Prestasi belajar siswa ialah kemampuan akademik dan non akademik yang

TINJAUAN PUSTAKA Proses Pembelajaran Dalam Ketentuan Umum UU Sisdiknas 2003 pasal 1 nomor 20 dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran dalam konteks pendidikan formal merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar mulai dari perencanaan sampai kepada evaluasi. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi tujuan yang dirumuskan dalam standar kompetensi dan indikator pencapaian, penentuan materi pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metoda dan media yang akan digunakan, waktu yang dibutuhkan serta evaluasi pembelajaran. Hal penting yang harus diperhatikan dalam berlangsungnya proses belajar adalah kondisi internal siswa yang meliputi fisik dan psikis serta terjalinnya interaksi antara guru dengan siswa. Dalam interaksi ini peranan guru sebagai figur utama di sekolah sangat besar karena kedudukannya sebagai orang dewasa lebih memiliki pengalaman, lebih memahami nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan. Peranan siswa sebagai peserta didik lebih banyak menerima pengaruh dan sebagai pengikut. Najati 2000:174-205 mengemukakan bahwa metode belajar dalam Al- Qur’an meliputi peniruan, pengalaman praktis serta berfikir, sedangkan prinsip- prinsip belajar dalam Al-Qur’an meliputi 6 hal yaitu dorongan motivasi, pengulangan, perhatian, partisipasi aktif active learning, distribusi belajar tenggang waktu untuk beristirahat serta bertahap dalam merubah perilaku proses belajar bukanlah suatu pekerjaan yang instant. Dalam hal peniruan, orang tuapendidik merupakan figur utama yang akan dijadikan panduan oleh anak didik dalam bertindak dan berperilaku, sehingga perilaku orang tuapendidik merupakan ujung tombak bagi pembentukan perilaku anak didik. Bandura 1977:11-12 mengemukakan bahwa proses belajar meliputi kegiatan yang terjadi melalui reciprocal interaction hubungan timbal balik, modeling peniruan dari orang dewasa kepada peserta didik, serta vicarious experience pengalaman melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain. Lebih jauh Bandura dan Walters Mustafa,2005:1 menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat reinforcement sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut observational learning - pembelajaran melalui pengamatan. Di sinilah letak peran penting orang tua dan guru sebagai teladan dan figur terbaik bagi anak-anak didiknya. Berbeda dengan Bandura, Bloom Winkle, 1987:170 mengemukakan bahwa proses belajar tidak hanya melalui peniruan tetapi banyak aspek lain dari individu yang menjadi kekuatan untuk belajar. Bloom menyatakan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan manusia didukung oleh berbagai kemampuan atau aspek-aspek kepribadian yang dimiliki oleh setiap manusia yaitu aspek kognitif meliputi pengetahuan, penerapan, pemahaman, analisa sintesa dan evaluasi; aspek afektif yang mencakup penerimaan, partisipasi, penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup; serta aspek psikomotorik yang mencakup persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian dan kreativitas. Dalam bagian lain dikemukakan pula bahwa aspek dinamik-afektif manusia memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas berdasarkan hasrat kehendaknya, tidak selalu merupakan hasil peniruan. Dengan demikian meskipun secara sosial manusia cenderung pada peniruan seperti yang dikemukakan Bandura di atas, tetapi dengan menggunakan kemampuan kognitif dan dinamik- afektifnya manusia dapat mengambil keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu aktivitas. Dalam proses pendidikan hal ini merupakan hak peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dirinya. Proses pembelajaran saat ini, yang disosialisasikan dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK membuka peluang bagi siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya tersebut. Siswa merupakan subyek didik yang memiliki peran aktif dalam sebuah kegiatan pembelajaran. Proses ini dikenal dengan sebutan student centered learning pembelajaran terpusat pada siswa. Dalam proses belajar ini siswa lebih dihargai pribadinya sebagai manusia yang memiliki kehendak sebagaimana yang dikemukakan oleh Carl R. Rogers 1969. Rogers 1969 lebih menekankan kepada grupkelas bukan berorientasi pada kebebasan pribadi, artinya dengan membuat iklim belajar yang bebas sehingga para pelajar termotivasi serta dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dengan nyaman . Teori ini lebih mementingkan aspek non biologis, yaitu eksplorasi pikiran dan perhatian pelajar. Interaksi yang terjalin antara siswa dengan lingkungannya lebih beralasan karena siswa mau menjalin interaksi tersebut serta karena stimulus positif yang diberikan oleh guru. Dengan demikian siswa dapat lebih banyak memperoleh pengalaman belajar yang berkesan sehingga akan bertahan lebih lama dalam ingatannya. Kondisi ini memungkinkan siswa untuk memperoleh prestasi yang lebih baik ketimbang siswa yang hanya duduk diam dan mendengarkan. Najati 2000:203 mengemukakan bahwa praktek tidak hanya penting dalam mempelajari keahlian yang bercorak gerakan saja, tetapi juga dalam ilmu- ilmu teoritis dan dalam mempelajari perilaku moral, keutamaan, nilai-nilai dan tata krama perilaku sosial. Lebih lanjut dikemukakan hasil suatu kajian eksperimental, bahwa orang-orang yang membaca sendiri huruf dan kalimat yang ada di hadapannya lebih cepat dalam menghafalnya ketimbang orang-orang lain yang hanya mendengarkan pelatih membacakan huruf dan kalimat itu dan pada saat yang sama melihat huruf dan kalimat itu di layar film yang ada di depan mereka. Terkait dengan hasil eksperimen di atas, Maslow Mangkunegara, 2000:94 memberikan 5 klasifikasi kebutuhan yang harus dipenuhi berdasarkan prioritas tuntutannya yaitu : 1. Kebutuhan faal materi, yaitu kebutuhan fisiologis agar manusia bisa hidup, misalnya : makan, minum, pakaian, perumahan dan kesehatan 2. Kebutuhan rasa aman, misalnya : mengunci rumah, berjalan di tempat yang aman, menyimpan barang-barang berharga dengan baik, dan lain-lain 3. Kebutuhan sosial, sayang menyayangi, misalnya : berumah tangga, bergaul dengan orang lain, berteman, saling mengunjungi, dan lain-lain. 4. Kebutuhan untuk dihargai, misalnya : dihormati, menunjukkan egonya, menjaga harga dirinya, dan lain-lain 5. Kebutuhan akan realisasi diri, yaitu kebutuhan untuk menunjukkan keberadaan diri dan kemampuannya. Konsep ini menyatakan bahwa jika kebutuhan yang paling urgen yaitu pada tingkat pertama belum terpenuhi, maka individu tidak akan melangkah untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat yang berikutnya. Dalam perkembangan ilmu pendidikan yang sesuai dengan rumusan hasil Konferensi