PENGARUH SETTING TEMPERATUR TERHADAP KIN

PENGARUH SETTING TEMPERATUR TERHADAP KINERJA AC
SPLIT

Putri Hidayati
Jurusan Teknik Konversi Energi
Jl. Geger Kalong Hilir Desa Ciwaruga, Kotak Pos 1234, Bandung 40012

Email : [email protected]

ABSTRAK
Salah satu upaya dalam meningkatkan kinerja sistem dan menurunkan konsumsi
energi adalah dengan melalui kegiatan konservasi energi. Kegiatan konservasi energi
melalui sistem pengkondisian udara dapat dilakukan melalui setting temperatur ruang.
Kapasitas AC digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah tiga kapasitas yaitu, 1
PK, 1,5 PK dan 2 PK. Metode pengkajian kinerja Air Conditioning (AC) meliputi
perhitungan detail COP (Coeficient of Performance) dan efek refrigerasi yang ditinjau
dari fluida eksternal yaitu udara. Terdapat hubungan yang linear antara temperatur
setting dengan konsumsi energi, efek refrigerasi dan COP. Penurunan temperatur setting
dari 25 oC ke 17 oC menyebabkan penurunan konsumsi energi secara linear, peningkatan
efek refrigerasi dan peningkatan COP secara linear. Pada kapasitas AC 1 PK diperoleh
penurunan konsumsi energi dari setting temperatur 25 oC ke 17 oC sebesar 37,13 %,

kenaikan efek refrigerasi sebesar 9,34% dan kenaikan COP sebesar 38,14%. Untuk
kapasitas AC 1,5 PK diperoleh penurunan konsumsi energi sebesar 38,59%, kenaikan
efek refrigerasi sebesar 7,72% dan kenaikan COP sebesar 43,26%. Dan untuk kapasitas
AC 2 PK diperoleh penurunan konsumsi energi sebesar 42,78%, kenaikan efek
refrigerasi sebesar 9,65% dan kenaikan COP sebesar 43,2%.
Kata kunci : Konservasi energi, Air Conditioning, COP, Efek refrigerasi,
Temperatur setting, Konsumsi energi

PENDAHULUAN
Pada Peraturan Pemerintah No. 70
Tahun 2009 disebutkan bahwa pengguna
sumber energi dan pengguna energi yang
menggunakan sumber energi dan/atau
energi lebih besar atau sama dengan 6.000
(enam ribu) setara ton minyak per tahun
wajib melakukan konservasi energi
melalui manajemen energi. Untuk sistem
tata udara adanya Peraturan Menteri
ESDM No.14 Tahun 2012 Bab III tentang
pelaksanaan penghematan energi, bahwa

suhu ruang kerja diatur antara 24oC hingga

27oC dengan kelembaban relatif antara
55% hingga 65%.[4]
Perkembangan teknologi sistem
pengkondisian udara, range setting
temperature AC berkisar antara 16 oC
hingga 30 oC, hal tersebut membuktikan
bahwa range temperatur AC dapat
disesuaikan dengan kondisi lingkungan
dan tingkat kenyamanan manusia. Range
temperatur sedemikian rupa memiliki
dampak
terhadap
kinerja
sistem
pengkondisian udara. Apalagi jika ditinjau

dari kapasitas AC yang berbeda sesuai
kebutuhan pendinginanya.


METODELOGI
Studi eksperimen mengenai pengaruh efek
temperatur ruang terhadap kinerja sistem
pengkondisian udara telah banyak
dilakukan. Elsayed dan Abdulrahman
(2011) terjadi penurunan COP sebesar 35
% sebagai akibat perubahan temperatur
inlet udara evaporator.
Siklus Kompresi Uap
Siklus
refrigerasi
kompresi-uap
merupakan kebalikan siklus Carnot, di
mana fluida kerja yaitu refigeran harus
menguap seluruhnya sebelum dikompresi
pada kompresor.

proses 3-4 : saturated liquid yang sudah
dikondensasi dan bertekanan tinggi

melewati peralatan ekspansi, dimana akan
terjadi
penurunan
tekanan
dan
pengendalian laju aliran refrigeran menuju
tahap 4-1.
proses 4’-1 : refrigeran cair dari proses
ekspansi dalam evaporator akan menyerap
panas dari lingkungan, biasanya udara atau
air. Selama proses ini cairan merubah
bentuknya dari cair menjadi gas.
Prestasi Air Conditioning dinyatakan
dalam COP (Coefisient of Performance).
[2]
Besarnya COP pada sistem kompresi uap
dinyatakan dalam persamaan berikut:
COPR=
Qev = h1 – h4
QC = h2 – h1

dimana:
Qev = Efek pendinginan yang terjadi
dievaporator (kJ/kg)
Qc = Besarnya proses komresi pada
kompresor (kJ/kg)

