Hukum Adat 015

HUKUM TANAH
Tanah merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembentukan bumi ini, tanah juga
merupakan unsur manusia itu mampu mencari kehidupan, dirasa tanpa tanah manusia tidak
dapat hidup. Bisa disebut tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan
manusia. Berbicara tanah, benda yang satu ini sangat sensitive, dikatakan sensitive karena
banyak yang berebut untuk mendapatkan tanah yang luas, tanah adalah objek yang rawan
akan permasalahan, bahkan tidak jarang permasalahan itu menimbulkan nyawa hilang.
Manusia itu sesungguhnya tidak dapat hidup sendiri, sehingga muncullah yang
namanya negara, suatu negara terbentuk tidak jarang karena adanya kedekatan wilayah,
dimana salah satu unsur wilayan itu ialah tanah, bahkan suatu negara mampu pecah atau
bahkan terjajah oleh karena masalah tanah. Tanah pada suatu negara demokrasi seperti
Indonesia, yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi, yang berkeadilan sosial,
pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk mencapai tujuan ini,
diperlukan campur tangan penguasa, cq yang kompeten dalam urusan tanah, sedangkan
dalam lingkungan hukum adat, campur tangan ini dilakukan oleh kepala berbagai
persekutuan hukum.
Uraian tentang hukum tanah harus diawali dengan ilustrasi persekutuan hukum, sebab
hak-hak perorangan dalam persekutuan tersebut dapat juga dipandang sebagai pelaksanaan
dari hukum tanah itu oleh masing-masing anggota persekutuan. Hak-hak persekutuan dan
hak-hak perorangan setiap anggotanya saling mempengaruhi.
Hak persekutuan disebut juga hak purba, yang dimaksud dengan hak purba adalah hak

yang dipunyai oleh suatu suku, sebuah serikat desa-desa atau biasanya oleh sebuah desa saja
untuk menguasai seluruh tanah seisinya dalam lingkungan wilayahnya.
Ciri-ciri hak purba (di luar jawa)
1. Hanya persekutuan itu sendiri dan warganya saja yang berhak bebas mempergunakan
tanah-tanah liar di wilayah kekuasaannya.  hubungan hak purba dengan hak
perorangan, yaitu semakin maju dan bebas penduduk dalam usaha-usaha
pertaniannya, semakin lemahlah hak purba itu dengan sendirinya. Jika hak purba
sudah lemah, dengan sendirnya hak perorangan akan berkembang dengan pesatnya.
1

Dirimuskan, hak purba dengan hak perorangan itu bersangkut paut dalam hubungan
kempis-mengembang, desak-mendesak, batas-membatasi, mulur mungkret tiada henti,
dimana hak purba kuat, disitu hak perorangan lemah; demikian sebaliknya.
2. Oran luar hanya boleh mempergunakan tanah itu dengan izin penguasa persekutuan
tersebut, tanpa izin ia dianggap melakukan pelanggaran.  dalam artian, pendatang
yang hendak menggunakan tanah harus membayar uang pemasukan sebagai bukti ia
orang asing. Ia hanya dianggap sebagai penumpang, sehingga hak yang diperolehnya
tidak sama dengan hak warga asli. Walaupun telah lama tinggal dan mendapat hakhak yang lebih kuat menyerupai hak warga asli, namun hak ini akan hilang apabila
orang asing ttersebut meninggalkan tempat kediamannya, haknya kembali menjadi
orang asing.

3. Warga persekutuan boleh mengambil manfaat dari wilayah hak purba dengan restriksi
(pembatasan), yaitu hanya untuk kepentingan keluarganya sendiri, jika untuk
kepentingan orang asing, harus mendapat izin lebih dahulu.

