ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA (Periode 1998 – 2012)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA (Periode 1998

2012)

Oleh : Aullia Apriyatman

Pelaksanaan pembangunan hanya dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh tersedianya modal pembangnan. Hal yang menjadi masalah dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia adalah kondisi tidak mencukupinya modal pembangunan. Pemerintah Indonesia berusaha untuk mengatasi masalah tersebut dengan melakukan kebijakan utang baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Defisit anggaran pemerintah selalu menjadi alasan utama penarikan pinjaman dari luar negeri, untuk mencapai dan menciptakan masyarakat adil dan makmur dengan melalui pembangunan nasional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Pendapatan Nasional, dan Defisit Anggaran terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan regresi linier berganda, karena penelitian ini dirancang untuk meneliti pengaruh variabel independen terhadap depeden. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Data yang digunakan adalah data time series 1998 – 2012. Dalam penelitian ini, pengolahan data menggunakan program komputer yaitu dengan menggunakan program E-Views 4.1.

Secara keseluruhan, Pendapatan Nasional (PN), Pengeluaran Pemerintah (PP), dan Defisit Anggaran (DA) mempengaruhi Utang Luar Negeri (ULN) sebesar 69.50 %, secara parsial variabel Pendapatan Nasional mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap Utang Luar Negeri (ULN), dan Pengeluaran Pemerintah (PP), dan Defisit Anggaran (DA) masing - masing mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap variabel Utang Luar Negeri (ULN). Variabel yang memiliki kontribusi terbesar terhadap Utang Luar Negeri adalah Defisit Anggaran (DA).

Kata Kunci: Utang Luar Negeri, Pendapatan Nasional, Pengeluaran Pemerintah, dan Defisit Anggaran.


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS THAT AFFECTING FOREIGN DEBT OF THE INDONESIAN GOVERNMENT ( Period 1998 - 2012 )

by :

Aullia Apriyatman

Implementation of national development can only work properly if supported by the availability of capital development. Its become a problem in the implementation of Indonesian development is inadequate conditions of capital construction. The Indonesian government tried to solve the problem by doing good debt policies from abroad and within the country. Government budget deficit has always been the main reason for the withdrawal of foreign loans, to achieve and create a just and prosperous society through national development.

This study aims to determine the effect of government expenditure, national income, and Government Budget Deficit towards Indonesian Foreign debt. The analysis used in this research is multiple linear regression, because the research was designed to investigate the effect of independent variables on depeden. The method used was Ordinary Least Square ( OLS ). The data used are time series data from 1998 to 2012. In this study, the processing of data using a computer program called E - Views 4.1.

Overall, National Income ( PN ), Government Expenditure ( PP ), and the Budget Deficit ( DA ) affect the Foreign Debt ( ULN ) of 69.50 %, in partial national income has a negative and significant impact on the Foreign Debt ( ULN ), and Government Expenditure ( PP ), and the Budget Deficit ( DA ) respectively - each affects positively and significantly to the variable Foreign Debt ( ULN ). The variable that has the largest contribution to the foreign debt is Budget Deficit ( DA ).

Keywords: Foreign Debt, National Income, Government Expenditure, and Budget Deficits


(3)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA (Periode 1998

2012)

Oleh

AULLIA APRIYATMAN

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 31 Maret 1990, Anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Djoni Masar S.E dan Almh. Ibu Ellytasari.

Selama ini penulis telah mengenyam pendidikan lebih dari 12 tahun, diawali dari Pendidikan Taman Kanak - kanak (TK) RA. Daya Bandar Lampung diselesaikan tahun 1996. Kemudian melanjutkan ketingkat Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 Labuhan Ratu Bandar Lampung diselesaikan tahun 2002, Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP N 21 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2005, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di SMK Surya Dharma 2 Bandar

Lampung diselesaikan pada tahun 2008.

Tahun 2008 penulis diterima di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung jurusan Ekonomi Pembangunan melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan intra kampus, antara lain anggota muda HIMEPA FE UNILA (2008/2009), Brigade muda BEM FE UNILA (2008/2009), kemudian Staff Ahli Kesejahteraan Mahasiswa BEM U KBM UNILA (2009/2010).


(8)

MOTO

Penjilat

penjilat (Yes Men) adalah musuh kita, kawan

kawan sejati

kita adalah mereka yang mau menunjukkan kekurangan

kekurangan

kita. (Confucius)

Mengalah dalam kesabaran merupakan kemenangan dan kesuksesan

pada diri kita. (Hermanto)


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur dan bangga, ku persembahkan karya yang sangat berarti ini

kepada :

Allah SWT dan Orangtuaku tercinta yang tak pernah henti - hentinya memberikan

dukungan dan motivasi kepadaku untuk tetap semangat di setiap hari - hariku.

Terima kasih untuk Doa yang tiada henti dan kasih sayang Kalian kepadaku.

Khususnya Ibuku Tercinta Almh. Ellytasari

Abangku Ahmad Shuffie Riadus dan Adik - adikku tersayang Abdul Ghaffar,

Firda Nur Islami, yang selalu memberikan semangat, dukungan dan Doa untuk

keberhasilanku..


(10)

SANWACANA

Bismillahirohmannirohim, puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA (Periode 1998 – 2012)”. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., sebagai Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E. selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. I Wayan Suparta S.E, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing. 5. Bapak Dr. Hi. Toto Gunarto, S.E., M.Si, sebagai Dosen Penguji.

6. Bapak Dr. I Wayan Suparta S.E., M.Si. sebagai Dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung umumnya dan dosen-dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung khususnya.


(11)

Mar, Bu Suyatni, Mas Kuswara, Pakde Samiran, Mba Mimi, Mba Ina, Mba Atun dan Pakde Heriyanto) yang telah membantu kelancaran proses penyusunan skripsiku.

9. Keluargaku, Papa, Mama, Ahmad Shuffi Riadus, Abdul Ghaffar, dan Firda Nur Islami untuk doa, semangat, dukungan dan kepercayaan demi kesusksesanku.

10.Sahabatku yang telah memberikan semangat, fikiran maupun materi dll, Yuda codet, Reno, Fandi, Santo, Nico, Ade, Mang Ican, Bang Nai, Sudir, Amer Suri, Aang, Wawan, Herman, Davi.

11.Team futsal Stare Insieme, Fikri, Jisung, Reza, Idiyus, Riko, Isa, Alpin, Dwi, Andi.

12.Seluruh Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Angkatan 2008 dari NPM 0811021002 – 0851021048. Spesial untuk sahabat-sahabatku, Edo, Indra Pratama H, Elza, Denny, Iduy, Dioda, Oci, Indra Achmady, Saut, Dendi, Ratih, Cnul, Eva, Angga, Tama, Adit, Agil, Aldi, Ica, Eva, Ajo, Nanda, Nasir, Komeng, Irva, Prima, Mizan, Febri.

13.Senior – senior Ekonomi Pembangunan yang turut memberikan motivasi serta semangat kepada saya, Bang Thyson, Renaldi, Tomas, Sance, Dani, Senna, Chandra, Najib, Zuki, Topan, Lutfan, Yuda, Embak Reniza, Helen, Berni, Eka, Sukma, dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu - persatu saya ucapkan terima kasih.


(12)

Ogy, Gogor dan angkatan 2010, Tut Wuri Handayani, Desta, Agus, Sinta, Fischa, Dina dan angkatan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu- persatu saya ucapkan terima kasih.

15.Teman – teman KKN Ambarawa dan seluruh warga Ambarawa, Kabupaten Pringsewu : Ditto, Fajrin, Alfis, Arya, Indra, Kamil, Teguh, Ette, Iid, Karin, Dewi, Mitha, Siti. Terimakasih untuk kebersamaan, dukungan yang telah kalian berikan.

16.Semua orang yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT, memberikan balasan setimpal atas kebaikan yang dilakukan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca lain pada umumnya. Penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan dalam penulisan ini.

Bandar lampung, Mei 2014 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ... i

DAFTAR TABEL ... ... ... v

DAFTAR GAMBAR ... ... ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 16

C. Tujuan Penelitian ... ... 16

D. Kerangka Pemikiran ... ... 17

E. Hipotesis ... ... 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... ... 21

1. Utang Luar Negeri ... ... 21

1.1. Sejarah dan Perkembangan tang Luar Negeri ... ... 21

1.2. Definisi Utang Luar Negeri ... ... 22

1.3. Pembiayaan Utang Luar Negeri ... ... 26

1.4. Jenis – Jenis Pinjaman ... ... 27


(14)

1.6. Strategi Pengelolaan Utang ... ... 32

2. Pengeluaran Pemerintah ... ... 33

2.1. Definisi Pengeluaran Pemerintah ... ... 33

2.2. Hubungan Pengeluaran Pemerintah Dengan Utang Luar Negeri Pemerintah ... 34

3. Pendapatan Nasional ... ... 34

3.1. Definisi Pendapatan Nasional ... ... 34

3.2. Hubungan Pendapatan Pemerintah Dengan Utang Luar Negeri Pemerintah ... ... 36

4. Defisit Anggaran ... ... 37

4.1. Definisi Defisit Anggaran ... ... 37

4.2. Sebab – Sebab Defisit Anggaran ... ... 39

4.3. Pembiayaan Defisit Anggaran ... ... 44

B. Tinjauan Empiris ... ... 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... ... 51

B. Batasan Variabel ... ... 51

C. Alat dan Model Analisis ... ... 54

D. Pengolahan Data ... ... 55

E. Metode Analisis ... ... 55

1. Uji Stasioneritas ... ... 55

2. Uji Asumsi Klasik ... ... 56

2.1. Uji Autokorelasi ... ... 57


(15)