Pendidikan Islam 1977 dan tujuan Pendidikan Nasional, maka konsep Maslow di atas perlu dilengkapi dengan pemenuhan kebutuhan spiritual kebutuhan akan adanya Tuhan. Kebutuhan ini akan merupakan bagian integral dari tiap-tiap tingkatan kebutuhan di atas, tidak mendahului satu dengan yang lainnya. Sehubungan dengan proses belajar, maka kebutuhan pada tingkat keempat dan kelima menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh para pendidik dan orang tua sehingga para siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Percobaan seperti dikemukakan oleh Najati di atas cukup membuktikan pentingnya partisipasi aktif dalam proses pembelajaran yang didasarkan atas suri tauladan contoh yang baik dari pendidik dan orang tua. Peran aktif siswa dalam pembelajaran ini sudah dikembangkan dalam sebuah metode pembelajaran yang dikenal dengan Quantum Learning Belajar Sukses dan Quantum Teaching Mengajar Sukses yang diluncurkan oleh Bobbi DePorter, dkk 1999. Dalam metode ini siswa sungguh-sungguh dihargai dan diakui eksistensinya, dikembangkan kemampuan intelegensinya, disentuh emosinya, sehingga tumbuh kreativitas dan rasa percaya diri yang dapat membantunya menuju keberhasilan belajar. Selain partisipasi aktif dari para siswa, prinsip pengajaran yang efektif adalah penggunaan pendekatan atau metode dan media yang bervariasi, pendekatan multi metode-multi media . Dengan menggunakan metode dan media yang bervariasi, perbedaan individual siswa dapat terlayani, di samping pembelajaran menjadi lebih menarik karena sering terjadi pergantian kegiatan Sukmadinata, 2004:197. Guru sebagai motivator pendorong, desainer perancang, fasilitator penyedia bahan dan peluang belajar, katalisator penghubung, guidance pemandu serta penunjuk di mana informasi itu berada dan bagaimana memahami dan menyajikan hasil informasi tersebut, dan sebagai evaluator penilai serta justificator pembenar dalam perannya, hanya menyiapkan sebuah rencana pembelajaran yang sesuai dengan kapasitas siswa, memberikan arahan kepada siswa untuk dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkannya. Untuk dapat melaksanakan tugas ini diperlukan keterampilan dan kreativitas dalam mendesain proses pembelajaran sehingga hasilnya maksimal. Sehubungan dengan fungsi guru di atas, Hamalik 2004:73 mengemukakan tentang beberapa hal penting yang harus dikuasai dan dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran, sebagai berikut : 1. Menguasai landasan kependidikan 2. Menguasai bahan pengajaran 3. Menyusun program pengajaran 4. Melaksanakan program pengajaran 5. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Sardiman 2001:48 mengemukakan bahwa secara makro guru dituntut untuk dapat mengorganisasikan komponen-komponen yang terlibat di dalam proses belajar-mengajar, sehingga diharapkan terjadi proses pengajaran yang optimal. Sebagai visualisasi dapat dilihat dalam gambar 1. berikut : 2 1 4 5 6 3 Gambar 1. Proses Pembelajaran Instrumental input masukan alat Raw input masukan mentah Proses pengajaran Hasil langsung Hasil akhir Lingkungan Keterangan : 1. Masukan mentah : siswasubyek belajar 2. Masukan alat : terdiri dari tenaga, fasilitas, kurikulum, sistem administrasi dan lain-lain. 3. Lingkungan, termasuk antara lain keluarga, masyarakat dan sekolah. 4. Proses pengajaran : merupakan proses interaksi antara unsur raw input, instrumental input dan juga pengaruh lingkungan. 5. Hasil langsung : merupakan tingkah laku siswa setelah belajar melalui proses belajar- mengajar, sesuai dengan materibahan yang dipelajarinya. 6. Hasil akhir : merupakan sikap dan tingkah laku siswa setelah ada di masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran diperlukan peningkatan aktivitas dan kreativitas peserta didik, karena pada dasarnya hasil pembelajaran terbaik adalah yang diperoleh melalui pengalaman. Namun dalam pelaksanaannya sering kali tidak disadari, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik. Guru pada umumnya kurang menyenangi situasi di mana peserta didik banyak bertanya mengenai hal- hal yang berada di luar konteks yang dibicarakannya Mulyasa, 2004:106. Gibbs Mulyasa, 2004:106 mengemukakan bahwa berbagai penelitian menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, penghargaan diri dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil penelitian tersebut dapat ditransfer dalam proses pembelajaran. Widada Mulyasa, 2004:107 mengemukakan bahwa di samping penyediaan lingkungan yang kreatif, guru dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut : 1. Self esteem approach pengembangan kesadaran akan harga diri. 2. Creative approach mengembangkan problem solving, brainstorming, inquiry dan role playing. 3. Value clarification and moral development approach pengembangan potensi pribadi melalui pendekatan holistik dan humanistik menuju self actualization.. 4. Multiple talent approach pengembangan seluruh potensi peserta didik. 5. Inquiry approach pengembangan potensi untuk menemukan konsep atau prinsip ilmiah. 6. Pictorial ridle approach pendekatan untuk mengembangkan motivasi dan minat peserta didik. 7. Synetics approach mengembangkan kompetensi peserta didik untuk membuka intelegensi dan kreativitasnya. Melalui metode yang dapat mengembangkan seluruh kompetensi siswa, pengembangan potensi diri siswa berjalan lebih cepat dari pada proses yang selama ini digunakan di sekolah-sekolah yang masih cenderung bersifat teacher centered. Di sekolah yang menggunakan pendekatan seperti dikemukakan Widada di atas, serta didukung dengan pendekatan individual, emosional dan spiritual, para siswa berkembang lebih cepat, aktif, kreatif serta kritis dalam menyikapi sesuatu hal. Hal ini sangat relevan dengan karakteristik siswa yang memang sedang berkembang pesat. Proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik apabila dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa serta memenuhi komponen- komponen pembelajaran yang meliputi tujuan, materi, kegiatan, pendekatan pembelajaran yang digunakan, metode dan media yang disesuaikan serta evaluasi yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu hal penting yang tidak boleh diabaikan adalah bahwa diperlukan ketulusan dan kreativitas guru untuk mendesain suasana belajar yang dapat membuat siswa merasa nyaman dan senang, sehingga materi pelajaran lebih mudah diserap. Proses pembelajaran yang bersifat student centered memberi peluang kepada para siswa untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya. Kegiatannya tidak terpusat pada materi tetapi pada proses sebagaimana dikemukakan oleh pakar pendidikan Islam Mahmud Yunus 1992:72 bahwa penguasaan terhadap metodologi pengajaran lebih penting dari pada pemberian materi pelajaran al- thariqah ahamm min al-madah . Materi yang sama apabila disampaikan dengan metode yang berbeda maka akan diperoleh hasil yang berbeda pula. Namun demikian, keseimbangan antara materi isi dan proses tetap harus menjadi perhatian mengingat kedua kompenen tersebut sangat penting dan berhubungan sangat erat. Perhatian terhadap isi bertujuan agar para siswa memiliki bekal pengetahuan yang cukup, sedangkan perhatian terhadap proses bertujuan agar para siswa merasakan suasana yang menyenangkan ketika belajar sehingga memperoleh kemudahan dalam menyerap dan memahami isi. Sehubungan dengan usaha pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional secara holistik, maka penanaman nilai-nilai spiritual iman dan taqwa dalam proses pembelajaran sudah merupakan sebuah kebutuhan yang harus mendapat perhatian. Penyelenggaraan kurikulum terpadu yaitu keterpaduan antara Iptek Imu pengetahuan dan teknologi dan Imtaq Iman dan Taqwa sangat relevan dengan bab II pasal 3 UU Sisdiknas. Melalui keterpaduan ini dirancang sebuah prestasi belajar siswa yang tidak hanya mengedepankan satu aspek saja yaitu kognitif, tetapi keseimbangan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor, sekaligus internalisasi nilai-nilai dalam ajaran agama dalam satu kesatuan proses dan hasil yang utuh dan terkendali. Shariati Agustian, 2001:xviii mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk dua-dimensional yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan kepentingan dunia-akhirat. Oleh sebab itu manusia harus memiliki konsep duniawi atau kepekaan emosi dan intelegensia yang baik EQ Emotional Quotient plus IQ Intellegence Quotient dan penting pula penguasaan rukhiyah vertikal atau Spiritual Quotient SQ. Pendapat Shariati bahwa manusia memiliki kebutuhan akan keberadaan Tuhan di atas sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Araaf : 172 yang artinya sebagai berikut : “Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : “Betul Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : “Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap keesaan Tuhan”. Saat ini proses pembelajaran dengan pendekatan active learning yang diperkaya dengan pembinaan emosi dan spiritual baru diterapkan di sekolah- sekolah tertentu, khususnya Sekolah Islam Terpadu SIT. Di sekolah-sekolah ini SDM-nya dibekali dengan wawasan yang cukup melalui penyelenggaraan pelatihan secara periodik. Materi pelajaran diberikan secara terpadu, maksudnya adalah materi-materi pelajaran umum disampaikan melalui pendekatan emosional spiritual dengan menyentuh aspek keimanan dan ketakwaan serta pembentukan akhlak siswa. Guru yang berfungsi sebagai fasilitator, motivator, katalisator, serta mediator membawa siswa untuk mengenal Sang Pencipta serta melaksanakan ajaran-ajaran-Nya melalui ilmu pengetahuan dan pengalaman. Proses ini dilakukan untuk memberi makna pada materi pelajaran, dihubungkan dengan nilai-nilai kehidupan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntunan agama. Karakteristik Anak Sekolah Dasar Dalam psikologi perkembangan masa anak memasuki sekolah dasar dikategorikan pada usia 6 -12 tahun disebut sebagai masa bersekolah. Dalam hal perkembangan intelektual, Piaget Hurlock,1992:162 menyebutnya sebagai masa concrete operations operasional konkrit. Masa saat konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar sekarang menjadi konkrit dan tertentu. Oleh sebab itu pembelajaran pada masa ini mengharuskan para pendidik untuk memperagakan dan memberi contoh konkrit, sehingga anak memperoleh kejelasan dari apa yang ingin dicapai guru. Pada usia ini anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan masa dewasanya. Oleh sebab itu peletakan dasar pengetahuan yang tepat melalui stimulasi positif dari pendidik sangat dibutuhkan. Para pendidik juga memandang periode ini sebagai periode kritis dalam dorongan berprestasi, suatu masa saat anak membentuk kebiasaan sukses, tidak sukses atau sangat sukses. Hurlock 1992:166 mengemukakan bahwa kebiasaan anak untuk bekerja di bawah, di atas atau sesuai dengan kemampuannya cenderung menetap sampai dewasa. Penelitian telah membuktikan bahwa tingkat perilaku berprestasi pada masa kanak-kanak mempunyai korelasi yang tinggi terhadap perilaku berprestasi pada masa dewasa. Hal ini akan terjadi tidak hanya di bidang akademik tetapi di bidang-bidang lain pun akan demikian. Kebiasaan ini menuntut para pendidik untuk peka terhadap perilaku anak sedini mungkin, sehingga apabila ditemukan anak didik berada pada kebiasaan yang kurang baik dapat segera diantisipasi. Para pendidik dapat membimbing dan mengarahkan anak didik untuk melakukan kebiasaan yang baik, minimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Ini berarti bahwa kesuksesan di masa datang dapat dirancang dari sekarang. Havighurst 1974:19 mengemukakan bahwa periode ini ditandai dengan tiga karakteristik yang memberinya dorongan kuat untuk keluar kepada lingkungan yang lebih luas. Ketiga karakteristik tersebut adalah : 1 kepercayaan diri seorang anak untuk keluar dari rumah menuju kepada peer group-nya, 2 kepercayaan secara fisik untuk masuk ke dalam dunia permainan dan keterampilan yang memerlukan kekuatan fisik otot, dan 3 kepercayaan mental untuk memasuki dunia orang dewasa berupa konsep-konsep, logika, simbolisme dan komunikasi. Havighurst mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan pada periode ini yang akan menjadi modal dasar bagi perkembangannya untuk berprestasi di masa yang akan datang. Tugas perkembangan tersebut meliputi : 1. Mempelajari keterampilan fisik yang dibutuhkan untuk bermain. 2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh. 3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya. 4. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat. 5. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung. 6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. 7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai. 8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga- lembaga. 