HUBUNGAN SHIFT KERJA DAN KELELAHAN KERJA DENGAN STRES KERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

ASSOCIATION IN WORK SHIFT AND WORK FATIGUE WITH WORK STRESS AMONG NURSES IN INPATIENT WORD AT

DR. H. ABDUL MOELOEK HOSPITAL BANDAR LAMPUNG

By

FADIAH ERYUDA

Background: Work stress can be experienced in many professions, one of them is nurses profession who work in inpatient word at. Work stress can be caused by several factors, among others, work shift and work fatigue. The purpose of this research is to find out the association of work shift and work fatigue among nurses in inpatient word at Dr. H. Abdul Moeloek hospital Bandar Lampung

Methods: This research was conducted in Dr. H. Abdul Moeloek hospital Bandar Lampung and using cross sectional method with 136 respondents taken by purposive sampling technique. Data were collected using a questionnaire which is then carried out test analysis using Chi-Square with 0,05 confidence level

Results: In this research, the result showed that nurses with work stress as much as 77,70% on work night shift, on morning work shift as much as 19.90%, and there were not nurses experiencing work stress on the afternoon shift. The analysis result of the association between work shift and work stres was p=0,001 it showed that there was a significant relationship, and the analysis result of the association between work fatigue and work stres was p=0,001 and it showed that there was a significant relationship as well Conclusion: There was an association in work shift and work fatigue with work stress among nurses in inpatient word at Dr. H. Abdul Moeloek hospital Bandar Lampung. This suggested to do the research about work fatigue by using reaction time to get an objective result


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN SHIFT KERJA DAN KELELAHAN KERJA DENGAN STRES KERJA PERAWAT

DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh

FADIAH ERYUDA

Latar Belakang: Stres kerja bisa dialami oleh berbagai profesi pekerjaan, salah satunya adalah perawat terutama yang bekerja di Instalasi Rawat Inap. Stres kerja bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah shift kerja dan kelelahan kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung menggunakan pendekatan cross sectional dengan total responden 136 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang kemudian dilakukan uji analisis menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 0,05

Hasil Penelitian: Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa perawat yang mengalami stres kerja sebanyak 77,70% pada shift kerja malam, pada shift kerja pagi sebanyak 19,10%, dan tidak ada perawat yang mengalami stres kerja pada shift kerja sore. Hasil analisis dari hubungan shift kerja dengan stres kerja didapatkan nilai p=0,001 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna, dan hasil analisis hubungan kelelahan kerja dengan stres kerja didapatkan nilai p=0,001 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna pula

Kesimpulan: Terdapat hubungan shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian mengenai kelelahan kerja dengan menggunakan waktu reaksi sehingga mendapatkan gambaran yang objektif


(3)

HUBUNGAN SHIFT KERJA DAN KELELAHAN KERJA DENGAN STRES KERJA PERAWAT

DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

FADIAH ERYUDA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017


(4)

HUBUNGAN SHIFT KERJA DAN KELELAHAN KERJA DENGAN STRES KERJA PERAWAT

DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh

FADIAH ERYUDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

ABSTRACT

ASSOCIATION IN WORK SHIFT AND WORK FATIGUE WITH WORK STRESS AMONG NURSES IN INPATIENT WORD AT

DR. H. ABDUL MOELOEK HOSPITAL BANDAR LAMPUNG

By

FADIAH ERYUDA

Background: Work stress can be experienced in many professions, one of them is nurses profession who work in inpatient word at. Work stress can be caused by several factors, among others, work shift and work fatigue. The purpose of this research is to find out the association of work shift and work fatigue among nurses in inpatient word at Dr. H. Abdul Moeloek hospital Bandar Lampung

Methods: This research was conducted in Dr. H. Abdul Moeloek hospital Bandar Lampung and using cross sectional method with 136 respondents taken by purposive sampling technique. Data were collected using a questionnaire which is then carried out test analysis using Chi-Square with 0,05 confidence level

Results: In this research, the result showed that nurses with work stress as much as 77,70% on work night shift, on morning work shift as much as 19.90%, and there were not nurses experiencing work stress on the afternoon shift. The analysis result of the association between work shift and work stres was p=0,001 it showed that there was a significant relationship, and the analysis result of the association between work fatigue and work stres was p=0,001 and it showed that there was a significant relationship as well Conclusion: There was an association in work shift and work fatigue with work stress among nurses in inpatient word at Dr. H. Abdul Moeloek hospital Bandar Lampung. This suggested to do the research about work fatigue by using reaction time to get an objective result


(6)

ABSTRAK

HUBUNGAN SHIFT KERJA DAN KELELAHAN KERJA DENGAN STRES KERJA PERAWAT

DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Oleh

FADIAH ERYUDA

Latar Belakang: Stres kerja bisa dialami oleh berbagai profesi pekerjaan, salah satunya adalah perawat terutama yang bekerja di Instalasi Rawat Inap. Stres kerja bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah shift kerja dan kelelahan kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung menggunakan pendekatan cross sectional dengan total responden 136 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang kemudian dilakukan uji analisis menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 0,05

Hasil Penelitian: Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa perawat yang mengalami stres kerja sebanyak 77,70% pada shift kerja malam, pada shift kerja pagi sebanyak 19,10%, dan tidak ada perawat yang mengalami stres kerja pada shift kerja sore. Hasil analisis dari hubungan shift kerja dengan stres kerja didapatkan nilai p=0,001 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna, dan hasil analisis hubungan kelelahan kerja dengan stres kerja didapatkan nilai p=0,001 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna pula

Kesimpulan: Terdapat hubungan shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja perawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian mengenai kelelahan kerja dengan menggunakan waktu reaksi sehingga mendapatkan gambaran yang objektif


(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 17 April 1995 sebagai anak tunggal dari Bapak Erwin Yuliadi dan Ibu Damriani.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Taruna Jaya Perumnas Way Halim Bandar Lampung pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD AL-AZHAR I Bandar Lampung pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 23 Bandar Lampung pada tahun 2010 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 3 Bandar lampung pada tahun 2013.

Tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi Forum Studi Islam sebagai anggota pada tahun 2013-2015.


(11)

Dengan penuh cinta,

Skripsi ini ku persembahkan untuk Ibu, Bapak,

Sahabat-sahabatku dan Semua yang kusayangi.

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Karena itu apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap. (Q.S. Al Insyirah 6-8)


(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan

judul “Hubungan Shift Kerja dan Kelelahan Kerja dengan Stres Kerja Perawat di

Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung” Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan, bantuan, dorongan, saran, bimbingan dan kritik dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas Lampung, 2. Dr.dr.Muhartono, S.Ked, M.Kes, Sp.PA, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung,

3. dr.Fitria Saftarina, S.Ked, M.Sc, selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas waktu dan kesabarannya.

4. dr.Novita Carolia, S.Ked, M.Sc, selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini,


(13)

5. dr.Diana Mayasari, S.Ked, M.KK, selaku Penguji yang telah meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.

6. dr.Hendra Tarigan Sibero, S.Ked, M.Kes., Sp.KK selaku Pembimbing Akademik atas saran, bimbingan, dan masukan yang selalu diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

7. dr.Mukhlis Imanto, S.Ked, M.Kes., Sp.THT, selaku Pembimbing Akademik pengganti atas bimbingan, masukan, dan arahan yang diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

8. RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada penulis untuk melakukan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Ibu Kepala Perawat, Ibu Kepala Ruangan, dan Responden penelitian yang telah bersedia membantu serta meluangkan waktu untuk berpartisipasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

10.Seluruh Staf Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan demi mencapai cita-cita.

11.Seluruh Civitas Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan pegawai yang turut membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk bantuan dan dukungannya.

12.Ibu dan Bapak tercinta yang selalu mendoakan, senantiasa mendukung dan selalu ada, terimakasih atas didikan, nasihat, bimbingan, cinta dan kasih sayang yang melimpah selama ini.


(14)

13.Mbah tersayang yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

14.Sahabat-sahabat tersayang Irfa, Triola, Chania, Prizka, Nismar, Novi, Dian, Nunung, dan Cuni terima kasih atas suka dan duka, candaannya, kebersamaan, kerjasama, dukungan, masukan, dan menemani peneliti selama proses penyusunan skripsi ini.

15.Teman-teman penghibur, Meriska, Nidya, Anin, Tara, terima kasih atas dukungannya, hiburannya, dan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

16.Sahabat-sahabat terbaik dari masa SMP, Yami, Afa, Felly, dan Susan, semoga walau pun jarang berkomunikasi dan bertemu, kita tetap menjadi sahabat sampai tua, dan sukses bersama-sama.

