POLA RESISTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP ISOLAT BAKTERI AEROB PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI DI RUANG RAWAT INAP BAGIAN BEDAH DAN KEBIDANAN RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

POLA RESISTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP
ISOLAT BAKTERI AEROB PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI
DI RUANG RAWAT INAP BAGIAN BEDAH DAN KEBIDANAN
RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh
ANDY SAMUEL

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

ABSTRAK


POLA RESISTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP ISOLAT BAKTERI
AEROB PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI DI RUANG RAWAT
INAP BAGIAN BEDAH DAN KEBIDANAN RSUD DR. H. ABDUL
MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh

ANDY SAMUEL

Resistensi antibiotik terhadap bakteri sudah menjadi masalah di berbagai rumah
sakit di Indonesia dan dunia. Banyaknya penggunaan antibiotik dengan dosis
yang tidak adekuat dan pemakaian antibiotik dalam jangka waktu lama
memberikan andil besar pada peningkatan resistensi antibiotik. RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Bandar Lampung merupakan unit kesehatan yang dipilih dalam
penelitian ini. Pola bakteri beserta pola resistensi penting diketahui sebagai
pertimbangan dalam menggunakan antibiotik untuk penanganan infeksi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola resistensi antibiotik terhadap isolat
bakteri aerob yang diisolasi dari ruang Rawat Inap di bagian Bedah dan

Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental
laboratorik, dengan teknik difusi Kirby-Bauer untuk uji sensitivitas antibiotik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa isolat bakteri aerob penyebab infeksi
luka operasi di ruang Rawat Inap bagian Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung sensitif terhadap Ciprofloksasin, Amikasin, Gentamisin, dan
Eritromisin, kurang sensitif terhadap Ceftazidim, akan tetapi resisten terhadap
Penisilin G, Cefotaxim, dan Kloramfenikol. Dan pada bagian Kebidanan RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung sensitif terhadap Ciprofloksasin,
Amikasin, Gentamisin, dan kurang sensitif terhadap Ceftazidim, Cefotaxim, akan
tetapi resisten terhadap Penisilin G, Eritromisin, dan Kloramfenikol.

Kata kunci : Bakteri, Infeksi Luka Operasi, Resistensi antibiotik

DAFTAR ISI

Halaman


DAFTAR TABEL .................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ….ii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................1
1. 1. Latar Belakang ............................................................................................1
1. 2. Rumusan Masalah .......................................................................................4
1. 3. Tujuan Penelitian .........................................................................................5
1. 4. Manfaat Penelitian .......................................................................................5
1. 5. Kerangka Teoritis ........................................................................................6
1. 6. Kerangka Konsep....................................................................................... 8
1. 7. Hipotesis ......................................................................................................8
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................9
2. 1. Bakteri Aerob ..............................................................................................9
2. 1. 1. Definisi Bakteri Aerob........................................................................9
2. 2. Infeksi Luka Operasi (ILO) .........................................................................9
2. 2. 1. Definisi Infeksi ...................................................................................9
2. 2. 2. Klasifikasi Luka…….……………………………………………...10
2. 2. 3. Definisi Infeksi Luka Operasi (ILO) ................................................10
2. 2. 3. 1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi ...11
2. 2. 3. 2. Prinsip umum pemberian profilaksis pembedahan .................12
2. 3. Antibiotik...................................................................................................12

2. 3. 1. Klasifikasi dan Mekanisme Kerja Antibiotik ...................................12

2. 3. 2. Antibiotik yang digunakan di ruang Rawat Inap Bedah dan
Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung ..........15
2. 3. 3. Mekanisme Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik .........................17
2. 3. 4. Upaya dalam mengatasi resistensi bakteri .......................................19
III. METODE PENELITIAN .................................................................................21
3. 1. Desain Penelitian .......................................................................................21
3. 2. Waktu dan Tempat Penelitian....................................................................21
3. 3. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................22
3. 4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ....................................................................23
3. 5. Bahan dan Alat Penelitian .........................................................................23
3. 6. Definisi Operasional ..................................................................................24
3. 7. Prosedur Penelitian ....................................................................................25
3. 8. Alur Metode Penelitian ............................................................................28
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...............................................30
4. 1. Hasil Penelitian..........................................................................................30
4. 2. Pembahasan ...............................................................................................48
V. SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................54
5. 1. Simpulan ....................................................................................................54

5. 2. Saran ..........................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................57
LAMPIRAN ...........................................................................................................63

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.
Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya
disebabkan oleh penyakit infeksi. Salah satu proses pada penyakit infeksi yang
paling sering terjadi adalah produksi eksudat purulen atau pus yang dapat terjadi
pada luka operasi. Pembentukan pus biasanya merupakan bentuk reaksi akut
terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Salah satunya
adalah Staphylococcus aureus yang juga merupakan penyebab utama infeksi
nosokomial (Scheld & Mandell, 2004 ; Kumar et al., 2002 ; WHO, 2003 ;
Madigan, et al., 2003).

Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di
rumah sakit 3 x 24 jam atau infeksi yang terjadi pada lokasi yang sama tetapi

disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat
masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi berbeda.
Atau dapat juga didefinisikan sebagai infeksi yang muncul selama seseorang
tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama
seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat. Menurut WHO, salah satu

2

manifestasi infeksi nosokomial adalah infeksi luka operasi yang merupakan jenis
infeksi nosokomial yang kedua terbanyak setelah infeksi saluran kemih (Daryanti,
2008; Wahyudi, 2006).

Infeksi Nosokomial dapat dikendalikan dengan beberapa cara. Cara pengendalian
infeksi nosokomial adalah dengan meningkatkan Quality Control rumah sakit,
yaitu: (1) deteksi mikroba rumah sakit pada petugas/peralatan, (2) pemeriksaan
sterilitas setiap ruangan yang ada, (3) pemeriksaan potensi desinfektans/
antiseptik, (4) pemeriksaan kondisi internal, seperti air dan limbah rumah sakit,
(5) pembuatan pola kepekaan kuman terhadap antibiotika sebagai educated-guess
di rumah sakit, (6) pengawasan mekanisme dan alur pemakaian antibiotika.
Pengendalian terhadap infeksi nosokomial berlangsung secara terus menerus dan

diharapkan agar tidak sampai terputus (Wahyono, 2002).

Terputusnya pengendalian terhadap infeksi nosokomial dapat mengakibatkan
peningkatan resiko terhadap kesehatan pasien. Sekitar 70% dari seluruh infeksi
nosokomial dilaporkan terjadi pada pasien yang menjalani pembedahan di ruang
operasi. Infeksi nosokomial yang terjadi pada infeksi luka operasi dapat dicegah
salah satunya dengan pemberian antibiotik profilaksis. Yang dimaksud dengan
antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah antibiotik yang diberikan pada
penderita yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya ialah
untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site infection
(SSI) (Wahyono, 2002).