9. Mencapai kebebasan pribadi. Namun demikian, sekalipun setiap manusia ingin menguasai segala tugas perkembangannya dengan tepat, pada kenyataannya tidak semua orang dapat mencapainya. Terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi penguasaan tugas-tugas perkembangan yaitu : 1. Yang menghalangi • Tingkat perkembangan yang mundur • Tidak adanya kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan atau tidak ada bimbingan untuk menguasainya • Tidak ada motivasi • Kesehatan yang buruk • Cacat tubuh • Tingkat kecerdasan yang rendah 2. Yang membantu • Tingkat perkembangan yang normal atau diakselerasikan • Adanya kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan dan adanya bimbingan untuk menguasainya • Motivasi • Kesehatan yang baik dan tidak ada cacat tubuh • Tingkat kecerdasan yang tinggi • Kreativitas Tugas-tugas perkembangan menurut Havighurst tersebut, pada poin 1 satu sampai dengan poin 8 delapan merupakan tahap-tahap perkembangan yang wajar pada anak, namun perlu dicermati pada tugas perkembangan poin 9 sembilan. Sebagai bangsa yang beragama dan bermoral hendaknya para orang tua dan pendidik guru mewaspadai kebebasan yang dikehendaki oleh anak sehingga tidak keluar dari ruang lingkup tatanan sosial, moral dan agama. Melihat tugas-tugas perkembangan seperti dikemukakan di atas, selayaknya orang tua dan pendidik berusaha sebaik-baiknya untuk dapat memberi kesempatan dan dukungan agar anak dapat mempelajari dan melaksanakan tugas- tugas perkembangannya dengan tepat serta menghindarkan anak dari faktor-faktor yang menghambat. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar Keberhasilan belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh faktor intelegensi semata. Hasil penelitian menyatakan bahwa setinggi-tingginya, IQ menyumbang 20 persen saja bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan-kekuatan lain Golemen, 1997:44. Kekuatan-kekuatan lain tersebut dapat berupa kesehatan fisik, kondisi emosi yang dapat menggambarkan kesiapan siswa dalam menghadapi berbagai hambatan dalam belajar, keseluruhan proses pembelajaran, juga termasuk kondisi spiritual yang dapat menjadi motivasi yang sangat kuat sehingga seseorang mau berusaha mencapai kesuksesan dengan cara yang baik dan benar. Kekuatan- kekuatan tersebut dapat menjadi positif manakala diberikan arahan dan bimbingan oleh pendidik. Goleman 1997:45 juga mengemukakan bahwa yang mendukung kesuksesan belajar adalah kecerdaan emosional yang memiliki ciri-ciri seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi; mengendalikan dorongan hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdo’a. Kemampuan tersebut dapat dikembangkan pada anak-anak, apabila diupayakan terus menerus untuk mengajarkannya. Syah 1995:87 menyatakan bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar yaitu faktor internal siswa, faktor eksternal siswa dan faktor pendekatan belajar yang digunakan oleh siswa. 1. Faktor internal yaitu segala sesuatu yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ini meliputi dua hal yaitu : a aspek fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani siswa. Kondisi tubuh siswa yang lemah, sedang dalam keadaan tidak sehat, dapat menurunkan kualitas kemampuan siswa sehingga materi yang dipelajari tidak dapat diserap dengan baik. b aspek psikologis, yaitu kondisi psikis siswa yang di antaranya meliputi tingkat dan tipe kecerdasan, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi. 2. Faktor eksternal yaitu segala sesuatu yang berada di luar diri siswa yang turut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Faktor eksternal ini meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non sosial yang meliputi faktor alam serta instrumen. Faktor sosial adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sedangkan non sosial meliputi faktor alam, yaitu kondisi alam yang berupa cuaca atau iklim, dan faktor instrumen meliputi kurikulum, program, sarana fasilitas . ‘Ulwan 1990:35 menyatakan bahwa selamatnya masyarakat serta kuat dan kokohnya bangunan tidak terlepas dari sehatnya anggota masyarakat dan cara mempersiapkannya. Pernyataan ini mengandung makna bahwa kondisi masyarakat yang sehat yaitu terdidik, berakal dan bijak turut mempengaruhi keberhasilan sebuah usaha pendidikan 3. Pendekatan Belajar. Pendekatan ini sangat berkaitan erat dengan motivasi belajar siswa. Pendekatan belajar yang dimaksud meliputi ; 1 Surface yaitu pendekatan permukaan. Maksudnya adalah siswa belajar hanya berorientasi untuk mencapai kelulusan semata. Siswa memiliki pendekatan belajar ini pada umumnya motivasi belajarnya rendah, berapa pun hasil yang dicapai tidak terlalu penting meskipun hanya dapat mencapai kelulusan dengan nilai minimal. Belajar bagi para siswa di wilayah ini hanya merupakan pemenuhan kewajiban yang harus dilakukan oleh anak pada usia sekolah serta memenuhi keinginan orang tua. 2 Deep yaitu pendekatan mendalam. Maksudnya adalah siswa belajar dengan motivasi ingin mendalami pengetahuan karena merasa membutuhkannya. Pendekatan ini berdampak kepada hasil belajar yang biasanya cenderung baik karena diawali dengan motivasi yang baik. Siswa yang melakukan pendekatan belajar ini biasanya telah memiliki motivasi intrinsik yang cukup baik. Ia faham dengan makna belajar bagi pemenuhan kewajiban terhadap Tuhan karena belajar pun dapat menjadi ibadah dan secara sosial belajar dapat pula meningkatkan kualitas hidupnya dalam masyarakat demi menjelang masa depannya Q.S. Al-Mujadalah :11 3 Achieving yaitu pendekatan kemampuan tinggi. Pendekatan ini dilakukan oleh siswa dengan target mencapai hasil setinggi-tingginya karena ada ambisi tertentu yang ingin diraih. Sisi positif dari pendekatan ini adalah siswa akan berusaha sebaik-baiknya demi mencapai prestasi terbaik, misalnya dengan harapan dapat diterima di perguruan tinggi terbaik dan memperoleh pekerjaan di sebuah instansi yang dapat memberinya jabatan serta kesejahteraan besar. Pendekatan jenis ini memiliki dampak negatif yaitu apabila siswa gagal meraih ambisinya maka dapat berakibat terjadinya depresi yang membahayakan kelangsungan pendidikan dan masa depannya. Faktor yang dominan dalam mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar berbeda antara seorang siswa dengan siswa yang lain. Tentang pendekatan belajar yang digunakan seseorang juga tergantung pada apakah motivasi belajarnya termasuk intrinsik atau ekstrinsik. Faktor motivasi tersebut juga merupakan pengaruh dari pola didik yang diterapkan oleh orang tua dan guru kepada anak didik. Proses pembelajaran yang dikondisikan dengan memperhatikan tujuan secara universal, memperhatikan berbagai kebutuhan siswa serta ditunjang dengan kompetensi profesional dari seorang pendidik maka akan membuahkan hasil yang baik. Sebaliknya jika proses pembelajaran hanya memperhatikan salah satu aspek dari seluruh aspek mental yang dimiliki siswa maka hasil yang akan diperolehnya pun tidak akan dapat mencapai tujuan universal yang telah ditetapkan. Akibatnya hasil pendidikan menjadi tidak seimbang, di satu sisi terbangun kemampuan siswa yang tinggi, tetapi sisi-sisi lain tidak tersentuh. Hal ini akan menjadi penyebab kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan tidak mencapai apa yang diharapkan yaitu manusia yang bermartabat, yang berakhlak mulia dan berilmu pengetahuan, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam UU Sisdiknas 2003. U m u r Umur bagi seorang anak Sekolah Dasar, menggambarkan kesiapan mental