17.Sahabat-sahabat SMA, Putri, Bertha, Indri, Zahra, Andre, Nova, terima kasih atas kebersamaan, kekeluargaan, dan dukungan kepada penulis.

18.Desindah, Ayang, Andre, Salsa, Saza, dan teman-teman satu bimbingan yang lain, terima kasih atas kerja sama dan canda tawa selama penelitian.

19.Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 “CERE13ELLUMS” terima kasih atas kebersamaannya selama ini, semoga kita menjadi dokter-dokter yang baik dan kompeten.

20.Adik-adik angkatan 2014, 2015 dan 2016, terima kasih atas dukungan dan doanya, semoga bisa menjadi dokter yang baik dan kompeten.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi


(15)

perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Bandar Lampung, Januari 2017

Penulis


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi ... i

Daftar Tabel ... iv

Daftar Gambar ... v

Daftar Lampiran ... vi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Kerja ... 7

2.1.1 Pengertian Stres Kerja ... 8

2.1.2 Penyebab Stres Kerja ... 9

2.1.3 Mekanisme Stres ... 13

2.1.4 Gejala Stres ... 15


(17)

ii

2.2 Shift Kerja... 17

2.2.1 Karakteristik dan Sistem Shift Kerja ... 19

2.2.2 Pembagian Waktu Sistem Shift Kerja ... 20

2.2.3 Efek Shift Kerja ... 21

2.3 Kelelahan... 22

2.3.1 Definisi Kelelahan ... 22

2.3.2 Gejala Kelelahan ... 22

2.3.3 Mekanisme Kelelahan ... 23

2.3.4 Dampak Kelelahan ... 25

2.3.5 Metode Pengukuran Kelelahan ... 25

2.3.6 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan ... 28

2.4 Hubungan Shift Kerja Dengan Stres Kerja... 29

2.5 Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Stres Kerja ... 29

2.6 Kerangka Penelitian ... 32

2.7 Hipotesis ... 33

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 34

3,2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.3 Subjek Penelitian ... 34

3.3.1 Populasi dan Sampel ... 34

3.3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 36

3.4 Rancangan Penelitian ... 36

3.5 Identifikasi Variabel ... 37

3.5.1 Variabel Bebas ... 37

3.5.2 Variabel Terikat ... 37

3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 38


(18)

iii

3.7.1 Alat ... 39

3.7.2 Bahan ... 40

3.8 Alur Penelitian ... 41

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 41

3.9.1 Pengolahan Data ... 41

3.9.2 Analisi Data ... 42

3.10 Etika Penelitian ... 43

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 44

4.1.1 Analisis Univariat ... 45

4.1.2 Analisis Bivariat ... 48

4.2 Pembahasan ... 51

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 59

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Definisi Operasional ... 35

Tabel 2. Jenis Kelamin... ...45

Tabel 3. Usia...46

Tabel 4. Masa Kerja...46

Tabel 5. Shift Kerja...47

Tabel 6. Kelelahan Kerja...47

Tabel 7. Stres Kerja...48

Tabel 8. Hubungan Shift Kerja Dengan Stres Kerja...49


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Teori...32 Gambar 2. Kerangka Konsep...33 Gambar 3. Alur Penelitian...41


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Persetujuan Etik Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Balasan Pemberian Izin Penelitian Lampiran 4. Lembar Informed Consent

Lampiran 5. Lembar Identitas Responden Lampiran 6. Kuesioner Kelelahan Kerja Lampiran 7. Kuesioner Stres Kerja Lampiran 8. Input Data

Lampiran 9. Hasil Uji Statistik


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia yang masih merupakan negara sedang berkembang masih memiliki permasalahan besar dalam meningkatkan kesehatan masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat dari pelayanan kesehatan kepada rakyat yang masih belum bisa memberikan pelayanan yang memuaskan, baik dalam bentuk kecukupan rumah sakitnya, tenaga medisnya seperti dokter dan perawat, ketersediaan obat-obatan, maupun kekinian alat-alat kesehatannya. Akan tetapi peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia terus dilakukan mulai dari tingkat wilayah pusat sampai ke daerah (Rachmandhanydkk., 2015).

Tidak seperti instansi atau lembaga lain, perawat di rumah sakit harus melayani pasien selama 24 jam sehari sampai pasien diizinkan untuk pulang setelah dinyatakan sembuh atau bisa dirawat jalan. Perawat bertanggung jawab untuk perawatan, perlindungan, dan pemulihan orang yang luka maupun pasien yang menderita penyakit akut ataupun kronis, dan dalam keadaan darurat yang dapat mengancam jiwa. Untuk melayani pasien dalam kurun waktu 24 jam tersebut perawat-perawat yang ada di suatu rumah sakit perlu dikelola berdasarkan shift kerja. Pengaturan ini didasarkan pada


(23)

2

Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan tuntutan tugas sebagai perawat yang harus selalu memiliki fisik yang baik karena perubahan kesehatan pasien harus dicermati dengan sebaik-baiknya (Pramudya, 2008).

Banyak sekali faktor yang menjadi penyebab kinerja para tenaga keperawatan, khususnya perawat di rumah sakit, Puskesmas, atau Klinik, masih belum memuaskan. Salah satunya adalah adanya stres kerja dari para perawat yang berdampak pada pelayanan. Stres kerja yang dirasakan perawat merupakan ketegangan atau tekanan yang dihadapi sebagai akibat adanya tuntutan yang berlebihan, sementara hambatan sangat mereka rasakan untuk memenuhinya sehingga emosi, proses berpikir, dan kondisi fisik mereka terpengaruh. Penyebab stres bisa berasal dari ketidakcocokan antara tuntutan pekerjaan, pengetahuan, dan kemampuan pekerja. Ini tidak hanya mencakup situasi dimana tekanan kerja melebihi kemampuan pekerja untuk mengatasi suatu masalah tetapi juga dimana pengetahuan dan kemampuan pekerja tidak cukup dimanfaatkan dan itu adalah masalah bagi pekerja (Leka, dkk., 2003).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anggara Martina (2012) kepada perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Inap RSPG Cisarua Bogor menunjukan bahwa 80 perawat mengalami stres kerja pada tingkat sedang (86%). Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu yang pertama karena tidak seimbangnya jumlah rasio tenaga perawat dengan jumlah pasien, yang kedua sebagian besar pasien menderita penyakit infeksi yang membuat


(24)

3

perawat merasa khawatir akan tertular, dan yang ketiga karena adanya shift work, overload jam kerja akibat shift work menjadi salah satu pemicu terjadi stres kerja (Martina, 2012).

Stres kerja yang dialami seorang perawat bisa berasal dari berbagai aspek, salah satunya dari shift kerja. Karena perawat yang mendapat shift kerja pada pagi dan siang akan mengalami kelelahan yang berbeda dengan perawat yang mendapat shift kerja pada malam hari. Karyawan yang bekerja pada periode shift kerja pagi dan sore tidak mengalami stres berarti karena mereka dapat istirahat sesuai dengan irama biologis tubuh. Mereka dapat istirahat manakala tubuh membutuhkan waktu untuk istirahat. Tetapi karyawan yang bekerja pada shift kerja malam hari berhadapan dengan kondisi yang bertentangan dengan irama biologis tubuh. Mereka terpaksa tidak dapat istirahat yang berakibat pada kelelahan fisik mereka. Mereka akan mendapatkan kesulitan menghadapinya karena kondisi mereka yang sangat lelah (Marif, 2013 dalam Widyasari, 2010). Kerja shift malam lebih tinggi tingkat stresnya dibandingkan dengan shift pagi dan shift siang (Marchelia, 2014).

Perbedaan tingkat stres kerja antara shift pagi, siang, dan sore yang dilakukan oleh Ikrimadhani (2015) disimpulkan bahwa tingkat stres kerja pada shift kerja malam terjadi pada 66,91% perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Banyudono Boyolali, kemudian diikuti dengan shift kerja pagi yaitu sebesar 56,18%, dan pada terendah pada shift kerja sore yaitu sebesar 49,41%. Beban


(25)

4

kerja yang terlalu berat seperti mendapat shift kerja malam akan menimbulkan suatu kelelahan kerja yang berdampak buruk pada kinerja seseorang. Seorang karyawan yang mengalami kelelahan kerja akan mengalami penurunan kemampuan dalam melaksanakan kegiatan. Karyawan terseburt akan merasakan kantuk yang berat, sakit kepala, badan lemah karena nafsu makan berkurang. Di samping itu, karyawan juga akan mengalami kesulitan berpikir, sulit berkonsentrasi, tidak tekun dalam bekerja, dan kurang percaya diri. Karyawan tersebut akan mengalami depresi dan kehilangan inisiatif. Kelelahan ini disebut juga kelelahan klinis. Kelelahan kerja adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual), kelelahan fisik umum, kelelahan syaraf, kelelahan oleh lingkungan yang monoton, dan kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara menetap (Widyasari ,2010). Depresi atau tingkat stres kerja akan makin meningkat bila hubungan karyawan tersebut dengan atasannya bermasalah (Widyasari, 2010).