ILO dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu superficial meliputi kulit dan jaringan
subkutan, deep yang meliputi fasia dan otot, serta organ/ space yang meliputi

3

organ dan rongga tubuh. Faktor penderita yang mempermudah terjadinya ILO
ialah obesitas, diabetes, co-morbid, infeksi ditempat lain, mengalami pembedahan
kontaminasi, rawat inap pre-operatif yang panjang, menjalani operasi yang lama

(>2 jam), karier Staphylococcus aureus, dan pertahanan tubuh yang lemah.
Faktor ahli bedah yang mempermudah terjadinya ILO ialah karier Saphylococcos
aureus dan Streptococcus pyogenes, dan skill yang kurang terampil. Faktor
bakteri yang mempengaruhi terjadinya ILO ialah virulensi, jumlah bakteri, dan
port d’entry. Bakteri yang menyebabkan ILO umumnya adalah bakteri yang telah
resisten terhadap satu maupun beberapa antibiotik (Reksoprawiro, 2005).

Dua faktor utama yang membuat seseorang terinfeksi bakteri yang telah resisten
terhadap antibiotik di rumah sakit yaitu (1) Penggunaan antibiotika yang
berlebihan dan tidak rasional, yang dapat menyebabkan berkembangnya strain
resisten, (2) Transmisi bakteri yang telah resisten terhadap banyak antibiotik dari
satu pasien ke pasien lainnya maupun dari lingkungan rumah sakit itu sendiri
(Farr, 2004).

Hasil penelitian Maliku di ruang Rawat Inap bagian Bedah RSUD. Abdul
Moeloek pada tahun 2010, didapatkan bakteri aerob isolat luka operasi yang
terdiri dari Pseudomonas sp.(32,1%), Staphylococcus epidermidis(28,3%),
Klebsiella sp.(24,5%), Staphylococcus saprophyticus(7,5%), Proteus
vulgaris(5,7%), Escherichia coli(1,9%). Pseudomonas sp. resisten terhadap
Ceftazidim dan Gentamisin (23,5%), Cefotaksim (29,4%), dan Penisilin G yang

mencapai 100% dan pada Klebsiella sp. resisten terhadap Ceftazidim(30,8%),
Cefotaksim (38,5%), Gentamisin (61,5%), dan Penisilin G yang mencapai 100%.

4

Sedangkan hasil penelitian Andini di ruang Rawat Inap bagian Kebidanan RSUD.
Abdul Moeloek pada tahun 2010, didapatkan bakteri aerob isolat luka operasi
yang terdiri dari Pseudomonas sp.(26,5%), Escherichia coli(14,7%), Klebsiella
sp.(11,7%), Proteus sp.(5,9%), Staphylococcus aureus(5,9%), Staphylococcus
epidermidis(2,9%). Klebsiella sp. resisten terhadap Gentamisin (25%),
Ceftazidim(75%), Cefotaksim (75%), Ciprofloksasin(75%) dan Penisilin G yang
mencapai 100%.

Berdasarkan data yang diperoleh pada ruang Rawat Inap bagian Bedah dan
Kebidanan RSUD. Abdul Moeloek, penggunaan antibiotik pada pasien post
operasi sebagai profilaksis maupun pengobatan memiliki kecenderungan
peningkatan resistensi. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian
pola resistensi isolat bakteri aerob pada pasien luka post operasi di ruang Rawat
Inap bagian Bedah dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul
Moeloek (RSUDAM) Bandar Lampung.


1. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
yang hendak diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pola
resistensi antibiotik pada isolat bakteri aerob yang diisolasi dari pasien
infeksi luka operasi di ruang Rawat Inap bagian Bedah dan Kebidanan
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung”

5

1. 3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pola keragaman bakteri aerob penyebab infeksi luka operasi
(ILO) pada luka infeksi di ruang Rawat Inap bagian Bedah dan
Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
2. Mengetahui pola resistensi antibiotik terhadap isolat bakteri yang
diisolasi dari pasien dengan infeksi luka operasi di ruang Rawat Inap
bagian Bedah dan Kebidanan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung.


1. 4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan media latihan peneliti sebagai mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung agar memiliki pengalaman
penelitian langsung di bidang kedokteran dan juga dapat
mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam penelitian.
2. Bagi Fakultas
a. Realisasi tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsinya
sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, penelitian, dan
pengabdian pada masyarakat.
b. Turut berperan serta mewujudkan Visi Universitas Lampung sebagai
10 Universitas Terbaik pada tahun 2025.
3. Bagi Instansi Rumah Sakit

6

Memberikan informasi data mengenai pola resistensi antibiotik terhadap
isolat bakteri aerob pada infeksi luka operasi pada pasien di ruang Rawat
Inap bagian Bedah dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Abdul Moeloek Bandar Lampung.
4. Bagi peneliti lain, sebagai referensi pustaka untuk penelitian selanjutnya.

1. 5. Kerangka Teoritis

Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya resistensi bakteri di Rumah
Sakit yaitu (1) Faktor pasien, yaitu pasien yang menderita penyakit infeksi
serius dan juga pasien imunokompromais seperti keganasan, kegagalan
berbagai organ; (2) Faktor medis dan paramedis, yaiu penggunaan
antibiotik profilaksis dan kombinasi yang tidak didasarkan pada indikasi
yang jelas dan juga penggunaan alat-alat serta prosedur medik untuk
diagnosis dan terapi; (3) Faktor lingkungan, termasuk peningkatan paparan
bakteri resisten; (4) Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
yang tidak efektif (Billater, 2006)

Infeksi di rumah sakit didapat dari faktor endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen yakni infeksi yang berasal dari bagian tubuh yang lain dan
faktor eksogen yakni faktor infeksi yang berasal dari orang lain (misalnya
perawat dengan lesi infeksi di kulit), dan dari lingkungan sekitar pasien
(makanan, udara, debu, kateter, endoskopi, ventilator, tempat mencuci
tangan, tempat tidur) (Mims et al, 2004).

7

Infeksi luka operasi dapat juga terjadi salah satunya akibat komplikasi
operasi seksio sesarea yang dapat diakibatkan oleh kontaminasi operasi,
peralatan rumah sakit yang terkontaminasi, lamanya persalinan, dan
perawatan luka operasi yang tidak sesuai prosedur. Angka kejadian infeksi
luka operasi (ILO) rumah sakit idealnya antara 1,5% - 8%. Hal ini dapat
dicapai apabila pemberian antibiotik profilaksis, pemilihan antibiotika dan
perawatan luka operasi dilaksanakan secara tepat (Himatusujanah, 2008 ;
Prawirohardjo, 2007).

Pemilihan antibiotika secara rasional bergantung pada diagnosis klinik dan
tes kepekaan antibiotik. Prinsip pemilihan antibiotika yang benar meliputi
indikasi, pemilihan jenis antibiotika, cara kerja, dosis, lama pemberian dan
evaluasi efektifitas (Brooks et al., 2005).