Orang asing hanya

diperkenankan mengambil manfaat dari wilayah hak purba dengan izin kepala
persekutuan.
4. Persekutuan hukum bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi dalam
wilayahnya, terutama yang berupa tindakan melawan hukum, yang merupakan delik.
 mengenai tempat terjadinya peristiwa, sikap persekutuan hukum keluar, adanya rasa
tanggung jawab bersama atas segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungan tanah
purba tersebut. Jika terjadi di tapal batas wilayah, maka persekutuan hukum yang
berhak atas tanah tempat kejadian itu boleh membebaskan diri dari tanggung
jawabnya, asalkan persekutuan tersebut melepaskan hak-haknya atas sebidang tanah
yang bersangkutan. Disamping pertangguna jawaban itu adapula pertanggungjawaban
lain yaitu, pertanggungjawaban segolongan sanak saudara atas tindakan salah seorang
anggotanya.
5. Hak purba tidak dapat dilepaskan, dipindah-tangankan diasingkan untuk selamanya.
6. Hak purba juga meliputi tanah yang sudah digarap yang sudah diliputi oleh hak

perorangan.  lamah kuatnya hak purba, hak purba lemah tampak pada transaksi
tanah pertanian (jual-beli), hak purba kuat dalam pencabutan hak tanpa ganti kerugian
(pada tanah yang ditinggalkan, pada tanah warga desa yang berpindah ke tempat lain,
pada tanah pemiliknya meninggal dengan tiada ahli warisnya.

2

Hak perorangan pada hak purba hak perorangan ialah suatu hak yang diberikan kepada warga
desa ataupun orang luar atas sebidang tanah yang berada di wilayah hak purba persekutuan
hukum yang bersangkutan.
Jenis hak perorangan ialah ;
I.

Hak milik  hak terkuat, tidak dapat disangkal kebenarannya kecuali ada bukti
lain yang kuat untuk dapat menyangkalnya. Cara memperoleh hak ini ialah
dengan membuka hutan, dengan mewaris tanah, dengan penerimaan (pembelian,

II.

penukaran, hadiah) dan karena daluwarsa.

Hak wenang pilih  hak yang diperoleh seseorang yang utama dibandingkan yang
lainnya, misalnya atas tanah yang dipilih oleh orang tersebut atas tanah yang telah

III.

diberinya tanda-tanda larangan, atas belukar yang berbatasan dengan tanahnya.
Hak menikmati hasil  hak yang dapat diperoleh, baik oleh warga persekutuan
hukum sendiri maupun orang luar dengan persetujuan para pemimpin persekutuan

IV.
V.
VI.

untuk mengolah sebidang tanah selama satu atau beberapa kali panen.
Hak pakai
Hak menggarap
Hak keuntungan jabatan  hak seorang pamong desa atas tanah jabatan yang
ditunjuk untuknya dan yang berarti bahwa ia boleh menikmati hasil dari tanah itu
selama ia memegang jabtannya. Maksudnya untuk menjamin penghasilan para
pejabat itu. Ia boleh mengerjakan tanah jabatan namun tidak boleh menjualnya

atau menggadaikannya. Jika ia berhenti, tanah yang bersangkutan kembali kepada
hak purba. Bila tanah dalam keadaan ditanami pada saat pergantian yang berhak
menikmati ialah ; bila tanaman masa penen masih lama, yang menikmati ialah
pejabat yang baru sedangkan bila masa panen masih lama, yang menikmati ialah

VII.

pejabat lama sedangkan pejabat yang beru dapat menikmati sebagian.
Hak wenang beli  hak seseorang lebih utama dari yang lain untuk mendapat
kesempatan membeli tanah tetangganya dibandingkan dengan yang lain dengan
harga yang sama.

HUKUM PERHUTANGAN

3

Pada hukum adat, yang dimaksud dengan hukum perhutangan ialah kaidah-kaidah
yang mengatur hak-hak anggota persekutuan atas benda-benda yang bukan tanah. Sebagai
persekutuan ialah sebagai keseluruhan tidak dapat melakukan tindakan-tindakan yang akan
menghalangi hak-hak perseorangan sepanjang hak-hak itu menganai benda-benda yang