Penelitian mengenai kelelahan kerja yang dilakukan oleh Rizky Maharja (2015) di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami kelelahan kerja tingkat sedang yaitu sebanyak 14 (51,9%) dari total responden 27 orang perawat. Kelelahan kerja tingkat sedang ini menunjukan bahwa perawat mudah mengalami kelelahan kerja dengan tingkat yang cukup tinggi (Maharja, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jhohana Kurnia Widyasari (2010) di RS Islam Yarsis


(26)

5

Surakarta menunjukkan bahwa kelelahan kerja dan stres kerja memiliki hubungan yang erat yaitu dengan p-value 0,000<0,01 (Widyasari, 2010). Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung karena RSUD Dr. H. Abdul Moeloek merupakan Rumah Sakit Daerah yang banyak menerima rujukan dari Rumah Sakit tipe C sehingga perawat yang bekerja berpotensi mengalami kelelahan kerja dan stres kerja yang lebih tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian berkaitan dengan hubungan shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja perawat. Dari penelitian ini nanti akan bisa dijadikan acuan dalam tata kelola rumah sakit, Puskesmas dan lain-lain untuk bisa meminimalisir stres pada perawat , sehingga pelayanan kesehatan kepada para pasien bisa ditingkatkan.

1.2Rumusan Masalah

Bedasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Apakah terdapat hubungan shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja pada perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung?”

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja pada perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung


(27)

6

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan stres kerja dengan shift kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui hubungan stres kerja dengan tingkat kelelahan kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

3. Untuk mengetahui perbandingan tingkat stres kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung antara shift pagi, sore, dan malam

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan dalam bidang okupasi dan dapat menerapkan ilmu yang didapat.

2. Bagi instalansi terkait dan masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung berupa informasi-informasi tentang upaya yang tepat dalam mengurangi stress kerja karyawan akibat shift kerja dan kelelahan sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan.

3. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan yang berkaitan dengan hubungan shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan dan sebagai bahan referensi dalam bidang managemen sumber daya manusia khususnya bagi penelitian selanjutnya.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres Kerja

Menurut Segal et al. (2016), stres merupakan cara tubuh memberikan respon terhadap berbagai macam tuntutan dan ancaman. Bila seseorang diancam, sistem syaraf merespon dengan melepaskan suatu aliran hormon stres, termasuk adrenalin dan cortisol, yang membangkitkan tubuh untuk beraksi cepat. Stres dapat meningkatkan resiko stroke, serangan jantung, depresi dan lain-lain. Michie (2002) mengatakan bahwa stres didefinisikan dengan banyak cara. Stres dipahami sebagai tekanan dari lingkungan, lalu sebagai ketegangan di dalam diri seseorang (Michie, 2002).

Pada saat kerja banyak orang termotivasi menghadapi tantangan yang ada pada saat mereka bekerja. Akan tetapi ketika tuntutan kerja berlebihan dan berkepanjangan dalam hubungan untuk merasakan kesanggupan mengatasinya, hal tersebut dapat mengantarkan kepada stres. Jadi Stres Kerja adalah stres yang timbul dari tuntutan kerja yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya dan terus berkepanjangan (Hassard dan Cox, 2015).


(29)

8

2.1.1 Pengertian Stres Kerja

Stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang akan berdampak pada perubahan emosi, proses berpikir serta kondisi seorang karyawan. Stres kerja dikategorikan bila stres tersebut dialami oleh seorang pekerja dengan melibatkan tempat orang yang bersangkutan bekerja (Saragih, 2008).

Tekanan di tempat kerja merupakan hal yang tidak bisa dihindari karena tuntutan lingkungan di tempat kerja tersebut. Tekanan yang dirasakan setiap individu berbeda-beda, ada yang merasa waspada, termotivasi, mampu bekerja dan belajar, tergantung pada sumber yang tersedia dan karakteristik tersendiri. Namun, ketika tekanan tersebut menjadi berlebihan atau tidak terkendali maka hal itu mengarah ke stres. Stres dapat merusak kesehatan pekerja dan kinerja bisnis seseorang (Leka, dkk., 2003).

Penyebab stres bisa berasal dari ketidakcocokan antara tuntutan pekerjaan, pengetahuan, dan kemampuan pekerja. Ini tidak hanya mencakup situasi dimana tekanan kerja melebihi kemampuan pekerja untuk mengatasi suatu masalah tetapi juga dimana pengetahuan dan kemampuan pekerja tidak cukup dimanfaatkan dan itu adalah masalah bagi pekerja (Leka, dkk., 2003).


(30)

9

Pekerjaan yang sehat cenderung menjadi salah satu tempat tekanan pada karyawan yang tepat dalam kaitannya dengan kemampuan dan sumber daya mereka, untuk jumlah kontrol mereka memiliki lebih dari pekerjaan mereka dan dukungan yang mereka terima dari orang-orang yang peduli kepada mereka. Sehat bukan hanya karena tidak ada penyakit ataupun tidak merasa lemah tapi merupakan keadaan positif lengkap kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. Lingkungan kerja yang sehat adalah salah satu dimana tidak hanya tidak ada kondisi berbahaya tetapi berperan dalam mempromosikan kesehatan. Lingkungan kerja yang sehat adalah salah satu dimana staf telah menjadikan kesehatan dan promosi kesehatan prioritas dari kehidupan kerja mereka (Leka, dkk., 2003).

2.1.2 Penyebab Stres Kerja

Organisasi kerja yang buruk, cara kita merancang pekerjaan dan sistem kerja, dan cara kita mengelolanya, dapat menyebabkan stres kerja. Tuntutan dan tekanan yang berlebihan dan dinyatakan tidak terkendali dapat disebabkan oleh desain kerja yang buruk, manajemen yang buruk dan kondisi kerja yang tidak memuaskan. Hal ini dapat mengakibatkan pekerja tidak menerima dukungan yang cukup dari orang lain atau tidak memiliki cukup kontrol atas pekerjaan mereka dan tekanannya (Leka, dkk., 2003).

Temuan penelitian menunjukkan bahwa penyebab yang paling berpengaruh pada stres kerja adalah yang menghargai tuntutan yang


(31)

10

berlebihan dan tekanan yang tidak cocok untuk pengetahuan dan kemampuan pekerja, di mana ada sedikit kesempatan untuk latihan setiap pilihan atau kontrol, dan di mana ada sedikit dukungan dari orang lain. Semakin banyak tuntutan dan tekanan kerja yang disesuaikan dengan pengetahuan dan kemampuan pekerja, semakin kecil kemungkinan mereka mengalami stres kerja. Semakin banyak dukungan yang diterima dari orang lain di tempat kerja, atau dalam kaitannya untuk bekerja, semakin kecil kemungkinan mereka mengalami stres kerja. Semakin banyak mereka berpartisipasi dalam keputusan yang menyangkut pekerjaan mereka, semakin kecil kemungkinan mereka mengalami stres kerja (Indriyani, 2009).

Stres kerja dapat dirasakan berbagai profesi, salah satunya adalah profesi sebagai perawat. Hal-hal yang dapat menjadi pencetus timbulnya stres kerja pada perawat yaitu, terlalu banyak beban kerja, tanggung jawab atas seseorang, kurang dukungan dari kelompok, lingkungan pekerjaan, dan pengaruh dari pemimpin (Indriyani, 2009).

Tuntutan pekerjaan yang terlalu besar bisa menyebabkan stres kerja bagi seorang pekerja. Setiap aspek dalam pekerjaan bisa menjadi pembangkit stres dan aspek intrinsik dalam pekerjaan dan tuntutan tugas merupakan salah satu dari hal hal yang dapat membangkitkan stres kerja. Aspek aspek dalam tuntutan tugas salah satunya adalah beban kerja, karena beban kerja yang berlebihan maupun terlalu sedikit


(32)

11

dapat membangkitkan stres bagi seorang pekerja. Stres kerja berhubungan dengan kejadian-kejadian disekitar lingkungan kerja yang merupakan suatu ancaman ataupun bahaya seperti rasa takut, cemas, rasa bersalah, marah, sedih, putus asa, bosan, dan bisa diakibatkan oleh beban kerja yang diberikan kepada seorang pekerja terlalu banyak atau melampaui batas dari kemampuan seorang pekerja tersebut (Kaesaria, 2012).