8

1. 6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep disajikan pada gambar 1.
Luka Post Operasi
Faktor yang menyebabkan
perbedaan pola resistensi :
Endogen & Eksogen
Infeksi Luka Operasi
Isolasi bakteri patogen penyebab
Isolat dari infeksi luka operasi
Uji Kepekaan / Resistensi
Pola Resistensi

Resisten

Intermediate

Sensitif

Gambar 1: Kerangka Konsep

1. 7. Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori diatas dapat diajukan hipotesis bahwa :
1. Terdapat beberapa jenis bakteri aerob penyebab infeksi luka operasi di
ruang Rawat Inap bagian Bedah dan Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung
2. Isolat bakteri aerob pada infeksi luka operasi memiliki kecenderungan
peningkatan tingkat resistensi yang tinggi terhadap beberapa antibiotik
yang sering digunakan pada pasien ruang Rawat Inap bagian Bedah dan
Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Bakteri Aerob

2. 1. 1. Definisi Bakteri Aerob

Bakteri aerob adalah mikroorganisme yang melakukan metabolisme
dengan bantuan oksigen. Berdasarkan identifikasi bakteri dengan pewarnaan
Gram, maka didapatkan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri yang
termasuk dalam Gram positif yaitu genus Staphylococcus, Streptococcus, dan
lain-lain. Bakteri yang termasuk dalam Gram negatif yaitu famili
Pseudomonadaceae (genus Pseudomonas), Enterobacteriaceae (genus
Esherichia, Shigella, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Alcaligenes, dan lainlain). (Bonang, 2002 ; Brooks, 2005).

2. 2. Infeksi Luka Operasi (ILO)

2. 2. 1. Definisi Infeksi

Infeksi adalah adanya suatu mikroorganisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi dapat terjadi pada
kulit dan jaringan lunak, luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka
operasi (Wahyudi, 2006)

10

2. 2. 2. Klasifikasi Luka

Luka dapat diklasifikasikan antara lain:
A. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah pada operasi elektif,
prosedur tertutup, dan tidak ada peradangan akut. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%. Contohnya adalah hernia,
tumor payudara, tumor kulit, tulang.
B. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), yaitu luka
pada kasus darurat atau urgen yang tidak bersih. Dapat terjadi pada
operasi elektif. Kemungkinan terjadinya infeksi luka adalah 3% 11%. Contohnya adalah prostatektomi, apendektomi tanpa radang
berat, kolesistektomi elektif.
C. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), Ada peradangan
nonpurulen akut. Dapat terjadi pada luka terbuka akut, luka kronis
yang dijahit, dan kontaminasi dari saluran cerna. Kemungkinan
infeksi luka 10% - 17%. Contohnya adalah operasi kulit.
D. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), Ada purulen atau
abses. Contohnya adalah abses rongga tubuh (De Jong, 2004).

2. 2. 3. Definisi Infeksi Luka Operasi (ILO)

Infeksi Luka Operasi (ILO) adalah infeksi yang terjadi pada daerah pembedahan
setelah tindakan pembedahan. Infeksi pada luka operasi manifestasinya berupa :
adanya inflamasi, pus, discharge. Bakteri aerob merupakan bakteri patogen
penyebab dominan pada kasus infeksi nosokomial khususnya pada infeksi luka
operasi (Reksoprawiro, 2005 ; Soeparman, 2006)

11

2. 2. 3. 1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya Infeksi Luka Operasi

Secara umum, resiko terjadinya infeksi luka operasi dipengaruhi oleh
keterampilan tim operasi termasuk sifat dan lamanya operasi, penyakit pasien
(contohnya diabetes, obesitas) atau usia tua, serta waktu pemberian antibiotik
profilaksis yang kurang tepat (Burke JP. 2008 ; Braunwald E et al, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ILO ialah :
1) organisme penyebab infeksi (bakteri)
Bakteri endogen lebih berperan penting daripada bakteri eksogen. Bakteri
endogen yang paling banyak berasal dari traktus digestivus. Sumber dari
bakteri eksogen ialah tim operasi (ahli bedah, asisten, perawat, anestesis)
dan kamar operasi. Lama waktu rawat inap preoperatif juga dapat
memudahkan terjadinya ILO.
2) lingkungan terjadinya infeksi (respon lokal)
Teknik operasi yang bagus dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
ILO. Operasi yang berlangsung lama dan juga penggunaan kauter pada
pembedahan memudahkan terjadinya ILO
3) mekanisme pertahanan tubuh.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh
ialah penyakit bedah, penyakit penyerta, serta tindakan pembedahan.
Diabetes, usia tua, pemberian transfusi, penggunaan obat steroid atau
imunosupresan termasuk kemoterapi dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya ILO. Dalam kondisi seperti tersebut perlu pemberian antibiotik
profilaksis pada saat pembedahan (Reksoprawiro, 2005).

12

2. 2. 3. 2. Prinsip umum pemberian profilaksis pembedahan

Prinsip umum pemberian profilaksis pembedahan sebaiknya :
1) Antibiotik aktif melawan patogen penyebab luka bedah yang umum.
2) Efikasi antibiotik terbukti dalam percobaan-percobaan klinis.
3) Konsentrasi antibiotik harus lebih besar daripada kadar hambat minimum.
4) Pemberian sesingkat mungkin, paling efektif dan paling tidak toksik.
5) Antibiotik-antibiotik yang lebih baru yang berspektrum luas dicadangkan
untuk terapi infeksi yang resisten (Katzung, 2004)

2. 3. Antibiotika

2. 3. 1. Klasifikasi dan Mekanisme Kerja Antibiotika

Ada tiga cara mengklasifikasikan antibiotik, yaitu berdasarkan sifat
antibiotik (bakteriostatik atau bakterisid), berdasarkan target antibiotik pada
bakteri, dan berdasarkan struktur kimia antibiotik. Bakterisid adalah sifat
antibiotik yang dapat membunuh bakteri, bersifat menetap (irreversible),
sedangkan bakteriostatik adalah sifat antibiotik yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri, bersifat sementara (reversible). Konsentrasi hambat lebih
rendah daripada konsentrasi bakterisid (Mims et al, 2004 ; Setiabudi, 2005).

Kadar minimum yang diperlukan antibiotik untuk menghambat
pertumbuhan mikroba dan membunuhnya dikenal masing-masing sebagai kadar
hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM). Antibiotik seperti
golongan aminoglikosida dan makrolid dapat meningkat aktivitasnya dari

13

bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antibiotiknya ditingkatkan melebihi
KHM. Secara umum, obat-obat yang aktif pada dinding sel adalah bakterisid, dan
obat-obat yang menghambat sintesis protein adalah bakteriostatik (Setiabudi,
2005 ; Katzung, 2004).

