Persamaan Differensial Pelat dalam Sistem Koordinat Kartesius
2.7. Pelat persegi yang memikul beban lateral Sumber : Teori dan Analisis Pelat Szilard, 1974
2. Keseimbangan elemen pelat
Dengan menganggap pelat hanya memikul beban lateral, di antara ke enam persamaan keseimbangan dasar hanya tiga persamaan berikut
yang digunakan: ∑
= ∑ =
∑ = .
Perilaku pelat dalam banyak hal analog dengan perilaku jaringan silang dua-dimensi. Jadi beban luar Pz dipikul oleh gaya transversal
Qx dan Qy serta oleh momen lentur Mx dan My. perbedaan yang jelas dengan aksi jaringan balok silang dua-dimensi ialah adanya momen
puntir Mxy dan Myx Gambar 2.7a. Dalam teori pelat, umumnya gaya dalam dan momen dinyatakan persatuan panjang bidang pusat
Gambar 2.7b. Untuk membedakan gaya dalam ini dengan resultan yang disebut diatas, notasi Qx, Qy, Mx, My, Mxy, dan Myx, akan
digunakan disini. Prosedur untuk menurunkan persamaan differensial keseimbangan
adalah sebagai berikut: a.
Pilih sistem koordinat yang memudahkan dan menggambarkan suatu elemen pelat Gambar 2.7
b. Tinjaulah semua gaya dalam dan luar yang bekerja pada elemen
tersebut c.
Berikan gaya dalam positif dengan penambahannya qx+…qy+…dan seterusnya pada bidang dekat
d. Berikan gaya dalam negatif pada bidang jauh
e. Nyatakan pertambahan tersebut dalam deret Taylor yang
dipenggal: +
= +
, +
= +
, . .
f. Tuliskan keseimbangan gaya dalam dan luar yang bekerja pada
elemen tersebut. Sebagai contoh, kita samakan jumlah momen semua gaya dalam
terhadap sumbu Y dengan nol Gambar 2.11b, sehingga diperoleh
+ −
+ +
−
− +
− = .
Setelah disederhanakan, kita abaikan suku yang mengandung besaran
��
�
�
. Karena merupakan suku berorde tinggi yang sangat kecil. Dengan demikian, persamaan 2.19 menjadi
. +
. − . .
= . Dan, setelah dibagi dengan dx dy, kita peroleh
+ =
. Dengan cara yang sama, perjumlahan momen-momen terhadap sumbu
X menghasilkan +
= .
Penjumlahan semua gaya dalam arah Z menghasilkan persamaan keseimbangan ketiga [lihat persamaan 2.23]
. +
. − . .
= . Yang setelah dibagi oleh dx dy menjadi :
+ = − .
Dengan memasukkan persamaan 2.21 dan 2.22 ke persamaan 2.24 dan memperhatikan bahwa
= , kita peroleh
+ .
+ = − .
Momen lentur dan puntir dalam persamaan 2.25 tergantung pada regangan, sedang regangan merupakan fungsi dari komponen
perpindahan. Oleh karena itu, langkah selanjutnya ialah mencari hubungan antara momen dalam dan komponen perpindahan.
3. Hubungan Antara Tegangan, Regangan, dan Perpindahan
Anggapan bahwa bahan bersifat elastis memungkinkan pemakaian hukum Hooke dua-dimensi yang diperoleh dari persamaan 2.13
dengan � = ,
� = � + � . dan
� = � + � . Yang menghubungkan tegangan dan regangan pada suatu elemen pelat.
Subtitusi persamaan 2.26b ke persamaan 2.26a menghasilkan � =
− � + � .
Dengan cara yang sama, akan diperoleh [lihat persamaan 2.28] � =
− � + � .
Momen puntir M
xy
dan M
yx
menimbulkan tegangan sebidang in-plane shear
xy
dan
yx
Gambar 2.8, yang berhubungan dengan regangan geser
γ melalui persamaan yang sejenis dengan hukum Hooke Persamaan 2.15
� = �� = +
� = � .
Gambar 2.8 Tegangan pada suatu elemen pelat Sumber : Teori dan Analisis Pelat Szilard, 1974
Selanjutnya, ditinjau geometri pelat yang melendut untuk menyatakan regangan dalam koefesien perpindahan. Dengan mengambil satu irisan
pada nilai y yang konstan, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.9, kita bandingkan penampang irisan sebelum dan sesudah melendut.
