Hubungan Asupan Energi Dan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Di Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran DYAH LISTYORINI

G 0008089

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran DYAH LISTYORINI

G 0008089

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Asupan Energi dan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo

Dyah Listyorini, NIM : G 0008089, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Senin, Tanggal 22 Agustus 2011

Pembimbing Utama

Nama

: Prof. Dr. H. Santoso, dr., MS., Sp.OK

Pembimbing Pendamping

Nama

: Vitri Widyaningsih, dr.

Penguji Utama

Nama

: Endang Sutisna S, dr., M.Kes

Anggota Penguji

Nama

: Prof.Bhisma Murti, dr.,MPH.M.Sc., Ph.D

Ketua Tim Skripsi

Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes

Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Agustus 2011

Dyah Listyorini NIM. G0008089

Dyah Listyorini, G0008089, 2011. Hubungan Asupan Energi dan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan energi dan status gizi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Juni 2011 di SDN Baki Pandeyan 01 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive random sampling dengan mengambil sampel siswa kelas V (lima) dikarenakan mereka mudah diajak bekerjasama. Data asupan energi diukur dengan metode food recall 3 x 24 jam dan dianalisis dengan program nutrisurvey 2007. Data status gizi (TB/U) dihitung dengan pengukuran tinggi badan dan umur, kemudian diolah dalam individual anthropometric assessment . Sedangkan data bimbingan belajar didapat dari kuesioner. Diperoleh data dari 44 siswa kemudian dianalisis dengan regresi logistik ganda melalui program SPSS 17.0 for Windows.

Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif antara asupan energi dengan prestasi belajar. Siswa dengan energi cukup ( ≥ 70 %) mempunyai kemungkinan untuk memiliki nilai rapor tinggi empat setengah kali lebih besar daripada siswa dengan asupan energi kurang (< 70%) (OR = 4.43; CI

95 % = 1.09 hingga 18.01; p = 0.037). Terdapat hubungan terbalik antara status gizi dengan prestasi belajar. Siswa dengan tubuh tinggi mempunyai kemungkinan untuk memiliki nilai rapor yang tinggi seperlima kali lebih kecil daripada siswa dengan tubuh pendek (OR = 0.21; CI 95 % = 0.04 hingga 1.05; p = 0.058). Sedangkan terdapat hubungan terbalik antara bimbingan belajar dan prestasi belajar. Siswa yang mengikuti bimbingan belajar mempunyai kemungkinan untuk memiliki nilai rapor yang tinggi setengah kali lebih kecil daripada siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar (OR = 0.56; CI 95 % = 0.10 hingga 3.06; p = 0.503).

Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan positif dan signifikan antara asupan energi dan prestasi belajar. Terdapat hubungan terbalik dan tidak signifikan antara status gizi dan bimbingan belajar dengan prestasi belajar di SDN Baki Pandeyan

01 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

Kata kunci: Asupan Energi, Status Gizi, Prestasi Belajar

Dyah Listyorini, G0008089, 2011. The Relationship of Energy Intake and Nutritional Status with Student Achievement at Elementary School in Baki District, Sukoharjo regency. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University.

Objectives: The purpose of this research is to find out the relationship energy intake and nutritional status with student achievement at elementary school in Baki District, Sukoharjo regency.

Methods: This research used analytical descriptive method with cross sectional approach. Taken place during June 2011 in the Baki Pandeyan 01 Baki district Sukoharjo regency. The sampling method in this research is purposive random sampling by taking the sample of students in grade V (five) due to their easy to cooperation. The measurement of energy intake data hold by using food recall method 3 x 24 hours and analyzed with nutrisurvey program of 2007. The nutritional status data (TB / U) was calculated by measuring height and age, then was processed in individual anthropometric assessment. While the tutoring data was obtained from questionnaires. Data from 44 students was then analyzed by using multiple logistic regression through SPSS 17.0 for Windows.

