses informasi dan layanan publik untuk masyarakat di daerah
tertinggal.
Daerah Tertinggal
Daerah tertinggal adalah daerah yang tidak mengalami perkembangan dalam industri
modern dan pada umumnya memiliki standar hidup yang rendah. Berdasarkan teori
modernisasi, daerah tertinggal disebabkan oleh kurangnya infrastruktur dan komunikasi,
sikap tradisional masyarakat, kurangnya pembagian kerja, literasi yang rendah, dan struktur
agraria tradisional. Berbagai penyebab ini kemudian dapat dijadikan sebagai strategi untuk
membangun daerah berkembang, misal dengan pertukaran

modal, dan modernisasi alat-alat pertanian.

ilmu pengetahuan, bantuan

Sedangkan menurut teori dualisme, daerah

tertinggal diakibatkan dari dualisme sosial yang menyebabkan terjadinya dualisme teknologi,
ekonomi, dan regional. Masalah utama dalam teori dualisme ini yaitu modal. Berdasarkan
konsep dualisme ini, pengembangan daerah tetinggal dapat dilakukan dengan memperluas
sektor modern terhadap daerah tersebut, dimana modal menjadi penentu dalam ekspansi
sektor modern(Kuhnen, 1987).
Pemerintah Indonesia menetapkan daerah tertinggal berdasarkan enam kriteria. Adapun
enam kriteria tersebut terdiri dari enam sektor yaitu perekonomian masyarakat, sumber daya
manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), dan
karakteristik daerah(Indonesia, 2014a).

Kriteria tersebut kemudian diukur berdasarkan

indikator dan sub indikator. Adapun indikator utama terdiri dari 27 indikator dalam 6
sektor(Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, 2015).

Kriteria pertama dari daerah tertinggal yaitu

perekonomian masyarakat, dengan

indikator utama persentase keluarga miskin dan konsumsi perkapita. Pada daerah tertinggal,

persentasi keluarga miskin lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Rata-rata
persentasi pendduk misin di daerah tertinggal pada tahun 2012 yaitu 22, 858 %, sedangkan
untuk rata-rata persentasi penduduk miskin nasional pada tahun tersebut yaitu 15,080%
(Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, 2015). Selain itu, pada daerah ini
masyarakat juga memiliki konsumsi per kapita yang rendah, dimana jumlah konsumsi per
kapita pada tahun 2013 sebesar 612.679 dengan rata-rata konsumsi perkapita nasional yaitu
629,812 (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, 2015). Hal ini disebabkan oleh
rendahnya pendapatan masyarakat maupun standar hidup masyarakat yang memang lebih
rendah dibandingkan daerah lain. Penyebab lainnya dari konsumsi perkapita dan keluarga
miskin adalah rendahnya pembagian kerja di daerah tertinggal akibat dari tidak
berkembangnya industri modern di daerah ini.
Kriteria kedua yaitu sumber daya manusia dengan indikator utama angka harapan hidup,
rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf. Angka harapan hidup pada daerah tertinggal
pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional yaitu sebesar 66.404

dengan rata-rata nasional sebesar 68.634(Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
2015). Hal ini dapat disebabkan karena daerah tertinggal biasanya juga daerah yang rawan
pangan dan berlahan kritis sehingga pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari menyebabkan
terjadinya berbagai macam penyakit yang dapat menyebabkan angka harapan hidup yang
rendah. Selain itu, angka harapan hidup yang rendah dapat disebabkan oleh prasarana
kesehatan, air bersih dan layanan publik lainnya yang masih sangat minim. Indikator kedua
dari sumber daya manusia pada daerah tertinggal adalah rata-rata lama sekolah yang lebih
rendah dibandingkan rata-rata nasional yaitu 6.721 dari 7.565 rata-rata nasional pada tahun
2013. Hal ini juga diperburuk dengan angka melek huruf yang rendah pada daerah tertinggal
yaitu 83.032 dibandingkan rata-rata nasional yaitu 91.315 pada tahun 2013(Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, 2015). Rendahnya kedua indikator ini mengakibatkan
masyarakat sulit untuk menerima transfer ilmu pengetahuan termasuk perkembangan
teknologi dan informasi. Akibatnya kualitas masyarakat pada daerah tertinggal lebih rendah
dibandingkan daerah lainnya. Begitu juga dengan kualitas aparatur pemerintah yang memiliki
peluang lebih rendah dibandingkan daerah lain.
Kriteria ketiga yaitu prasarana dengan indikator utama jumlah jalan dengan permukaan
terluas aspal/beton, jalan diperkeras, jalan tanah, dan jalan lainnya, persentase pengguna
listrik, telepon dan air bersih, jumlah desa dengan pasar tanpa bangunan permanen, jumlah
prasarana kesehatan/1000 penduduk, jumlah dokter/1000 penduduk, jumlah SD-SMP/1000
penduduk. Daerah tertinggal memiliki jalan dengan permukaan aspal lebih rendah