Terdapat tiga kategori penyebab stres kerja, yaitu: 1. Penyebab Karakteristik Organisasional, yaitu:

a) Otonomi, yaitu kemandirian seorang perawat dalam menjalankan tugasnya dan tidak perlu pengawasan yang ketat oleh atasannya.

b) Mutasi atau relokasi pekerjaan, yaitu perpindahan tempat seseorang dari unit satu ke unit yang lainnya.

c) Karier, yaitu jabatan yang dimiliki oleh seorang pekerja dalam pekerjaannya.

d) Beban kerja, yaitu tanggung jawab yang diterima dari pekerjaan yang dilakukan.

e) Interaksi perawat, yaitu kontak langsung terhadap pasien atau keluarga pasien dalam asuhan keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat.

f) Masa kerja, yaitu pada awal bekerja perawat mengalami stres kerja yang lebih tinggi, dan akan semakin menurun


(33)

12

seiring dengan berjalannya waktu secara bertahap lima atau sepuluh tahun.

g) Shift kerja, yaitu pada pekerja shift terutama yang bekerja pada malam hari dapat terkena berbagai gangguan kesehatan, antara lain gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan gastrointestinal. Segala gangguan tersebut ditambah dengan tekanan stres yang besar dapat meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan kerja pada shift malam.

2. Penyebab karakteristik individual, yaitu:

a) Dukungan keluarga, yaitu dukungan yang diberikan suami/istri dan anak anak serta saudara dalam melaksanakan pekerjaan.

b) Kejenuhan, yaitu rasa bosan terhadap pekerjaan yang selalu dirasakan.

c) Konflik dengan rekan kerja, yaitu ketidakserasian antara dua atau lebih anggota atau kelompok di tempat kerja. d) Usia, yaitu perawat yang berumur dibawah 40 tahun lebih

banyak mengalami stres kerja dari pada perawat yang berumur diatas 40 tahun. Pekerja dengan umur lebih tua yaitu sekitar 41-50 tahun lebih memiliki kemampuan dalam mengendalikan stres.

e) Jenis kelamin, yaitu kecenderungan perempuan mengalami stres kerja lebih besar daripada laki-laki, hal ini disebabkan


(34)

13

karena perempuan memiliki emosi yang lebih meledak-ledak daripada laki-laki.

f) Status perkawinan, yaitu perawat yang sudah menikah lebih banyak yang mengalami stres dibandingkan perawat yang belum menikah. Bagi perawat wanita akan memiliki peran ganda yaitu didalam pekerjaannya dan dirumah sebagai seorang ibu rumah tangga. Sedangkan bagi perawat laki-laki akan memiliki beban dan kewajiban yang lebih besar bila sudah berkeluarga.

3. Penyebab karakteristik lingkungan, yaitu:

Penyebab stres kerja bisa disebabkan terhadap kejadian-kejadian di lingkungan kerja, seperti beban kerja yang berlebihan, sikap dan perilaku pimpinan yang kurang adil terhadap pegawai, waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai, konflik dengan rekan kerja maupun pimpinan, dan upah yang terlalu rendah (Syamsiar dkk., 2007; Saragih, 2008).

2.1.3 Mekanisme Stres

Bila tubuh seseorang dihadapkan dengan suatu stressor, maka tubuh akan mengaktifkan sistem saraf dan hormon untuk melakukan tindakan-tindakan pertahanan untuk mengatasi keadaan darurat. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan stres bisa berasal dari psikologis, rangsangan fisik, maupun keduanya. Stres psikologis contohnya seperti hubungan sosial, rasa takut, perasaan marah, depresi, dan perubahan kehidupan (Sherwood, 2010).


(35)

14

Respon umum dikendalikan oleh hipotalamus yang menerima masukan mengenai stressor fisik dan psikologis dari hampir semua bagian otak dan dari reseptor-reseptor diseluruh tubuh. Sebagai respon langsung dari hipotalamus yaitu mengaktifkan sistem saraf simpatis yaitu mengeluarkan CRH untuk merangsang sekresi ACTH dan kortisol sehingga memicu pengeluaran vasopresin. Sedangkan stimulasi simpatis menyebabkan sekresi epinephrine yang memiliki efek sekresi terhadap insulin dan glukagon oleh pankreas. Selain itu vasonkontriksi arteriole pada ginjal oleh katekolamin memicu sekresi renin secara tidak langsung yaitu dengan menurunkan aliran darah ke ginjal. Kemudian renin akan mengaktifkan mekanisme renin angiotensin aldosteron. Sehingga selama stres hipotalamus akan mengintegrasikan macam-macam respon baik melalui saraf simpatis ataupun sistem endokrin (Sherwood, 2010).

Pada keadaan normal dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa, sistem tubuh akan merangsang pengeluaran hormon adrenalin yang akan menyebabkan peningkatan denyut nadi, pernapasan, dan meningkatkan kesadaran serta kewaspadaan dan antisipasi terhadap keadaan yang akan dihadapi. Pada keadaan stres, jika terjadi suatu kasus yang sangat ekstrim maka akan menyebabkan suatu kepanikan yang dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan atau cedera (Raily, 1985).


(36)

15

2.1.4 Gejala Stres

Menurut Terry Beehr dan Newman (1987) dalam Saragih (2008), gejala dan tanda stres dibagi menjadi tiga gejala, yaitu gejala fisik, gejala psikologis, dan perilaku. Gejala fisik meliputi meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, meningkatnya sekresi adrenalin dan non adrenalin, gangguan lambung, mudah terluka, kematian, mudah lelah, gangguan pernafasan, sering berkeringat, gangguan kulit, kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot dan sulit tidur.

Gejala psikologi meliputi kecemasan, ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual, mengurung diri, ketidakpuasan kerja, depresi, kebosanan, lelah mental, kehilangan konsentrasi, kehilangan kreativitas, kehilangan semangat hidup, menurunnya rasa percaya diri. Gejala perilaku meliputi menunda atau menghindari pekerjaan, penurunan prestasi dan produknasruntifitas, sering mangkir kerja, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, penurunan hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman (Saragih, 2008).

2.1.4 Dampak Stres Kerja

Stres bisa mempengaruhi individu dan juga perusahaannya bekerja. Stres mempengaruhi setiap orang dengan cara yang berbeda. Pengalaman stres kerja dapat menyebabkan perilaku yang tidak biasa dan disfungsional di tempat kerja dan memberikan kontribusi untuk kesehatan fisik dan mental yang buruk. Dalam kasus yang ekstrim, stres


(37)

16

jangka panjang atau peristiwa traumatis di tempat kerja dapat menyebabkan masalah psikologis dan menjadi konduktif untuk gangguan kejiwaan yang mengakibatkan absen dari pekerjaan dan mencegah para pekerja untuk dapat bekerja lagi (Leka, dkk., dkk., 2003).

Saat sedang stres, orang merasa sulit untuk menjaga keseimbangan yang sehat antara pekerjaan dan kehidupan non-kerja. Pada saat yang sama, mereka mungkin terlibat dalam kegiatan yang tidak sehat, seperti merokok, minum, dan penyalahgunakan narkoba. Stres juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, mempengaruhi kemampuan orang untuk melawan infeksi (Leka, dkk., 2003).

Hal yang dapat terjadi saat dipengaruhi oleh stres kerja yaitu, menjadi semakin tertekan dan mudah tersinggung, menjadi tidak dapat bersantai atau berkonsentrasi, mengalami kesulitan berpikir logis dan membuat keputusan, kurang menikmati pekerjaan dan merasa kurang berkomitmen untuk itu, merasa lelah, tertekan, cemas, mengalami kesulitan tidur, dan pengalaman masalah fisik yang serius, seperti: penyakit jantung, gangguan sistem pencernaan, peningkatan tekanan darah, sakit kepala, gangguan muskuloskeletal (seperti nyeri punggung dan gangguan ekstremitas atas) (Leka, dkk., 2003).


(38)

17

2.2 Shift Kerja

Shift kerja didefinisikan sebagai jadwal kerja khusus dari serangkaian proses kerja yang berkelanjutan yang telah diatur agar proses kerja tidak terhenti. Shift kerja merupakan metode pengaturan waktu kerja yang membuat para pekerja bisa saling berhasil sehingga kondisi kerja yang baik akan berlangsung lebih lama dibandingkan dengan jam-jam kerja dari pekerja secara individu pada hari-hari dan jam-jam yang berbeda (ILO, 2004).