dan kematangan dalam belajar. Secara logika, dengan bertambahnya umur seorang siswa, maka bertambah tingkat kematangan dan kesiapan mental dalam belajar yang sesuai dengan jenjang kelas yang ditempuhnya. Dalam UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003 Bab 7 Pasal 34 tentang Wajib Belajar disebutkan bahwa : Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Padmowihardjo 1994:36 menyatakan bahwa umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Disebutkan bahwa terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Pertama, adalah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual, dan otot organ-organ tertentu. Kedua, adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar yang lain. Dengan demikian umur merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan aktivitas otak dan otot manusia. Secara psikologis, para ahli psikologi pun menyatakan bahwa umur yang dianggap matang secara mental untuk memasuki jenjang SD ini adalah 6 tahun. Hurlock 1992:146 mengatakan bahwa hal yang wajib untuk anak berusia enam tahun di Amerika adalah masuknya anak ke kelas satu SD. Hurlock juga menyatakan bahwa pada umur tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting tertentu, baik keterampilan kurikuler maupun ekstra kurikuler. Jenis Kelamin Terdapat perbedaan yang jelas antara laki-laki dan perempuan, baik secara fisik maupun psikis. Dalam hal fisik, laki-laki memiliki postur, daya tahan dan kekuatan tubuh yang lebih besar dibandingkan perempuan. Hal ini sudah dirasakan bahkan oleh anak-anak sendiri. Nolan 1977; Hurlock, 1992:167 menyatakan : Secara diam-diam anak-anak belajar dari televisi bahwa anak laki- laki lebih berharga dari pada anak perempuan. Anggapan tersebut merupakan stereotip yang berkembang di masyarakat secara turun temurun. Di sisi lain, anak perempuan dengan kelemah lembutan fisiknya, memiliki kekuatan lain yang tidak dimiliki oleh laki-laki dalam tugas-tugas tertentu. Dalam hal psikis, proses kematangan anak perempuan cenderung lebih cepat dari pada anak laki-laki. Hal ini seiring dengan percepatan pertumbuhan fisiknya yang mana pada masa anak-anak menjelang remaja, secara fisik anak perempuan lebih cepat pertumbuhannya. Selain perbedaan fisik dan psikis tersebut, juga terdapat perbedaan tingkah laku yang mencolok antara anak laki-laki dan perempuan. Di rumah atau pun di sekolah, anak laki-laki lebih sering melanggar peraturan dari pada anak perempuan. Hal ini dapat disebabkan karena mereka merasa dirinya lebih kuat dan juga pada umumnya orang tua lebih memberi kebebasan dalam bergerak kepada anak laki-laki. Sebuah penelitian di Amerika Serikat Hurlock, 1992:167 tentang perilaku masalah anak di sekolah menunjukkan buruknya perilaku anak laki-laki dari pada anak perempuan dalam hal penyesuaian diri dan perhatian yang kurang dari rata-rata. Hal ini merupakan keadaan yang dapat berdampak terhadap prestasi belajarnya. M i n a t Dalam kehidupan manusia akan selalu berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain, benda, situasi atau aktivitas-aktivitas yang terdapat di sekitarnya. Dalam berhubungan tersebut ada kemungkinan individu bersikap menerima, membiarkan atau menolaknya. Apabila individu tersebut menaruh minat, maka ia akan menyambut dan bersikap positif terhadap obyek tersebut dan melanjutkan dengan hubungan lebih jauh. Namun jika tidak berminat maka ia cenderung akan menghindarinya dan bersikap negatif terhadap obyek tersebut. Shaleh Wahab 2004:262 menyatakan secara sederhana, minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang, aktivitas atau situasi yang menjadi obyek dari minat tersebut dengan disertai perasaan senang. Crow Crow Shaleh Wahab,2004:264 berpendapat ada tiga faktor yang menjadi timbulnya minat yaitu : 1. Dorongan dari dalam diri individu, misalnya dorongan untuk makan, rasa ingin tahu terhadap sesuatu 2. Motif sosial, misalnya minat terhadap pakaian timbul karena adanya persetujuan atau penerimaan dan perhatian orang lain 3. Faktor emosional, minat mempunyai hubungan yang erat dengan emosi. Bila seseorang memperoleh sukses pada suatu aktivitas, maka akan menimbulkan perasaan senang, dan hal tersebut akan memperkuat minat terhadap aktivitas tersebut. Hurlock 1992:107 membahas bahwa minat yang berkembang pada anak usia sekolah sangat mempengaruhi perilaku tidak saja selama periode ini tetapi juga sesudahnya. Menurutnya minat yang muncul dalam tingkah laku anak tidak dapat diabaikan begitu saja. Minat yang muncul pada akhir masa kanak-kanak dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Minat mempengaruhi bentuk dan intensitas cita-cita. Misalnya saja seorang anak yang menaruh minat pada masalah kesehatan dan fungsi tubuh manusia, akan bercita-cita menjadi perawat atau dokter. 2. Minat dapat dan memang berfungsi sebagai pendorong yang kuat. 3. Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas minat seseorang . Misalnya anak yang berminat pada pelajaran matematika akan berusaha keras untuk mendapat nilai baik dalam mata pelajaran itu, sedangkan anak yang kurang berminat cenderung kurang berhasil pada bidang ini. 4. Minat yang terbentuk pada masa kanak-kanak sering kali menjadi minat seumur hidup karena minat menimbulkan kepuasan. Anak cenderung mengulang kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan minatnya dan dengan demikian menjadi kebiasaan yang dapat menetap sepanjang hidup. Misalnya minat melukis atau minat pada musik bag orang dewasa biasanya berasal dari minat pada masa kanak-kanaknya. Minat-minat yang umum pada masa kanak-kanak yang dikemukakan oleh Hurlock yaitu minat terhadap penampilan, pakaian, nama dan julukan, agama, tubuh manusia, kesehatan, seks, sekolah, pekerjaan masa depan, simbol status dan otonomi diri. Minat-minat tersebut semuanya dapat mengarah kepada tercapainya cita-cita yang berhubungan dengan perilaku mereka ketika masa kanak-kanak. Demikian pula halnya dalam kegiatan belajar di sekolah, biasanya setiap siswa menunjukkan adanya minat terhadap salah satu bidang studi atau rumpun bidang studi, dan juga terhadap kegiatan ekstrakurikuler tertentu. Minat tersebut akan berpengaruh terhadap prestasi belajar karena dengan minat yang kuat mendorong seseorang melakukan sesuatu dengan bersungguh-sungguh. Motivasi Stanford Mangkunegara, 2000:93 mengemukakan definisi motivasi adalah sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Motivasi dapat pula diartikan sebaga energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri Dalam kehidupan, sering didapatkan manusia yang melakukan pekerjaan dengan bersungguh-sungguh, tetapi banyak pula yang santai, bahkan tidak sedikit yang tidak berbuat apa pun. Dengan demikian, maka akan berbeda pula sesuatu yang diperoleh, tergantung kepada seberapa besar tingkat usaha yang dilakukannya. Hal itu disebabkan karena adanya motivasi dalam diri seeorang. Sehubungan dengan kegiatan belajar yang dilakukan oleh para siswa di sekolah, Padmowihardjo 1994:52, mengemukakan bahwa motivasi belajar adalah setiap usaha yang dilakukan untuk menimbulkan motif pada diri seseorang untuk belajar. Dalam sebuah Studi Motivasi McClelland Mangkunegara, 2000:97 mengemukakan adanya tiga macam kebutuhan manusia yaitu : 1. Need for Achievment, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. 2. Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 3. Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Berkaitan dengan prestasi akademik, dari ketiga motivasi tersebut yang paling menopang adalah motivasi berprestasi, karena motivasi ini dilandasi oleh persaingan di antara teman untuk memperoleh nilai yang tinggi. Motivasi berprestasi sebagai motivasi yang mendorong individu untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan standard of excellence. Ukuran keunggulan ini dapat berupa prestasinya sendiri sebelumnya, dapat pula berupa prestasi orang lain. Apabila individu menggunakan prestasinya sendiri di masa lampau sebagai ukuran keunggulan yang dipakai, maka ukuran keunggulan ini disebut “autonomous standards”, dan bila memakai prestasi orang lain sebagai ukuran keunggulan disebut “social comparision standard”. Menurut McClelland motivasi berprestasi adalah usaha gigih untuk mencapai keberhasilan dalam segala aktivitas kehidupan. Selain itu McClelland juga mengartikan motivasi berprestasi sebagai “standar of excellent”. Motivasi berprestasi merupakan kecenderungan dalam individu untuk mencapai prestasi secara optimal. Motivasi berprestasi merupakan hasil belajar yang diperoleh dari pengalaman emosional, terutama berkaitan dengan usaha untuk menghasilkan sesuatu secara sempurna. Timbulnya motivasi berprestasi adalah dari lingkungan keluarga, di mana pola asuh, gaya hidup, cara orang tua mendidik, serta latar belakang pendidikan orang tua memberi pengaruh pada timbulnya motivasi berprestasi. McClelland 1953:68 mengemukakan bahwa latar belakang keluarga mempengaruhi pembentukan motivasi berprestasi anak. Motivasi berprestasi kemudian berkembang terus setelah individu berinteraksi dan mendapat pengalaman dari lingkungan yang lebih luas, dan motivasi akan berkembang dengan cepat setelah seseorang merasa terus berkompetisi dengan orang lain. Maka faktor persaingan sangat berperan dalam perkembangan motivasi Rohwer Mangkunegara, 2000:84 mengemukakan dua jenis motivasi yaitu : 1. Motivasi intrinsik berasal dari dorongan untuk bertindak secara efisien dan kebutuhan untuk berprestasi secara baik excellence. Komponen motivasi berprestasi intrinsik adalah sebagai berikut : 1 Dorongan ingin tahu Rasa ingin tahu yang kuat mampu mendorong seseorang untuk melaksanakan tugas yang menantang dan sulit, tetapi mampu untuk diselesaikan. Dan ini merupakan ciri orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Sedangkan orang yang memiliki motivasi berprestasi rendah cenderung memiliki rasa ingin tahu yang rendah dan untuk menyelesaikan tugas yang sulit cenderung tidak selesai. Kemampuan menyelesaikan tugas yang sulit merupakan cerminan dorongan rasa ingin tahu yang berasal dalam diri intrinsik 2 Tingkat Aspirasi Tingkat aspirasi seseorang turut menentukan tingkat motivasi dalam belajar. Level aspirasi merupakan perkiraan standar diri mengenai perasaan berhasil atau gagal dalam melakukan sesuatu. Seseorang yang memperkirakan dirinya berhasil melakukan sesuatu tujuan akan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Orientasi keberhasilan dan kegagalan sangat penting bagi setiap mahasiswa, karena mereka memperkirakan hasil yang akan dicapainya 2. Motivasi ekstrinsik, motivasi ekstrinsik ini berkembang dalam kaitan dengan perilaku yang ditujukan untuk kehidupan sosial. Adapun ciri-ciri motivasi ekstrinsik adalah: 1 Faktor kecemasan dalam berprestasi Kecemasan sering dikaitkan dengan 3 hal berikut ini: a pengalaman kegagalan, b rangsangan fisik phsyiological arousal, dan c keadaan kognisi. Tiga faktor yang mempengaruhi kecemasan ini mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar seseorang. Pengalaman gagal sering mengakibatkan terjadinya tekanan emosi. Akibat kecemasan terhadap fisik adalah keluarnya keringat yang berlebihan, gangguan fungsi pencernaan. Sedangkan pengaruh kecemasan terhadap kognisi tampak pada rasa khawatir terhadap kegagalan, menyalahkan diri sendiri 2 Pencapaian tujuan karena dorongan dari luar Pencapaian tujuan merupakan keadaan kognitif yang paling menentukan keberhasilan belajar seseorang bila dibandingkan dengan elemen lain. Pencapaian tujuan karena pengharapan penerimaan orang lain, misalnya dengan mendapat pujian atau hadiah dari orang lain. 3 Standar hasil yang ditetapkan oleh faktor luar Penetapan standar keberhasilan dalam motivasi ekstrinsik bukan dari dalam dirinya, namun ditetapkan oleh orang lain karena takut kehilangan perhatian orang lain. 4 “Self regulation succses” karena pengaruh orang lain. Mengulangi tugas-tugas yang gagal dipecahkan, mengerjakan tugas yang lebih sulit setelah berhasil memecahkan suatu tugas, usaha untuk berhasil ini lebih didorong oleh orang lain, bukan oleh dirinya sendiri. Motivasi yang berkembang pada anak Sekolah Dasar pada umumnya diawali dengan motivasi ekstrinsik yaitu pencapaian tujuan karena pengharapan penerimaan dari luar dalam hal ini orang tua dan guru. Orang tua memotivasi dengan cara memberikan hadiah bila anaknya berhasil dan memberikan sanksi bila anaknya ternyata gagal. Motivasi intrinsik akan muncul kemudian seiring dengan perkembangan kemampuan kognitif serta pengalaman belajar yang menyenangkan sehingga memunculkan dorongan rasa ingin tahu yang besar. Mangkunegara 2000:104 mengatakan bahwa terdapat 2 faktor yang sangat mempengaruhi motivasi berprestasi, yaitu tingkat kecerdasan IQ dan kepribadian. Artinya orang yang mempunyai motivasi berprestasinya tinggi bila memiliki kecerdasan yang memadai dan kepribadian yang dewasa mampu mencapai prestasi maksimal. Pendidikan Dalam Keluarga Keluarga merupakan unit masyarakat terkecil tempat tumbuh dan berkembangnya cikal bakal generasi manusia yang akan datang. Di dalam sebuah keluarga tertumpu tanggung jawab pembinaan dan pendidikan yang pertama dan utama yang peran utamanya adalah ayah dan ibu. Keduanya memiliki fungsi yang setara dalam hal memberikan pendidikan terbaik bagi putra-putrinya. Banyak hal di dalam keluarga yang merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan pendidikan di antaranya adalah faktor keutuhan atau keharmonisan keluarga, perhatian, kasih sayang, pemenuhan segala kebutuhan fisik, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, serta status sosial ekonomi dalam pandangan masyarakat. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, maka tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Daradjat, 1994:47. Ulwan 1990:55 menyatakan bahwa salah satu tanggung jawab terpenting menurut pandangan mayoritas pendidik adalah tanggung jawab pendidikan intelektual. Maksudnya adalah bagaimana orang tua dapat menumbuhkan sikap terlibat dalam mengembangkan kebudayaan dan ilmu serta memusatkan otak mereka untuk memahami konsep secara maksimal, pengetahuan secara kritis, kebijakan yang berimbang dan persepsi yang matang lagi sehat. Orang tua yang memiliki wawasan pendidikan dan pengalaman yang baik akan lebih memberikan perhatian serta bimbingan bagi perkembangan pendidikan putra-putrinya. Melalui perhatian dan bimbingan dari kedua orang tua maka motivasi belajar anak dapat ditumbuh kembangkan secara positif. Mengingat situasi dan kondisi saat ini, yaitu di mana tingkat pendidikan tinggi yang dimiliki oleh orang tua berdampak kepada tingginya tingkat kesibukan orang tua di luar rumah sehingga sedikit sekali waktu perjumpaan dengan anak, maka yang lebih dibutuhkan saat ini adalah kualitas dari setiap perjumpaan tersebut. Keterbatasan waktu dapat digantikan dengan muatan komunikasi yang efektif dan efisien, sehingga kebutuhan anak untuk mendapat perhatian dan bimbingan tetap dapat dipenuhi. Kompetensi Guru Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang tentang suatu bidang tertentu berdasarkan latar belakang pendidikan yang dimilikinya. Kompetensi juga merupakan modal utama bagi seseorang untuk dapat menjalankan profesinya sesuai dengan kapasitas yang dimiliki sehingga suatu pekerjaan dapat dilaksanakan dengan cara profesional. Tanpa kompetensi seseorang akan mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas yang diembannya. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Purwadarminta kompetensi berarti kewenangan kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi competency yaitu kemampuan atau kecakapan. Kepmendiknas No.045U2002 mendefinisikan kompetensi sebagai tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melakukan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Elemen-elemen kompetensi yang dikemukakan dalam Kepmendiknas No.045U2002 di atas adalah : 1 landasan kepribadian; 2 penguasaan ilmu dan keterampilan; 3 kemampuan berkarya; 4 memiliki sikap dan keterampilan dalam berkarya berdasarkan ilmu yang dikuasai; dan 5 pemahaman kaidah kehidupan bermasyarakat seuai dengan keahlian berkarya. Ditjen Dikti 1982 mengemukakan bahwa kompetensi guru diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu : “kompetensi pribadi, kompetensi profesi dan kompetensi kemasyarakatan.” Mulyasa 2004:37 memberikan definisi bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. McAshan Mulyasa, 2004:38 mengemukakan bahwa kompetensi : “...is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that the person achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, afective and psychomotor behaviors”. Guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Profesi ini memerlukan persyaratan khusus. Ali Usman, 2003:15 menyatakan beberapa persyaratan khusus yang harus dimiliki seorang guru antara lain sebagai berikut : 1. Menuntut adanya keterampilan yang mendasar tentang konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. 2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. 3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. 4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. 5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Usman 2003:15, menambahkan persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kode etik, 2. Memiliki klienobyek layanan yang tetap, 3. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya. Hamalik 2004:73 mengemukakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, setiap guru wajib memiliki 3 kompetensi yang meliputi kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi kemasyarakatan. Secara teoritis ketiga jenis kompetensi tersebut dapat dipisah-pisah satu sama lain, akan tetapi secara praktis sesungguhnya merupakan keterpaduan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Guru yang terampil mengajar tentunya harus pula memiliki kepribadian yang baik dan mampu melakukan social adjusment dalam masyarakat. Kompetensi yang dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kompetensi Profesional, meliputi : 1 Menguasai landasan kependidikan a Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. b Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat c Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar. 2 Menguasai bahan pengajaran a Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah b Menguasai bahan pengayaan. 3 Menyusun program pengajaran a Menetapkan tujuan pembelajaran b Memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran c Memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai d Memilih dan memanfaatkan sumber belajar 4 Melaksanakan program pengajaran a Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat b Mengatur ruangan belajar c Mengelola interaksi belajar mengajar 5 Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. a Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran b Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan 2. Kompetensi Pribadi dan Kemasyarakatan, meliputi : 1 Mengembangkan Kepribadian a Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b Berperan dalam masyarakat sebagai warga negara yang berjiwa baik c Mengembangkan sifat-sifat terpuji yang dipersyaratan bagi jabatan guru 2 Berinteraksi dan berkomunikasi a Berinteraksi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kompetensi serta kemampuan professional b Berinteraksi dengan masyarakat untuk menunaikan misi pendidikan 3 Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan a Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar b Membimbing murid yang berkelainan atau berbakat khusus. 4 Melaksanakan administrasi sekolah a Mengenal pengadministrasian kegiatan sekolah b Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah. 5 Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran. a Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah b Melaksanakan penelitian sederhana Tanpa mengabaikan kemungkinan adanya perbedaan tuntutan kompetensi profesional yang disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan sosial kultural dari setiap institusi sekolah sebagai indikator, Hamalik 2004:78 juga mengemukakan bahwa guru dinilai kompeten secara profesional apabila : 1. Mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab yang dimaksud meliputi tanggung jawab moral, tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah, tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan dan tanggung jawab dalam bidang keilmuan. 