dibandingkan rata-rata nasional, namun untuk jalan dengan tanah yang sudah diperkeras dan
jalan tanah lebih besar dibandingkan dengan rata-rata nasional(Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, 2015). Hal ini membuat masyarakat sulit mendapatkan akses transportasi.
Jalan merupakan akses yang sangat penting untuk menghubungkan daerah tertinggal dengan

daerah lainnya. Jika jumlah jalan yang dapat dilalui sedikit maka akan menghambat
perkembangan daerah tertinggal, baik dari segi industri modern, sarana dan prasarana, serta
pendidikan penduduk. Selain itu, akses jalan yang sedikit tersebut dapat menyebabkan daerah
tertinggal ini menjadi daerah terisolir.
Kriteria kelima dari daerah tertinggal adalah kemampuan keuangan daerah dengan
indikator utama celah fiskal. Celah fiskal adalah selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas
fiskal.Celah fiskal ini akan dana alokasi umum yang diberikan pemerintah kepada daerah
sebagai dana pembangunan. Maka celah fiskal ini akan sangat menentukan kemampuan
keuangan daerah. Kemampuan keuangan daerah tertinggal lebih kecil daripada kemampuan
keuangan rata-rata nasional yaitu sebesar 366,658,619,469 dibandingkan dengan rata-rata
kemampuan daerah keuangan nasional yaitu 466,883,027,569(Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, 2015). Kemampuan keuangan daerah akan menentukan pembangunan
daerah tersebut, hal ini menyebabkan pembangunan darah tertinggal lebih lambat
dibandingkan daerah lainnya di Indonesia
Kriteria kelima yaitu aksesibilitas dengan indikator utama rata-rata jarak dari desa ke

kota kabupaten, jarak ke pelayanan pendidikan, dan jumlah desa dengan akses pelayanan
kesehatan lebih besar dari 5 km. Pada daerah tertinggal, jarak desa ke pelayanan pendidikan
rata-rata sejauh 23,384 km. Sedangkan desa tertinggal yang memiliki jarak pelayanan
kesehatan lebih dari 5 km sebesar 21,12 % dengan rata-rata nasional sebesar 12, 33%.
Sedangkan jarak dari kantor kelurahan atau desa ke kantor kabupaten yang membawahi ratarata sejauh 157,094 km dengan rata-rata nasional 83,166 km(Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, 2015). Indikator ini menjelaskan keterhubungan daerah tertinggal dengan
daerah lain maupun sarana yang penting bagi masyarakat. Semakin jauh jarak yang ditempuh
maka masyarakat akan kesulitan dalam mengakses layanan. Hal ini berdampak pada kualitas
masyarakat baik dari segi pendidikan, kesehatan, dan sektor lainnya.
Kriteria terakhir adalah karakteristik daerah dengan indikator utama persentase desa
rawan gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan bencana lainnya, persentase desa di kawasan
lindung, desa berlahan kritis, dan desa rawan konflik satu tahun terakhir. Daerah tertinggal di
Indonesia di dominasi oleh daerah yang rawan banjir sebesar 16,65%, sedangkan bencana
lain sebesar 9, 84% (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, 2015). Daerah
tertinggal yang rawan akan bencana menyebabkan investasi di daerah tersebut sulit
berkembang, termasuk industri modern. Tanpa adanya strategi yang baik, maka daerah
tertinggal tersebut akan sulit dalam pengembangan industri modern dan pembangunan
infrastruktur. Selain itu penyebab dari daerah tertinggal lainnya adalah daerah dengan lahan
kritis yang mengakibatkan masyarakat daerah tersebut kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
pangan. Di Indonesia, rata-rata daerah tertinggal berlahan kritis yaitu sebesar 5,39%. Hal ini

akan menjadi masalah besar bagi masyarakat jika akses transportasi juga sedikit di daerah
tersebut. Selain itu, sebanyak 5.12% daerah tertinggal di Indonesia merupakan daerah rawan