2.3. Uji Heterokedastisitas ... ... 58

2.4. Uji Normalitas ... ... 59

3. Uji Hipotesis ... ... 60

3.1. Uji t-statistik ... ... 60

3.2. Uji F-statistik ... ... 62

4. Koefisien Determinasi ... ... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... ... 64

1. Uji Stationary ... ... 64

2. Hasil Perhitungan ... ... 66

3. Penguji Hipotesis ... ... 67

3.1. Uji t-statistik ... ... 67

3.2. Uji F-statistik ... ... 68

4. Koefisien Determinasi ... ... 69

5. Uji Asumsi Klasik ... ... 69

5.1. Uji Autokorelasi ... ... 69

5.2. Uji Multikolinearitas ... ... 70

5.3. Uji Heteroskedastisita ... ... 71

5.4. Uji Normalitas ... ... 72

B. Pembahasan ... ... 73

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... ... 77


(16)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Perkembangan Jumlah Utang Luar Negeri dan Pertumbuhan Jumlah

Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia Tahun 1998 – 2012 ... ... 9 2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Pengeluaran

Pemerintah Tahun 1998 – 2012 ... ... 11 3. Perkembangan Pendapatan Nasional dan Pertumbuhan Pendapatan

Nasional Tahun 1998 – 2012 ... ... 12 4. Perkembangan Defisit Anggaran dan Pertumbuhan Defisit

Anggaran Tahun 1998 – 2012 ... ... 14 5. Ringkasan Penelitian “Utang Luar Negeri Pemerintah : Kajian Dari Sisi Permintaan Dan Pengaruhnya Terhadap PDRB Indonesia Periode 1980 – 2002” ... ... 47 6. Ringkasan Penelitian “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruh

Utang Luar Negeri” ... ... 48 7. Ringkasan Penelitian “Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan

“Ekonomi ... ... 49 8. Ringkasan Penelitian “Defisit Anggaran Negara Terhadap Utang Luar

Negeri” ... ... 50 9. Ringkasan Penelitian “Utang Luar Negeri Terhadap Pembiayaan


(18)

Pembangunan” ... ... 50

10. Hasil Uji Stasionaritas Pada Orde Level (I(1)) ... ... 65

11. Hasil Regresi Data pada Taraf signifikansi α = 5% ... ... 66

12. Hasil Uji t pada tingkat kepercayaan 95% ... ... 67

13. Hasil Uji F pada tingkat kepercayaan 95 ... ... 68

14. Hasil Uji Multikolinearitas dengan menggunakan Uji Korelasi Parsial ... ... 71


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Kerangka Pemikiran ... ... 19


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut menghadapi kendala. Pokok persoalannya adalah kesulitan dalam pembentukan modal baik yang bersumber dari penerimaan pemerintah yang berasal dari ekspor barang ke luar negeri maupun dari masyarakat melalui instrumen pajak dan instrumen lembaga-lembaga keuangan. Indonesia merupakan negara membangun yang perekonomiannya masih bersifat terbuka, yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Karena itu perlu adanya pondasi yang kokoh yang dapat membentengi suatu negara agar tidak sepenuhnya dapat terpengaruh dari dunia luar. Tetapi ternyata guncangan keuangan yang sangat hebat dari negara Thailand ini berimbas kepada perekonomian Indonesia, kekacauan dalam perekonomian ini menjadi awal dan salah satu faktor penyebab runtuhnya perekonomian Indonesia termasuk terjebaknya Indonesia ke dalam dilema utang luar negeri. Selain faktor dari luar, salah satu penyebab krisis yang terjadi di Indonesia juga berasal dari dalam negeri, yaitu proses integrasi perkonomian Indonesia ke dalam perekonomian global


(21)

yang berlangsung dengan cepat dan kelemahan fundamental mikroekonomi yang tercermin dari kerentanan (fragility) sektor keuangan nasional, khususnya sektor perbankan, dan masih banyak faktor-faktor lainnya yang berperan menciptakan krisis di Indonesia (Syahril, 2003:4).

Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, yang didahului oleh krisis moneter di Asia Tenggara, telah banyak merusakkan sendi – sendi perekonomian negara yang telah banyak dibangun selama PJP I dan awal PJP II. Penyebab utama terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, juga sebagian negara-negara di ASEAN, adalah ketimpangan neraca pembayaran internasional. Defisit current account ditutup dengan surplus

capital account, terutama dengan modal yang bersifat jangka pendek (portofolio invesment), yang relatif fluktuatif. Sehingga, apabila terjadi rush akan mengancam posisi cadangan devisa negara, akhirnya akan mengakibatkan terjadinya krisis nilai tukar mata uang nasional terhadap valuta asing. Hal inilah yang menyebabkan beban utang luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, bertambah berat bila dihitung berdasarkan mata uang rupiah (Adwin, 2000:93 dalam Sihombing). Dalam pertengahan tahun 1997, Indonesia yang mengalami krisis keuangan yang meluas menjadi krisis multidemensional. Krisis tersebut dipicu dengan merosotnya nilai tukar Rupiah, mengikuti jatuhnya matauang Baht di Thailand. Nilai Rupiah terhadap US$ menurun dengan 10,7% dan terus menurun tajam menjadi 25,7% pada bulan Agustus, 39,8% pada bulan September, 55,6% di bulan Oktober dan Nopember, dan langsung menjadi 109,6% di bulan Desember. Secara nominal, nilai tukar tersebut merosot dari Rp2.450/US$ pada akhir bulan Juni 1997 menjadi


(22)

Rp4.650/US$ dan cenderung terus memburuk hingga mencatat nilai terlemah pada bulan Juni 1998 (Rp14.900/US$). Merosotnya nilai Rupiah tersebut memukul sektor swasta yang memiliki pinjaman luar negeri, terutama dunia usaha bukan perbankan. Akibatnya banyak perusahaan tidak mampu membayar kredit yang dipinjam, termasuk kredit kepada perbankan nasional. Akibat kesulitan yang dialami perusahaan yang bergerak di sektor riil merambat ke dunia perbankan yang pada akhirnya memerlukan penyelamatan dengan menimbulkan beban pada APBN berupa Surat Utang Pemerintah kepada Bank Indonesia dan penerbitan obligasi untuk rekapitalisasi perbankan.

Secara ringkas, perekonomian saat itu di dalam situasi krisis yang dalam. Kegiatan produksi dan ekspor terhambat, jumlah pengangguran meningkat, kegiatan perbankan terganggu, demikian pula dengan jaringan distribusi barang dan jasa. Harga kebutuhan pokok, khususnya bahan makanan, tidak stabil, Tingkat kepercayaan (confidence) masyarakat sangat rendah, tercermin pada kurs Rupiah yang sangat mudah goyah dengan konsekuensinya berupa tekanan pada harga-harga di dalam negeri serta terhambatnya kegiatan produksi dan investasi dalam negeri. Menghadapi keadaan tersebut, langkah yang dilakukan adalah mengembalikan kepercayaan terutama yang menyangkut ketertiban dan keamanan, maupun berbagai langkah kebijakan di bidang ekonomi, di antaranya: (a) mengamankan penyediaan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat dengan harga terjangkau; (b) mencegah agar inflasi tidak menjadi inflasi yang tidak terkendali (hiperinflasi); (c) memfungsikan kembali peranan utama perbankan dalam mendukung perekonomian, termasuk


(23)

pemulihan kembali tersedianya pembiayaan bagi perdagangan (trade financing); dan (d) meningkatkan kemampuan lembaga-lembaga utama perekonomian, khususnya dalam menghadapi krisis dan keadaan darurat (Direktorat Keuangan Negara Dan Analisis Moneter ).

Menurut catatan samhadi (2006b), total ULN Indaonesia pada akhir era Soekarno sebesar 6,3 miliar daolar AS yang terdiri dari 4 miliar dolar AS yang dibuat pada masa penjajahan Belanda dan 2,3 ,iliar dolar AS pada akhir yang dibuat oleh pemerintahan Soekarno, dan membengkak menjadi 5,4 miliar dolar AS pada akhir Soekarno. Berdasarkan data dari ADB, pada periode pra krisis keuangan Asia 1997 - 1998, Indonesia bersama dengan Thailand dan Filipina adalah tiga negara anggota dengan jumlah utang yang sangat lebih besar. Pada tahon 1990, jumlah ULN indonesia (pemerintah pusat) tercatat hampir mencapai 70 miliar dolar AS, lebih banyak dari kedua negara anggota lainnya itu. Aliran modal yang berasal dari luar negeri dapat disebut sebagai utang luar negeri apabila memiliki ciri – ciri pkok, yaitu: Pertama, ia merupakan aliran modal yang bukan didorong oleh tujuan untuk mencari keuntungan. Kedua, dana tersebut diberikan kepada negara penerima atau dipinjamkan dengan syarat yang lebih ringan daripada yang berlaku di pasaran internasional. Sedangkan ditinjau dari sudut manfaat ada dua peranan utama bantuan Luar negeri (utang luar negeri), yaitu: Pertama, untuk mengatasi masalah kekurangan mata uang asing. Kedua, untuk mengatasi masalah kekuranga tabungan. Kedua masalah tersebut biasa dsebut dengan masalah jurang ganda (the two gaps problem), yaitu jurang tabungan (saving gap) dan jurang mata uang asing (foreign exchange


(24)

gap) (Sadono Sukirno, 372). Sementara itu, dalam kebijakan fiskal, Pemerintah berketetapan untuk meringankan beban kelompok-kelompok masyarakat yang paling rawan terhadap dampak krisis, khususnya masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Untuk itu APBN sejauh mungkin diupayakan untuk dapat menampung program-program jaring pengaman nasional (social safety net). Meningkatnya alokasi anggaran untuk program JPS tersebut menyebabkan meningkatnya defisit anggaran meningkat. Untuk menutup defisit tersebut, diperlukan tambahan pinjaman luar negeri sehingga meningkatkan stok pinjaman luar negeri. Di Indonesia hal ini juga membuat terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap Rupiah sehingga masyarakat menyerbu Dollar untuk mengamankan kekayaanya. Dengan adanya krisis ekonomi tersebut kinerja perbankan Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang memburuk. Krisis ini ditandai oleh penurunan pendapatan pemerintah Indonesia dan peningkatan tajam dalam pengeluaran pemerintah untuk melakukan dampak sosial. Akibatnya, pemerintah Indonesia terbelit beban utang yang berat untuk menutupi defisit anggaran negara. Utang pemerintah meningkat menjadi tiga sampai empat kali lipat utang dan hampir tiga perempat dari mereka adalah domestik untuk restrukturisasi bank (Boediono, 2009 dalam Kuncoro 2007).