2. Mampu melaksanakan peran dan fungsnya dengan berhasil. Peran dan fungsi tersebut adalah sebagai pendidik dan pengajar, sebagai anggota masyarakat, sebagai pemimpin, dan sebagai pelaksana administrasi ringan. 3. Mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan tujuan instruksional sekolah yang meliputi bidang pengetahuan, keterampilan serta nilai dan sikap. 4. Mampu melaksanakan peranannya dalam proses belajar mengajar dalam kelas yaitu sebagai perencana dan pengelola kelas secara keseluruhan. Selain kompetensi yang bersifat profesional diatas, secara pribadi guru yang berkompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga belajar pada siswa berada pada tingkat optimal Hamalik, 2004. Yang lebih penting dari itu semua bahwa faktor motivasi dan ketulusan guru dalam menjalankan tugas juga merupakan faktor penentu keberhasilan belajar siswa. Zakiah Darajat Zainuddin, 1990:56 menyatakan “Faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya dan kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah menjadi perusak dan penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil tingkat sekolah dasar dan mereka mengalami guncangan jiwa tingkat menengah”. Al-Ghazali, salah seorang filosof muslim abad ke 11 Masehi mengemukakan berbagai pandangannya mengenai karakter erta persyaratan sebagai seorang guru, di antara yang beliau kemukakan dapat disarikan oleh Zainuddin 1990:57 sebagai berikut : Bertabiat dan perilaku seorang pendidik. Minat dan perhatian terhadap proses belajar mengajar. Memiliki kecakapan dan keterampilan mengajar. Bersikap ilmiah dan cinta terhadap kebenaran. Prestasi Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia DEPDIKBUD, 1999:787 prestasi diartikan sebagai “penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan oleh guru” . Berbagai definisi lain kemudian banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan yang menyangkut prestasi. Arikunto 1998:19 mengemukakan bahwa prestasi mencerminkan sejauhmana siswa telah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan di setiap bidang studi. Gambaran prestasi siswa dapat dinyatakan dengan angka 0 s.d 10. Arifin 1989:46 menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil dari suatu usaha, kemampuan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal di bidang pendidikan. Bloom Winkel, 1987:149-154 menyatakan bahwa prestasi belajar menyangkut tiga domain ranah kemampuan yaitu pertama yang berhubungan dengan kecerdasan intelektual, pemahaman, dan penalaran disebut dengan domain kognitif , kedua adalah yang berhubungan dengan perasaan, sikap terhadap suatu hal serta pembentukan pola hidup disebut dengan domain afektif, dan ketiga adalah yang berhubungan dengan keterampilan, kemampuan fisik motorik yang disebut dengan domain psikomotorik. Pada tiap-tiap ranah dalam Taksonomi Bloom di atas terdapat komponen- komponen yang merupakan rangkaian sistematis dalam proses pembelajaran. Berikut ini diuraikan masing-masing komponen tersebut :

1. Ranah kognitif cognitive domain menurut Bloom dan kawan-kawan terdiri

dari : 1 Pengetahuan, sebagai komponen pertama dalam ranah kognitif mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal itu dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk mengingat recall atau mengenal kembali recognition. 2 Pemahaman merupakan kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti menjelaskan kembali isi sebuah cerita. 3 Penerapan merupakan kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus yang konkret dan baru. 4 Analisa yaitu kemampuan merinci suatu kesatuan di dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dan organisasinya dapat dipahami. 5 Sintesa yaitu kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama lain sehingga tercipta bentuk baru. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana seperti penyusunan satuan pelajaran atau proposal penelitian ilmiah. 6 Evaluasi merupakan kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai suatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggung jawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu. Kemampuan ini dinyatakan dalam memberikan sesuatu.

2. Ranah afektif affective domain menurut taksonomi Kratwohl, Bloom dan

kawan-kawan terdiri dari lima komponen meliputi: 1 Penerimaan mencakup kepekaan yang akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru. 2 Partisipasi mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan itu dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan. 3 Penilaianpenentuan sikap mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. 4 Organisasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. 5 Pembentukan pola hidup mencakup kemampuan untuk menghayati nilai- nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi internalisasi dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Kemampuan itu dinyatakan dalam pengaturan hidup di berbagai bidang, seperti mencurahkan waktu secukupnya pada tugas belajarbekerja, tugas membina kerukunan keluarga, tugas beribadat, tugas menjaga kesehatan dirinya sendiri dan lain sebagainya.

3. Ranah psikomotorik psycomotoric domain menurut klasifikasi Simpson

meliputi 7 komponen : 1 Persepsi mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri- ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan stimulasi dan perbedaan antara rangsangan- rangsangan yang ada. 2 Kesiapan mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental, seperti dalam mempersiapkan diri untuk menggerakkan kendaraan yang ditumpangi, setelah menunggu beberapa lama di depan lampu lalu lintas yang berwarna merah. 3 Gerakan terbimbing mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang diberikan imitasi. 4 Gerakan yang terbiasa mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan. 5 Gerakan kompleks mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efesien. 6 Penyesuaian pola gerakan mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan persyaratan khusus yang berlaku. Misalnya seorang pemain tenis yang menyesuaikan pola permainannya dengan gaya bermain dari lawannya atau dengan kondisi lapangan. 7 Kreativitas mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak- gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Hanya orang-orang yang berketrampilan tinggi dan berani berpikir kreatif, akan mampu mencapai tingkat kesempurnaan ini, seperti kadang-kadang dapat disaksikan dalam pertunjukan tarian di lapisan es dengan diiringi musik. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan utama. Oleh sebab itu berhasil tidaknya pencapaian tujuan