konflik. Konflik yang terjadi antar kelompok membuat pihak luar sulit membangun daerah
tersebut. Perkembangan daerah tertinggal yang rawan konflik ini harus dimulai dari
penanganan konflik yang terjadi dimasyarakat.
Beberapa kriteria yang telah disebutkan di atas menjadi penilaian pemerintah untuk
menetapkan daerah tertinggal di Indonesia. Berdasarkan kriteria tersebut, pemerintah
menetapkan 122 kabupaten sebagai daerah tertinggal untuk periode 2015-2019.
Program Pemerintah untuk Daerah Tertinggal
Percepatan pembangunan Daerah Tertinggal (DT) merupakan perwujudan dari dimensi
pemerataan dan kewilayahan yang tersalin khusus pada Nawacita ketiga, yakni membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan. Pemerintah kemudian membuat program prioritas untuk mendukung kebijakan
tersebut diantaranya pengembangan ekonomi lokal, peningkatan aksesibilitas/konektivitas,
pemenuhan pelayanan dasar publik, serta peningkatan Sumber Daya Manusia(SDM) dan
ilmu pengetahuan dan teknologi(Iptek). Program ini merpakan program prioritas dari
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal danTransmigrasi yang kemudian dalam
setiap programnya akan berkoordinasi dengan berbagai kementerian(Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, 2015).

Target Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal danTransmigrasi hingga tahun 2019 yaitu pengentasan 80 daerah tertinggal
diantaranya dengan indikator

pertumbuhan ekonomi 7,14 persen, penurunan tingkat

kemiskinan 14 persen, dan indeks pembangunan manusia (IPM) 69,59 persen. Pada tahun
2016, 50 kabupaten dari yang ditargetkan sudah masuk dalam kategori berpotensi
maju(“Hingga 2016, 50 Daerah Tetinggal Berpotensi Dientaskan,” 2016). Hal ini didasarkan
pada pengukuran indikator dari kriteria desa tertinggal. Untuk mencapai target tesebut,
pemerintah dalam hal ini Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal fokus pada tiga aspek,
sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi. Pada
aspek sarana dan prasarana dilakukan pembangunan jalan non status/jalan strategis,
pembangunan pasar kecamatan, pembangunan listrik pedesaan, pembangunan jembatan antar
desa, pembangunan sarana air bersih masyarakat, pembangunan jaringan irigasi dan
pembangunan dermaga. Pada aspek pengembangan sumber daya manusia dilakukan
pembangunan ruang kelas baru, kegiatan belajar mengajar masyarakat, laboratorium sekolah,
pembangunan Puskesmas, pemenuhan alat kesehatan Puskesmas, dan pelatihan tenaga kerja
baru. Kemudian pada aspek pertumbuhan ekonomi dilakukan bantuan sarana dan prasarana
produksi pertanian, bantuan usaha UMKM, bantuan pengembangan peternakan modern, dan

pembangunan kebun buah di daerah tertinggal. Selain itu, Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal danTransmigrasi juga mengandalkan empat program Produk Unggulan

Kawasan Pedesaan (prukades), Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), embung, dan sarana
olahraga desa(Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, 2015).
Pada tahun 2017, pemerintah fokus terhadap penanganan daerah tertinggal pada 54
kabupaten. Daerah tertinggal yang telah ditetapkan tersebut kemudian menjadi prioritas
dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017

dengan tema “Memacu Pembangunan

Infrastruktur dan Ekonomi untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja serta Mengurangi
Kemiskinan dan Kesenjangan Antar Wilayah”. Selain itu, pemerintah juga akan membangun
integrasi lintas sektor untuk mendukung pembangunan di daerah tertinggal yang terdapat
pada lima lokasi yaitu Kabupaten Pulau Morotai, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Lombok
Timur, Kabupaten Sabu Raijua dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Sebagai sasaran
umum, pemerintah telah menetapkan tolak ukur penilaian keberhasilan kinerja dari RKP
tahun 2017 dalam hal percepatan pembangunan daerah tertinggal khususnya pada daerahdaerah yang mendapatkan perhatian khusus pembangunan. Untuk rata-rata pertumbuhan
ekonomi di DT pada RKP 2017, pemerintah menargetkan peningkatan pertumbuhan ekonomi
menjadi 7,17% yang pada tahun 2016 telah mengalami peningkatan dari 6,96% menjadi

7,02%, menurunkan pensentase penduduk miskin menjadi 14,9% dan meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) menjadi 68,8%(Indonesia, 2016).
Layanan Publik di Daerah Tertinggal
Layanan publik merupakan layanan yang berkaitan dengan kebutuhan dasar warga
negara. Layanan publik ini mencakup berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan,
kependudukan, perizinan, dan lainnya. Layanan publik ini terdiri dari dua aktor yaitu badan
publik dan masyarakat. Pemerintah sebagai salah satu badan publik berkewajiban
menyediakan layanan bagi masyarakat. Masyarakat sebagai pengguna layanan juga berhak
mendapatkan layananan prima dengan mudah.
Pada daerah tertinggal, penerapan layanan publik memiliki berbagai kendala. Daerah
tertinggal yang dicirikan dengan sulitnya akses transportasi mengakibatkan masyarakatnya
sulit mendapatkan akses terhadap layanan publik. Kurangnya akses transportasi ini pada
umumnya disebabkan oleh sedikitnya jalan yang dapat ditempuh oleh angkutan. Selain itu,
kurangnya akses transportasi juga dapat mengakibatkan tingginya harga kebutuhan
masyarakat. Mengatasi hal ini, Presiden kemudian membuat Peraturan Presiden (Perpres) No.
70 Tahun 2017 tentang Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang Dari dan Ke
Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan. Adapun barang yang dimaksud
meliputi: barang kebutuhan pokok dan barang penting, sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan jenis barang lain sesuai kebutuhan masyarakat daerah tertinggal, terpencil,
terluar, dan perbatasan. Peraturan ini dibuat untuk mendukung penurunan target disparitas
harga pada daerah tertinggal, terpencil, dan terluar(Indonesia, 2015).