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 – 1998 telah membuat utang luar negeri pemerintah meningkat drastis jika dihitung dalam mata uang rupiah. Hal ini disebabkan nilai tukar rupiah terhadap US Dolar dan beberapa mata uang utama dunia mengalami depresiasi yang sangat tajam. Kenaikan akumulasi utang luar negeri menyebabkan pemerintah harus mengambil utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang jatuh tempo. Beban utang luar negeri berupa cicilan


(25)

pokok dan bunga utang bertambah besar dari tahun ke tahun sejalan dengan peningkatan jumlah utang luar negeri pemerintah, sehingga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bagi Indonesia, sejak awal proses pembangunannya yakni sejak Pelita I, hutang luar negeri telah dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pembiayaan guna menutupi kelangkaan modal. Tabungan pemerintah ataupun tabungan domestik tidak dapat menutupi kebutuhan dana pembangunan dan investasi (saving-investment gap). Selain itu juga permintaan hutang luar negeri digunakan untuk menutupi export-iport gap dan fiscal gap. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif dengan menggunakan instrument anggaran yang defisit. Masalah utang luar negeri yang menjadi fenomena di negara – negara yang sedang membangun termasuk Indonesia untuk membiayai defisit anggaran. Baik utang dalam negeri maupun luar negeri memerlukan pengembalian yang tentu akan mengurangi berbagai sumber keuangan negara. Utang memiliki pengaruh kuat dalam proses perencaan pembangunan di negara – negara berkembang, sehingga hampir tidak ada negara berkembang yang hanya mengandalkan proses pembangunannya pada sumber – sumber daya domestik. Artinya, porsi bantuan luar negeri tidak dilakukan sebagai faktor pelengkap lagi (complementary factor) tetapi telah menjadi sumber utama dalam pembiayaan pembangunan. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif dengan menggunakan instrument anggaran yang defisit. Masalah utang luar negeri yang menjadi fenomena di negara – negara yang sedang membangun termasuk Indonesia untuk membiayai defisit anggaran. Baik utang dalam negeri maupun luar negeri memerlukan


(26)

pengembalian yang tentu akan mengurangi berbagai sumber keuangan negara. Utang memiliki pengaruh kuat dalam proses perencaan pembangunan di negara – negara berkembang, sehingga hampir tidak ada negara berkembang yang hanya mengandalkan proses pembangunannya pada sumber – sumber daya domestik. Artinya, porsi bantuan luar negeri tidak dilakukan sebagai faktor pelengkap lagi (complementary factor) tetapi telah menjadi sumber utama dalam pembiayaan pembangunan. Utang luar negeri telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pembangunan di Indonesia. Bahkan utang luar negeri telah menjadi sumber utama untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan memberikan kontribusi yang berarti bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Meskipun utang luar negeri (foreign debt) sangat membantu mentupi kekurangan biaya pembangunan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) namun persoalan pembayaran cicilan dan bunga menjadi beban yang terus ditanggung oleh negara (Sihombing, 2007).

Mahindun Dhiani Melda Harapa (2007), menyimpulkan bahwa Secara parsial variabel Pendapatan (PDB) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap Utang Luar Negeri (ULN) dan Pengeluaran Dalam Negeri (PDN), Defisit Anggaran (DA) dan Utang luar negeri tahun sebelumnya (ULNt-1) masing-masing mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap variabel Utang Luar Negeri (ULN). Dan Variabel yang memiliki kontribusi terbesar terhadap Utang Luar Negeri adalah Pengeluaran Dalam Negeri (PDN) dimana koefisen Pengeluaran DAlam


(27)

Negeri (PN) sebesar 0,71 menunjukkanbahwa dengan naiknya Pengeluaran Dalam Negeri (PN) sebesar 10 persen, akan menaikan tingkat Utang Luar Negeri (ULN) sebesar 7,1.

Menurut I Wayan Gayun Widharma, I Made Kembar Sri Bhudi dan A A I N Marhaeni, Defisit Anggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri pemerintah melalui pengeluaran pembangunan, Hal ini terjadi karena besarnya deficit anggaran pemerintah tidak disebabkan oleh peningkatan pengeluaran pemerintah namun disebabkan oleh kebijakan subsidi BBM, dan Defisit anggaran berpengaruh signifikan terhadap utang luar Negeri melalui kurs dolar. Besarnya pengaruh defisit anggaran terhadap utang luar negeri pemerintah melalui kurs dolar adalah sebesar 9,6 persen.

Menurut penelitian Dungdang P Hutapea 2007, Defisit anggaran Pemerintah memiliki hubungan negative dengan volume penyerapan Utang Luar Negeri dalam jangka panjang, namun tidak berpengaruh dalam jangka pendek. Tingkat Pertumbuhan ekonomi berhubungan negative pada jangka pendek. Inflasi berhubungan positif tapi tidak signifikan pada jangka panjang dan berhubungan negative dan signifikan pada jangka pendek. LIBOR berhubungan negative dalam jangka panjang dan positif dalam jangka pendek. Kondisi kestabilan polotik berhubungan dalam jangka pendek.

Selama ini Indonesia cenderung melakukan kebijakan fiskal yang ditunjukkan untuk mendorong perekonomian yang biasa dikenal dengan kebijakan anggaran yang


(28)

longgar (loose budget policy), yang intinya berupa kenaikan rasio anggaran negara terhadap pendapatan nasional yang berupa kenaikan defisit anggaran atau penurunan surplus anggaran (Anggito Abimanyu, 2003 dalam Pamuji).

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Utang Luar Negeri dan Pertumbuhan Jumlah Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia Tahun 1998 – 2012

Tahun Jumlah Utang Luar Negeri (dalam trilliun rupiah)

PertumbuhanJumlah Utang Luar Negeri

1998 552.54 -

1999 438.26 -21%

2000 582.6 33 %

2001 612.53 5%

2002 569.84 -7 %

2003 583.3 2%

2004 637.18 9%

2005 620.22 -3 %

2006 559.43 -10 %

2007 586.36 5 %

2008 730.25 24%

2009 611.2 -16%

2010 612.28 0.2 %

2011 615.02 0.4 %

2012 619.04 0.6 %

Sumber : Direktorat Jendral Pengelolaan Utang 2012

Berdasarkan data pada Tabel 1. terlihat perkembangan utang luar negeri pemerintah Indonesia dari tahun 1998 – 2012. Perkembangan utang luar negeri secara umum tiap tahunnya mengalami peningkatan dengan rata – rata pertumbuhannya sebesar 0,21%. Hanya pada tahun 2002 sempat mengalami penurunan, diikuti kenaikan jumlah utang


(29)

di tiga tahun berikutnya, lalu kembali turun di tahun 2006 dan sempat turun kembali di tahun 2009. Peningkatan jumlah utang luar negeri pemerintah ini salah satunya disebabkan dari sektor pajak, sektor andalan penerimaan pemerintah di luar minyak dan gas, pemasukannya bagi kas negara masih belum maksimal bila dibandingkan dengan potensi wajib pajak, baik perorangan maupun badan usaha yang ada. Alternatif lain untuk pengerahan dana bagi pembagunan di luar utang luar negeri adalah melalui penerapan kebijaksanaan anggaran belanja negara secara defisit. Prinsip dasar penerapan kebijaksanaan ini adalah efisiensi di semua aktivitas pembangunan. Meskipun mudah dalam pelaksanaannya, namun sebagian besar negara yang mengalami kesulitan modal enggan untuk melakukannya. Selain beresiko bagi pertumbuhan ekonomi, kebijaksanaan anggaran defisit dapat menimbulkan masalah inflasi di luar batas kewajaran. Dengan kata lain betapa pentingnya peranan utang luar negeri dan faktor faktor lain dalam menutupi defisit anggaran yang terjadi di Indonesia.


(30)

Tabel 2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Tahun 1998 – 2012

Tahun Pengeluaran Pemerintah

(dalam Trilliun Rupiah) Pertumbuhan Pemerintah

1998 146.02 -

1999 36.092 -75%

2000 188.392 422%

2001 260.508 38%

2002 223.976 -14%

2003 256.191 14%

2004 297.464 16%

2005 361.155 21%

2006 440.032 212%

2007 504.623 15%

2008 693.356 37%

2009 628.812 -9%

2010 697.406 11%

2011 883.722 27%

2012 1.069.535 21%

Sumber : Bank Indonesia, Diolah

Bedasarkan data pada Tabel 2. pengeluaran pemerintah (dalam negeri) pada tahun 1999 mengalami penurunan yang sangat dratis dari 146.020 trilliun menjadi 36.092 trilliun. Selanjutnya, pada tahun 2000 sampai 2002 terjadi peningkatan pada pengeluaran pemerintah, dan mengalami penurunan atas pengeluaran pemerinta (dalam negeri) di tahun 2002 sebesar 223.976 dan tahun 2009 sebesar 628.812. Pertumbuhan pengeluaran pemerintah yang terjadi dalam kurun waktu 14 tahun dari tahun 1998 – 2012 rata – rata adalah sebesar 7, 36%.