Antibiotik yang bersifat bakteriostatik adalah kloramfenikol dan
eritromisin, sedangkan antibiotik yang bersifat bakterisid adalah penisilin,
sefalosporin, dan aminoglikosida (dosis besar). Antibiotik yang bersifat
bakteriostatik lebih berhasil dalam pengobatan karena menghambat peningkatan
jumlah bakteri dalam populasi, dan selanjutnya mekanisme pertahanan host yang
akan menangani infeksi bakteri. Tetapi, pada pasien dengan gangguan sistem
imun, sebaiknya antibiotik yang digunakan adalah bersifat bakterisid (Istiantoro
dkk, 2007).

Pembagian lain juga sering berdasarkan mekanisme atau target kerja antibiotik
tersebut pada bakteri yaitu :
a. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel.
b. Antibiotik yang merusak fungsi membran sel bakteri.
c. Antibiotik yang menghambat sintesis protein.
d. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (Katzung, 2004).

Terapi antimikroba yang didasarkan pada etiologi mikrobiologis disajikan pada
Tabel 1.

14

Tabel 1. Terapi antimikroba yang didasarkan pada etiologi mikrobiologis
Bakteri

Spesies

Gram
negatif
cocci
(aerobic)

Moraxella
catarrhalis

Trimethoprim - Sulfa
methoxazole, cephalosporin
(generasi kedua-ketiga)

Erithromycin, quinolone,
clarithromycin,
azithromycin

Neisseria
gonorrhoeae
Neisseria
meningitidis

Ceftriaxone, cefixime,
quinolone
Penicillin G

Spectinomycin,
cefoxitin
Chloramphenicol
Cephalosporin
(generasi ketiga)

Escherichia
coli

Cephalosporin
(generasi pertama / kedua),
Trimethoprim Sulfamethoxazole
Cephalosporin
(generasi pertama / kedua),
Trimethoprim Sulfamethoxazole
Cephalosporin
(generasi pertama / kedua),
Trimethoprim Sulfamethoxazole
Antipseudomonas
penicillin
+ Aminoglicoside

Quinolone,
Aminoglicoside

Gram
negatif
batang
(aerobic)

Klebsiella

Proteus

Pseudomonas
aeruginosa

Gram
Positif
cocci
(aerobic)

Obat-obat
lini pertama

Obat-obat alternative

Quinolone,
Aminoglicoside

Quinolone,
Aminoglicoside

Antipseudomonas
penicillin + quinolone;
ceftazidime, imipenem
atau meropenem,
aztreonam
+ Aminoglicoside

Streptococcus
aureus
- Betalactamase
negatif

Penicillin

- Betalactamase
positif

Penicillinase-resistant
penicillin (nafcilin,
oxacillin, methicillin)
Vancomycin

- Methicillinresistant
Streptococcus
Pneumonia

Penicillin

Streptococcus
Pyogenes
(group A)
Streptococcus
Agalactie
(group B)
Enterococcus

Penicillin, Clindamycin

Viridans
Streptococci

Penicillin

Penicillin + Aminoglicoside

Penicillin + Aminoglicoside

Cephalosporin
(generasi pertama),
vancomycin
Cephalosporin
(generasi pertama),
vancomycin
Trimethoprim Sulfamethoxazole
Minocycline
Ceftriaxone, cefotaxime,
Vancomycin, TMP-SMZ,
Erithromycin, Imipenem,
Meropenem
Erithromycin,
Cephalosporin
(generasi pertama)
Vancomycin

Vancomycin
+ Aminoglicoside
Cephalosporin,
Vancomycin
(Katzung, 2004)

15

2. 3. 2. Antibiotika yang digunakan di ruang Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung.

Dari hasil penelusuran rekam medik pada pasien post operasi di ruang Rawat Inap
bagian Bedah dan Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
periode Februari sampai Maret 2011 (Andini, 2010 ; Maliku, 2010), antibiotik
yang banyak digunakan antara lain :

1. Golongan B-Lactam (Penisilin G & Sefalosporin).
Penisilin G (benzilpenicillin) adalah terapi utama terhadap infeksi yang
disebabkan oleh sejumlah coccus Gram positif dan negatif, basil Gram
positif, dan spirokaeta (Mycek, 2001 ; Katzung, 2004)

Ceftazidim dan Cefotaxim adalah golongan sefalosporin generasi ketiga
yang aktif terhadap bakteri Gram negatif seperti Enterobacter dan
Providencia yang dapat mencapai susunan saraf pusat melintasi sawar
darah otak. Seperti halnya sefalosporin generasi kedua, sefalosporin
generasi ketiga juga dapat dihidrolisasi oleh beta-laktamase kromosomal
yang diproduksi oleh bakteri yang memproduksi cephalosporinase
(Mycek, 2001 ; Katzung, 2004).
Semua obat β-laktam merupakan penghambat selektif dari sintesis dinding
sel bakteri, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri saat bakteri
melakukan pembelahan. Mekanisme kerja antibiotik β-laktam dapat
diringkas sebagai berikut : (1) pengikatan obat pada Penicillin-binding
proteins, PBPs, (2) penghambatan sintesis dinding sel bakteri karena

16

reaksi transpeptidase dan sintesis peptidoglikan terganggu, (3) aktivasi
enzim proteolitik dinding sel (Istiantoro dkk, 2007)

2. Golongan Aminoglicoside (Gentamycin, Amikacin)
Obat-obat golongan aminoglikosida seperti gentamisin dan amikasin
efektif terhadap bakteri Gram negatif misalnya Pseudomonas aeruginosa,
Proteus, Enterobacter, dan Klebsiella. Kerja anti bakteri aminoglikosida
begitu memasuki sel akan mengikat protein ribosom subunit 30s yang
spesifik. Penggunaan kombinasi gentamisin dengan karbenisilin atau
tikarsilin (golongan β-laktam) dapat menyebabkan peningkatan sinergisme
dan aktivitas bakterisid (Mycek, 2001 ; Katzung, 2004).

3. Golongan Floroquinolon (Ciprofloksasin)
Ciprofloksasin adalah golongan florokuinolon yang paling poten.
Ciprofloksasin terutama berguna dalam mengobati infeksi-infeksi yang
disebabkan oleh enterobactericeae dan basil Gram negatif lainnya.
Ciprofloksasin merupakan alternatif terhadap obat-obatan yang lebih
toksik seperti aminoglikosida. Ciprofloksasin juga dapat bekerja sinergis
dengan β-laktam (Mycek, 2001)
4. Golongan Macrolide (Eritromisin)
Eritromisin efektif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kerja
antibiotik eritromisin dapat bersifat menghambat atau dapat bersifat
bakterisid untuk organisme-organisme yang rentan, khususnya pada
konsentrasi yang lebih tinggi. Hambatan sintesis protein terjadi melalui
ikatan ke RNA ribosom 50S (Katzung, 2004; Jawetz et al, 2005).