Selain itu, untuk jaminan ketersediaan pelayanan dasar secara cukup dan
berkesinambungan dengan kualitas yang efektif dan efisien, pemerintah menyusun Standar
Pelayanan Minimal (SPM) yang nantinya digunakan sebagai tolak ukur dalam
penyelenggaraan pelayanan dan acuan dalam penilaian kualitas pelayanan atau kontrol
terhadap kinerja pemerintah sebagai komitmen pemerintah kepada masyarakat. Standar
Pelayanan Minimal (SPM) ini membidangi urusan Trantibumlinmas (Ketentraman,
Ketertiban

Umum,

dan

Perlindungan

Masyarakat)

di

daerah


tertinggal.

SPM

Trantibumlinmas merupakan salah satu dari enam urusan pemerintahan wajib yang berkaitan
dengan pelayanan dasar yang mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2014. Dalam Undangundang Nomor 23 Tahun 2014, penyelenggaraan Trantibumlinmas meliputi: penegakan Perda
(yustisi dan non yustisi); ketentraman dan ketertiban (deteksi dini, Pembinaan Penyuluhan
(Binluh), patroli, pengamanan, pengawalan, dan penertiban); serta perlindungan masyarakat
(deteksi dini, pencegahan dan penanggulangan bencana, pencegahan dan penanggulangan
kebakaran dan pertahanan dan keamanan)(Indonesia, 2014b). Namun dalam penerapannya
SPM di daerah tertinggal sulit dicapai, hal ini berdasarkan hasil evaluasi mengenai kinerja
kelembagaan daerah yang dilakukan oleh Bappenas, yang menunjukkan bahwa penerapan
SPM di daerah tertinggal pada tahun 2015 dan 2016 hanya 49,34% dari target pencapaian
81% dan 90%(Anestia, 2017).
Selain penerapan SPM, untuk meningkatkan pelayanan publik, Kemendesa PDTT juga
mengembangkan sistem informasi desa online. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang (UU)
No 6 Tahun 2014 (State Secretariat, 2014) tentang Desa yang mewajibkan pengembangan
sistem informasi desa dan pembangunan kawasan pedesaan. Selain itu pengembangan ini
juga merupakan amanat dari Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 yaitu pemerintah
diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan publik yang lebih efektif dan efisien dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, yang kemudian dikenal dengan
electronic Government (e-Government (Indonesia, 2003)). Namun,

untuk mendapatkan

layanan tersebut pemerintah harus membenahi penghambat implementasi pada daerah
tertinggal.
Perkembangan Teknologi Informasi di Daerah Tertinggal
Desa broadband merupakan salah satu program pemerintah melalui Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo)

untuk memperluas akses internet

hingga pedesaan. Program ini menargetkan seluruh desa sudah memiliki akses internet pada
tahun 2019. Program ini dimulai di tahun 2015 dengan membuat website desa broadband.
Pada tahun 2016, pemerintah menargetkan 500 desa mendapatkan jaringan internet gratis di
seluruh Indonesia. Desa yang diprioritaskan adalah desa nelayan, desa pertanian dan desa
pedalaman. Desa yang dikhususkan yaitu desa yang lokasinya berada di posisi terluar,
terjauh, tertinggal dan di perbatasan. Pada program

ini, pihak desa akan mendapatkan

fasilitas jaringan dari pemerintah pusat yang akan ditambah dengan bantuan berupa komputer
dan perangkat lunak baik yang berbasis aplikasi maupun website. Berbagai program
pemerintah untuk desa akan mengandalkan koneksi internet dari desa broadband terpadu,
salah satunya Produk Unggulan Kawasan Pedesaan (prukades) yang dikelola oleh
Kemendesa PDTT.
Selain program desa broadband terpadu, Kementerian Kominfo juga

berupaya

memberikan fasilitas teknologi terhadap 3000 desa. Fasilitas ini berupa pemberian
smartphone dan aplikasi. Namun pemberian fasilitas ini harus didukung dengan sinyal
komunikasi yang cukup baik di daerah tertinggal tersebut. Dari 19 ribu desa tertinggal yang
ada di Indonesia, yang memiliki akses cukup bagus hanya sekitar 8.447 desa(Anestia, 2017).
Untuk mendukung sinyal komunikasi tersebut, pada tahun 2016 pemerintah dalam hal ini
Kementerian Komunikasi dan Informatika menargetkan