(31)

Tabel 3. Perkembangan Pendapatan Nasional dan Pertumbuhan Pendapatan Nasional Tahun 1998 – 2012

Tahun Pendapatan Nasional (Dalam Trilliun Rupiah)

Pertumbuhan Pendapatan Nasional

1998 156.408 -

1999 42.582 -72%

2000 205.335 382%

2001 300.600 46%

2002 298.528 -0.68%

2003 340.928 14%

2004 403.105 18%

2005 493.919 22%

2006 636.153 28%

2007 706.109 10%

2008 979.305 38%

2009 847.097 -13%

2010 992.249 17%

2011 1.205.346 21%

2012 1.357.380 12%

Sumber : Bank Indonesia, Diolah

Pendapatan nasional meupakan salah satu tolak ukur yang paling banyak dipakai untuk mengukur keberhasilan sebuah perekonomian. Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun. Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya (Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama


(32)

setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara (Wikipedia). Pada Tabel 3. data mengenai pendapatan nasional terjadi fluktuasi dari tahun ke tahun. Berbeda dengan data yang ditunjukkan oleh pengeluaran pemerintah yang secara umum mengalami kenaikan, penerimaan pemerintah tidak selalu mengalami kenaikan tiap tahunnya, ini lah menyebabkan angka dari defisit anggaran juga secara rata – rata mengaalmi kenaikan. Rata – rata pendapatan nasional yang terjadi selama periode 1998 – 2012 adalah 5,23 %. Penerimaan pemerintah belum mampu untuk memenuhi segala kebutuhan atau pengeluaran pemerintah sehingga anggaran mengalaami defisit. Untuk menutupi defisit anggaran tersebut pemerintah melakukan kebijakan utang luar negeri guna membiayai kegitatan perekonomiannya


(33)

Tabel 4. Perkembangan Defisit Anggaran dan Pertumbuhan Defisit Anggaran Tahun 1998 – 2012

Tahun Defisit Anggaran (Dalam Trilliuan Rupiah)

Pertumbuhan Defisit Anggaran

1998 16.199 -

1999 1.999 -88%

2000 16.132 707%

2001 40.485 151%

2002 23.652 -42%

2003 35.109 48%

2004 14.408 -59%

2005 29.142 102%

2006 49.844 71%

2007 4.121 -92%

2008 88.619 205%

2009 92.619 5%

2010 46.846 -49%

2011 84.421 80%

2012 190.105 125%

Sumber : Bank Indonesia, Diolah

Berdasarkan data pada tabel 4. terlihat perkembangan dari defisit anggaran yang terjadi di Indonesia dalam periode 1998 – 2012. Defisit anggaran yang terjadi mengalami fluktuasi yang cukup tajam dari tahun ke tahun. Kenaikan jumlah defisit ysng paling tajam terlihat di tahun 2000, 2001, 2005, 2008, dan 2012. Rata – rata pertumbuhan defisit yang terjadi selama 1998 – 2012 adala sebesar 11, 64 %.


(34)

two gap model dimana negara-negara penerima bantuan khususnya negara – negara berkembang mengalami kekurangan dalam mengakumulasi tabungan domestik sehingga tabungan – tabungan yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan akan tingkat investasi yang dibutuhkan dalam proses memicu pertumbuhan ekonomi. Sekian waktu lamanya pandangan bahwa sumber pembiayaan dari luar negeri merupakan alternatif yang paling tepat dalam membiayai kekurangan modal pembangunan, menjadikan masalah ini menjadikan argumen oleh setiap pengambil kebijaksanaan disebagian besar negara-negara berkembang dan terbelakang. Cara ini dipandang sebagai alternatif yang paling mudah ditempuh oleh negara bersangkutan dalam usahanya memperoleh dana yang relatif besar dan terjaminnya secara kontinyu sumber dana yang dimaksud Harahap, 2008).

Dan pada sisi lain adalah kekurangan yang dialami oleh negara – negara yang bersangkutan dalam memenuhi nilai tukar asing (foreign exchange) untuk membiayai kebutuhan impor. Dengan demikian untuk menutupi kedua kekurangan tersebut maka andalannya adalah bantuan luar negeri (Sihombing, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan menulis skripsi dengan judul : “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia (Periode 1998 –2012)”.


(35)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat beberapa perumusan masalah. Adapun perumusan masalah yang diteliti adalah :

1. Bagaimana pengaruh pengeluaran Pemerintah terhadap utang luar negeri Pemerintah Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh pendapatan nasional terhadap utang luar negeri Pemerintah Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh defisit anggaran terhadap utang luar negeri Pemerintah Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran Pemerintah terhadap utang luar negeri Pemerintah Indonesia

2. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan nasional terhadap utang luar Pemerintah negeri Indonesia

3. Untuk mengetahui pengaruh defisit anggaran terhadap utang luar negeri Pemerintah Indonesia.


(36)

D. Kerangka Pemikiran

Sebelum krisis menerpa beberapa negara Asia, Indonesia mengalami masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang (6,8 persen tahun 1985 - 1994 dan 8,1 persen tahun 1995-1996) dengan defisit APBN yang relatif kecil. Indonesia mengalami tekanan fiskal dan masalah-masalah domestik yang serius karena perubahan yang drastis dalam momentum pembangunan ekonomi, dari high phase menjadi low phase. Krisis ekonomi membawa ekonomi Indonesia pada ekonomi stagflasi (ekonomi riil yang macet dan hiper-inflasi) dan menyebabkan Pemerintah Indonesia terjerat dalam utang yang sangat besar. Utang pemerintah meningkat dengan sangat tajam dari US$55,3 miliar sebelum krisis menjadi US$134 miliar (83 persen PDB) di awal tahun 2000 (Tim PPE FE UGM, 2004). Sebagai negara berkembang yang tetap konsisten dalam mempergunakan utang luar negeri dalam politik pembangunannya, Indonesia untuk masa mendatang masih tergantung pada komponen ini. Seberapa besar ketergantungannya tentu banyak faktor yang mempengaruhinya. Apapun argumennya, untuk saat ini mengalirnya dana dari luar negeri merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi Indinesia untuk menginjeksi dana pembangunannya. Utang muncul karena penerimaan dalam negeri kini masih belum mampu menutupi kebutuhan pembangunan. Hal ini mengisyaratkan bahwa terjadi kesenjangan antara investasi dengan tabungan. Melebarnya kesenjangan ini mencerminkan pesatnya pertumbuhan investasi domestik yang melebihi kemampuan perekonomian dalam mengakumulasi tabungan nasional. Kesenjangan inilah yang kemudian ditutupi dengan dana yang bersumber dari biaya luar negeri. Utang


(37)

memiliki pengaruh kuat dalam proses perencaan pembangunan di negara – negara berkembang, sehingga hampir tidak ada negara berkembang yang hanya mengandalkan proses pembangunannya pada sumber – sumber daya domestik. Artinya, porsi bantuan luar negeri tidak dilakukan sebagai faktor pelengkap lagi (complementary factor) tetapi telah menjadi sumber utama dalam pembiayaan pembangunan (Basri, 2003).

Defisit anggaran yang terjadi karena penerimaan pemerintah yang belum mampu untuk membiayai kegiatan perekonomian negara membutuhkan stimulus agar kegiatan perekonomian juga mempuanyai andil dalam perkembangan utang luar negeri. Suatu anggaran pemerintah dikatakan defisit apabila terdapat kesenjangan antara tabungan pemerintah dengan pengeluaran pembangunan, di mana pengeluaran pembangunan lebih besar dari pada tabungan pemerintah. Defisit anggaran ini menjadi isu penting untuk dikaji karena dalam siklus bisnis defisit anggaran menjadi pembahasan yang cukup serius dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Namun yang menjadi perhatian penting dari defisit anggaran ini adalah, pemenuhan pembiayaan dari anggaran yang defisit tersebut. Jika secara teori defisit anggaran dilakukan dengan penambahan uang (printing money) dan pembiayaan dengan utang (debt).

Pendapatan Nasional menunjukkan gambaran Production Orginated. Ketika pendapatan nanional meningkat, artinya pemerintah memiliki peningkatan modal untuk melakukan kegiatan perekonomian peda tahun atau periode berikutnya, yang artinya pemerintah akan mampu untuk mengurangi jumlah utangnya dengan


(38)

membayar cicilan pokok utang, serta adanya kemungkinan untuk tidak menambah jumlah utang, karena peningkatan dari jumlah pendapatan tersebut.

Gambar. 1 Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian dan masih dikaji kebenarannya dengan menggunakan data yang mempunyai hubungan. Dari permasalahan yang ada, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1. Diduga Pengeluaran Pemerintah (Domestic Expenditure) mempunyai pengaruh positif terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia.

2. Diduga Pendapatan Nasional mempunyai pengaruh negatif terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia.

Pengeluaran Pemerintah ( + )

Pendapatan Nasional ( - )

Defisit Anggaran ( + )


(39)

3. Diduga Defisit Anggaran yang tinggi mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia.


(40)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Utang Luar Negeri

1.1. Sejarah dan Perkembangan utang Luar Negeri

Fenomena mengalirnya modal dari luar unruk membiayai pembangunan oleh negara berkembang telah dimulai sebelum tahun 1914, dimana dalam kurun waktu antara 1870 hingga 924, Krugman et.al (1999) mengatakan negara - negara berkembang telah menyerap dana dari inggris rata – rata 5 % dari Gross National Product (GNP), Perancis 2 % dan Jerman 3% dari GNP nya.

Dalam perkembangan lebih lanjut, pertumbuhan utang negara – negara berkembang semakin membengkak dalam kurun waktu antara 1973 hingga tahun 1974, yang kemudian disusul dalam kurun waktu kedua antara tahun 1979 hingga 1982. Sebagai gambaran, menurut IMF pada tahun 1982 saja, pinjaman yang dilakukan oleh negara – negara berkembang meroket mendekati US$ 600 miliar.