Rumah sakit atau Puskesmas yang memberikan pelayanan rawat inap mengharuskan adanya pengaturan shift kerja agar pelayanan kesehatan terus diberikan kepada seluruh pasiennya. Di dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77 ayat 1, setiap pengusaha atau pelayanan kesehatan diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Menurut Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi, No. Kep. 102/MEN/VI/2004 ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem yaitu: 1) 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau 2) 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Karena ada ketentuan tersebut dan proses kerja tidak bisa berhenti, maka diaturlah pembagian waktu kerja bagi setiap karyawan atau pegawai dengan shift kerja. Periode kerja dibagi menjadi 3, yaitu periode pagi sampai sore, periode sore sampai malam, dan ada yang bekerja pada periode malam sampai pagi (Undang-undang No 13, 2003).


(39)

18

Pengalihan pekerjaan dari satu kelompok karyawan atau pegawai kepada kelompok karyawan atau pegawai yang lain dimaksudkan agar proses kerja tidak berhenti dengan mempertimbangkan kemampuan fisik karyawan atau pegawai sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Di dalam sebuah rumah sakit atau Pusat Kesehatan masyarakat pengalihan kerja ini sangat penting karena objek pelayanan kesehatan adalah manusia. Perkembangan kondisi kesehatan pasien harus terus dicermati dari waktu ke waktu dan tercatat. Informasi progress kondisi pasien yang tercatat tersebut kemudian dijadikan dasar bagi dokter untuk memberikan tindakan medis berikutnya. Oleh karena itu pekerjaan mengawasi kondisi pasien tidak bisa berhenti karena tidak ada perawat yang melanjutkan pekerjaan atau perawat kelelahan yang dapat berakibat pada kelalaian pengawasan terhadap pasien. Dengan demikian sistem shift adalah pengaturan jam kerja oleh suatu tempat kerja untuk mengerjakan sesuatu yang biasanya dibagi atas kerja pagi, sore, dan malam (Ikrimadhani, 2015).

Harrington (2001) mengatakan bahwa di dalam sistem shift periode kerjanya berkisar 6 – 12 jam kerja dalam periode 24 jam. Sistem shift tradisional dimulai dari pukul 06.00, 14.00, dan 22.00, tetapi ada banyak variasi pengaturan sistem shift ini.


(40)

19

2.2.1 Karakteristik dan sistem shift kerja

Menurut Nurmianto (2004) dalam Hidayat (2011) karakteristik shift kerja mempunyai dua macam bentuk, yaitu shift berputar (rotation) dan shift (permanent). Dalam merancang perputaran shift ada dua macam yang harus diperhatikan yaitu:

1. Kekurangan istirahat atau tidur hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan.

2. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak sosial.

Ada 5 faktor utama yang harus diperhatikan dalam shift kerja (Nurmianto, 2004 dalam Hidayat, 2011) yaitu :

1. Jenis shift (pagi, siang, malam) 2. Panjang waktu tiap shift

3. Waktu dimulai dan diakhirinya satu shift 4. Distribusi waktu istirahat

5. Arah transisi shift

Berkaitan dengan rancangan shift kerja ada lima kriteria yang dijadikan dasar pertimbangan shift kerja, yaitu :

1. Setidaknya ada jarak 11 jam antara permulaan dua shift yang berurutan.

2. Seorang pekerja tidak boleh bekerja lebih dari tujuh hari berturut-turut (seharusnya 5 hari kerja, 2 hari libur).

3. Sediakan libur akhir pekan (setidaknya 2 hari) 4. Rotasi shift mengikuti matahari.


(41)

20

5. Buat jadwal yang sederhana dan mudah diingat

International Labour Organisation (ILO) (1983) dalam Hidayat (2011) menyatakan pergantian shift yang normal 8 jam/shift. Shift kerja yang dilaksanakan 24 jam termasuk hari minggu dan hari libur memerlukan 4 regu kerja. Regu kerja ini dikenal dengan regu kerja terus menerus (4X8), dan diperlukan sedikitnya 3 regu yang disebut dengan regu kerja semi terus menerus (3X8).

2.2.2 Pembagian waktu sistem shift kerja

Berdasarkan Pasal 79 ayat 2 huruf a UU No.13/2003 shift kerja diatur menjadi 3 (tiga) shift. Pembagian setiap shift adalah maksimum 8 jam per-hari, termasuk istirahat antar jam kerja. Jumlah jam kerja secara akumulatif masing-masing shift tidak boleh lebih dari 40 jam per minggu (Pasal 77 ayat 2 UU No.13/2003). Setiap pekerja yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja 8 jam/hari per-shift atau melebihi jumlah jam kerja akumulatif 40 jam per minggu, harus sepengetahuan dan dengan surat perintah (tertulis) dari pimpinan (management) rumah sakit yang diperhitungkan sebagai waktu kerja lembur (Pasal 78 ayat 2 UU No.13/2003).

Dalam penerapannya, terdapat pekerjaan yang dijalankan terus-menerus yang dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke dalam shift-shift. Menurut Kepmenakertrans No.233/Men/2003, yang dimaksud dengan pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus disini adalah pekerjaan yang menurut jenis dan sifatnya harus


(42)

21

dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau dalam keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha. Contoh pekerjaan yang jenis dan sifatnya harus dilakukan terus menerus adalah : pekerjaan bidang jasa kesehatan, pariwisata, transportasi, pos dan telekomunikasi, penyediaan listrik, pusat perbelanjaan, media massa, pengamanan dan lain lain yang diatur dalam Kep.233/Men/2003 pasal 2 (Kepmennakertrans, 2003).

2.2.3 Efek shift kerja

Pembagian shif kerja menjadi tiga shift tentunya akan berdampak kepada pekerja atau karyawan. Oleh Attwood, Joseph, and Danz-Reece (2004) dampak shift kerja dijelaskan sebagai berikut:

1. Efek Shift Kerja Terhadap Performa

Shift kerja di periode malam hari akan memaksa para pekerja atau karyawan tidak bisa istirahat, mata terpaksa terus membuka di saat jam biologis menghendaki tubuh mendapat istirahat. Akibatnya karyawan akan merasa mengantuk sehingga mempengaruhi semua aspek kinerja. Dengan demikian tugas-tugas yang menuntut kewaspadaan visual sudah pasti akan terpengaruh, demikian juga pekerjaan yang membutuhkan kecermatan seperti pengolahan informasi dan memori. Tugas yang membutuhkan kegiatan fisik tidak terpengaruh oleh keadaan mengantuk.


(43)

22

Akibat dari perubahan kerja siang hari ke kerja malam hari menunjukkan keterkaitan langsung antara pakerja shift malam dan kesehatan. Misalnya, studi yang dibuat antara tahun 1948 dan 1959 di Norwegia menunjukan bahwa angka kesakitan antara pekerja shift malam tiga kali lebih tinggi dari pekerja shift siang. 3. Efek Shift Kerja terhadap Kehidupan Psikososial

Studi selama bertahun-tahun telah menunjukan bahwa isu-isu utama dan gangguan yang timbul dari shift kerja berkaitan dengan faktor psikososial (psikologis dan sosial). Faktor-faktor psikososial dapat mempengaruhi performansi kerja dan kepuasan kerja. Masalah dan gangguan pada umumnya terkait dengan tiga faktor: jadwal shift kerja, perbedaan individu, dan kehidupan pribadi dan sosial pekerja.

2.3 Kelelahan

2.3.1 Definisi kelelahan

Kelelahan kerja adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual), kelelahan fisik umum, kelelahan syaraf, kelelahan oleh lingkungan yang monoton, dan kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara menetap (Widyasari ,2010).

Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti tersendiri dan bersifat subyektif. Lelah adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi


(44)

23

dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan (Widyasari ,2010). 2.3.2 Gejala Kelelahan

Menurut Muizzudin (2013)ada beberapa gejala akibat kelelahan kerja antara lain, terjadi pelemahan kegiatan gejalanya dapat terlihat seperti perasaan berat di kepala, lelah seluruh badan, merasa kacau pikiran, menjadi mengantuk, pergerakan menjadi kaku dan canggung, berdiri tidak seimbang, ingin sekali berbaring, selanjutnya terjadi pelemahan motivasi gejala yang dapat dilihat antara lain susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, cendrung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam pekerjaan, terakhir akan terjadi gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum gejalanya antara lain sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernapasan tertekan, haus, suara serak, terasa pening, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.

2.3.3 Mekanisme Kelelahan

Keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu korteks serebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formasio


(45)

24

retikularis yang dapat merangsang peralatan dalam tubuh ke arah bekerja, berkelahi, melarikan diri, dan sebagainya (Silastuti, 2006).

Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat, maka sesorang dalam keadaan lelah dan sebaliknya jika sistem aktivitas lebih kuat maka seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja. Misalnya peristiwa seseorang dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang karena terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat. Kelelahan terjadi karena hambatan dari sistem penghambat, walaupun beban kerja tidak begitu berat (Silastuti, 2006).

