Teori Elastisitas TINJAUAN PUSTAKA
sebidang. Dengan demikian definisi tegangan normal dan tegangan g
eser Gambar 2.2b adalah � = lim
∆� →
∆ ∆
� = lim
∆� →
∆ ∆ .
Gambar 2.2 Metode Irisan Sumber : Teori dan Analisis Pelat Szilard, 1974
Perlu diperhatikan bahwa tegangan pada suatu bidang adalah vektor tegangan. Resultan tegangan dengan mudah dapat dicari dengan
penjumlahan vektor dari komponen-komponennya. Keadaan tegangan pada benda elastis biasanya bervariasi dari satu titik ke titik lainnya;
jadi, kita dapat tuliskan x,y,z dan x,y,z. Untuk menggambarkan keadaan tegangan tiga-dimensi, kita ambil
suatu elemen yang kecil dalam bentuk kontak dx dy dz yang mukanya sejajar dengan bidang koordinat, seperti yang ditunjukan Gambar 2.3.
Komponen tegangan normal X, Y, dan Z, masing-masing diberi notasi x, y dan z . Subskribnya subscript huruf bawah menunjukkan
garis normal tegak lurus permukaan tempat vector tegangan tersebut
bekerja. Tegangan geser biasanya memiliki dua subskrib. Subskrib pertama menunjukkan arah garis normal permukaan, sedang subskrib
kedua menunjukkan arah arah vektor tegangan . Karena tegangan merupakan fungsi dari letaknya pada
suatu benda, intensitasnya akan berubah bila bidang rujuknya digerakkan sejauh dx, dy, dz. Pertambahan yang timbul dinyatakan
oleh dua suku pertama dari deret Taylor Gambar 2.3
Gambar 2.3 Elemen tiga dimensi Sumber : Teori dan Analisis Pelat Szilard, 1974
Perjanjian tanda berikut akan digunakan dalam pembahasan berikutnya. Pada bidang dekat suatu elemen yang dipandang dari
ujung-ujung sumbu koordinat positif dianggap positif. Pada bidang jauh suatu elemen, semua tegangan yang bekerja pada arah sumbuh
koordinat negatif dianggap positif. Perjanjian tanda ini mengikuti
aturan umum yang dipakai dalam praktek bidang teknik; yakni, tarikan bertanda positif dan tekanan bertanda negatif.
Keadaan tegangan tiga-dimensi di sembarang titik benda elastis ditentukan oleh sembilan komponen tensor tegangan dengan matriks.
[�] = [ �
� �
� �
� �
� �
] .
yang simetris terhadap diagonal utama. Dimana Tensor adalah besaran yang memiliki arti fisik yang memenuhi hukum transformasi tertentu.
Hukum transformasi ini dalam teori elastis adalah rotasi sumbu. Tensor orde dua dinyatakan dalam bentuk Szilard,1974:15. Karena
sifat simetris ini, � = � � = �
� = � . Dalam beberapa literatur, Persamaan 2.1 disebut hukum timbal-balik
tegangan geser dan mudah dibuktikan dengan mengambil momen dari tegangan-tegangan terhadap sumbu koordinat. Sementara keadaan
tegangan dalam pelat yang tebal bersifat tiga-dimensi, pelat tipis yang memiliki ketegangan lentur yang mempunyai keadaan tiga-dimensi
yang tidak sempurna; yakni, semua komponen tegangan permukaan yang sejajar bidang XY sama dengan nol.
Dalam analisis pelat elastis, keadaan tegangan dua-dimensi berperan
penting. Pada keadaan ini, z = yz = xz = 0; dengan demikian,
matriks tensor tegangan yang bersangkutan menjadi [�] = [
� �
� � ] .
dimana � = � = �
2. Regangan dan perpindahan
Benda elastis yang diperlihatkan pada Gambar 2.1 ditumpu sedemikian
rupa sehingga perpindahan benda tegar rigid body translasi dan rotasi tidak terjadi. Karena benda elastis tersebut berubah bentuk
akibat gaya luar, setiap titik padanya mengalami perpindahan elastis yang kecil. Dengan menyatakan komponen perpindahan translasional
dalam arah X, Y, Z sebagai u, v, w, dapat dituliskan = , , = , , = , , .
yang menunjukkan bahwa komponen perpindahan juga merupakan fungsi dari letaknya.
Untuk menghubungkan perpindahan dan berubah bentuk, kita tinjau
kembali kotak yang sangat kecil dengan sisi dx, dy, dan dz pada suatu benda elastis Gambar 2.3. Karena keseluruhan benda elastis ini
berubah bentuk, elemen kecil tersebut juga akan berubah bentuk, yakni panjang sisi dan sudut-sudut antara yang semula siku-siku juga akan
berubah Gambar 2.4. Dengan membatasi pembatasan kita pada perubahan bentuk yang kecil, kita definisikan regangan normal
ε sebagai perubahan satuan panjang. Misalnya, regangan normal dalam
arah X adalah � =
∆ .
dimana pertambahan Δdx dapat dinyatakan dengan suku kedua deret
Taylor Δdx = ∂u ∂xdx; jadi, dapat ditulis
� = , � =
� = .
Akibat pengaruh tegangan geser, permukaan elemen tersebut akan berputar Gambar 2.4b. Sebagai contoh, dengan mengambil proyeksi
elemen tersebut pada bidang XY seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5, dapat didefinisikan regangan geser sebagai distorsi sudut;
Gambar 2.4 Deformasi suatu elemen Sumber : Teori dan Analisis Pelat Szilard, 1974
jadi � = �
′
+ � = + = � .
Dengan cara yang sama, kita peroleh � =
+ = �
� = +
= � .
Sama halnya dengan tensor tegangan [Persamaan 2.3] di suatu titik regangan tensor dapat didefinisikan [lihat Persamaan 2.10]
[�] = [
� �
� ] .
Gambar 2.5 Distorsi yang diproyeksi Sumber : Teori dan Analisis Pelat Szilard, 1974
3. Hukum Hooke
Untuk bahan struktur yang menunjukkan batas elastis linear yang jelas, hukum Hooke suatu dimensi menghubungkan tegangan dan regangan
normal sebagai � = � .
dimana E adalah modulus elastis young. Jika tegangan normal bekerja dalam arah X, perpanjangan
εx, diikuti oleh perpendekan lateral; jadi, regangan dalam arah X,Y, dan Z adalah
� = �
, � = �
� = �
.
dengan ν adalah angka poisson yang bekisar antara 0.15 dan 0.35 untuk kebanyakan bahan struktur. Untuk struktur linear yang
mengikuti Hukum Hooke, prinsip superposisi dapat diterapkan; dengan demikian, jika tegangan
x
,
y
, dan
z
bekerja secara bersamaan pada elemen yang kecil tersebut, hukum Hooke diperluas menjadi
� = [ � − � + � ] .
� = [ � − � + � ]
� = [ � − � + � ] Dengan cara yang sama, hubungan antara tegangan dan regangan geser
adalah [lihat persamaan 2.14] � =
� � .
dimana G adalah modulus elaslisitas geser atau modulus geser gelincir. Jika tegangan geser bekerja pada semua permukaan elemen,
Persamaan 2.15 menjadi � = � � ,� = � � � = � � .
Hubungan antaara modulus elastisitas Young E dan modulus geser G adalah
= � + , � =
+ .