17

5. Kloramfenikol
Kloramfenikol berikatan dengan subunit 50S ribosom. Kloramfenikol
menghambat ikatan asam amino baru pada rantai peptida yang
memanjang, karena kloramfenikol menghambat enzim peptidil transferase
(Jawetz et al, 2005).

2. 3. 3. Mekanisme Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik

Mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat bersifat intrinsik atau
didapat. Resistensi intrinsik disebabkan bakteri tidak memiliki atau dapat juga
mengubah struktur yang menjadi sasaran kerja antibiotik yaitu sintesis dinding sel
bakteri, sintesis protein bakteri dan replikasi DNA bakteri. Sebagian besar
resistensi yang bersifat dapatan terjadi akibat perubahan genetis kuman
(Chambers, 2006 ; Tilton et al, 2002 ; Jawetz et al, 2005).

Terdapat dua mekanisme resistensi yang didapat, yaitu karena adanya mutasi pada
kromosom DNA bakteri, atau terdapat materi genetik baru yang spesifik yang
dapat menghambat mekanisme kerja antibiotik. Contoh resistensi yang didapat
ialah Pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap ceftazidim dan
ciprofloxacin, juga Escherichia coli yang resisten terhadap ampicillin. Resistensi
antibiotik yang didapat dapat bersifat relatif atau mutlak (Petri, 2006).

Gen untuk mekanisme resistensi terletak pada kromosom atau pada DNA
ekstrakromosomal yang disebut plasmid. DNA kromosomal bersifat relatif stabil
sedangkan DNA plasmid dapat ditransfer dengan mudah dari satu strain ke strain

18

lainnya, dari satu spesies ke spesies lainnya, atau bahkan dari satu genus ke genus
lainnya. Mekanisme pemindahan bahan genetik terjadi secara konjugasi (Jawetz
et al, 2005 ; Chambers, 2006).

Pseudo-resistance: pada uji kepekaan didapatkan hasil resisten tetapi di dalam
tubuh (in vivo) masih efektif. Resistensi silang (cross-resistance): contoh
Extended-spectrum B-Lactamase yang diproduksi bakteri yang resisten terhadap
ceftazidime menyebabkan resistensi untuk seluruh cephalosporin generasi ke-3
(Petri, 2006).

2. 3. 3. 1. Penetrasi terhadap membran sel
Proses pertama dari aktivitas antibiotik adalah dengan melewati membran sel
melalui protein yang disebut kanal porin yang dapat diubah bentuknya oleh
beberapa bakteri seperti Pseudomonas sp (Billater, 2006).

2. 3. 3. 2. Efflux Pump
Langkah kedua bakteri untuk menghadapi aktivitas antibiotik adalah dengan
eliminasi antibiotik dari sitoplasma menggunakan active efflux pump (Billater,
2006)

2. 3. 3. 3. Enzim
Ketika berada di dalam membran sel, antibiotik dapat dihambat dengan aktivasi
enzim dan menjadikannya inefektif (Billater, 2006)
3. 1. Resistensi terhadap antibiotik golongan β-laktam.
Resistensi terhadap antibiotik golongan β-laktam (terutama pada bakteri
Gram-negatif) dapat terjadi karena diproduksinya enzim β-laktamase,

19

sehingga antibiotik tersebut menjadi inaktif. Ada satu kelompok βlaktamase yang secara tidak sengaja ditemukan pada Klebsiella pneumoniae
dan Escherichia coli yaitu extended spectrum beta lactamases (ESBLs)
karena memberikan kemampuan pada bakteri untuk menghidrolisis cincin
β-laktam pada aztreonam, ceftazidim, dan cefotaxim (Petri, 2006; Jawetz et
al, 2005 ; Istiantoro dkk, 2007).
3. 2. Resistensi terhadap golongan aminoglikosida.
Berbeda dengan β-laktamase yang bekerja dengan memecah ikatan C-N
pada antibiotik maka aminoglycosida-modifying enzyme menginaktifkan
antibiotik dengan menambah group fosforil, adenil atau asetil pada
antibiotik (Hadi U, 2006).
3. 3. Resistensi terhadap makrolid dan linkomisin.
Mekanisme kerja antibiotik ini adalah dengan mengikat ribosom bakteri.
Oleh karena adanya perubahan pada ribosom yang disebabkan oleh enzyme
rRNA methylase, maka tidak terjadi ikatan antibiotik dengan ribosom
bakteri (Chambers, 2006; Petri, 2006).

2. 3. 4. Upaya dalam mengatasi resistensi bakteri

Untuk mengatasi resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotik lebih lanjut, saat
ini Center for Disease Control and Prevention, World Health Organization
(WHO), telah melakukan berbagai upaya dan tindakan. Salah satunya adalah
melakukan pengawasan/monitoring terhadap penggunaan antibiotik (WHO, 2003)

20

Prinsip pemilihan antibiotik yang baik adalah :
1. Pewarnaan Gram, kultur, dan tes sensitivitas dilakukan sebelum memulai
terapi antibiotik.
2. Terapi empirik harus berdasarkan data epidemiologi setempat.
3. Terapi definitif didasarkan pada hasil kultur dan uji sensitivitas.
4. Pemilihan agen, dosis, cara pemberian dan durasi terapi antibiotik yang
tepat.
5. Terapi antibiotik yang dipilih harus yang paling efektif, spesifik, paling tidak
toksik, dan paling tidak mahal. Lebih disukai antibiotik spektrum sempit.
6. Kombinasi antibiotik sesuai indikasi (WHO, 2003)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3. 1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan
metode difusi Kirby-Bauer (Triatmodjo, 2008). Hasil penelitian diperoleh
dengan mengukur besarnya diameter zona hambat antibiotik dari
pertumbuhan bakteri uji pada media agar Muller Hinton. Sampel yang
diperiksa berasal dari 60 pasien yang dibagi dua menjadi 30 pasien di ruang
Rawat Inap bagian Bedah dan 30 pasien di ruang Rawat Inap bagian
Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

3. 2. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada pasien 72 jam pasca operasi di ruang
Rawat Inap bagian Bedah dan Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung pada bulan Oktober - Desember 2011.
Penelitian uji kepekaan antibiotik terhadap isolat bakteri aerob dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung pada
bulan Oktober 2011 - Januari 2012.

22

3. 3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang telah mendapat tindakan
operasi dan masih mendapat perawatan di ruang Rawat Inap bagian Bedah
dan Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Sampel penelitian ini adalah sebagian dari pasien yang telah mendapatkan
tindakan operasi dan masih mendapatkan perawatan pasca operasi di ruang
Rawat Inap bagian Bedah dan Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung.

Sampel penelitian didapat dengan menggunakan perhitungan :

Keterangan :

n

[

= jumlah sampel

]

Zα = Derivat baku normal berdasarkan tabel untuk taraf
kepercayaan tertentu (95-98%)
S

= Simpang baku rerata (standar deviasi) dalam populasi
(5-6)

d

= Tingkat ketepatan absolut

(Sastroasmoro, 2005).