Gambar 1. Siklus Kompresi Uap

Proses-proses yang terjadi dalam sistem
kompresi uap antara lain:

h2
= Entalpi refrigeran
kompresor, (kJ/kg)

proses 1-2: Uap jenuh dari evaporator
masuk
menuju kompresor
dimana
tekanannya dinaikkan. Suhu juga akan

meningkat, sebab sebagian energi yang
menuju proses kompresi dipindahkan ke
refrigeran.

h1
= Entalpi refrigeran
kompresor, (kJ/kg)

proses 2-3 : Superheated gas bertekanan
tinggi dari kompresor menuju kondensor.
Pada tahap ini refrigeran bertekanan dan
bersuhu tinggi dikondensasikan. Proses
kondensasi pada tahap ini biasanya
menggunakan udara atau air.

h4
=
Entalpi
evaporator, (kJ/kg)


keluaran

refrigerant

masukan

masuk

Dalam mengevaluasi kinerja sistem,
ada dua factor yang dipertimbangkan
yaitu, efek refrigerasi atau kapasitas
pendinginan yang ditinjau dari fluida
eksternal yaitu udara dan konsumsi energi
listrik.[5]

Besarnya efek refrigerasi/kapasitas
pendinginan tergantung pada temperatur
ruang, temperatur ambien dan kelembaban.

ER = ṁu (hu out – hin)

Sedangakan konsumsi energi input
diperoleh
berdasarkan
pengukuran
tegangan, arus dan cos ф pada bagian
outdoor, yaitu kompresor. Besarnya
konsumsi energi input dapat dihitung
menggunakan formula:
Win = V x I x cos ф
Sehingga besarnya COP adalah sebagai
berikut:
COPR =
Secara matematis besarnya nilai ini sesuai
dengan persamaan:
COPR=

3,5
COP

Kapasitas pendinginan dalam sistem

refrigerasi
berasal
dari
hukum
termodinamika pertama dimana energi
kinetik dan energi potensial diabaikan.[3]
Besarnya
efek
refrigerasi/kapasitas
pendinginan dihitungan menggunakan
persamaan:

4

2,5

1.5 PK

2
2 PK


1,5
1
15

17

19

21

23

25

27

Setting Temperatur Ruang ( oC)

Gambar 2. Hubungan Setting temperatur

terhadap COP

COP yang dihasilkan turun secara
linear dengan peningkatan temperatur
setting. Pada AC 1 PK diperoleh COP
terendah pada setting 25 oC sebesar 1,93
dan tertinggi pada setting 17 oC sebesar
3,12 dan diperoleh kenaikan COP sebesar
38,14%. Untuk AC 1,5 PK COP terendah
pada setting temperatur 17 oC sebesar 3,49
dan terendah pada setting 25 oC sebesar
1,98 maka diperoleh kenaikan COP
sebesar 43,26%, begitu juga dengan AC 2
PK, COP terendah sebesar 2,01 dan
tertinggi sebesar 3,53 maka diperoleh
kenaikan COP sebesar 43,2%.
Sebagai akibat penurunan temperatur
setting, efek refrigerasi mengalami
kenaikan sebagaimana yang diperilahatkan
pada Gambar 3.

Efek Refrigerasi (kJ/ s)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data dari hasil pengukuran utama
yaitu temperatur dan kelembaban baik
temperatur
dan kelembapan ruang
maupun ambient yang di plot pada
software CAT-T3 (Computer AidedThermodynamic)
sehingga
diperoleh
entalpi udara. Parameter-parameter data
hasil kajian dan pengukuran ditunjukan
sebagai berikut:

1 PK

3

4
3

1 PK

2

1.5 PK

1

2 PK

0
15

17

19

21

23

25

27

o

Temperatur Setting ( C)

Gambar 3. Hubungan Setting Temperatur
terhadap Efek Refrigerasi

Efek refrigerasi naik secara linear
dengan penurunan temperatur setting.

Konsumsi Energi (kW h)

Dengan penurunan temperatur setting
diperoleh kenaikan efek refrigerasi sebesar
9,34% untuk AC 1 PK, 7,72 % untuk AC
1,5 PK dan 9,65% untuk AC 2 PK.
Perubahan
temperatur
setting
berdampak pada besarnya konsumsi
energy sebagaimana diperlihatkan pada
Gambar 4.