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh (Silastuti, 2006).


(46)

25

2.3.4 Dampak Kelelahan

Dampak bagi pekerja yang mengalami kelelahan kerja adalah menurunnya perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sulit berfikir, penurunan motivasi untuk bekerja, penurunan kewaspadaan, menurunnya konsenterasi dan ketelitian, performa kerja menjadi rendah, kualitas kerja menurun, dan menurunnya kecepatan reaksi. Hal-hal tersebut akan mengakibatkan banyak terjadi kesalahan sehingga pekerja mengalami cedera, stres kerja, penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja, dan akhirnya dapat mempengaruhi berkurangnya produktivitas (Budiono, dkk, 2003, Marif, 2013).

2.3.5 Metode pengukuran kelelahan

Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin (Marif, 2013) dalam (Widyasari, 2010). Namun demikian Widyasari (2010) dari berbagai peneliti menjelaskan beberapa metode bagaimana pengukuran kelelahan dilakukan. Beberapa di antaranya yaitu: Uji ketuk jari, pengukuran atas kualitas dan kuantitas hasil kerja, pengukuran gelombang listrik pada otak dan lain-lain.

Kuesioner untuk melihat tingkat kelelahan kerja yaitu dengan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2). Terdiri dari 17 pertanyaan, yang menggambarrkan pelemahan aktivitas sebanyak 7


(47)

26

butir pertanyaan, aspek pelemahan motivasi sebanyak 3 butir pertanyaan, dan aspek gejala fisik 7 butir pertanyaan (Wijaya,2005).

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka dapat diketahui tingkat kelelahan kerja yang dikategorikan sebagai berikut (Sugiono, 2002): 1) Kurang lelah = <20 (<40% dari total skor)

2) Lelah = 20-35 (40-75% dari total skor) 3) Sangat Lelah = >35 (75% dari total skor)

Terdapat enam metode pengukuran kelelahan kerja yang lain (Kroemer dan Grandjean, 1997), yaitu:

1. Kualitas dan Kuantitas Hasil Kerja

Metode ini, hasil kerja digambarkan sebagai jumlah proses kerja dan waktu yang digunakan tiap unit proses atau jumlah operasi yang dilakukan tiap unit waktu. Metode ini biasanya digunakan sebagai pengukuran tidak langsung karena banyaknya faktor yang perlu dipertimbangkan seperti target produksi, perilaku psikologis dalam kerja, dan faktor sosial. Sedangkan kualitas hasil kerja seperti kerusakan produk, penolakan produk, atau frekuensi kecelakaan bisa menggambarkan terjadinya kelelahan, akan tetapi faktor tersebut bukan merupakan faktor penyebab (Marif, 2013).

2. Perasaan Kelelahan Secara Subjektif

Metode ini menggunakan kuesioner khusus untuk menilai perasaan kelelahan secara subjektif. Subjective Self Rating Test (SSRT) dari


(48)

27

Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dibuat pada tahun 1967, yang berisi gejala kelelahan umum yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif (Marif, 2013). Kuesioner ini berisi 30 pertanyaan sebagai indikator yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan tentan pelemahan motivasi dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik (Marif, 2013).

3. The Electroencephalograph

The Electroencephalograph merupakan alat ukur kelelahan yang baru-baru ini sesuai dengan standar riset di laboratorium, dimana berupa penempelan elektroda pada permukaan kulit kepala untuk menangkap aktivitas listrik di otak setelah itu diartikan sebagai sinyal yang menunjukkan keadaan kelelahan dan mengantuk (Bridger, 2003).

4. Mengukur Frekuensi Subjektif Kelipan Mata (Flicker Fusion Eyes Test)

Dalam kondisi lelah kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Metode ini selain untuk mengukur kelelahan dapat juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Marif, 2013).

5. Pengujian Mental

Dalam metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang bisa digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan


(49)

28

menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma Test merupakan salah satu alat yang bisa digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian, dan konsentrasi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian, dan konsentrasi akan semakin menurun (Marif, 2013).

2.3.6 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan

Secara garis besar faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam diri karyawan seperti usia, jenis kelamin, gizi, dan kondisi fisik. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang ada di sekitar lingkungan kerja karyawan, seperti ukuran ruang kerja, suhu ruang, ketenangan tempat kerja, fasilitas kerja, beban kerja, peraturan tempat kerja, upah, hubungan antar karyawan, dan lain-lain (Widyasari, 2010).

Faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan: sifat pekerjaan yang monoton atau kurang bervariasi, intensitas lamanya pembebanan fisik dan mental, lingkungan kerja seperti kebisingan, pencahayaan, dan iklim kerja, dan pada faktor psikologis seperti rasa tanggung jawab dan khawatir yang berlebihan, konflik antar pekerja, status gizi, dan riwayat kesehatan (Kartika, 2011).


(50)

29

2.4Hubungan Shift Kerja Dengan Stres Kerja

Sebagaimana dijelaskan di atas shift kerja terbagi menjadi tiga periode kerja yaitu pagi, sore, dan malam. Karyawan yang bekerja pada periode shift kerja pagi dan sore tidak mengalami stres berarti karena mereka dapat istirahat sesuai dengan irama biologis tubuh. Mereka dapat istirahat manakala tubuh membutuhkan waktu untuk istirahat. Tetapi karyawan yang bekerja pada shift kerja malam hari berhadapan dengan kondisi yang bertentangan dengan irama biologis tubuh. Mereka terpaksa tidak dapat istirahat yang berakibat pada kelelahan fisik mereka. Setelah kembali ke rumah masing-masing mereka dihadapkan dengan permasalahan yang ada di dalam rumah tangga. Mereka akan mendapatkan kesulitan menghadapinya karena kondisi mereka yang sangat lelah. Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Marif, 2013 dalam Widyasari, 2010). Menurut Marchelia (2014) kerja shift malam lebih tinggi tingkat stresnya dibandingkan dengan shift pagi dan shift siang.

2.5 Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Stres Kerja

Faktor penyebab kelelahan kerja menurut Silastuti (2006), terdapat lima kelompok yaitu: keadaan monoton, beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental, keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan, dan kebisingan, keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik, penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi. Selain itu kelelahan juga dipengaruhi oleh kapasitas kerja yang meliputi: jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, keterampilan, dan masa/lama kerja.


(51)

30

Keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu korteks serebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang peralatan dalam tubuh ke arah bekerja, berkelahi, melarikan diri, dan sebagainya (Silastuti, 2006).

Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat, maka sesorang dalam keadaan lelah dan sebaliknya jika sistem aktivitas lebih kuat maka seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja. Misalnya peristiwa seseorang dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang karena terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat. Kelelahan terjadi karena hambatan dari sistem penghambat, walaupun beban kerja tidak begitu berat (Silastuti, 2006).

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar


(52)

31

tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh (Silastuti, 2006).

Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat. Jadi ada saling keterkaitan antara kelelahan kerja dengan munculnya stres akibat kerja (Silastuti, 2006).


(53)

32

2.6 Kerangka Penelitian 2.6.1 Kerangka Teori

Variabel yang diteliti yaitu shift kerja, kelelahan kerja, dan stres kerja Gambar 1. Kerangka Teori

(Kartika, 2011) dan (Saragih, 2008) Karakteristik Organisasional:

1. Otonomi 2. Mutasi 3. Karier 4. Beban kerja 5. Shift kerja 6. Interaksi perawat 7. Masa kerja

Kelelahan Kerja: 1. Lingkungan 2. Beban kerja 3. Iklim kerja 4. Penerangan 5. Kebisingan 6. Rasa khawatir 7. Konflik

8. Tanggung jawab 9. Status gizi

10. Riwayat kesehatan Karakteristik Lingkungan:

1. Tekanan dan sikap pimpinan

2. Waktu dan peralatan kerja

3. Konflik dengan rekan kerja 4. Upah kerja Karakteristik Individual:

1. Jenis kelamin 2. Usia

3. Status Perkawinan 4. Dukungan keluarga 5. Kejenuhan

6. Konflik dengan


(54)

33

2.6.2 Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

H0: Tidak ada hubungan antara shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

H1: Ada hubungan antara shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Variabel Bebas

Shift Kerja

Kelelahan Kerja

Stres Kerja Variabel


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional study (studi potong lintang) yang bertujuan untuk menganalisis adanya hubungan shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Waktu penelitian dilakukan pada bulan November-Desember 2016.

3.3. Subjek Penelitian

3.3.1. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016.


(56)

35

2. Sampel

Sampel dari penelitian ini yaitu perawat yang bekerja shift di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dengan memberi kuesioner pada perawat sebagai data primer dan juga menggunakan data sekunder untuk mendapatkan data shift kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling dan pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.