Sehingga jumlah sampel yang di butuhkan
[

n = 58.10 dibulatkan menjadi 60 sampel

]

Jadi berdasarkan rumus diatas, jumlah sampel yang cukup representatif
lebih kurang 60 orang.

23

3. 4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi
Pasien yang telah mendapat tindakan pembedahan dan dirawat 72 jam
atau lebih dan memiliki tanda-tanda infeksi pada luka.

2. Kriteria Eksklusi
Pasien yang telah mendapat tindakan pembedahan dan dirawat kurang
dari 72 jam tanpa adanya tanda infeksi pada luka berupa abses / pus.

3. 5. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan
a). Isolat bakteri aerob didapatkan dari pasien infeksi luka operasi di ruang
Rawat Inap bagian Bedah dan Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung.
b). Disk / Cakram Antibiotika
Penicillin G, Ciprofloxacin, Cefotaxime, Ceftazidime, Amikacin,
Gentamycin, Erythromycin, Chloramphenicol,
c). Media agar Muller Hinton, untuk menguji pola resistensi antibiotik
pada isolat bakteri, Larutan Standar Mc Farland, Nutrient Broth,
Aquades.
2. Alat
Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah inkubator, autoklaf, labu
erlenmeyer, pinset, pipet hisap, cawan petri, kapas, bunsen burner, hockey

24

stick, gelas ukur, gelas beker, ose, mikropipet, rak dan tabung reaksi,
spiritus, dan penggaris.

3. 6. Definisi Operasional

Tabel 2 . Definisi Operasional

Variabel

Definisi

Alat Ukur

Hasil

Skala

Ukur
1. Jenis Bakteri
(Variabel
Independen)

Bakteri aerob yang dapat
ditemukan pada luka post
operasi yang terinfeksi saat
dirawat 72 jam atau lebih di
rumah sakit

2. Antibiotik
(Variabel
Dependen)

Zat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan
menghambat atau membunuh
mikroorganisme lain.

Daya Hambat

- Resisten (R)

- Intermediet (I)

- Sensitif (S)

Kemampuan antibiotika untuk
menghambat
pertumbuhan kuman secara
maksimal.
Keadaan dimana bakteri telah
menjadi kebal terhadap obat,
dimana obat tidak bekerja lagi
terhadap kuman-kuman tertentu,
yang memiliki daya tahan lebih
kuat.
Keadaan dimana obat hanya
dapat menghambat
bakteri, tetapi tidak dapat
membunuhnya
Keadaan dimana obat dapat
membunuh bakteri.

Media Kultur
Pewarnaan
Gram
Uji biokimia

Persentase
bakteri
Gram
positif dan
negatif
yang
teridentifi
kasi

Penggaris

Persentase

nominal

25

Standard Penilaian Diameter Zona Hambat Antibiotik

Penilaian Diameter Zona Hambat Antibiotik menurut Clinical and Laboratory
Standards Institute (CLSI) akan disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Penilaian Diameter Zona Hambat Antibiotik
Antibiotik

Potency Cakram

Diameter Zona Hambat (mm)

Antibiotik

Resisten

Intermediat

Sensitif

Penicillin G

10µg

20 / kurang

21-28

29 / lebih

Ciprofloxacin (CIP)

5µg

15 / kurang

16-20

21 / lebih

Ceftazidim (CAZ)

30µg

14 / kurang

15-17

18 / lebih

Cefotaxim (CTX)

30µg

14 / kurang

15-22

23 / lebih

Erythromycin

15µg

13 / kurang

14-17

18 / lebih

Gentamisin (CN)

10µg

12 / kurang

13-14

15 / lebih

Amikacin

30µg

14 / kurang

15-16

17 / lebih

Chloramphenicol

30µg

14 / kurang

15-22

23 / lebih

Sumber : Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI, 2006).

3. 7. Prosedur Penelitian

1. Identifikasi Mikroorganisme Penyebab ILO
Dalam mengidentifikasi mikroorganisme penyebab ILO (Infeksi Luka
Operasi) digunakan nutrient agar miring sebagai media perbenihan yang
merupakan medium diperkaya untuk menumbuhkan semua jenis bakteri
Gram negatif dan positif aerob. Setelah diketahui sifatnya terhadap

26

pengecatan Gram maka untuk pembiakan Gram positif menggunakan
media selektif lempeng agar darah dan Gram negatif menggunakan
lempeng agar Mac Conkey. Setelah ditemukan koloni tertentu dari media
selektif maka untuk Gram positif dari lempeng agar darah, dapat dilakukan
tes katalase dan ditanam pada DNAse agar jika hasil tes katalase positif.
Sedangkan untuk Gram negatif koloni terduga bakteri dari Mac Conkey
agar dapat dilakukan uji biokimia dengan menanamnya pada TSIA (Triple
Sugar Iron Agar), Simmon’s citrate Agar, dan Media SIM (Sulfur Indole
Motility) (Steven et al., 2004).

2. Sterilisasi Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian dibersihkan dan dikeringkan
terlebih dahulu kemudian dibungkus dengan kertas pembungkus. Lalu
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210 C selama 30 menit (Andini,
2010).

3. Pembuatan Larutan Mc Farland
Mencampurkan 0,5 ml 1,175% BaCl2 2 H2O dengan 99,5 ml larutan
H2SO4 1% sehingga volume akhir menjadi 100ml, kocok sampai homogen
(Maliku, 2010).

4. Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri yang telah diisolasi dari media nutrien agar, dimurnikan dan
ditentukan spesiesnya. Ditanam pada media BHI. Lalu dilakukan
Inkubasi 370C selama 4-6 jam atau kekeruhannya sama dengan standar
kekeruhan (Mac Farland 0,5) (Vandepitte et al, 2010).

27

5. Pengukuran Sensitivitas Antibiotika : metode difusi Kirby-Bauer
a). Suspensi bakteri yang telah disesuaikan dengan standar kekeruhan
MacFarland 0,5 diambil 100 µl dengan mikropipet dan dipulaskan ke
dalam seluruh permukaan media agar Muller Hinton secara merata
dengan hockey stick L dan didiamkan selama 5 menit agar bakteri
meresap ke dalam media.
b). Disk / Cakram yang terdiri dari 8 jenis antibiotik diletakkan pada
media petri yang bergaris tengah 150mm yang berisi media agar
Muller Hinton yang sudah diolesi bakteri isolat luka post operasi
dengan menggunakan pinset. Jarak antara disc yang satu dengan disc
yang lain ± 3cm dan 2cm dari pinggir sehingga didapatkan kontak
yang baik antara disc obat dengan bakteri, kemudian diinkubasi 370 C
dalam inkubator selama 24 jam. Dianjurkan pemakaian 9 cakram
dalam tiap lempeng (Bonang dkk, 2002)
c). Setelah diinkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam, dilakukan
pengukuran diameter daerah hambatan yang meliputi daerah bening di
sekitar disc antibiotika menggunakan jangka atau penggaris dengan
memakai satuan mm lalu dibandingkan dengan diameter zona hambat
berdasarkan Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI, 2006).
d). Percobaan yang sama diulangi untuk bakteri dari isolat bakteri luka
post operasi yang lain.