Dengan memakai anggapan e dan f, yang disebutkan di muka bagian ini, kita bisa nyatakan sudut rotasi garis I-I dan II-II sebagai [lihat
persamaan 2.30]. = −
+ ⋯ = + .
Setelah berubah bentuk, panjang suatu deret ̅̅̅̅ yang terletak pada jarak Z dari bidang pusat menjadi
′ ′ ̅̅̅̅̅̅ Gambar 2.9. Dengan memakai
defenisi regangan yang diberikan dalam persamaan 2.13, dapat dituliskan
Gambar 2.9 Penampang sebelum dan sesudah berubah bentuk Sumber : Teori dan Analisis Pelat Szilard, 1974
� = ∆
= ′ ′
̅̅̅̅̅̅ − ̅̅̅̅ ̅̅̅̅
= [
+ ]
= .
Kemudian persamaan pertama disubtitusi dari persamaan 2.30 ke persamaan ini akan menghasilkan
� = − .
Dengan cara yang sama, kita bisa memperoleh regangan � = −
. Selanjutnya ditentukan distorsi sudut
xy
=
’ +
” dengan membandingkan segiempat ABCD Gambar 2.10 yang terletak pada
suatu jarak konstan dari bidang pusat, dengan keadaannya setelah berubah bentuk
A’B’C’D’ pada permukaan pelat yang melendut. Dari kedua segitiga kecil dalam Gambar 2.10 dan dari persamaan 2.8
jelas terlihat bahwa �
′
= � =
. Sesuai dengan Gambar 2.10 didapat bahwa
= = −
.
Gambar 2.10 Distorsi Sudut Sumber : Teori dan Analisis Pelat Szilard, 1974
Dengan cara yang sama, = −
. Sehingga,
� = �
′
+ � = − .
Perubahan kelengkungan pada bidang pusat yang melendut didefenisikan sebagai
= − ,
= − ,
� = − .
Dimana χ menyatakan pemilinan warping pelat.
4. Gaya dalam yang dinyatakan dalam
w
Komponen tegangan
x
dan
y
Gambar 2.8 menimbulkan momen lentur pada elemen pelat dengan cara yang sama seperti pada teori
balok dasar. Jadi, dengan mengintegrasikan komponen tegangan normal, kita peroleh momen lentur yang bekerja pada elemen pelat:
= ∫ �
+ℎ −ℎ
= ∫ �
+ℎ −ℎ
.
Demikian pula, momen puntir akibat tegangan geser =
xy
=
yx
dapat dihitung dari
= ∫ �
+ℎ −ℎ
= ∫ �
+ℎ −ℎ
.
Namun
xy
=
yx
= sehingga M
xy
= M
yx
. Jika persamaan 2.32 dan 2.33 disubtitusikan ke dalam persamaan
2.27 dan 2.28, tegangan normal
x
dan
y
bisa dinyatakan dalam lendutan lateral w. Jadi, dapat ditulis sebagai
� = − − +
. Dan
� = − − +
. Integrasi persamaan 2.38, setelah substitusi persamaan di atas
x
dan
y
, menghasilkan
= − ℎ
− +
= − +
= + .
Dan = −
+ = +
.
Dimana =
ℎ −
.
Menyatakan ketegaran lentur kekakuan pelat flextural rigidity pelat. Dengan cara yang sama, kita peroleh persamaan momen puntir dalam
lendutan lateral: =
= ∫ �
+ℎ −ℎ
= − � ∫
+ℎ −ℎ
= − −
= − � .
Jika persamaan 2.42, 2.43 dan 2.45 disubstitusikan ke persamaan 2.25 akan menghasilkan persamaan differensial penentu untuk pelat
yang memikul beban lateral : +
+ = .
∇ ∇ = Persamaan ini merupakan persamaan differensial parsial tak homogen,
berorde-empat yang termasuk jenis eliptis dengan koefesien konstan, yang sering kali disebut persamaan biharmonis tak halogen.
persamaan 2.46 bersifat liner karena turunan w tidak memiliki eksponensial lebih dari satu szilard, 1974:31. Selanjutnya,
merumuskan gaya geser transversal dalam lendutan lateral. Persamaan 2.42 dan, 2.43, dan 2.45 disubstitusi ke persamaan 2.21 dan
2.22 menghasilkan =
+ = −
+ .