125 Base Transceiver Station

(BTS) dapat difungsikan. BTS adalah infrastruktur telekomunikasi yang menghubungkan
antara media nirkabel (tanpa kabel) dan jaringan operator. Adanya BTS di daerah tertinggal
memungkinkan masyarakat dapat menggunakan perangkat telekomunikasi baik telepon
genggam maupun komputer dapat saling berkomunikasi baik dengan suara, short message
sevice (SMS) dan aplikasi internet. Pembangunan BTS ini dikerjakan oleh Balai Penyedia
dan Pengelola pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) sebagai pembeli jasa
pembangunan 147 BTS. Pada awal November 2016, BP3TI telah melakukan pengiriman
material untuk pembangunan 107 BTS, 21 BTS sedang dalam pembangun, dan sisanya 19
BTS sudah difungsikan. Pada bulan Agustus 2017, Kementerian Kominfo tercatat telah
membangun 140 BTS. Pada tahun ini, Kementerian Kominfo juga menargetkan akan
membangun 419 BTS di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Kementerian
Kominfo juga menargetkan 800 lokasi di daerah 3T sudah dapat terlayani di tahun 2017.
Daerah yang menjadi target utama program ini adalah daerah terluar, terdepan, dan tertinggal
(3T). BTS yang dibangun oleh BP3TI untuk daerah 3T dan daerah Blank Spot memiliki
spesifikasi, tinggi tower 32 m dan membutuhkan daya sebesar 450 Watt. Tower pemancar
yang dibangun BP3TI sementara kualitasnya 2G, yang dapat melayani akses telepon dan
pesan singkat (SMS).Dengan adanya proyek ini diharapkan dapat memberikan pemerataan
akses telekomunikasi dan informatika yang diharapkan dapat berdampak pada ekonomi,
sosial, dan budaya(Anestia, 2017).
Selain BTS, salah satu mega proyek Kementerian Kominfo adalah palapa ring. Proyek
infrastruktur telekomunikasi Palapa Ring merupakan salah satu akses informasi yang
menggunakan jaringan serat optik di 57 kabupaten/kota dan wilayah 3T untuk mendukung
penetrasi internet cepat (broadband) yang tersebar di seluruh Indonesia. Di bagian Indonesia
Barat, Palapa Ring akan dibangun sepanjang 2.275 kilometer, bagian Indonesia Tengah 2.995
kilometer, dan bagian Indonesia Timur 6.878 kilometer. Pemerintah menargetkan seluruh

proyek ini selesai pada pengujung 2018(Bappenas. Kominfo. Menko Perekonomian. Mastel.
KADIN., 2014).
Selain Kementerian Kominfo, Telkom sebagai salah satu BUMN di Indonesia juga
meluncurkan Satelit Telkom 3S di Kourou, French Guiana, pada awal tahun 2017. Sasaran
program Telkom ini yakni daerah 3T (terdepan, terpencil dan tertinggal). Keberadaan satelit
ini diharapkan mampu memberikan akses internet kepada masyarakat(Anestia, 2017).
Kendala Layanan Publik di Daerah Tertinggal
Pelayanan publik di daerah tertinggal memiliki berbagai kendala. Adapun kendala yang pada
umumnya dihadapi dalam pelayanan publik di daerah tertinggal yaitu
1. Kualitas sumber daya manusia yang rendah baik aparatur pemerintah dan masyarakat;
2. Sinyal telekomunikasi yang sulit;
3. Lokasi daerah tertinggal yang jauh dari layanan publik yang kemudian dipersulit dengan
akses jalan yang tidak memadai;
4. Pendapatan perkapita masyarakat yang rendah yang menyebabkan kemampiuan dalam
membeli perangkat komunikasi juga rendah;
5. Masyarakat yang enggan untuk berubah karena kenyamanan terhadap kondisinya saat ini;
6. Sumber daya manusia yang biasanya tergolong dalam digital native;
7. Tidak adanya jaringan listrik di daerah.
Pengembangan Layanan E-Government untuk Daerah Tertinggal
Perkembangan teknologi informasi memberikan model baru dalam layanan publik. Berbagai
media menjadi sarana baru dalam layanan publik di daerah maju maupun daerah
berkembang. Namun pada daerah tertinggal, penerapan teknologi informasi ini menjadi
tantangan bagi pemerintah. Padahal dengan adanya teknologi informasi, berbagai layanan
publik bisa didapatkan dengan mudah oleh masyarakat. Pemerintah Indonesia kemudian
membuat berbagai program untuk membangun infrastruktur telekomunikasi di daerah
tertinggal. Salah satunya adalah BTS dengan layanan 2G yang dapat memfasilitasi
komunikasi suara dan sms. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah dapat mengembangkan
beberapa layanan publik berikut pada daerah tertinggal.
1.