Aliran modal yang berasal dari luar negeri dapat disebut sebagai utang luar negeri apabila memiliki ciri – ciri pokok, yaitu:


(41)

2. Dana tersebut diberikan kepada negara penerima atau peminjam dengan syarat yang lebih ringan daripada yang berlaku di pasaran internasional.

Dilihat dari kewajiban pengembaliannya, utang luar negeri dapat dibedakan menjadi pemberian (grant) dan pinjaman luar negeri (loan). kedua bentuk ini meskipun berbeda dalam hal syarat-syarat pengembalian, tetapi memiliki keterkaitan yang erat antara bentuk pemberian dan pinjaman.

Sebagian besar negara kreditur memberikan dana secara cuma – Cuma ke negara debitur apabila negara yang bersangkutan telah memiliki ikatan yang lama dan kuat dalam hal pinjam meminjam dana. Bahkan terkadang pertimbangan pemberian dana oleh negara kreditur didasarkan pada alasan keamanan dan politik. selain itu, pemberian tersebut tidak semata – mata dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk barang dan pemberian tenaga ahli tertentu.

Sukirno (2002) mengatakan, ditinjau dari sudut manfaat, ada dua peran utama bantuan luar negeri (utang luar negeri), yaitu:

1. Untuk mengatasi kekurangan mata uang asing. 2. Untuk mengatasi masalah kekurangan tabungan

Kedua masalah tersebut biasa disebut dengan masalah jurang ganda (the two problems), yaitu jurang tabungan (saving gap) dan jurang mata uang asing (fireign exchange gap).

1.2. Definisi Utang Luar Negeri

Utang luar negeri Indonesia adalah utang luar negeri pemerintah, bank sentral dan swasta (Bank Indonesia). Utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki


(42)

oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, leasing dan Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan diluar negeri dan dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk. Dalam pidato Presiden 16 Agustus 1979 ditekankan lagi bahwa bantuan/utang luar negeri adalah jalan pintas untuk mempercepat pembangunan agar supaya bangsa Indonesia tidak terjerat dalam masalah – masalah kekurangan modal yang menjadikan kita terus menerus sebagai negara dengan penduduk yang termiskin. Utang pada dasarnya adalah salah satu alternatif yang dilakukan karena berbagai alasan yang rasional. Dalam alasan-alasan yang rasional itu ada muatan urgensi dan ada pula muatan ekspansi. Muatan urgensi tersebut maksudnya adalah utang mungkin dipilih sebagai sumber pembiayaan karena derajat urgensi kebutuhan yang membutuhkan penyelesaian segera.

Sedangkan muatan ekspansi berarti utang dianggap sebagai alternatif pembiayaan yang melalui berbagai perhitungan teknis dan ekonomis dianggap dapat memberikan keuntungan. Ditinjau dari kajian teoritis, masalah utang luar negeri dapat diterangkan melalui pendekatan pendapatan nasional. Sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan, utang luar negeri dibutuhkan untuk menutupi 3 (tiga) defisit, yaitu kesenjangan tabungan investasi, defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan. Hubungan ketiga defisit ini dijelaskan Basri (2004) dengan menggunakan kerangka teori three gap model yang diperoleh dari persamaan identitas pendapatan nasional, yaitu:

a. Sisi Pengeluaran


(43)

Dimana:

Y = Produk Domestik Bruto C = Total Konsumsi Masyarakat I = Investasi Swasta

G = Pengeluaran Pemerintah X = Ekspor Barang dan Jasa M = Impor Barang dan Jasa

b. Sisi Pendapatan

Y = C + S + T ……….(2) Dimana:

C = Total Konsumsi Masyarakat S = Tabungan Pemerintah

T = Penerimaan Pajak Pemerintah

Jika kedua sisi identitas pendapatan nasional digabung, maka akan diperoleh: (M-X) = (I-S) + (G –T) ………(3)

Dimana:

(M-X) = Defisit Transaksi Berjalan (I-S) = Kesenjangan Tabungan Investasi (G – T) = Defisit Anggaran Pemerintah

Hubungan antara kebutuhan utang luar negeri dan ketiga defisit tersebut diperlihatkandengan menggunakan persamaan identitas neraca pembayaran yaitu:


(44)

Dimana:

Dt = Utang pada tahun 1

(M-X)t = Defisit transaksi berjalan pada tahun 1

Dst = Pembayaran beban utang (bunga + amortisasi) pada tahun 1 NFLt = Arus masuk bersih modal swasta pada tahun 1.

Rt = Cadangan otoritas moneter tahun 1.

NOLT = Arus masuk modal bersih jangka pendek seperti capital flight dan lain-lain pada tahun 1.

Persamaan ini menunjukkan bahwa Utang Luar Negeri (sisi kiri) digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan, pembayaran utang, cadangan otoritas moneter dan kebutuhan modal serta pergerakan arus modal serta pergerakan arus modal jangka pendek seperti capital flight. Bila (3) disubstitusikan pada (4), maka akan diperoleh persamaan:

Dt = (I-s)t + (G-T)t + DSt + NFLt + Rt –NOLT …….(5)

Identitas (5) ini menunjukkan, disamping untuk membiayai defisit transaksi berjalan, Utang Luar Negeri juga dibutuhkan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah, serta kesenjangan tabungan-investasi dengan Utang Luar Negeri. Yang sering menimbulkan persoalan dan banyak tanggapan dari para pengamat ekonomi adalah justru nilai bunga dan cician utang luar negeri. Beban pembayaran cicilan dan bunga utang pemerintah berdampak pada beban APBN yang semakin berat dan arus modal keluar yang semakin deras menurun, diimbangi peningkatan laju ekspor. Lebih jauh lagi, investasi pemerintah semakin tertekan karena alokasi dana untuk membayar


(45)

cicilan utang dan bunganya. Hal ini bisa dimengerti karena bunga dan cicilan utang merupakan kewajiban pelunasan pembayaran utang yang harus dibayar setiap tahun dalam bentuk devisa.

Beban langsung dari utang luar negeri sudah merupakan suatu hal yang jelas. Selama jangka waktu tertentu, beban uang langsung dapat diukur dengan suatu jumlah pembayaran tertentu dalam bentuk uang baik dalam hal pembayaran bunga maupun cicilan utang terhadap negara kreditur. Sedangkan beban rill langsung yang diderita negara peminjam berupa kerugian dalam bentuk kesejahteraan ekonomi yang hilang karena adanya pembayaran-pembayaran dalam bentuk uang.

1.3. Pembiayaan Utang Luar Negeri

Komponen pembiayaan utang luar negeri terdiri dari penerbitan SBN valas, baik surat berharga konvensional maupun surat berharga berbasis syariah, dan penarikan pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri meliputi penarikan pinjaman program, yaitu pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang dapat dikonversikan ke rupiah dan digunakan untuk membiayai kegiatan umum atau belanja pemerintah, dan pinjaman proyek yaitu pinjaman luar negeri yang penggunaannya sudah melekat pada (earmark) dengan kegiatan tertentu Pemerintah yang dilaksanakan oleh kementerian negara atau lembaga. Pinjaman proyek selain digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tertentu pada kementerian negara/lembaga, juga akan digunakan untuk penerusan pinjaman kepada BUMN atau Pemerintah Daerah. Pada masing-masing kelompok tersebut diperhitungkan juga jumlah pembayaran pokok yang jatuh tempo,


(46)

baik sebagai cicilan bagi pinjaman luar negeri maupun pelunasan (redemption) bagi SBN di pasar dalam negeri.

1.4. Jenis – Jenis Pinjaman

Pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri : a. Pinjaman Luar Negeri

World Bank, Asian Development Bank, Islamic Development Bank dan kreditor bilateral (Jepang, Jerman, Perancis dll), serta Kredit Ekspor.

 Pinjaman Program : Untuk budget support dan pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan Policy Matrix di bidang kegiatan untuk mencapai MDGs (pengentasan kemiskinan, pendidikan, pemberantasan korupsi), pemberdayaan masyarakat, policy terkait dengan climate change dan infrastruktur.

 Pinjaman proyek : Untuk pembiayaan proyek infrastruktur di berbagai sektor (perhubungan, energi, dll); proyek-proyek dalam rangka pengentasan kemiskinan (PNPM).

b. Pinjaman Dalam Negeri

Peraturan Pemerintah (PP) No.54 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah ;

Berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Pemerintah Daerah,dan Perusahaan Daerah;


(47)

Untuk membiayai kegiatan dalam rangka pemberdayaan industri dalam negeri dan pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum; kegiatan investasi yang menghasilkan penerimaan.

Surat Berharga Negara (SBN) dalam Rupiah dan valuta asing, tradable & non-tradable, fixed & variable :

1. Surat Utang Negara (SUN)

Surat Perbendaharaan Negara (SPN/T-Bills): SUN, Obligasi Negara Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara dalam Rupiah dan valuta asing dengan berbagai struktur, misalnya Ijarah, Musyarakah, Istisna dll. SBSN jangka pendek (Islamic T-Bills); SBSN Ritail (Sukri); SBSN jangka panjang (IFR/Ijarah Fixed Rate; Global Sukuk; SDHI/Sukuk Dana Haji Indonesia).

Dari perspektif negara donor setidaknya ada dua hal penting yang dianggap memotivasi dan melandasi bantuan luar negeri ke negara-negara debitor. Kedua hal tersebut adalah motivasi politik (political motivation) dan motivasi ekonomi

(economi motivation), dimana keduanya mempunyai keterkaitan yang sangat erat yang satu dengan yang lainnya (Basri, 2003 : 101).

Sedangkan motivasi ekonomi sebagai landasan kedua yang digunakan dalam memberikan bantuan, setidak-tidaknya tercermin dari 4 argumen penting :

1. Argumen pertama didasari oleh two gap model dimana negara-negara penerima bantuan khususnya negara-negara berkembang mengalami kekurangan dalam


(48)

mengakumulasi tabungan domestik sehingga tabungan-tabungan yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan akan tingkat investasi yang dibutuhkan dalam proses memicu pertumbuhan ekonomi. Dan pada sisi lain adalah kekurangan yang dialami oleh negara-negara yang bersangkutan dalam memenuhi nilai tukar asing (foreign exchange) untuk membiayai kebutuhan impor. Dengan demikian untuk menutupi kedua kekurangan tersebut maka andalannya adalah bantuan luar negeri.