bukan tanah. Dengan catatan, apabila hak perseorangan itu akan digunakan untuk
kepentingan umum, maka persekutuan akan membayar ganti rugi.
Hak-hak perseorangan ini dapat berupa hak milik, namun bukan atas tanah, sebab
hukum adat itu sendiri mengenal yang namanya asas pemisahan horizontal, yakni pada
dasarnya hak atas rumah, tanaman-tanaman terpisah dengan hak milik atas tanah diatas mana
rumah dan tanaman-tanaman itu berada. Asas pemisahan horizontal ini dampaknya orang
dapat mengadakan transaksi atas tumah atau tanaman-tanaman, dengan catatanya hanya atas
rumah dan tanaman-tanaman dan segala sesuatu yang ada di atas tanah, asalkan bukan
tanahnya.
Transaksi sebagai akibat asas pemisahan horizontal ini di Jawa dikenal dengan “AdolBedol” dan “Adol-Ngebregi”. Untuk Adol-Bedol, yakni seseorang yang membeli rumah,
maka rumah itu harus dipindahkan dari atas tanah dimana rumah itu berada saar dibeli. Hal
ini menjadi penanda sekaligus alasan mengapa dahulunya masyarakat hukum adat
mendirikan rumah bisa yang tidak permanen dan juga tidak menyatu dengan tanah, dengan
alasan agar mudah dipindahkan. Sedangkan untuk Adol-Ngebregi, seseorang yang membeli
rumah, ia akan menempati rumah itu di atas tanah dimana rumah itu berada saat dibelinya,
dengan kata lain sipembeli tidak memindahkan rumah itu. Dalam suasana hukum adat sering
hak-hak atas rumah/ tanaman menimbulkan hak-hak atas tanah, dicontohkan ; bila seseorang
pergi meninggalkan sebidang tana dengan menamainya, karena tanah tersebut kurang subur.
Dari sisi hak ulayat, haknya atas tanah itu hilang tetapi haknya atas tanaman-tanaman
yang ia tanam tetap ada. Orang yang menamai tanah pada prinsipnya adalah pemilik dari

tanaman yang ditanaminya. Prinsip ini merupakan titik tolak untuk hubungan hukum dimana
seorang menanami tanah orang lain, yang dapat terjadi dengan cara :
1. Rechtmatig (tidak berlawanan dengan hukum) : dilakukan dengan sepengetahuan
pemilik tanah, berarti berdasarkan perjanjian, karena itu hasil dari tanaman dibagi
antara pemilik tanah dan penanam, sesuai dengan perjanjian.
4

2. Pinjam Pakai – barang yang dipinjam, dikembalikan dengan barang sejenis. Hutang
tenaga- biasanya dibayar lagi dengan tenaga. Hutang uang- biasanya dibayar dengan
uang, orang yang mempunyai hutang uang biasanya disebut peminjam. Cara
meminjamkan uang yaitu; meminjamkan uang tanpa bunga dan meminjamkan uang
dengan membayar bunga.
Contoh : batak, meminjam dengan bunga disebut- manganahi sedangkan meminjam
tanpa bunga disebut marsali.
Pada hukum adat dikenal bentuk jaminan utang seseorang, dimana seseorang dibuat sebagai
jaminan utang dari seseorang. Apabila orang itu tidak membayar, maka orang yang menjamin
itu dapat dituntut. Bentuk lain dari perbuatan kredit perseorangan dikenal dalam hukum adat :
1.
2.
3.

4.

Kempitan
Kempitan Kontrak Komisi
Kontrak Pemeliharaan
Alat Pengikat Tanda Yang Kelihata, disebut dengan panjer, kedua belah pihak telah
sepakat tentang sesuatu, salah satu pihak akan menyerahkan sejumlah uang kepada
pihak lain, uang itu sebagai pengikat. Bila sipemberi panjer tidak menepati janji maka
panjer akan hilang, bila pihak yang menerima panjer yang tidak melaksanakan
kewajiban atau prestasinya maka dia wajib mengembalikan panjer dan biasanya
ditambahi ganti rugi sebesar panjer kepada pihak pemberi panjer. Tujuan panjer, agar
para pihak melaksanakan perbuatan tunai pada masa yang akan datang, pada dunia
kerja juga dikenal denga persekot, dalam perkawinan disebut pertunangan