Alur metode penelitian mengenai tahap isolasi dan identifikasi bakteri aerob
disajikan pada gambar 2.

28

3. 8. Alur Metode Penelitian : Isolasi & Identifikasi Bakteri Aerob
Luka 72 Jam Post Operasi yang terdapat pus
Ambil swab luka
Masukkan ke Tabung Cottonbud steril
Hasil Swab Luka Dalam Tabung Steril
Tanam Pada Nutrient Agar Miring
Inkubasi pada suhu 370 C, 24 jam
Kultur Positif Pada
Nutrient Agar Miring
Lakukan Pewarnaan Gram

Bakteri Gram Positif

Bakteri Gram Negatif

Tanam Pada LAD ;
Inkubasi 370 C, 24 jam

Tanam Pada Agar Mc konkey ;
Inkubasi 370 C, 24 jam

Pertumbuhan Koloni (+)
Inkubasi 37o C,
24 jam (LAD)
- Tes Katalase
- Tes DNAse
Inkubasi 37o C, 24
jam (Nutrient Agar)
- Tes Katalase
- Uji gula-gula
- Uji SIM
- Cat spora
- Cat Granula

Gram + Kokus

Gram + Basil

Pertumbuhan koloni (+)

Gram + Kokus

Inkubasi 37o C, 24 jam
(Nutrient Agar)
- Uji gula-gula

Gram - Basil

Inkubasi 37o C, 24 jam
(Lempeng agar Mac
Conkey/Endo/SS)
- Uji KIA
- Uji SIM
- Uji Sitrat
- Uji Gula-gula

Gambar 2. Alur Metode Penelitian: Isolasi & identifikasi bakteri (Bonang dkk,
2002)

29

Alur metode penelitian mengenai tahap uji kepekaan antibiotik terhadap isolat
bakteri aerob disajikan pada gambar 3.

Alur Metode Penelitian : Uji Kepekaan Antibiotik terhadap Isolat Bakteri
Aerob

Koloni bakteri Gram + & Gram – umur 18-24 jam
Buat suspensi ke dalam air garam (NaCl)
fisiologis (standard McFarland 0,5)
Inokulasi bakteri Gram + & - ke dalam
Agar Muller Hinton (100µl)
Agar Muller Hinton berisi
bakteri Gram + & Gram Letakkan cakram antibiotik 8 cakram per
plat agar (jarak 3cm & 2cm dari pinggir)
Inkubasi 35-37 C selama 18-24 jam
Ukur zona hambat dengan jangka sorong
Analisis RIS (Resisten, Intermediat,
Sensitif)
Pola Resistensi Antibiotik

Gambar 3. Alur Metode Penelitian : Uji Kepekaan Antibiotik terhadap Isolat
Bakteri Aerob

(Bonang dkk, 2002)

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Simpulan

5. 1. 1. Umum

a. Isolat bakteri aerob pada luka post operasi di ruang Rawat Inap bagian
Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung resisten terhadap
Penisilin G, Cefotaxim, dan Kloramfenikol tetapi sensitif terhadap
Ciprofloksasin, Amikasin, Gentamisin, dan Eritromisin. Dan kurang
sensitif terhadap Ceftazidim. Juga pada kurun waktu 2010-2011 dan
2011-2012 terjadi peningkatan rata-rata resistensi pada Ceftazidim, dan
Cefotaxim. Juga terjadi penurunan rata-rata resistensi pada
Ciprofloksasin, Gentamisin, dan Eritromisin. Dan tidak terjadi perubahan
angka resistensi pada Penisilin G dan Amikasin.

b. Isolat bakteri aerob pada luka post operasi di ruang Rawat Inap bagian
Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung resisten
terhadap Penisilin G, Eritromisin, dan Kloramfenikol tetapi sensitif
terhadap Ciprofloksasin, Amikasin, Gentamisin. Dan kurang sensitif
terhadap Ceftazidim dan Cefotaxim.

55

5. 1. 2. Khusus

a. Hasil identifikasi isolat bakteri aerob penyebab infeksi luka operasi di
ruang Rawat Inap bagian Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung sesuai urutan sebagai berikut Pseudomonas sp. 29,27%,
Staphylococcus epidermidis 21,95%, Klebsiella sp. 14,62%, Escherichia
coli 7,32%, Proteus mirabilis 7,32%, Staphylococcus saprophyticus
4,88%, Staphylococcus aureus 4,88%, Enterobacter sp. 4,88%, Proteus
vulgaris 2,44%, dan Alcaligenes sp.2,44%.

b. Hasil identifikasi isolat bakteri aerob penyebab infeksi luka operasi di
ruang Rawat Inap bagian Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung sesuai urutan sebagai berikut Pseudomonas sp. 25%,
Escherichia coli 19,44%, Klebsiella sp. 16,67%, Staphylococcus
epidermidis 13,89%, Staphylococcus aureus 8,32%, Enterobacter sp.
5,56%, Staphylococcus saprophyticus 2,78%, Proteus mirabilis 2,78%,
Alcaligenes sp.2,78%, dan Providencia 2,78%.

c. Pola resistensi isolat bakteri aerob penyebab infeksi luka operasi di ruang
Rawat Inap bagian Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
sesuai urutan sebagai berikut Penisilin G 92,8%, Cefotaxim 61%,
Gentamisin 46,3%, Kloramfenikol 46,3%, Ceftazidim 43,9%,
Ciprofloksasin 43,9%, Eritromisin 43,9%, dan Amikasin 24,4%.

d. Pola resistensi isolat bakteri aerob pada luka post operasi di ruang Rawat
Inap bagian Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

56

sesuai urutan sebagai berikut Penisilin G 97,2%, Eritromisin 66,6%,
Kloramfenikol 55,6%, Cefotaxim 38,9%, Gentamisin 38,9%,
Ciprofloksasin 36,1%, Ceftazidim 25%, dan Amikasin 19,4%.

5. 2. Saran

1. Pada pihak rumah sakit,
a) Perlu dilakukan isolasi bakteri patogen penyebab, kultur, uji
sensitivitas antibiotik, dan juga laporan pola resistensi berbagai jenis
antibiotik yang harus diperbaharui secara berkala
b) Perlu standarisasi / SOP penggunaan antibiotik di rumah sakit.

2. Pada peneliti selanjutnya,
a) Perlu dilakukan pengulangan penelitian ini dengan menambah jenis
antibiotik yang lain.
b) Perlu dilakukan penelitian pada ruang rawat inap yang berbeda.
c) Perlu ditambahkan perlakuan seperti mencari konsentrasi hambat
minimum.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito AW, Tumbelaka AR. 2006. Penggunaan antibiotik khususnya
pada infeksi bakteri Gram negatif di ICU Anak RSAB Harapan Kita.
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 2, September 2006 : 127-134. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Andini, Sari. 2010. Pola Resistensi Isolat Bakteri Pada Luka Post Operasi
Seksio Sesarea di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Bandar Lampung (Skripsi). Universitas Lampung.
66 hlm.