= +
= − +
.
5. Kondisi tepi menurut teori lentur
Penyelesaian eksak untuk persamaan pelat persamaan 2.46 harus juga memenuhi persamaan differensial tersebut dalam kondisi tepi
syarat batas masalah pelat tertentu. Karena persamaan 2.46 merupakan persamaan differensial berorde
–empat, dua kondisi tepi, baik untuk perpindahan ataupun untuk gaya-gaya dalam, diperlukan
setiap tepi. Dalam teori lentur pelat, ada tiga komponen gaya dalam yang harus
ditinjau: momen lentur, momen puntir dan gaya geser transversal. Demikian pula, komponen perpindahan yang harus dipakai dalam
perumusan kondisi tepi adalah lendutan lateral dan kemiringan putaran sudut. Kondisi tepi pelat yang mengalami lentur umumnya
dapat digolongkan sebagai salah satu dari kondisi tersebut. Adapun kondisi tepi yang digunakan dalam pembahasan tugas akhir ini adalah
sebagai berikut :
a. Kondisi tepi geometris jepit. Kondisi geometris tertentu yang
diperoleh berdasarkan besarnya perpindahan translasi dan rotasi dapat digunakan untuk merumuskan kondisi tepi dalan bentuk
matematis. Misalnya, lendutan dan kemiringan permukaan pelat yang melendut di tepi jepit Gambar 2.11a sama dengan nol, jadi,
dapat dituliskan = , = =
= Dan
2.49 = , = =
=
Kondisi tepi seperti ini disebut kondisi tepi geometris b.
Kondisi tepi statis tepi bebas. Untuk kondisi tepi statis, gaya-gaya tepi memberikan persamaan matematis yang diperlukan. Misalnya,
di tepi bebas suatu pelat yang tidak dibebani lihat Gambar 2.11b, kita dapat katakan bahwa momen dan gaya geser transversal V di
tepi tersebut sama dengan nol. Jadi, = �
= � = , Atau
2.50 = �
= � = , Gaya geser di tepi pelat terdiri dari dua suku, yaitu gaya geser
transversal dan pengaruh momen puntir. Dengan memperhatikan tepi-tepi pelat yang memiliki garis normal dalam arah X dan Y,
gaya tepi per satuan panjang diperoleh sebagai :
� = = − [
+ −
] 2.51
� = = − [
+ −
]
Gambar 2.11 Berbagai Kondisi Tepi Sumber : Teori dan Analisis Pelat Szilard, 1974
Dimana Q
x
dan Q
y
adalah gaya geser lateral persamaan 2.47 dan 2.48. Suku kedua
∂m
xy
dy dan ∂m
yx
dx dalam persamaan 2.51 menyatakan gaya geser tambahan di tepi tersebut yang diakibatkan
oleh momen puntir M
xy
= M
yx
. Dengan mengganti momen puntir dengan kopel ekivalen secara statis M
xy
dydy dan M
yx
dxdx Gambar 2.12, gaya-gaya ini saling menghapus di elemen-elemen
yang bersebelahan, kecuali bagian pertambahannya :
Dengan membagi persamaan ini masing-masing dengan dy dan dx, kita peroleh gaya geser tambahan persatuan panjang :
= =
Gaya ini disebut gaya tambahan Kirchhoff Kirchhoff Ersatzkrafte
Gambar 2.12 Pengaruh tepi dari momen puntir Sumber : Teori dan Analisis Pelat Szilard, 1974
Dengan mengganti momen puntir dengan gaya geser ekivalen ini, Kirchhoff mengurangi jumlah gaya dalam yang harus ditinjau,
yakni dari tiga menjadi dua. Dengan demikian,dari persamaan 2.42,dan 2.43, dan 2.50, dan 2.51 Kondisi tepi bebas adalah :
+ = , [
+ −
] = .
dan
+ = , [
+ −
] = .
c. Kondisi tepi sederhana. Tepi yang memiliki tumpuan sederhana
Gambar 2.11c menghasilkan kondisi tepi campuran. Karena lendutan dan momen lentur di sepanjang tepi ini melibatkan
persamaan yang berkaitan dengan perpindahan dan gaya. Jadi, = ,
= +
=
Dan 2.54
= , =
+ =