2. Kedua adalah memfasilitasi dan mempercepat proses pembangunan dengan cara meningkatkan pertambahan tabungan domestik sebagai akibat dari pertumbuhan yang lebih tinggi (growth and saving). Karena tinggunya pertumbuhan di negara-negara berkembang akan turut meningkatlkan atau berkorelasi positif terhadap kenaikan keuntungan yang bisa dinikmati di negara-negara maju.

3. Ketiga adalah technical assistance, yang merupakan pendamping dari bantuan keuangan yang bentuknya adalah transfer sumber daya manusia tingkat tinggi kepada negara-negara penerima bantuan. Hali ini harus dilakukan untuk menjamin bajhwa aliran dana yang masuk dapat digunakan dengan sangat efisien dalam proses memicu kenaikan pertum buhan ekonomi.

4. Keempat adalah absorptive capacity, yakni dalam bentuk apa dana tersebut akan digunakan. Terlepas dari faktor-faktor yang dikemukakan di atas ada satu hal lagi yang perlu diingat bahwa faktor pendorong dan faktor penarik (push


(49)

and pull factor) adala dua kata yang menentukan terjadinya perpindahan modal ke negara-negara berkembang. Faktor-faktor ini tentu saja perpaduan antar motif ekonomi dan politik yang menjadi pertimbangan utama bagi investor yang rasional.

1.5. Pengelolaan Utang Luar Negeri

Masalah mengeni utang memang sudah selayaknya mendapat pengelolaan yang tepat, karena jika terdapat kesalahaan dalam pengelolaan utang tersebut, maka akan ada peningkatan nilai nominal utang yang semakin tak terkendali. Secara keseluruhan, kenaikan nilai nominal utang tersebut disebabkan oleh:

a. adanya defisit APBN setiap tahun;

b. kebutuhan pelunasan utang jatuh tempo (refinancing);

c. perubahan nilai tukar rupiah yang menyebabkan perubahan nilai nominal utang luar negeri dalam rupiah;

d. pengeluaran pembiayaan untuk pendanaan risiko fiskal dan partisipasi pemerintah dalam menunjang program pembangunan infrastruktur; dan e. berkurangnya sumber pembiayaan APBN dari non utang, misalnya privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan hasil pengelolaan aset (Buku Strategi Pengelolaan Utang).

Kondisi ini mengharuskan Pemerintah untuk mengelola utang dengan baik agar utang senantiasa dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan. Pengelolaan utang tersebut meliputi kegiatan perencanaan, penyusunan strategi,


(50)

komunikasi pemangku kepentingan (stakeholder) termasuk pengembangan pasar, pelaksanaan eksekusi, pengadaan/penerbitan utang, penatausahaan, pembayaran kewajiban dan evaluasi pelaksanaan utang. Dalam pengelolaan utang, indikator yang digunakan di Indonesia secara umum adalah :

1. Debt to GDP ratio (rasio utang terhadap GDP) 2. Debt to export ratio

3. Debt service ratio

Pengelolaan utang yang dilakukan ini tidak lepas dari tujuan – tujuan yang hendak dicapai oleh pemerintah. Tujuan umum pengelolaan utang negara dapat dibagi per periode waktu yaitu:

1. Tujuan jangka panjang

a. Mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko terkendali, sehingga kesinambungan fiskal dapat terpelihara.

b. Mendukung upaya untuk menciptakan pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang dalam, aktif dan likuid.

2. Tujuan jangka pendek

Memastikan tersedianya dana untuk menutup defisit dan pembayaran kewajiban pokok utang secara tepat waktu dan efisien. Dalam kerangka strategi pengelolaan hutang, kebijakan di bidang anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memainkan peranan yang sangat penting dalam


(51)

penetapan akhir besarnya tingkat pinjaman (hutang) untuk menutup defisit APBN.

1.6. Strategi Pengelolaan Utang

Strategi dasar untuk mengurangi beban utang pemerintah secara bertahap tergantung kepada kemampuan memelihara lingkungan ekonomi makro yang kondusif, dicapainya kemajuan di bidang konsolidasi fiskal, dan diwujudkannya pemulihan asset. Keseluruhan faktor-faktor tersebut secara bersama akan berpengaruh besar dalam menstimulasi investasi dan aliran modal yang mendorong produktivitas baru, mengurangi suku bunga riil, dan meningkatkan pertumbuhan, dan pada gilirannya terpenuhinya persyaratan yang diperlukan dalam upaya mengurangi rasio utang. Dalam rangka itu, dan untuk mencapai fiskal yang berdaya tahan secara berkelanjutan, maka setidaknya diperlukan lima kebijakan segara dilaksanakan (Depkeu 2002 : 54), sebagai berikut :

1. Konsolidasi lebih lanjut anggaran negara 2. Memperluas basis pendapatan

3. Mengutamakan pengeluaran penting dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu

4. Pemerintahan yang lebih baik dan pengelolaan sektor publik yang efisien 5. Membangun pasa obligasi domestik


(52)

Strategi pengelolaan utang agar diarahkan pada pencapaian tujuan dari pengelolaan utang yaitu meminimalkan biaya utang dengan tingkat risiko yang semakin terkendali.

1. Strategi pengelolaan utang pemerintah dalam jangka panjang saat ini lebih difokuskan pada perolehan sumber pembiayaan untuk mendanai program-program pembangunan prioritas dan belum banyak memberikan perhatian pada pengelolaan biaya dan risiko.

2. Pengelolaan utang pemerintah terkait dengan penetapan jumlah utang yang aman bagi perekonomian dan batas maksimum bagi pembayaran utang pemerintah dengan menciptakan kerangka hukum yang kuat.

3. Pembentukan intregated debt management office. Saat ini, pengelolaan utang pemerintah ditangani secara parsial oleh beberapa institusi yaitu Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan Bappenas.

2. Pengeluaran Pemerintah

2.1. Definisi Pengeluaran pemerintah

Pengeluaran dalam anggaran pemerintah di Indonesia secara umum terbagi menjadi dua jenis, yakni pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin adalah untuk keperluan-keperluan seperti gaji pegawai sehingga sifatnya bukanlah untuk investasi tetapi lebih untuk operasionalisasi pemerintahan. Adapun pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai investasi sektor publik adalah pengeluaran


(53)

pembangunan yang terdiri dari sejumlah sektor. Namun tidak seluruh sektor dalam pengeluaran pembangunan dapat dikategorikan sebagai pengeluaran bidang sosial atau pembangunan manusia.

2.2. Hubungan pengeluaran pemerintah dengan utang luar negeri pemerintah Dalam pengeluaran pemerintah perlu dilakukan Program Peningkatan Efektivitas Pengeluaran Negara, melalui: (a) penghapusan subsidi secara bertahap, terutama untargeted subsidy; (b) menekan biaya restrukturisasi perbankan melalui perpercepatan penuntasan proses restrukturisasi perbankan; (c) mengendalikan peningkatan anggaran untuk belanja pegawai; (d) membatasi pengeluaran pembangunan pada kegiatan yang produktif, penting dan mendesak. Program tersebut menjadi perlu dilakukan karena, supaya terdapan pengaturan yang baik pada pos pengeluaran, agar tidak terjadi penggelembungan biaya, yang tidak dapat dipenuhi sehingga membutuhkan bantuan dari utang luar negeri.

3. Pendapatan Nasional

3.1. Definisi Pendapatan Nasional

Tolok ukur yang paling banyak dipakai untuk mengukur keberhasilan sebuah perekonomian antara lain: pendapatan nasional, tingkat kesempatan kerja, tingkat harga dan posisi neraca pembayaran luar negeri. Salah satu indikator telah terjadinya alokasi yang efisien secara makro adalah nilai output nasional yang dihasilkan sebuah prekonomian pada satu periode tertentu, sebab besarnya output nasional dapat menunjukkan hal penting dalam sebuah perekonomian. Pertama besarnya output


(54)

nasional merupakan gambaran awal seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian (tenaga kerja, barang modal, uang dan kemampuan kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Maka semakin besar pendapatan nasional suatu negara, semakin baik efisiensi alokasi sumber daya ekonominya. Kedua, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara, dimana alat ukur yang dipakai untuk mengukur kemakmuran adalah output nasional perkapita. Nilai output perkapita diperoleh dengan cara membagi besarnya output nasional dengan jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan, jika angka output pendapatan semakin besar maka tingkat kemakmuran dianggap semakin tinggi. Ketiga, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang masalah masalah struktural yang mendasar yang dihadapi suatu perekonomian. Jika sebagian besar output nasional dinikmati oleh sebagian kecil penduduk maka perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya. Selain perhitungan pendapatan nasional, perhitungan pendapatan suatu daerah (region) diperlukan guna mengetahui perbedaan pembangunan yang dilaksanakan antara suatu daerah dengan daerah lainnya.

Produk Domestik Bruto (PDB) PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu. PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak (Wikipedia.com). Menurut Samuelson (2002), PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu


(55)

tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu.

3.2. Hubungan Pendapatan Pemerintah Dengan Utang Luar Negeri Pemerintah Pendapatan Nasional adalah jumlah dari pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa oleh suatu negara dalam tahun tertentu. Pendapatan Nasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu Pendapatan Domestik Bruto (Pendapatan Nasional) dan Pendapatan Nasional Bruto (PNB). Pendapatan domestik bruto adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam Negara tersebut dalam suatu tahun tertentu. Sedangkan Pendapatan Nasional bruto adalah nilai dari semua barang jadi dan jasa yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi domestik dalam negeri dalam suatu periode tertentu. Pendapatan Nasional secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu negara dalam menghasilkan pendapatan/ balas jasa kepada faktorfaktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi daerah tersebut. Dengan kata lain Pendapatan Nasional menunjukkan gambaran Production Orginated.