SMS Gateway
SMS Gateway

dapat digunakan di daerah tertinggal yang memiliki akses sinyal

komunikasi 2G. Salah satu manfaat penggunaan sms dalam layanan publik adalah warga
merasa berkomunikasi langsung dengan pemerintah, bukan dengan perangkat. Walaupun
pada kenyataanya penggunaan sms gateway dapat digunakan untuk komunikasi satu
arah maupun komunikasi dua arah. Klasifikasi layanan publik melalui sms dapat berupa
pemberitahuan, transaksi, layanan permintaan informasi, membaca informasi dan level
integrasi(Susanto & Goodwin, 2010). Pada daerah yang ingin mengembangkan sms

gateway dalam layanan publik, Susanto dan Goodwin mengusulkan dapat dimulai
dengan notifikasi kepada warga. SMS notifikasi dapat diimplementasikan pada beberapa
jenis layanan seperti pemberitahuan mengenai bencana alam, cuaca, pembayaran
administrasi, pengingat jadwal perpanjangan administrasi warga negara, info layanan
kesehatan dan lainnya. Sms notifikasi dapat diberikan berdasarkan lokasi, jenis kelamin,
usia, komunitas, informasi pribadi dan lainnya.

Selain komunikasi satu arah dari

pemerintah, sms juga dapat digunakan sebagai media komunikasi satu arah dari warga
seperti dalam pemungutan suara melalui sms. Selain itu sms juga dapat digunakan untuk
komunikasi dua arah, misal memberikan saran dan kritik terhadap pemerintah dan
meminta informasi dan layanan kepada pemerintah sesuai dengan format dan nomor
yang disediakan.
Penggunaan sms semakin meluas digunakan di negara yang sedang berkembang dan
negara maju. Pemerintah Australia menggunakan sms untuk memberi tahu pengguna
terkait transportasi publik. Di Negara Jordan, sms gateway digunakan untuk memberikan
informasi kepada warganya. Pemerintah Singapura memberikan sms notifikasi kepada
warganya terkait dengan perpanjangan pasport, perpanjangan pajak jalan, izin radio
kendaraan dan rumah tangga, parkir dan lainnya. Sedangkan di China pemerintahnya
menggunakan sms untuk mengumpulkan pajak(Services, Portal, & Country, 2011).
Sms gateway ini dapat digunakan di negara maju maupun negara yang berkembang
dalam menghadapi masalah infrastruktur dan kesenjangan digital untuk memperluas
layanan publik (ITU, 2011). Sms gateway dapat digunakan sebagai media dalam
penerapan e-government dengan memanfaatkan perangkat begerak yang kemudian
dikenal dengan mobile government (m-Government).
2.

Call Center
Pada daerah tertinggal yang memiliki akses sinyal komunikasi 2G, call center dapat
menjadi pilihan bagi pemerintah untuk menerapkan layanan publik. Komunikasi yang
terjadi dalam memanfaatkan call center dapat memanfaatkan teknologi Interactive Voice
Respons

System

(IVRS)

untuk

memperpendek

waktu

tunggu

warga.

IVRS

memungkinkan penyedia layanan merekam jenis-jenis layanan yang kemudian dapat
dipilih oleh pengguna layanan. Pengguna layanan dapat menekan tombol pada telepon
yang digunakan dalam memilih menu. IVRS juga dapat mengarahkan pelanggan kepada
penyedia layanan.
Call center ini sangat bermanfaat bagi warga yang tidak memiliki kemampuan menulis
maupun membaca. Call center dapat menjadi media

layanan publik yang dapat

mengatasi kesenjangan digital di daerah tertinggal. Salah satu tindakan yang dapat
dilakukan pemerintah adalah dengan membangun telepon umum bagi masyarakat untuk
mengakses layanan publik.

Call center juga dapat memanfaatkan bahasa daerah

setempat yang telah dipahami masyarakat dengan tetap merekam bahasa Indonesia
sebagai bahasa wajib dalam pemberian layanan.
3.

