Proses Pembentukan Awan Konvektif

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah tropik. Letak tersebut mengakibatkan curah hujan yang diterima cukup tinggi. Di daerah tropik, bentuk presipitasi yang umum terjadi adalah hujan. Di Indonesia penelitian mengenai hujan menjadi penting mengingat seringkalinya timbul persoalan baik yang berkaitan dengan rendahnya curah hujan maupun persoalan tentang curah hujan yang tinggi. Di daerah tropik, umumnya hujan terjadi karena proses konvektif. Tetapi seringkali dipengaruhi pula oleh faktor lokal misalnya orografik. Hujan konvektif merupakan hujan yang sering terjadi di Indonesia, yang dihasilkan naiknya udara hangat dan lembab dengan proses penurunan suhu secara adiabatik. Tipe hujan ini berupa hujan deras dengan waktu yang singkat. Hujan konvektif biasanya dapat memiliki intensitas yang lebih tinggi daripada hujan monsun biasa. Bila hujan ini terjadi di daerah yang kurang bervegetasi, maka dapat menyebabkan terjadinya erosi permukaan atau bahkan dapat mengakibatkan banjir dan tanah longsor. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk memonitor kondisi cuaca adalah satelit. Dengan menggunakan satelit, kondisi cuaca dapat teramati secara spasial dalam ruang lingkup yang cukup luas. Satelit GMS dapat memberikan informasi dari hasil liputannya yaitu memantau permukaan bumi, liputan awan, badai tropik, ENSO, posisi dan gerak ITCZ dan menduga curah hujan. Pemanfaatan satelit cuaca ini dapat pula digunakan untuk melihat sebaran awan di daerah Indonesia. Dengan pengolahan citra satelit dapat ditentukan pula sebaran hujan di berbagai daerah. Analisis mengenai hujan konvektif dapat dilakukan secara langsung dengan mengamati curah hujan yang terjadi di suatu wilayah ataupun secara tidak langsung seperti dengan mengamati awan. Dalam penelitian ini, analisis hujan konvektif dilakukan berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh satelit meteorologi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan variasi temporal dan spasial hujan konvektif di wilayah pulau Jawa dengan menggunakan citra satelit GMS-6. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain dapat memprediksi potensi hujan konvektif ekstrim di wilayah Pulau Jawa secara spasial dan temporal.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Pembentukan Awan Konvektif