Dengan peningkatan temperatur setting
diperoleh biaya operasi yang semakin
besar. Hubungan tersebut naik secara
linear.
Diperoleh penghematan seperti pada
Tabel 1.
Tabel 1. Penghematan Pertahun
Kap. AC
Var. temp

2

1 PK

o

C

1,5
1 pK

1

1.5 PK
0,5

2 PK

0
15

17

19

21

23

25

27

25
23
21
19
17

0
4800
10560
15360
20460

1,5 PK
Saving/tahun
Rp/jam
0
1920
30960
48000
84480

2 PK

0
33600
76800
108000
148800

Temperatur Setting ( oC)

KESIMPULAN
Gambar 4. Hubungan Setting Temperatur
terhadap Konsumsi Energi

Dengan kenaikan temperatur setting
maka terjadi kenaikan konsumsi energi,
Pada AC 1 PK diperoleh penurunan
konsumsi sebesar 42,78%, Untuk AC 1,5
PK sebesar 38,59% dan AC 2 PK sebesar
37,13 %.
Sebagai
dampak
peningkatan
konsumsi energi akibat dari peningkatan
temperatur setting maka biaya operasi
semakin meningkat, hal ini diperlihatkan
pada Gambar 5.

Biaya Operasi (Rp/ Jam)

2000
1500
1 PK
1000
1.5 PK
500

2 PK

0
15

17

19

21

23

25

27

Temperatur Setting ( oC)

Gambar 5. Hubungan Temperatur Setting
Terhadap Biaya Operasi

1) Untuk setiap AC diperoleh
kecendrungan
kenaikan
COP
dengan
penurunan
setting
temperatur. Dengan penurunan
setting
temperatur
diperoleh
kenaikan COP sebesar 38,14 %
untuk AC 1 PK, 43,26 % untuk AC
1,5 PK dan 43,2 % untuk AC 2 PK.
2) Untuk setiap kapasitas AC,
diperoleh kecendrungan kenaikan
efek refrigerasi dengan peurunan
setting temperatur ruang. Dengan
penurunan
setting
temperatur
diperoleh kenaikan efek refrigerasi
sebesar 7,72% untuk AC 1 PK,
9,34 % untuk AC 1,5 PK dan
9,65% untuk AC 2 PK.
3) Semakin
meningkat
setting
temperature
ruang , konsumsi
energi pada kompresor semakin
meningkat.
Semakin
besar
kapasitas AC, maka konsumsi
energi semakin besar. diperoleh
penurunan
konsumsi
sebesar
42,78%, Untuk AC 1,5 PK sebesar
38,59% dan AC 2 PK sebesar
37,13 %.

4) Untuk setiap AC diperoleh
kecendrungan penurunan biaya
operasi
dengan
penurunan
temperatur
setting.
Diperoleh
pengematan tertinggi pada AC 1
PK sebesar Rp 20.460, 1,5 PK
sebesar Rp 84.480 dan untuk AC 2
PK sebesar Rp 148.800.
DAFTAR PUSTAKA
1) Amr.O. Elsayed dan Abdulrahman
S. Hariri, 2011, Jurnal Low-Energy
Architecture, World Renewable
Energy, Saudi Arabia
2) ASHRAE
Handbook.
2009.
Refrigeration-Chapter
30
Thermofisical
Properties
of
Refrigeran. American Society of
Heating, Refrigerating and Air
Conditioning
Engineers,
Inc,
Atlanta

3) Dossat,
R.J.
Principles
of
Refrigeration. 1978 second Edition,
John Wiley & sons, New York
4) Lippsmeier
Georg.
1994.
Bangunan
Tropis.
Jakarta.
Erlangga
5) Peraturan Menteri Energi dan
Sumber daya Mineral No 14 Tahun
2012
6) Piter Silitonga, Rio Jon. Peralatan
Monitoring dan Instrumentasi
Audit
Energi,
PT
Energy
Management Indonesia (Persero)
7) Soegijanto, 1999. Bangunan di
Indonesia dengan Iklim Tropis
Lembab Ditinjau dari Aspek
8) Standar Nasional Indonesia ( SNI03-6390-2000) “Konservasi energi
sistem tata udara pada bangunan
gedung
9) Stoecker, Wilbert
F. 1996.
Industrial Refrigeration Handbook.