Besar sampel dalam penelitian menurut Notoadmojo (2010) diambil berdasarkan rumus:

sampel

Keterangan: n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi= 195 perawat d = Tingkat kepercayaan/ketepatan (0,05)

Setelah dilakukan penghitungan menggunakan rumus, maka didapatkan jumlah sampel yang akan diteliti yaitu sebesar 131


(57)

36

sampel. Kemudian ditambahkan dengan kemungkinan drop out sebesar 10% dari jumlah sampel sehingga jumlah sampel menjadi 144 perawat yang akan diteliti.

3.3.2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Inklusi

a. Perawat yang bekerja shift di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

b. Perawat Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung yang tidak memiliki masalah keluarga yang diketahui melalui data dalam kuesioner

c. Bersedia menjadi responden dan mengisi lembar persetujuan

2. Eksklusi

Responden tidak mengisi dengan lengkap lembar kuesioner yang telah disediakan

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan cross sectional study. Sumber data penelitian diambil dari data primer berupa kuesioner dan data sekunder yang berisikan data shift kerja perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek 2016. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik.


(58)

37

3.5 Identifikasi Variabel

3.5.1 Variabel bebas (dependent variable)

Variabel bebas pada penelitian ini adalah shift kerja dan kelelahan kerja

3.5.2 Variabel terikat (independent variable)

Variabel terikat pada penelitian ini adalah stres kerja pada perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.


(59)

38

3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat dan Bahan Penelitian

Hasil Ukur Skala

Shift

Kerja

Metode pengaturan waktu kerja yang membuat para pekerja bisa saling berhasil sehingga kondisi kerja yang baik akan berlangsung lebih lama dibandingkan dengan jam-jam kerja dari pekerja secara individu pada hari-hari dan jam-jam yang berbeda (ILO, 2004).

Data Sekunder

a. Shift malam b. Shift sore c. Shift pagi

Nominal

Kelelahan Kerja

Aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja (Widyasari, 2010)

Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

a. Kurang Lelah: <20

b. Lelah: 20-35 c. Sangat Lelah:

>35

Ordinal

Stres Kerja

suatu kondisi ketegangan yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang akan berdampak pada perubahan emosi, proses berpikir serta kondisi seorang karyawan (Saragih, 2008).

Kuesioner Stress Kerja

a. Tidak Stress : ,< = 1,5 b. Stres : > 1,5


(60)

39

3.7Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1 Alat

Penelitian ini menggunakan instrumen data primer yang berupa kuesioner dan data sekunder. Shift kerja diambil dari data sekunder yang didapat dari daftar shift kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Kuesioner untuk melihat tingkat kelelahan kerja yaitu dengan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2). Terdiri dari 17 pertanyaan, yang menggambarkan pelemahan aktivitas sebanyak 7 butir pertanyaan, aspek pelemahan motivasi sebanyak 3 butir pertanyaan, dan aspek gejala fisik 7 butir pertanyaan (Wijaya,2005).

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka dapat diketahui tingkat kelelahan kerja yang dikategorikan sebagai berikut (Sugiono, 2002): 1. Kurang lelah = <20 (<40% dari total skor)

2. Lelah = 20-35 (40-75% dari total skor) 3. Sangat Lelah = >35 (75% dari total skor)

Kuesioner untuk menilai stres kerja menggunakan skala Likert, dimana responden hanya memberi tanda ( √ ) pada kolom angka pada masing-masing pertanyaan yang dirasakan sesuai dengan yang dialami responden. Kuesioner terdiri dari 19 pertanyaan yang terdiri dari beberapa indikator, yaitu indikator kognitif, emosi, fisik, dan perilaku. Setiap pertanyaan diberikan empat alternatif jawaban, yaitu: Tidak


(61)

40

Pernah, Jarang, Kadang-kadang, Sering). Pada kuesioner stres kerja, semakin tinggi nilai maka semakin tinggi stres yang terjadi antara perawat dan sebaliknya bila semakin rendah nilai maka semakin rendah stress yang terjadi antara perawat. Data yang diperoleh dari kuesioner ini berupa nilai atau skor dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Tidak Stres = Skor kurang dari sama dengan 1,5 2) Stres = Skor > 1,5

(Pramudya, 2008). 3.7.2 Bahan

Penelitian ini dilakukan dengan sampel penelitian manusia (perawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung)


(62)

41

3.8 Alur Penelitian

3.9 Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam bentuk tabel, kemudian data diolah menggunakan program software statistik komputer. Selanjutnya, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah:

Pengisian informed consent 2. Tahap Pelaksanaan

3. Tahap Pengolahan Data

Pembuatan proposal, Pengambilan data perawat

di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung,

Perizinan 1. Tahap Persiapan

Pengisian kuesioner

Pencatatan

Analisis dengan software pengolah data statistik


(63)

42

a. Coding, untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis, b. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer,

c. Verifying, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke dalam komputer,

d. Computer output, hasil analisis yang telah dilakukan oleh komputer kemudian dicetak.

3.9.2 Analisis Data

Analisis yang dilakukan untuk tujuan melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap setiap variabel independen dan dependen yang dikehendaki dari tabel distribusi. Analisis data terdiri dari :

a. Univariat

Analisis untuk melihat distribusi variabel-variabel yang diteliti, yaitu analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau per variabel.

b. Bivariat

Analisis bivariat adalah untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Analisis data ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan shift kerja dan kelelahan kerja dengan stres kerja pada perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Analisis ini dilakukan dengan uji statistik Chi square yang memiliki syarat, yaitu sel yang mempunyai nilai expected kurang dari lima maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat uji Chi square tersebut tidak terpenuhi, maka digunakan uji alternatifnya, yaitu


(64)

43

untuk tabel 2x2 menggunakan uji fisher, untuk tabel 2xK bisa menggunakan Mann-Whitney, dan untuk tabel (>2)x(>2) bisa menggunakan alternatif Kruskal-Wallis. Bila ordinal dan sel dapat digabung secara substansi, maka akan dilakukan penggabungan sel dan bila tidak dapat digabung secara substansi akan dibuat menjadi beberapa tabel BxK (Dahlan, 2015).

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor 3120/UN26.8/DL/2016. Adapun ketentuan etik yang telah ditetapkan adalah persetujuan riset yang berisi pemberian informasi kepada subjek penelitian mengenai keikutsertaan subjek penelitian dalam penelitian.


(65)

59

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan shift kerja dengan tingkat stres kerja pada perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar lampung. 2. Terdapat hubungan kelelahan kerja dengan tingkat stres kerja pada

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

3. Perawat yang mendapat shift kerja malam memiliki tingkat stres kerja paling tinggi dibandingkan dengan shift kerja pagi maupun sore.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian yang dimiliki dalam penelitian ini maka dapat direkomendasikan hal-hal berikut:

1. Bagi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung, dapat memberikan pelayanan kesehatan seperti konseling atau penyuluhan tentang kelelahan kerja dan stres kerja kepada perawat.


(66)

60

2. Bagi perawat, untuk pekerja shift disarankan agar lebih menjaga waktu istirahat dengan baik agar dapat meningkatkan produktifitas kerja.

3. Bagi peneliti selanjutnya

a) Perlu dilakukan penelitian kelelahan kerja dengan menggunakan waktu reaksi sehingga mendapatkan gambaran kelelahan kerja yang objektif.

b) Perlu dilakukan penelitian tentang hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Atwood D A, Joseph M, Danz-Reece M E. 2004. Ergonomic Solution For The Process Industries. Elsevier Inc. Barlington USA.

Bridger, R. S. 2003. Introduction to Ergonomics 2nd Edition. London: by Taylor & Francis.

Dahlan, S. 2015. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 6. Jakarta: Epidemiologi Indonesia.

Firmana, A.S., Hariyono, W. 2011. Hubungan Shift Kerja Dengan Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Operation PT. Newmont Nusa Tenggara Di Kabupaten Sumbawa Barat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Harrington, J.M. 2001. Health Effect of Shift Work and Extended Hours of Work. Occupational and Environmental Medicine. 58: 68-72.

Hassard, J dan T. Cox. 2015. Work-related Stress: Nature and Management. Oshwiki. European Agency for Safety and Health at Work.

Hidayat, A.T. 2011. Analisis Pengaruh Shift Kerja terhadap Beban Kerja pada Pekerja di P.T. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung.

Ikrimadhani, T. 2015. Perbedaan Tingkat Stres Kerja antara Shift Pagi, Sore, dan Malam pada Perawat Rawat Inap RSUD Banyudono Boyolali. Fakultas Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

ILO Geneva. 2004. Shift Work. Geneva.