(di

minangkabatu : paningset)

SISTEM HUKUM ADAT / STRUKTUR PERSEKUTUAN HUKUM ADAT
Untuk dapat memahami sistem hukum adat, terlebih dahulu fahami sifat dan struktur

susunan masyarakat dimana hukum adat itu tumbuh.
Masyarakat itu sendiri terdiri dari kelompok-kelompok dimana setiap anggotanya
memiliki keyakinan bahwa tindakannya tidak hanya akan membawa akibat pada dirinya
sendiri saja, melainkan juga akan dirasakan oleh anggota-anggota kelompok lainnya. Tiap
kelompok ini hidup dalam persekutuan, yang dinamakan dengan persekutuan hukum.
5

Persekutuan hukum itu ialah sekelompok orang-orang yang terikat sebagai satu
kesatuan dalam suatu susunan yang teratur, bersifat abadi dan memiliki pimpinan
serta kekayaan baik berujud maupun tidak berujud dan mendiami atau hidup di atas
suatu wilayah tertentu. Dinamakan persekutuan hukum sebab di dalam kelompok itulah
bangkitnya serta dibinanya kaidah-kaidah hukum adat sebagai suatu endapan daripada
kenyataan-kenyataan sosial, dilain pihak karena kelompok-kelompok itu dalam hubungannya
antara satu dengan yang lain bersikap sebagai suatu kesatuan dan juga hidup dalam suatu
pergaulan hukum antar kelompok maka kelompok-kelompok itu juga merupakan subjek
hukum.
Ada beberapa persekutuan hukum adat, persekutuan ini dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu ; faktor genealogis (keturunan) dan faktor teritorial (wilayah). Dari kedua faktor
tersebut dapat dibedakan 3 (tiga) type persekutuan hukum adat, yaitu ; persekutuan hukum
genealogis, persekutuan hukum teritorial dan persekutuan hukum genealogis teritorial.

i.

Persekutuan Hukum Genealogis
Persekutuan hukum ini berdasarkan faktor pengikat genealogis (keturunan)
mengakibatkan anggota-anggotanya merasa dilahirkan dan berasal dari nenek
moyang yang sama. Secara sistematis dapat dibedakan dalam dua macam
persekutuan genealogis ditambahkan satu bentuk khusus, yaitu : masyarakat
unilateral, masyarakat bilateral / parental dan masyarakat alternerend / bergantiganti.
a. Masyarakat Unilteral  masyarakat yang mana anggota-anggotanya menarik
garis keturunan hanya dari satu fihak saja, yaitu dari pihak laki-laki saja
(patrilineal) atau dari pihak ibu saja (matrilineal).
Ciri-ciri masyarakat ini ; menarik garis keturunan hanya dari satu pihak saja,
masyarakatnya terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok yang disebut clan
(sub-clan), sistem perkawinan eksogami dan tiap kelompok (clan) mempunyai
harta pusaka yang tidak boleh dibagi-bagi.
Masyarakat unilateral ini dapat dibedakan atas dua macam dan satu bentuk
khusus, yaitu: masyarakat matrilineal, masyarakat patrilineal dan masyarakat
dubble unilateral.
1. Masyarakat Matrilineal  masyarakat yang mana anggota-anggotanya
menarik garis keturunan dari pihak ibu saja, terus-menerus hingga berakhir