Layanan informasi melalui papan digital
Papan digital merupakan salah satu solusi dalam penyampaian informasi kepada
masyarakat (Legendre, Lenders, May, & Karlsson, 2008). Papan digital dapat juga
digunakan untuk daerah perbatasan yang penyiarannya masih didominasi oleh negara
tetangga. Papan digital hanya bisa digunakan sebagai perangkat komunikasi satu arah
yang berperan dalam penyampaian informasi kepada warga. Agar informasi yang
disebarkan melalui papan digital dapat diterima ole masyarakat luas, maka papan digital
sebaiknya diletakkan pada daerah yang sering dikunjungi masarakat seperti pasar.
Informasi pada papan digital dapat berupa informasi layanan kesehatan, harga pasar,
cuaca, peraturan dan informasi publik lainnya. Informasi yang disediakan di papan
digital juga harus diperbaharui secara berkala sesuai kebutuhan. Namun warga yang
belum memiliki kemampuan literasi akan sulit mendapatkan informasi pada papan digital
tanpa adanya bantuan pihak lain. Papan digital ini juga dapat dimanfaatkan jika internet
sudah dapat di akses di desa tersebut bahkan dapat mempercepat penyebaran informasi
kepada masyarakat.

4.

Layanan informasi dan administrasi dengan memanfaatkan aplikasi pada komputer layar
sentuh
Komputer layar sentuh dapat menjadi pilihan sebagai media informasi publik satu arah.
Komputer ini akan sangat membantu jika didampingi dengan rekaman suara yang
menunjukkan menu yang tersedia pada aplikasi dan memanfaatkan tampilan dengan
warna yang berbeda untuk menu yang berbeda. Penggunaan komputer layar sentuh
dengan spesifikasi tampilan yang mudah dan rekaman suara dapat menjadi pilihan bagi
warga yang ingin mengetahui informasi publik namun belum memiliki kemampuan
literasi. Pemanfaatan komputer layar sentuh ini juga dapat ditingkatkan sesuai dengan
perkembangan teknologi di daerah tertinggal, misalnya pendaftaran pengurusan
administrasi secara online.

Strategi Pengembangan Layanan E-Government di Daerah Tertinggal
Pemanfaatan teknologi informasi dalam layanan publik di daerah tertinggal harus disertai
dengan strategi yang dapat meminimalisir berbagai kendala dalam penerapannya dan dapat
memaksimalkan penerapannya di masyarakat.

Adapun strategi yang dapat dilakukan

diantaranya
1.

Melakukan penelitian survey terhadap warga di daerah tertinggal untuk mengetahui
kebutuhan infrastruktur dan layanan publik masyarakat di daerah tersebut. Semakin
besar manfaat yang dirasakan oleh warga, maka semakin besar peluang warga

memanfaatkan layanan tersebut. Dengan demikian, layanan publik yang disediakan
pemerintah dapat termanfaatkan secara maksimal.
2.

Memberikan kurikulum yang berkaitan dengan pelatihan penggunaan perangkat
teknologi informasi, seperti komputer, di sekolah-sekolah. Tenaga pengajar memiliki
peran yang besar bagi pengembangan sumber daya manusia di daerah. Dengan adanya
pelatihan ini maka dapat mengurangi kesenjangan digital di tengah masyarakat. Selain
itu, pelajar di sekolah-sekolah tersebut dapat menjadi agen untuk membantu peningkatan
kemampuan penggunaan komputer bagi lingkungan di sekitarnya. Hal yang dapat
dilakukan lainnya oleh pelajar yaitu menyebarkan informasi kepada lingkungan di
sekitarnya.

3.

Pembinaan aparatur pemerintah di daerah tertinggal. Pembinaan dapat berupa pelatihan
penggunaan perangkat teknologi informasi maupun pelayanan prima kepada masyarakat.

4.

Pembangunan perpustakaan dan
komunitas-komunitas

laboratorium

komputer secara tersebar pada

masyarakat di daerah tertinggal.

Pembangunan pusat

laboratorium ini harus disertai dengan pelatihan penggunaan komputer bagi masyarakat.
Pelatihan dapat dimulai dari pembinaan aparatur negara atau pihak swasta

yang

kemudian ditugaskan untuk membina komunitas-komunitas kecil di masyarakat. Dengan
adanya perpuustakaan dan pusat laboratorium ini diharapkan masyarakat memiliki
kemampuan literasi yang lebih baik dan kesenjangan digital semakin berkurang.
Perpustakaan dan laboratorium komputer juga dapat digunakan sebagai akses layanan
publik masyarakat

yang berada pada komunitas-komunitas masyarakat. Dengan

demikian, masyarakat tidak perlu mengunjungi kantor pemerintah untuk mendapatkan
layanan publik.
5.