Billater M. 2006. Bacterial Resistance. Pharmacotherapy Self-Assessment
Program; 4:169-189. Diakses pada tanggal 11 Februari 2012.
http://www.accp.com/p4b4m2samples.pdf

Bonang, Gerard dan Koeswardono, Enggar S dkk. 2002. Mikrobiologi
Kedokteran untuk Laboratorium dan Klinik. Jakarta : Gramedia.

Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Jameson J.L, Karper DL., Longo
D,L., et al (editor). 2008. Harrison’s Priciples of Internal Medicine.
Ed. 17. USA : McGrawHill.

Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, Stephen A, et al. 2005. Jawetz,
Melnicks & Adelberg’s Mikrobiologi Kedokteran. Edisi I. Jakarta :
Salemba Medika.

Burke JP. 2008. Infection control new problem for patient safety. New
English Journal Medicine.

Chambers, Henry F. 2006. Beta-Laktam Antibiotics & Other Inhibitors of
Cell Wall Synthesis. In : Katzung, Bertram G, et al. Basic and

Clinical Pharmacology. 10th ed. New York : McGraw Hills; p754773.

Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). 2006. Performance
Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing; Sixteenth
Informational Supplement. M100-S16 Vol. 26 No. 3 Januari.

De Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor R. Sjamsuhidajat.
Jakarta : EGC.

Deurink DO, Lestari ES, Hadi U, et al. 2007. Determinantys carriage of
resistant Echerichia coli in the Indonesian population inside and
outside hospitals. Journal of Antimicrobial Chemotheraphy. Vol. 66.
p. 377-384.

Daryanti, Heni Kris. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan
Perawat Dalam Penerapan Protap Perawatan Luka Post Operasi di
Ruang Cendana RSUD Dr. Moewardi Surakarta. (Skripsi). Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Dorland, WA. 2002. Kamus Kedokteran. Ed. 29. Jakarta : EGC.,
Antibiotik, p.120.

Farr B. M., 2004, Prevention and control of hospital acquired infections,
In : Goldman L., Ausiello D., editors, Cecil Textbook of Medicine,
22nd ed, Vol. 2, W. B. Saunders Company, 1744-1748, Pennsylvania.

Fraser VJ, Kollef MH. Antibiotic resistance in the intensive care unit. Ann
Intern Med. 2001:134:298-314.

Hadi U. 2006. Resistensi Antibiotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
IV Jilid III. Jakarta, 2006: 1725-1728.

Harbarth SJ, Pittlet D. The intensive care unit: part a. HAI epidemiology,
risk factors, surveillance, engineering and administrative infection
control practices, and impact. In: Jarvir WR (editor). Bennet and
brachman’s hospital infection 5th ed. Philadelphia: Lippincot
Williams and Wilkins. 2007. p. 375-393

Harniza, Y. 2009. Pola Resistensi Bakteri yang Diisolasi dari Bangsal
Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo
pada tahun 2003-2006 (Skripsi). Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Himatusujanah. 2008. Hubungan Tingkat Kepatuhan Pelaksanaan Protab
Perawatan Luka dengan Kejadian Infeksi Luka Post Operasi Sectio
Cesarea (SC) di Ruang Mawari Rumah Sakit DR. Moewardi
Surakarta (Skripsi). Solo : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Istiantoro, Yati H dan Gan, Vincent HS. 2007. Penisilin, Sefalosporin dan
Antibiotik Betalaktam lainnya. Dalam: Ganiswarna, Sulistia G,
editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; hal. 664693.

Jawetz E., J. Melnick, E. Adelberg, editors et al, 2005, Medical
Microbiology, 21th ed., Connecticut : Appleton & Lange.

Karlowsky JA, Draghi DC, Jones ME, Thornsberry C, Friedland IR, Sahm
DF et al. 2003. Surveillance for Antimicrobial Susceptibility among
Clinical Isolats of Pseudomonas aeruginosa and Acinetobacter
baumannii from Hospitalized Patients in the United States, 1998 to
2001. P. 1681-1688.

Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 4. Alih
bahasa : Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya. Jakarta : EGC. hal. 709-719.

Kollef MH. Time to get serious about infection prevention in the ICU.
Chest 2006:130;1293-1296
Kumar V., R. Cotran, S. Robbins, editors et al, 2002, Basic Pathology, 6th
ed., W. B. Saunders Company, Pennsylvania.

Madigan M. T., J. Martinko, J. Parker, et al. 2003, Brock Biology of
Microorganisms, 10th ed., Pearson Education, Inc., New York.

Maliku, Palupi. 2010. Pola Resistensi Isolat Bakteri Pada Luka Post
Operasi di Bagian Rawat Inap Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung (Skripsi). Universitas Lampung. 66 hlm.
Mims C, Playfair J, Roitt I, et al. 2004. Medical microbiology. 3rded.
London: Mosby International; p. 474-511.

Mycek, 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : Widya Medika.
Hal. 304, 307-309, 318, 328-329.

Ohl C. A., M. Pollack, 2001. Infections due to Pseudomonas species and
related organisms. In : Braunwald E, A. Fauci, D. Kasper, S. Hauser,

Dokumen yang terkait

POLA BAKTERI AEROB PENYEBAB INFEKSI LUKA POST OPERASI DI RUANG RAWAT INAP BEDAH DAN KEBIDANAN RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

3 55 55

PREVALENSI INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN PENGGUNA KATETER YANG DIRAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

6 38 70

POLA RESISTENSI ANTIBIOTIK DAN PROFIL PLASMID ISOLAT Pseudomonas aeruginosa DI RSUD ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

2 8 64

Hubungan antara Stres dengan Beban Mahasiswa Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

15 97 52

MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI DAN KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIK DI RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016

0 26 86

POLA MIKROORGANISME PENYEBAB VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIK DI RSUD DR. H ABDOEL MOELOEK BANDARLAMPUNG

1 22 72

HUBUNGAN SHIFT KERJA DAN KELELAHAN KERJA DENGAN STRES KERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

10 97 70

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) DI RUMAH SAKIT X Pola Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik pada Penderita Infeksi Luka Operasi (ILO) Di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode Agustus 2013-Agus

0 3 17

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) DI RSUP Pola Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik pada Penderita Infeksi Luka Operasi (ILO) Di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode Agustus 2013-Agustus 2015.

0 2 14

Kata kunci : Bakteri aerob, Resistensi, Antibiotik, Infeksi Luka Operasi. PENDAHULUAN - University of Lampung | LPPM-UNILA Institutional Repository (LPPM-UNILA-IR)

0 0 15