K esalahan pengukuran dalam teori tes klasik m erupakan kesalahan yang
tidak sistem atis atau acak. K esalahan pengukuran m erupakan penyim pangan secara teoretis dari skor am atan yang diperoleh dengan skor am atan yang
diharapkan. K esalahan pengukuran yang sistem atis dianggap bukan m erupakan kesalahan pengukuran.
A sum si-asum si yang m endasari teori tes klasik tersebut dijadikan dasar untuk m engem bangkan rum us-rum us m atem atis untuk m engestim asi validitas dan
koefisien reliabilitas tes. V aliditas dan koefisien reliabilitas pada perangkat tes digunakan untuk m enilai kualitas tes. K ualitas tes dalam teori tes klasik ju g a dapat
ditentukan dengan indeks kesukaran dan daya pem beda.
1. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran, disim bolkan dengan p , m erupakan salah satu param eter butir soal yang sangat berguna dalam analisis soal. Tingkat kesukaran
dapat dihitung dengan berbagai cara, yaitu a skala kesukaran linear, b skala bivariat, c indeks D avis, dan d proporsi m enjaw ab benar B ahrul H ayat, dkk.,
1999. Secara m atem atis tingkat kesukaran yang dihitung dengan proporsi m enjaw ab benar dirum uskan dengan:
I B P =
— dengan keterangan B adalah banyak peserta tes yang m enjaw a benar, dan N
jum lah peserta tes yang m enjaw ab. D engan rum us tersebut, m aka dapat diketahui bahw a jik a p m endekati 0, m aka soal tersebut terlalu sukar, sedang jik a p
m endekati 1 m aka soal tersebut terlalu m udah. Soal yang terlalu m udah atau
3
terlalu sukar tidak dapat m em bedakan kem am puan peserta tes sehingga perlu dibuang.
M enurut A llen dan Y en 1979 tingkat kesukaran butir soal sebaiknya antara 0,3 - 0,7. Pada rentang tersebut inform asi tentang kem am puan sisw a akan
diperoleh secara m aksim al. N am un angka tersebut perlu disesuaikan dengan tujuan pengem bangan soal. Soal untuk keperluan seleksi, rem idi, atau ulangan
um um seharusnya m em punyai p yang berbeda-beda untuk m encapai tujuan yang m aksim al.
2. Daya Beda
D aya beda m erupakan param eter butir soal yang m em berikan inform asi tentang seberapa besar butir soal tersebut dapat m em bedakan peserta tes yang
skornya tinggi dan peserta tes yang skornya rendah. D aya beda dapat dihitung dengan beberapa cara antara lain dengan m enghitung koefisien korelasi
point biserial
dan koefisien korelasi
biserial.
K orelasi
point biserial
secara m atem atis dirum uskan sebagai berikut.
Mp — Mq -
---
rpbis
n Vp 9
t dim ana:
rpbis
: koefisien korelasi
point biserial Mp
:
mean
skor pada tes dari peserta tes yang m em iliki jaw aban benar pada butir soal
Mq
:
mean
skor pada tes dari peserta tes yang m em iliki jaw aban salah pada butir soal
4
p : proporsi peserta tes yang m enjaw ab benar pada butir
soal q
: 1 - p St
: standar deviasi seluruh skor tes K orelasi
biserial
secara m atem atis dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.
M
v
- M
t
p
dengan keterangan
rbis
adalah koefisien korelasi
biserial, y
adalah ordinat p dalam distribusi norm al, sedangkan sim bol lain sama dengan keterangan
sebelumnya. N ilai korelasi
point biserial
selalu lebih rendah dibanding dengan nilai korelasi
biserial.
H ubungan antara keduanya dinyatakan dengan rumus: y
rpbis rb is ■ i
------- v p . q
3. Efektivitas Distraktor