Setiap pengembangan aplikasi harus disertai dengan konten pembelajaran penggunaan
aplikasi untuk masyarakat. Hal ini akan membantu masyarakat untuk mempraktikan
penggunaan media layanan publik secara langsung.

6.

Sosialisasi dan pelatihan penggunaan media layanan publik kepada masyarakat.
Pemerintah harus membuat masyarakat peduli terhadap layanan publik yang disediakan
pemerintah. Untuk itu, masyarakat harus mengetahui manfaat penggunaan layanan
publik yang disediakan pemerinth dengan tujuan dapat mendorong masyarakat untuk
memanfaatkannya. Selain itu, pemerintah juga harus mempertimbangkan kemudahan
penggunaan bagi masyarakat dalam pengembangan aplikasi(Susanto & Goodwin, 2010).

7.

Setiap pengembangan aplikasi didampingi dengan rekaman suara dan menggunakan
warna yang berbeda untuk setiap pilihan menu agar dapat membantu masyarakat yang
tidak memiliki kemampuan literasi. Rekaman suara dapat menggunakan bahasa daerah
yang didampingi dengan bahasa Indonesia resmi. Adanya rekaman suara pada
pengembangan aplikasi akan membantu mengarahkan warga untuk memilih menu

berdasarkan warna. Hal ini akan membantu

masyarakat yang tidak memiliki

kemampuan literasi.
8.

Pemerintah harus mengiklankan layanan publik yang disediakan melalui seluruh saluran
media massa yang ada di daerah tersebut. Selain itu, pemerintah dapat meminta bantuan
tenaga pengajar maupun tokoh publik di daerah tersebut untuk membantu penyebaran
informasi layanan publik yang disediakan pemerintah(Attohoun et al., 2002).

DAFTAR PUSTAKA
Anestia, C. (2017). Sampai di Orbit, Satelit Telkom 3S Resmi Beroperasi. Retrieved
November 20, 2017, from http://tekno.liputan6.com/read/2922718/sampai-di-orbitsatelit-telkom-3s-resmi-beroperasi
Attohoun, Y., Campos, I. M., Shentov, O., Cavoukian, A., Yankah, K., Bhantangar, S., …
Schwarz, A. (2002). E-Government Handbook for Developing Nations Advisory Board,
(November), 41.
Bappenas. Kominfo. Menko Perekonomian. Mastel. KADIN. (2014). Rencana PitaLebar
Indonesia (Indonesia Broadband Plan) 2014 - 2019. Retrieved from
https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2014/12/rencana_pitalebar_indonesia_201
4-2019.pdf
Hingga 2016, 50 Daerah Tetinggal Berpotensi Dientaskan. (2016).
Http://ditjenpdt.kemendesa.go.id/. Retrieved from
http://ditjenpdt.kemendesa.go.id/news/read/160906/132-hingga-2016--50-daerahtertinggal-berpotensi-dientaskan
Indonesia, P. R. Instruksi Presiden Republik Indonesia No.3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government (2003). Indonesia.
Indonesia, P. R. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2014 tentang
Percepatam Pembangunan Daerah Tertinggal (2014). Indonesia.
Indonesia, P. R. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah (2014).
Indonesia, P. R. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2017 Tentang
Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang Dari Dan Ke
Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Dan Perbatasan (2015).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Indonesia, P. R. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2016 Tentang
Rencana Kerja Pemerintah (Rkp) Tahun 2017 (2016).
ITU. (2011). Benefits and outcomes of m-government. In m-government : Mobile Technology
for Responsive Government and Connected Societies (pp. 25–50). ITU.
Kuhnen, F. (1987). Causes of Underdevelopment and Concepts for. The Journal of Institute
of Development Studies, VIII, 11–25.
Legendre, F., Lenders, V., May, M., & Karlsson, G. (2008). Narrowcasting: An Empirical
Performance Evaluation Study. MobiCom: International Conference on Mobile
Computing & Networking, 11–18. https://doi.org/10.1145/1409985.1409989
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan T. R. I. Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertingga;, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2015 Tentang RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN DESA,
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI TAHUN 20152019 (2015). Indonesia.
Services, E., Portal, W., & Country, C. (2011). M-Government projects compendium, 119–
150.
State Secretariat. UU No 6 2014, Pub. L. No. 6, 1 (2014). Indonesia. Retrieved from
http://www.setneg.go.id/index.php?
lang=en&option=com_perundangan&id=404095&task=detail&catid=1&Itemid=42&tah
un=2014
Susanto, T. D., & Goodwin, R. (2010). Factors Influencing Citizen Adoption of SMS-Based

e-Government Services. Electronic Journal of eGovernment, 8(1), 55–70.
https://doi.org/10.1504/IJMLO.2010.029953