Indriyani, A. 2009. Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stress Kerja Terhadap Kinerja Perawat Wanita Rumah Sakit. Tesis. Program Studi Magister Manajemen. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Kaesaria, A. 2012. Stres Kerja pada Tenaga Penjual Laki-laki dan Perempuan


(68)

62

Kartika, W. 2011. Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja di Bagian Workshop Pt. Jagat Baja Prima Utama Cikarang-Bekasi. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

Kepmennakertrans. 2003. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-233/MEN/2003. Jakarta.

Kepmennakertrans. 2004. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep.102/MEN/VI/2004. Jakarta.

Kroemer, KHE dan Grandjean, E. 1997. Fitting The Task To The Human: A Teks Book Of Occupational Ergonomics 5th Edition. London Taylor and Francis.

Leka, S., A. Griffiths, dan T. Cox. 2003. Work Organisation and Stress. Systematic Problem Approaches for Employers, Managers, and Trade Union Representatives. University of Nottingham. United Kingdom. Maharja, R. 2015. Analisis Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan Beban Kerja

Fisik Perawat di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Vol 4, No 1: 93-102.

Marchelia, V. 2014. Stres Kerja Ditinjau Dari Shift Kerja Pada Karyawan. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang.

Marif, A. 2013. Hubungan Antara Kelelahan Dengan Produktivitas Tenaga Kerja Di Bagian Penjahitan Pt Bengawan Solo Garment Indonesia. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Martina, A. 2012. Gambaran Tingkat Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dr. Moehammad Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor (RSPG). Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

Michie, S. 2002. Causes and Management of Stress at Work. Occupational and Environmental Medicine. OccupEnvironMed 2002, 59 : 67 – 72.

Muizzudin, A. 2013. Hubungan Antara Kelelahan Kerja dengan Produktivitas Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Tenun Di PT Alkatex Tegal. Unnes Journal of Public Health: 2(4) (2013): 1-8.


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan shift kerja dengan tingkat stres kerja pada perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar lampung. 2. Terdapat hubungan kelelahan kerja dengan tingkat stres kerja pada

perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

3. Perawat yang mendapat shift kerja malam memiliki tingkat stres kerja paling tinggi dibandingkan dengan shift kerja pagi maupun sore.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian yang dimiliki dalam penelitian ini maka dapat direkomendasikan hal-hal berikut:

1. Bagi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung, dapat memberikan pelayanan kesehatan seperti konseling atau penyuluhan tentang kelelahan kerja dan stres kerja kepada perawat.


(2)

60

2. Bagi perawat, untuk pekerja shift disarankan agar lebih menjaga waktu istirahat dengan baik agar dapat meningkatkan produktifitas kerja.

3. Bagi peneliti selanjutnya

a) Perlu dilakukan penelitian kelelahan kerja dengan menggunakan waktu reaksi sehingga mendapatkan gambaran kelelahan kerja yang objektif.

b) Perlu dilakukan penelitian tentang hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Atwood D A, Joseph M, Danz-Reece M E. 2004. Ergonomic Solution For The Process Industries. Elsevier Inc. Barlington USA.

Bridger, R. S. 2003. Introduction to Ergonomics 2nd Edition. London: by Taylor & Francis.

Dahlan, S. 2015. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 6. Jakarta: Epidemiologi Indonesia.

Firmana, A.S., Hariyono, W. 2011. Hubungan Shift Kerja Dengan Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Operation PT. Newmont Nusa Tenggara Di Kabupaten Sumbawa Barat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Harrington, J.M. 2001. Health Effect of Shift Work and Extended Hours of Work. Occupational and Environmental Medicine. 58: 68-72.

Hassard, J dan T. Cox. 2015. Work-related Stress: Nature and Management. Oshwiki. European Agency for Safety and Health at Work.

Hidayat, A.T. 2011. Analisis Pengaruh Shift Kerja terhadap Beban Kerja pada Pekerja di P.T. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung.

Ikrimadhani, T. 2015. Perbedaan Tingkat Stres Kerja antara Shift Pagi, Sore, dan Malam pada Perawat Rawat Inap RSUD Banyudono Boyolali. Fakultas Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

ILO Geneva. 2004. Shift Work. Geneva.

Indriyani, A. 2009. Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stress Kerja Terhadap Kinerja Perawat Wanita Rumah Sakit. Tesis. Program Studi Magister Manajemen. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Kaesaria, A. 2012. Stres Kerja pada Tenaga Penjual Laki-laki dan Perempuan


(4)

62

Kartika, W. 2011. Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja di Bagian Workshop Pt. Jagat Baja Prima Utama Cikarang-Bekasi. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

Kepmennakertrans. 2003. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-233/MEN/2003. Jakarta.

Kepmennakertrans. 2004. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep.102/MEN/VI/2004. Jakarta.

Kroemer, KHE dan Grandjean, E. 1997. Fitting The Task To The Human: A Teks Book Of Occupational Ergonomics 5th Edition. London Taylor and Francis.

Leka, S., A. Griffiths, dan T. Cox. 2003. Work Organisation and Stress. Systematic Problem Approaches for Employers, Managers, and Trade Union Representatives. University of Nottingham. United Kingdom. Maharja, R. 2015. Analisis Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan Beban Kerja

Fisik Perawat di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Vol 4, No 1: 93-102.

Marchelia, V. 2014. Stres Kerja Ditinjau Dari Shift Kerja Pada Karyawan. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang.

Marif, A. 2013. Hubungan Antara Kelelahan Dengan Produktivitas Tenaga Kerja Di Bagian Penjahitan Pt Bengawan Solo Garment Indonesia. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Martina, A. 2012. Gambaran Tingkat Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dr. Moehammad Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor (RSPG). Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

Michie, S. 2002. Causes and Management of Stress at Work. Occupational and Environmental Medicine. OccupEnvironMed 2002, 59 : 67 – 72.

Muizzudin, A. 2013. Hubungan Antara Kelelahan Kerja dengan Produktivitas Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Tenun Di PT Alkatex Tegal. Unnes Journal of Public Health: 2(4) (2013): 1-8.


(5)

Nasrun, Urip, Entin, Zuhriana K, Pakaya. 2015. Hubungan shift Kerja Dengan Stres Kerja Pada Perawat Di Ruang Interna RSUD Prof. Dr. H. Aloel Saboe Kota Gorontalo. Tesis. UNG.

Notoadmodjo. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Pramudya, F. 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja. Tesis. Fakultas

Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Prismayanti, F.I., Alifin., Suratmi. 2010. Hubungan Shift Kerja Dengan Stres Kerja Pada Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Soegiri Lamongan. Lamongan. Surya.

Rachmandhany, F., Purnomo, A. B., Bharata, S., Arsitektur, P. S., & Trisakti, U. 2015. Perancangan Rumah Sakit Umum Daerah di Jakarta Selatan. Seminar Nasional Cendekiawan, 139–144.

Rembang, C.F.D, Djon, W., Johan, J. 2013. Hubungan Antara Kelelahan Kerja Dengan Stres Kerja Pada Perawat Di Unit Gawat Darurat (UGD) Dan Intesif Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Datoe Binangkang Kabupaten Bolaang Mongondow. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Samratulangi.

Saragih, H. 2008. Pengaruh Karakteristik Organisasional dan Individual Terhadap Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Segal J, M. Smith, R. Segal, dan L. Robinson. 2016. Stress Symtoms, Signs,

And Causes. HelpGuide.org.helpguide.org/articles/stress/stress-symtoms-causes-and-effects.htm.

Sherwood L. 2010. Human Physiology : from Cells to Systems, 2th. Ed. Brooks/Cole.Cengage Learning.

Silastuti, A. 2006. Hubungan antara kelelahan dengan produktivitas tenaga kerja di bagian penjahitan pt bengawan solo garment indonesia.Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. Sugiono. 2002. Metode penelitian administrasi. Cetakan XI. Alfabetha. Bandung. Syamsiar S R, Mutmainnah U, dan Lalu M. 2007. Stres Kerja pada Perawat di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar. FKM Unhas 5(1): 1-56.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13. 2003. Ketenagakerjaan. Jakarta. Vilia A. 2014. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja Pada

Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Skripsi. Fakultas kedokteran. Universitas Lampung.


(6)

64

Widyasari, J. K. 2010. Hubungan antara Kelelahan Kerja dengan Stres Kerja pada Perawat di Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

Wijaya. 2005. Hubungan antara shift kerja dengan gangguan tidur & kelelahan kerja perawat Instalasi Rawat Darurat RS DR.Sardjito Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Windyananti, A. 2010. Hubungan Antara Kelelahan Kerja Dengan Stres Kerja Pada Tenaga Kerja Di Pengolahan Kayu Lapis Wreksa Rahayu Boyolali. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.