6

pada satu kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari satu keturunan
yang sama. Contoh ; masyarakat Minangkabau, Kerinci dann Semendo.
2. Masyarakat Patrilineal  masyarakat dimana anggota-anggotanya menarik
garis keturunan dari pihak laki-laki saja, terus-menerus ke atas hingga
berakhir pada suatu kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari satu
bapak asal. Contoh ; masyarakat Batak dan masyarakat Bali.
3. Masyarakat Dubble Unilateral  masyarakat yang menarik garis keturunan
dari pihak ayah dan dari pihak ibu yang dilakukan bersama-sama,
berdasarkan hal-hal tertentu. Contoh ; masyarakat di wilayah timur bagian
tengah. Caranya dilihat dari pewarisan ; dalam pewarisan, benda-benda
yang berhubungan dengan kewanitaan diwariskan melalui garis keibuan,
sedang benda-benda yang ada sangkut pautnya dengan kepriaan
diwariskan melalui garis ke bapaan. Maka, manifestasi dari bentuk
dubble unilateral terdapat pada pewarisan.
b. Masyarakat Bilateral / Parental  masyarakat yang anggota persekutuannya
menarik garis keturunan, baik melalui ayah maupun melalui ibu. Garis
keturunannya ditarik melalui orang tua (parental). Bentuk perkawinannya
bebas, artinya tidak terikat pada keharusan exogami ataupun endogami .
masyarakat ini terdiri dari ;
1. masyarakat bilateral yang bersandikan kesatuan rumah tangga (Gozins).
Titik berat dari masyarakat itu terletak pada rumah tangga. Contoh ;
terdapat di Jawa dan Madura
2. Masyarakat bilateral yang bersendikan pada rumpun-rumpun (trible)titik
berat dari masyarakat ini terletak pada rumpun. Contoh ; terdapat pada
orang-orang dayak di Kalimantan. Pada masyarakat ini dianjurkan untuk
mengadakan perkawinan secara endogami.
c. Masyarakat Alternerend  masyarakat dimana garis keturunan seseorang,
ditarik berganti-ganti sesuai dengan bentuk perkawinan yang dilakukan oleh
orang tuanya. Dengan kata lain, bila perkawinan orang tuanya dilakukan
dengan menurut hukum keibuan atau kawin semenda, maka anak yang lahir
dari perkawinan ini menarik garis keturunan melalui ibu. Dan bila perkawinan
dilakukan anak menurut hukum kebapaan atau kawin jujur, maka keturunan
dari perkawinan ini menarik garis keturunan melalui kebapaan. Contoh
masyarakat Rejang di Sumatera Selatan.
7

Ada kemungkinan putus, namun untuk menghindarkannya :
1. Untuk perkawinan kebapaan, dapat diadakan perkawinan

yang

menyimpang yaitu semendo, dimana laki-laki didatangkan.
2. Kalau anak hanya satu (mungkin keturunan akan hapus), untuk
mencegahnya dapat dilakukan perkawinan semendo rajo-rajo, menarik
garis keturunan dari kedua belah pihak atau orang tua.
NB : di Indonesia hanya ada beberapa daerah yang berdasarkan
pertalian genealogis semata, yaitu : orang Gayo di Aceh dan orang-orang
rubian di Lampung. Tapi pertalian ini lama kelamaan dipengaruhi oleh
ikatan teritorial. Jadi umumnya masyarakat atau persekutuan hukum
genealogis murni tidak ada.
ii.

Persekutuan Hukum Teritorial
Persekutuan yang mana anggota-anggotanya merasa terikat satu dengan yang
lainnya karena merasa dilahirkan dan menjalani kehidupan bersaman di tempat
yang sama. Persekutuan ini terdiri dari tiga jenis, yaitu ; persekutuan desa,
persekutuan daerah dan perserikatan desa-desa.
a. Persekutuan desa  segolongan orang yang terikat pada suatu tempat
kediaman kecil yang meliputi perkampungan-perkampungan agak jauh dari
pusat kediaman dan dimana pemimpin atau pejabat-pejabat pimpinan
pergaulan hidup itu bertempat tinggal.
b. Persekutuan daerah  kesatuan dari beberapa tempat kediaman yang masingmasing tempat kediaman itu mempunyai pimpinan sendiri-sendiri yang sejenis
dan sederajat, tapi tempat kediaman itu merupakan bagian dari satu kesatuan
yang meliputi bagian-bagian tadi dimana kesatuan yang lebih besar ini
mempunyai hak ulayat, terhadap tanah yang belum dibuka yang terletak antara
tanah-tanah tempat kediaman itu tadi. Contoh ; Huria di Tapanuli, yang
merupakan satu kesatuan bagiannya disebut Huta, Huta itu sendiri mempunyai
pimpinan sendiri-sendiri, yakni setiap huta mempunyai pimpinan masingmasing.
c. Perserikatan desa-desa  gabungan-gabunga dari beberapa persekutuan desa,
mereka mengadakan permufakatan untuk melakukan kerja sama bagi
kepentingan bersama, untuk melakukan keperluan bersama, diadakan suatu
badan pengurus yang terdiri dari pengurus-pengurus persekutuan desa. Contoh
8