Ketika pendapatan nanional meningkat, artinya pemerintah memiliki peningkatan modal untuk melakukan kegiatan perekonomian peda tahun atau periode berikutnya, yang artinya pemerintah akan mampu untuk mengurangi jumlah utangnya dengan membayar cicilan pokok utang, serta adanya kemungkinan untuk tidak menambah jumlah utang, karena peningkatan dari jumlah pendapatan tersebut.


(56)

4. Defisit Anggaran

4.1. Definisi Defisit Anggaran

Dalam menyusun APBN, perencanaan alokasi belanja negara diarahkan untuk mendorong alokasi sumber-sumber ekonomi agar dapat digunakan secara produktif, yaitu terjadinya realokasi faktor-faktor produksi yang akan digunakan secra lebih efisien dan efektif untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi khususnya dalam stabilitas perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyusun langkah-langkah peningkatan kualitas belanja negara dengan mengutamakan belanja modal sebagai pendukung pendanaan bagi kegiatan pembangunan, mengefisienkan pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif, dan menghindari peningkatan pengeluaran wajib. Belanja modal difokuskan untuk mendukung program infrastruktur, mendukung target pertumbuhan ekonomi, dan perbaikan kesejahteraan rakyat, infrastruktur pertanian, dan infrastruktur energi serta komunikasi (Lestari, 2011).

Suatu anggaran pemerintah terdiri dari besaran pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Dalam kondisi perekonomian tertentu, salah satu kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah melalui kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal yang diterapkan dapat dilihat dalam anggaran pemerintah tersebut, dan defisit anggaran adalah salah satu kebijakan fiskal pemerintah yaitu kebijakan fiskal ekspansif. Anggaran pemerintah memiliki sifat struktural dan siklikal. Anggaran memiliki sifat struktural atau aktif, berarti anggaran tersebut ditentukan oleh kebijakan aktif dan beban (diskresioner) seperti penetapan tingkat pajak, jaminan sosial, dan belanja


(57)

pemerintah untuk menghitung seberapa besar penerimaan dan pengeluaran pemerintah, serta kemungkinan defisit/surplus bila perekonomian beroperasi pada tingkat produksi potensial. Akan tetapi, sebagian besar dari anggaran bersifat siklikal atau pasif dimana ditentukan oleh keadaan siklus ekonomi, untuk menghitung dampak daripada siklus ekonomi terhadap anggaran atau mengukur perubahan dalam penerimaan, pengeluaran, dan defisit/surplus yang timbul oleh karena perekonomian tidak beroperasi pada output potensialnya. Anggaran yang bersifat siklikal ini merupakan selisih antara anggaran aktual dan anggaran struktural (Samuelson dan Nordhaus, 1997).

Defisit anggaran negara adalah selisih antara penerimaan negara dan pengeluarannya yang cenderung negatif, artinya bahwa pengeluaran negara lebih besar dari penerimaannya. Para ahli ekonomi cenderung menghitung defisit anggaran negara itu bukan dari angka absolut, tetapi mengukur dari rasio defisit anggaran negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Apabila kita menghitung defisit anggaran negara sebagai persentase dari PDB, maka akan mendapat gambaran berapa persen suatu negara dapat menghimpun dana untuk menutup defisit tersebut. Kecuali itu, dengan menghitung besarnya persentase defisit nggaran negara terhadap PDB juga menggambarkan berapa tingkat defisit itu sudah membahayakan keadaan perekonomian (Kunarjo, 2000).

Defisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi APBN di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Terdapat empat pilihan cara untuk mengukur defisit anggaran, yang masing-masing dikenal dengan sebutan


(58)

(i) defisit konvensional; (ii) defisit moneter; (iii) defisit operasional; dan (iv) defisit primer.

1. Defisit Konvensional, yaitu defisit yang dihitung berdasarkan selisih antara total belanja dengan total pendapatan termasuk hibah.

2. Defisit Moneter, merupakan selisih antara total belanja pemerintah (di luar pembayaran pokok hutang) dengan total pendapatan (di luar penerimaan hutang).

3. Defisit Operasional, merupakan defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan nilai nominal

4. Defisit Primer, merupakan selisih antara belanja ( di luar pembayaran pokok dan bunga hutang) dengan total pendapatan. Dalam keadaan defisit tentunya diperlukan tambahan dana agar kegiatan yang telah direncanakan tetap dapat dilaksanakan. Dana tersebut biasa berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Upaya untuk menutup defisit disebut sebagai pembiayaan defisit (deficit financing). Upaya ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk misalnya (i) hutang; (ii) menjual asset milik negara; dan (iii) memperoleh hibah.

4.2. Sebab-Sebab Defisit Anggaran

Menurut Barro (1989) ada beberapa sebab terjadinya defisit anggaran, yaitu: a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi

Untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya Negara melakukan


(59)

pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. Negara memang di bebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya.

b. Pemerataan pendapatan masyarakat

Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan diseluruh wilayah, sehingga pemerintah mengeluarkan biaya yang besar untuk pemerataan pendapatan tersebut. Misalnya pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju.

c. Melemahnya nilai tukar

Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut akan mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan mata uang negara peminjam tersebut. Misalnya apabila nilai tukar rupiah depresiasi terhadap mata uang dollar AS, maka pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang akan dibayarkan juga membengkak. Sehingga pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula.


(60)

d. Pengeluaran akibat krisis ekonomi

Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, sedangkan penerimaan pajak akan menurun akibat menurunnya sektorsektor ekonomi sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini Negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu.

e. Realisasi yang menyimpang dari rencana.

Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan proyek atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah, karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri, tetapi ada kaitannya dengan proyek lain. Kalau hal ini terjadi, negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula.

f. Pengeluran karena inflasi.

Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standard harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang


(61)

menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggaran tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Akibatnya, Negara terpaksa mengeluarkan dana dalam rangka menambah standar harga itu.

Apabila terjadi defisit dalam anggaran, misalnya, ini menunjukkan semakin kecil peranan dan kemandirian pemerintah dalam pembiayaan pembangunan. Dalam pengertian lain, sebuah anggaran juga dapat menggambarkan strategi pembangunan yang ditempuh oleh pemerintah. Peningkatan belanja pemerintah yang belum diikuti dengan peningkatan penerimaan negara akan mendorong peningkatan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Defisit anggaran ini menjadi isu penting untuk dikaji karena dalam siklus bisnis defisit anggaran menjadi pembahasan yang cukup serius dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Namun yang menjadi perhatian penting dari defisit anggaran ini adalah, pemenuhan pembiayaan dari anggaran yang defisit tersebut. Jika secara teori defisit anggaran dilakukan dengan penambahan uang (printing money) dan pembiayaan dengan utang (debt). Kedua metode ini akan menimbulkan dampak bagi perekonomian baik dampak positif maupun dampak negatif. Metode penambahan uang dalam ekonomi akan menimbulkan permasalahan meningkatnya tingkat harga barang dan jasa sehingga menyebabkan pada peningkatan inflasi. Pembiayaan defisit anggaran dengan cara penambahan uang beredar juga akan memiliki dampak kepada peningkatan permintaan uang oleh masyarakat. Hal ini disebabkan adanya penurunan


(62)

nilai uang dalam ekonomi. Dengan perkataan lain, masyarakat perlu menambah uang untuk pengeluarannya. Dengan demikian pembiayaan defisit anggaran oleh pemerintah dengan cara menambahkan uang dalam ekonomi dapat meningkatkan jumlah penerimaan pemerintah. Sumber peningkatan jumlah penerimaan pemerintah dari penambahan uang ini dapat dikatakan sebagai seigniorage (Jaka Sriyana, 2005). 4.3. Pembiayaan Defisit Anggaran

Sisi penerimaan :

(1) Meminjam dari perbankan dalam negeri. Dengan meminjam dari perbankan dalam negeri berarti terjadi penciptaan uang, sehingga uang yang beredar dalam masyarakat (money supply) meningkat. Dampak terhadap pertambahnya penawaran uang yang tidak diimbangi dengan jumlah barang yang diproduksi, akan mengakibatkan kenaikan harga-harga umum atau inflasi.

(2) Meminjam dari non perbankan dalam negeri atau masyarakat dengan cara menerbitkan obligasi. Di satu pihak penjualan obligasi pemerintah akan menyerap uang masyarakat dan menambah penerimaan negara. Penyerapan uang dari masyarakat berakibat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, yang akibatnya berdampak pada penurunan harga. Akan tetapi dengan penjualan obligasi kepada masyarakat dapat juga berakibat disamping menambah pemasukan negara, juga mengurangi tabungan masyarakat yang sebenarnya dapat dipergunakan untuk investasi masyarakat.


(63)

(3) Meminjam dari luar negeri. Karena alasan yang tersebut pada nomor (2), negara cenderung meminjam ke luar negeri. Dengan meminjam dari luar negeri itu, sebagian masyarakat ada yang mengkritik, karena pinjaman luar negeri berarti akan membebani anak cucu kita di kemudian hari. Tetapi sebagian masyarakat tidak setuju pendapat itu, karena dengan meminjam modal sekarang, dan digunakan untuk proyek-proyek yang produktif dan efisien seperti pembangunan sarana dan prasarana ekonomi, generasi penerus telah mempunyai pondasi yang kuat untuk membangun proyek-proyek lain yang telah tersedia pondasinya, yaitu berupa sarana dan prasarananya. Sedangkan pembayaran cicilannya dapat diambil dari perpajakan yang akan ditarik dari perusahaanperusahaan yang telah mantap hasil dari pinjaman sebelumnya.