Dalam konsep Klimatologi, hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang jatuh ke permukaan bumi. Sedangkan curah hujan umumnya menunjukkan jumlah presipitasi cair. Secara umum presipitasi merupakan produk dari awan yang turun baik berupa air hujan ataupun salju. Di daerah tropik seperti Indonesia presipitasi yang lebih dominan adalah dalam bentuk curah hujan. Tipe-tipe presipitasi hujan: 1. Hujan Orografik Hujan orografik dihasilkan oleh naiknya udara lembab secara paksa oleh dataran tinggi atau pegunungan. Dengan kata lain, hujan ini merupakan hujan yang dihasilkan dari pengangkatan mekanis di atas rintang- rintang pegunungan Linsley et al. 1986. Di daerah yang topografinya tidak datar, hujan orografik ini lebih menonjol dari hujan tipe lainnya. 2. Hujan Konvektif Hujan konvektif merupakan tipe hujan yang dihasilkan naiknya udara hangat dan lembab dengan proses penurunan suhu secara adiabatik. Udara hangat dan lembab tersebut dihasilkan dari pemanasan permukaan oleh radiasi matahari. Tipe presipitasi ini lebih dihubungkan dengan awan tinggi jenis Cumulus cumulus congestus dan awan cumulonimbus Dyahwathi 2006. Gerakan vertikal dari udara lembab yang mengalami pendinginan dengan cepat akan menghasilkan hujan deras. 3. Hujan Gangguan Hujan siklonik dan hujan frontal adalah hujan yang termasuk dalam tipe hujan gangguan. Hujan siklonik merupakan hujan yang dihasilkan dari pengangkatan udara dalam skala besar yang berasosiasi dengan sistem pusat tekanan rendah siklon. Hujan yang terjadi agak lebat, dalam waktu yang cukup panjang serta meliputi daerah yang luas yang menyatu ke dalam suatu daerah tekanan rendah. Hujan frontal terjadi di lintang menengah daerah temperate akibat naiknya udara yang mengalami konvergensi. Hujan frontal kadang termasuk pula sebagai hujan siklonik. Awan konvektif Awan konvektif umumnya merupakan awan-awan jenis cumulus cumuliform. Biasanya, awan cumuliform yang tampak di atas daratan terbentuk dari pengangkatan massa udara yang dipanasi oleh radiasi matahari Mason 1975. Gumpalan awan yang terangkat ini, atau biasa disebut thermals memiliki diameter yang bervariasi dari beberapa puluh sampai ratusan meter selama pengangkatannya dan bercampur dengan udara yang lebih dingin dan kering dari lingkungan sekitar mereka. Di atas ketinggian dasar awan, pelepasan panas laten kondensasi cenderung meningkatkan daya apung dari massa udara naik yang menjulang ke atas dan muncul di atas awan dengan permukaan atas berbentuk bundar. Proses konveksi Proses konveksi terjadi akibat pemanasan permukaan oleh matahari sehingga udara dekat permukaan juga akan menjadi panas. Akibatnya udara menjadi tidak stabil dan bergerak naik karena pemanasan dari bawah oleh radiasi matahari yang menaikkan suhu tanah. Pada siang hari saat suhu permukaan bertambah, awan Cumulus yang relatif kecil akan terbentuk. Awan individu pertama akan menguap dalam waktu lima menit yang dilanjutkan oleh munculnya awan baru. Semakin tinggi suhu permukaan, maka awan Cumulus akan tumbuh semakin besar. Pada saat awan pertama menguap, maka udara yang ditinggalkan akan menjadi lebih lembab dari sebelumnya. Awan tersebut akan bertambah banyak dan akhirnya akan membentuk sebuah kolom udara dengan diameter yang lebih besar hingga mencapai level kondensasi. Pada umumnya udara yang membentuk awan konvektif berasal dari permukaan tanah. Pada saat arus udara naik, maka udara tersebut akan terpusat ke arah awan Kilwalaga 2003. Perkembangan dari awan konvektif juga dipengaruhi oleh ada atau tidaknya lapisan inversi. Jika arus inversi lemah dan arus vertikalnya kuat, maka awan akan tumbuh dan menembus lapisan inversi sehingga membentuk cerobong leher. Jika lapisan inversi cukup kuat dan antivertikalnya lemah, maka awan tidak dapat menembus lapisan inversi sehingga bentuknya melebar. Daerah konvektif dicirikan oleh updraft dan downdraft kuat cumulonimbus terbatas yang memiliki konsentrasi air terkondensasi dan hujan lebat yang tinggi, pengangkatan skala meso diiringi oleh awan stratiform penghasil hujan lemah, dan downdraft skala meso dari udara kering dan dingin yang berasal dari mid-troposfer biasanya terletak di bawah pengangkatan skala meso Yano et al. 2001. Menurut Sui et al. 1997, aktivitas konvektif di daerah tropik memiliki tiga variasi. Dengan menggunakan hasil pengamatan TOGA COARE Tropical Ocean Global Atmosphere Coupled Ocean– Atmosphere Response Experiment , diperoleh tiga variasi diurnal dari aktivitas konvektif atmosfer di daerah tropik. Ketiga variasi tersebut, yaitu warm morning cumulus, afternoon convective showers , dan nocturnal convective systems . Curah hujan sore hari terutama terjadi dari sel-sel konvektif, tetapi curah hujan nokturnal disebabkan oleh sel-sel konvektif yang lebih dalam dan awan stratiform dalam wilayah yang luas. Lebih lanjut dinyatakan bahwa hujan konvektif sore hari afternoon convective showers lebih nyata terlihat dalam periode tak terganggu skala besar ketika siklus diurnal dari SST terjadi dengan kuat. Akan tetapi, sistem konvektif nokturnal nocturnal convective systems dan cumulus pagi hari warm morning cumulus lebih tinggi dalam periode terganggu ketika lebih banyak kelembaban yang tersedia Sui et al. 1997. Beberapa penelitian mengenai variasi aktivitas konveksi di berbagai wilayah di dunia menyebutkan bahwa aktivitas konveksi maksimum umumnya terjadi pada sore hari. Hal ini dinyatakan oleh Reef Jaffe 1981 berdasarkan analisis variasi diurnal dari konveksi dan presipitasi di atas wilayah Afrika BaratAtlantik timur tropis yang menyebutkan bahwa aktivitas maksimum konveksi di Atlantik bagian timur terjadi pada sore hari dan terdapat pengaruh benua yang mungkin mempengaruhi siklus diurnal tersebut. Agustine 1984 dalam Sui et al. 1997 menemukan variasi diurnal rata-rata curah hujan dari satelit infrared di atas wilayah tropis yang luas yaitu di Pasifik tengah dan timur menunjukkan nilai maksimum pada sore hari midafternoon dan puncak kedua mendekati fajar. Silva Diaz et al . 1987 dalam Sui et al. 1997 juga menyatakan bahwa konveksi terkuat di atas permukaan benua terjadi menjelang malam hari atau sore hari yang bergantung pada dominasi siklus diurnal pemanasan permukaan, kecuali di daerah-daerah dimana perbedaan antara daratan dan lautan sangat nyata atau gaya orografik sangat kuat. Di atas daerah samudera yang bebas dari pengaruh daratan, awan terdingin dan curah hujan maksimum seringkali teramati di pagi hari.

2.2 Identifikasi Awan Cumuliform dengan