; Subak di Bali. Anggota-anggotanya dapat meninggalkan tempat tinggalnya
tanpa kehilangan keanggotaan dari persekutuan hukum tersebut. Sedangkan
orang luar yang masuk persekutuan tidak dengan sendirinya jadi teman
segolongan. Ia baru diterima menjadi anggota segolongan setelah melalui
iii.

upacara-upacara menurut hukum adat.
Persekutuan Hukum Genealogis Terotorial
Perskutuan hukum dimana faktor genealogis maupun faktor teritorial
menjadi dasar pengikat antara anggota-anggota kelompok. Artinya seseorang yang
menjadi anggota persekutuan hukum, disamping ditentukan oleh keturunan, juga
ditentukan oleh wilayah yakni harus bertempat tinggal pada daerah yang sama.
Pada persekutuan ini, golongan yang mempunyai keturunan yang sama yang
bertempat tinggal di daerah itu, terputus pertalian hubungan hukumnya dengan
teman-temannya seketurunan di tempat lain.
Contoh ;
1. Daerah yang didiami satu clan saja (di Enggano, Buru).
2. Daerah yang didiami satu clan asli dan pendatang karena adanya hubungan
perkawinan ( di Tapanuli).
3. Daerah yang didiami satu clan saja, kemudian datang clan lain menguasai ,
namun untuk tanah tetap dikuasai oleh clan asli (Sumba).
4. Dalam satu daerah antara golongan yang menampung dan yang berkuasa tidak
ada perbedaan (Nagari di Minangkabau).
5. Dalam satu daerah bertempat tinggal beberapa clan (Jawa).

PATRILINEAL
1

1

2

3

4

5
11

6

7

9

10

12

13
17

8

14

15

16

19
= LAKI-LAKI

9

= PEREMPUAN
Yang digaris merah keluar dari klan nya, masuk ke klan suaminya, namun tidak
menjadi anggota suaminya.

MATRILINEAL

1

2

5

3

6

7

4

8

9

10

12 13
16

17

11

14 15

18

19

20

= Laki-laki
= Perempuan
garis keturunan ibu

Keturunan mengikuri

PENGARUH FAKTOR SOSIOLOGIS TERHADAP PERUBAHAN GARIS
KETURUNAN DALAM MASYARAKAT ADAT
Sepanjang jalan hidupnya masyarakat pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan itu
dapat kita lihat ketika kita membandingkannya dengan keadaan kehidupan manusia itu
sendiri dari masa ke masa. Begitu juga hal ini pada adat manusia itu sendiri, dari masa ke
masa perubahan garis keturunan hukum adat dari unilateral ke arah bilateral. Perubahanperubahan ini tidak terjadi begitu saja, melainkan karena oleh faktor-faktor tertentu yang
mendukug perubahan itu, seperti ; faktor pendidikan, faktor perantauan, faktor ekonomi

10

(industrialisasi, teknologi, modernisasi), revolusi, faktor ideologi, faktor islam dan faktor
politik.

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
i.