(4) Meningkatkan penerimaan pajak. Dengan meningkatkan penerimaan pajak, baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung.

(5) Mencetak uang. Alternatif ini tidak populer karena pengalaman tahun-tahun sebelumnya, penambahan anggaran dari mencetak uang berarti akan menambah uang yang beredar di masyarakat dan itu akan berdampak pada inflasi. Apalagi apabila pengeluaran masyarakat dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak produktif atau tidak efisien. Pengeluaran yang tidak efisien ini dapat dilihat dari 4 aspek, yaitu pertama kegiatan yang saling bertentangan antara sektor negara dan swasta. Kedua kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan, ketiga kegiatan yang dilaksanakan dengan biaya yang lebih besar daripada manfaat yang akan diperoleh. Keempat pengeluaran yang bertentangan dengan tujuan makro ekonomi, misalnya


(64)

penciptaan kesempatan kerja, penciptaan devisa. Negara cenderung untuk memilih menutup defisit dengan cara meminjam ke luar negeri dibanding dengan menambah pajak, dengan alasan : (a). dengan meminjam ke luar negeri, penerimaan pajak bisa diprioritaskan untuk keperluan lain yang lebih produktif; (b). pemungutan pajak sangat memberatkan masyarakat yang pendapatannya sudah sangat rendah; (c). meminjam ke luar negeri dapat meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana yang mempunyai dampak tumbuhnya investasi swasta dan yang berakibat pada peningkatan penerimaan pajak.

Sisi pengeluaran :

(1). Mengurangi subsidi, yaitu bantuan yang diambil dari anggaran negara untuk pengeluaran yang sifatnya membantu konsumen untuk mengatasi tingginya harga yang tidak terjangkau oleh mereka agar tercipta kestabilan politik dan sosial lainnya, misalnya subsidi pupuk, subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi listrik, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya negara memberikan subsidi terhadap suatu barang, karena barang itu dianggap harganya terlalu tinggi dibanding dengan kemampuan daya beli masyarakat. Agar tidak terjadi gejolak di masyarakat, maka negara mengeluarkan dana untuk mensubsidi barang tersebut. Subsidi itu dilakukan dengan beberapa cara, misalnya : i). memberikan subsidi kepada konsumen dengan cara memberikan subsidi harga barangbarang yang dikonsumsi; ii). memberikan subsidi kepada produsen, yaitu memberikan subsidi pada bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Kalau pengeluaran subsidi itu dikurangi akan berakibat pada kenaikan harga barang yang diberi subsidi itu. (2). Penghematan pada


(1)

t hitung > t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima

jika Ho diterima, berarti Defisit Anggaran tidak berpengaruh terhadap terhadap Utang Luar Negeri. Jika Ho ditolak, berarti Defisit Anggaran berpengaruh positif terhadap Utang Luar Negeri .

3.2. Uji F-Statistik

Uji FStatistik merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui apakah variabel -variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi -variabel terikat secara signifikan. Pengujian hipotesis dilakukan pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05 dan derajat kebebasan df1 = k – 1 dan df2 = n – k, dimana n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel bebas yang digunakan.

Hipotesis yang dikemukakan adalah :

Hipotesis nol (Ho) : βi = 0 : tidak berpengaruh signifikan Hipotesis alternatif (Ha) : βi ≠ 0 : berpengaruh signifikan

Kriteria: Jika Fhitung > Ftabel maka semua variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat secara signifikan, maka Ho ditolak.

4. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi R2 digunakan untuk menyatakan tingkat keeratan hubungan antara variabel-variabel bebas dan variabel terikat. Koefisien determinasi R2 mencerminkan seberapa besar variasi dari regressand (Y) dapat diterangkan oleh regressor (X). bila R2 = 0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y, 100% dapat diterangkan oleh X.


(2)

63

dengan kata lain bila R2 = 1, maka semua titik-titik pengamatan berada pada garis regresi. Dengan demikian R2 nilainya antara nol dan satu (Nachrowi, 2002: 21-22).


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Pengeluaran pemerintah secara statistik berpengaruh positif terhadap utang luar negeri. Pengaruh yang positif ini dapat diartikan bahwa dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah maka akan menaikkan utang luar negeri pemerintah.

2. Pendapatan nasional secara statistik berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri pemerintah dengan koefisien tandanya negatif. Pengaruh yang negatif ini dapat diartikan bahwa dengan kenaikan pendapatan nasional maka akan menurunkan utang luar negeri pemerintah.

3. Defisit Anggaran secara statistik berpengaruh positif terhadap utang luar negeri pemerintah. Pengaruh yang positif ini dapat diartikan bahwa dengan meningkatnya defisit anggaran maka akan meningkatkan utang luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan defisit anggaran biasanya dilakukan dengan menggunakan utang baik utang dalam negeri atau utang luar negeri dan bersifat inflationary.


(4)

78

Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa pengaruh variabel defisit anggaran terhadap utang luar negeri lebih besar daripada pengaruh variabel-variabel lain yang digunakan dalam analisis ini. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan defisit anggaran perlu menjadi perhatian bagi pemerintah untuk mengendalikan jumlah utang baru, guna menutupi defisit anggaran tersebut.

B. Saran

Penanganan masalah utang luar negeri memang sudah seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah, agar tidak menimbulkan masalah dalam jangka panjang. Program Peningkatan Penerimaan Negara, utamanya diarahkan untuk memperluas basis pajak dengan menyederhanakan administrasi pajak, menghilangkan berbagai pengecualian pajak, mengoptimalkan kepemilikan pemerintah dalam BUMN termasuk melalui proses privatisasi. Dengan adanya peningkatan ini, akan menbuat ketahanan APBN meningkat dalam membiayai kegiatan perekonomian. Perlu adanya penataan dalam pengeluaran pemerintah, melalui: (a) penghapusan subsidi secara bertahap, terutama untargeted subsidy; (b) menekan biaya restrukturisasi perbankan melalui perpercepatan penuntasan proses restrukturisasi perbankan; (c) mengendalikan peningkatan anggaran untuk belanja pegawai; (d) membatasi pengeluaran pembangunan pada kegiatan yang produktif, penting dan mendesak. Dalam membiayai pembangunan di Indonesia, hendaknya pemerintah berupaya mencari cara lain selain daripada hanya memperbesar Utang Luar Negeri, misalnya dengan meningkatkan ekspor, meningkatkan investasi asing di dalam negeri, dan sebagainya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

ADB (1997), EmergingAsia, Asian Development Bank, Oxford: Oxford University Press.

Alun, Y. (1992), Analisis Ekonomi Utang Luar Negeri, Jakarta: LP3ES. Barro, R.J. (1974), “Are Government Bonds net Worth?”, Journal Of Political

Economi, No. 82, Vol. 6, pp. 1095-117.

Basri, Y, Z. dan Mulyadi subri, 2004, Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

BI, (2010), “Statistik Utang Luar Negeri Indonesia”, Jakarta : BI

Daryanto, Arief, 2001, “Utang Luar Negeri Indonesia : Masalah dan Alternatif Solusinya” Institude Pertanian Bogor, Indonesia.

Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, DEPKEU RI, (2010), “Buku Saku Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri dan Suran Berharga Negara), Jakarta: Depkeu RI.

Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, DEPKEU RI, (2010), “Strategi Pengelolaan Utang Negara 2010 -2014”, Jakarta: Depkeu RI.

Harapap, Mahindun, 2007, “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Utang Luar Negeri” Universitas Sumatera Utara, Indonesia.

Hermawan, Syaparudin Heri, 2005, “Utang Luar Negeri Pemerintah : Kajian Dari Sisi Permintaan Dan Pengaruhnya Terhadap PDRB Indonesia Periode 1980 – 2002” Surabaya, Indonesia.

Hutapea, Dugdang P, 2007, “ Analisis Faktor – Faktor Yang Mempegaruhi Volume Penyerapan Utang Luar Negeri Di Indonesia”. Institut Pertanian Bogor, Indonesia.


(6)

Marhaeni, A A I N 2006, “Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia : Kajian Terhadap Faktor – Faktor Yang Berpengaruh”. Universitas Udayana, Bali.

Ramadhan, Ghafi dan Robert A. Simanjuntak, 2007, “Dinamika Utang Pemerintah

Dan Kesinambungan Di Fiskal Indonesia Periode 1980 – 2005 : Suatu Uji Perbandingan Tiga Pendekatan” Universitas Indonesia, Indonesia. Sachs, Jefri D. (1981), “The Curret Account and Macroeconomic Adjustemnt in

the 1970s”, Brooking Papers on Economic Activity, 1.

Sachs, Jefri D. (1982), “ LDC Debt in the 1980s: Risk and Reform”, dalam Paul Wachtel (ed), Crisis in the Economic and Financial Structure, Lexington, Mass.

Samhadi, Sri Hartati (2006b), “ Bermimpi Indonesia Merdeka dari Utang”, Kompas, 20 Mei: 47.

Sihombing, Desmawati, 2010, “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri Terhdapa Pertumban Ekonomi Indonesia” Universitas Sumatera Utara, Indonesia. Sri Bhudi, I Made Kembar, 2006, “Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia :

Kajian Terhadap Faktor –Faktor Yang Berpengaruh”. Universitas Udayana, Bali

Sukirno, Sodono. 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Edisi Kedua. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukirno, Sodono. 1985, Ekonomi Pembangunan, LPFE – UI, Jakarta.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2012. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisia. Yogyakarta.

Widharma, I Wayan Gayun, 2006, “Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia : Kajian Terhadap Faktor –Faktor Yang Berpengaruh”. Universitas Udayana, Bali.

Yudiatmaja, Wahyu Eko, 2012, “Jebakan Utang Luar Negeri Bagi Beban Perekonomian Dan Pembangunan Indonesia” Universitas Andalas, Indonesia.