Keadaan Alam dan Lingkungan Fisik a. Geografis

8

BAB II IDENTITAS KOTA PARIAMAN

2.1. Kota Pariaman

2.1.1. Keadaan Alam dan Lingkungan Fisik a. Geografis

Kota Pariaman merupakan salah satu kota di Propinsi Sumatera Barat, Indonesia. Berdasarkan brosur Dinas Kebudayaan Pariwisata Kota Pariaman, kota ini berjarak sekitar 56 km dari Kota Padang atau 25 km dari Bandara Internasional Minangkabau. Kota Pariaman merupakan hamparan dataran rendah dengan luas 73,36 km 2 , berhawa panas dan memiliki panjang garis pantai lebih kurang 12,7 km. Disamping dataran terdapat 6 pulau kecil non urban yakni Pulau Angso, Kasiak, Tangah, Ujuang, Bando dan Gosong beserta gugusan karang . Secara geografis terlet ak pada 00 33‟00”- 00 40‟43” lintang selatan dan 100 10‟33” – 100 10‟55” Bujur Timur, berbatas di sebelah Utara dengan kecamatan V Koto Kampung dalam dan V koto Timur, Timur dengan kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Selatan dengan Kecamatan Nan Sabaris dan Ulakan Tapakis, yang semuanya dalam wilayah kabupaten Padang Kota Pariaman, dan sebelah barat dengan Samudra Hindia. Beriklim tropis basah yang sangat dipengaruhi oleh angin barat dan memiliki bulan kering yang sangat pendek. 9 Curah hujan pertahun mencapai angka sekitar 4.055 mm 2006 dengan lama hari hujan 198 hari. Suhu rata-rata 25,34 °C dengan kelembaban udara rata-rata 85,25 dan kecepatan angin rata-rata 1,80 kmjam. Menurut laporan Tomé Pires dalam Suma Oriental 1513 Kota Pariaman ini merupakan bagian dari kawasan rantau Minangkabau, kawasan ini menjadi salah satu pelabuhan terpenting di pantai barat Sumatera. Para pedagang India dan Eropa datang berdagang emas, lada dan berbagai hasil perkebunan dari pedalaman Minangkabau lainnya. Namun pada awal abad ke-17, kawasan ini telah berada dalam kedaulatan kesultanan Aceh. Kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie VOC pada tahun 1663 dan mendirikan kantor dagang di Kota Padang, berhasil mengusir pengaruh kesultanan Aceh di sepanjang pesisir pantai barat Sumatera, mulai dari Barus sampai ke Kotawan. Dan kemudian pemerintah Hindia- Belanda memusatkan aktivitasnya di Kota Padang, dan membangun jalur rel kereta api antara Kota Padang dengan Kota Pariaman, sehingga lambat laun pelabuhan Kota Pariaman pun mulai kehilangan pamornya. Dengan lika-liku perjuangan yang amat pa njang menuju kota yang definitif, Kota Pariaman akhirnya resmi berdiri sebagai Kota Otonom pada tanggal 2 Juli 2002, berdasarkan 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Pariaman di Sumatera Barat. Namun pada tahun 2008, ketika gempa bumi melanda Sumatra Barat, Kota Pariaman pun ikut lumpuh, seluruh sarana wisata dan fasilitas umum rusak parah, rumah dan bangunan rubuh, dan diperburuk lagi terjadi longsor dimana-mana. Kota Pariaman juga menjadi kota yang rawan untuk dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara karena banyaknya isu tsunami yang menyebabkan pelancong takut untuk datang ke Kota Pariaman. Butuh waktu dan usaha yang keras bagi pemerintah dan masyarakatnya untuk mengembalikan keeksotisan Kota Pariaman, agar Kota Pariaman kembali menjadi kota yang layak dikunjungi dan menjadi kota pilihan bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.

b. Demografis