UUD Tahun 1945, pada UUD ini tidak ada satu pasalpun yang memuat dasar
berlakunya hukum adat. Hanya menurut peraturan peralihan pasal II UUD “segala
badan negara dan peraturan yang ada, masih langsung berlakuo selama belum

ii.

diadakan yang baru menurut UUD ini”.
UUDS 1950, pasal 104 “segala keputusan pengadilan harus berisi alasanalasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan undang-undang

iii.

dan aturan-aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu”.
UU No 1 dr Tahun 1951, dengan undang-undang ini hukum adat diakui namun
dapat dikesampingkan bila menurut hakim hukumadat tidak selaras dengan zaman
yang senantiasa berubah. Dengan kata lain, hakim memberikan hukuman
berdasarkan kesalahan orang tersebut. Adat yang realisasinya beru terlaksana
secara keseluruhan pada tahun 1970 yaitu dengan ditetapkannya penghapusan
pengadilan adat Irian Jaya. eksistensi peradilan adat masih diakui sepanjang
menurut hukum yang hidup merupakan suatu bagian hukum tersendiri dari
operadilan adat. Kedudukan hukum pidana adat dengan berlakunya KUHP secara
unifikasi untuk seluruh golongan penduduk tempatnya menjadi terdesak dsan
dengan sistem legislastis dari KUHP tersebut boleh dikatakan tidak ada tempat
lagi bagi hukum pidana adat, namun masih diberikan suatu keonggaran “Untuk
Sementara Waktu” diakui namun harus tetap disesuaikan dengan apa yang telah

iv.

dirumuskan dalam KUHP.
UU No. 5 Tahun 1960, UUPA mengakui hak ulayat sepanjang dalam
kenyataannya masih ada. Hukum adat dalam lapangan keagrariaan, diberikan
pembatan yaitu tidak boleh bertentangan dengan kepentinfan nasionalisme negara
yang

berdasarkan

persatuan

bangsa,

tidak

boleh

bertentangan

dengan

nasionalisme Indonesia, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam UUPA
v.

dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan perundangan lainnya.
UU No. 5 Tahun 1967, hukum adat mendapat pengakuan yang kurang begitu
menyenangkan “pelaksanaan hak-hak masyarakat adat, hukum adat dan anggota11

anggota serta hak-hak perseorangan untuk mendapatkan manfaat dari hukumadat
baik langsung maupun tidak langsung yang didasarkan atas suatu peraturan
sepanjang menurut kenyataannya masih ada, tidak boleh mengganggu tercapainya
tujuan-tujuan yang dimaksud dalam undang-undan ini”. Ketentuan ini Membatasi
hukum adat karena timbulnya dari anggapan bahwa suasana hukum adat dapat
menimbulkan perusakan hutan. Batasan-batasannya sebagai berikut ;
- Hak-hak masyarakat hukum adat dan anggota-anggotanya untuk memungut
hasil hutan yang didasarkan atas suatu peraturan hukum adat sepanjang
menurut kenyataannya masih ada, pelaksanaannya perlu untuk ditertibkan
-

sehingga tidak mengganggu pelaksanaan-pelaksanaan pengusahaan hutan.
Pelaksanaan tersebut di atas harus seizin pemegang hak tersebut di atas yang
diatur dengan suatu tata tertib sebagai hasil musyawarah anatara pemegang
hak dan masyarakat hukum adat dengan bimbingan dan pengawasan dinas

-

khutanan.
Demi keselamatan umum dalam areal hutan yang sedang dikerjakan dalam
rangka pengusahaan hutan, pelaksanaan hak-hak rakyat untuk memungut hasil

vi.

hutan dibekukan.
UU No. 14 Tahun 1970, ditegaskan semua peradilan di seluruh wilayah RI adalah
peradilan negara dan akan ditetapkan dengan UU. Maka dengan begitu tidak akan
ada lagi suatu peradilan adat. Kedudukan hukum adat tetap diakui, hanya
pelaksanaannya dilakukan oleh badan peradilan negara tersebut. Hukum tidak
tertulis setara dengan hukum tertulis, kemudian dipertegas bahwa hakim sebagai
penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-

vii.

nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
UU No.5 Tahun 1979, hukum adat hampir tidak diperhatikan sama sekali.
Kedudukan

pemerintahan

desa

sejauh

mungkin

diseragamkan

dengan

mengindahkan keragaman keadaan desa dan ketentuan adat istiadat yang masih
berlaku.

12