Results: This study shows there is a positive relationship between energy intake and learning achievement. Students with sufficient energy ( ≥ 70 %) have the possibility to have high grades four and a half times greater than students with less energy intake (< 70 %) (OR = 4.43; CI 95 % = 1.09 to 18:01; p = 0037). There is an inverse relationship between nutritional status and learning achievement. Students with a tall body has the possibility to have high grades fifth times smaller than the students with a short body (OR = 0.21; CI 95 % = 0.04 to 1.05; p = 0.058). Furthermore there is an inverse relationship between tutoring and learning achievement. Students who follow the guidance of learning have the possibility to have high grades a half times smaller than students who did not follow the guidance of learning (OR = 0.56; CI 95 % = 0.10 to 3.06; p = 0.503).

Conclusions: There is positive and significant relationship between energy intake and learning achievement. There is not significant and inverse relationship between nutritional status and tutoring with learning achievement in SDN Baki Pandeyan 01 Baki district Sukoharjo regency.

Key words: Energy Intake, Nutritional Status, Achievement Learning

PRAKATA

Alhamdulillaah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Hubungan Asupan Energi dan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM , selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. H. Santoso, dr., MS.Sp.OK, selaku pembimbing utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, dan motivasi bagi penulis.

4. Vitri Widyaningsih dr., selaku pembimbing pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, dan motivasi bagi penulis.

5. Endang Sutisna S, dr., M.Kes, selaku penguji utama yang telah memberikan nasehat, dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Prof.Bhisma Murti, dr.,MPH.,M.Sc.,PhD, selaku anggota penguji yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Dosen dan Staf Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Tim Skripsi FK UNS Surakarta yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.

8. CH.A. Sri Hartini, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SDN Baki Pandeyan 01, beserta guru-guru, karyawan dan siswa-siswi yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

9. Kedua orang tua tercinta, kakak beserta keluarga besarku yang selalu memberikan doa restu dan dukungan, baik material, moral, maupun spiritual.

10. Semua sahabat terbaikku yang telah membantu dan menemani dalam berjuang, teman-teman mahasiswa angkatan 2008 yang menemani serta selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis dalam suka maupun duka.

11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, Agustus 2011

Tabel 3.1 Interpretasi Odds Ratio (OR) ............................................................... 37

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel (Data Kategorikal) ............................................. 38 Tabel 4.2 Karakteristik Sampel (Data Kontinu) ................................................... 39 Tabel 4.3 Hubungan antara Asupan Energi dan Nilai Rapor ............................... 39 Tabel 4.4 Hubungan antara Status Gizi dengan Nilai Rapor ............................... 40 Tabel 4.5 Hubungan antara Bimbingan Belajar dengan Nilai Rapor...……….... 41 Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Hubungan antara Nilai

Rapor dengan Status Gizi, Asupan Energi dan Bimbingan Belajar................................................................................................ 41

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian....................................................... 29 Gambar 3.2 Rancangan Penelitian…………………………………………......

31

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran

Lampiran 2. Identitas Sampel dan Informed Consent

Lampiran 3. Kuesioner Penyaringan Penelitian Lampiran 4. Formulir Recall Konsumsi Makan Sehari

Lampiran 5. Data Mentah Hasil Penelitian Lampiran 6. Hasil Analisis Data Penelitian

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak sekolah merupakan aset negara yang sangat penting sebagai sumber daya manusia dalam upaya keberhasilan pembangunan bangsa. Terlebih anak Sekolah Dasar (SD) perlu diperhatikan dengan baik karena di samping jumlah anak sekolah dasar yang banyak, yaitu sekitar 30 % dari jumlah penduduk, program gizi pada anak sekolah dasar berdampak luas tidak saja pada aspek kesehatan, gizi dan pendidikan masa kini, tetapi juga yang secara langsung mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa datang (Depkes, 2005).

Namun fenomena yang dihadapi saat ini adalah masih banyaknya kondisi prestasi anak sekolah yang tidak memuaskan. Data mengenai kondisi prestasi belajar tersebut dapat ditunjukkan pada tingginya angka mengulang siswa SD/MI yang berjumlah 1,51 juta pada tahun 2000/2001 (Badan Pusat Statistik, 2002). Selain itu, data dari Depdiknas tahun 1999 menunjukkan rata- rata Nilai Ebtanas Murni (NEM) SD/MI tahun 1998/1999 yang hanya mencapai nilai 5,99. Angka ini menunjukkan bahwa rata-rata siswa SD/MI hanya mampu menyerap 59,9 persen bahan ajar yang dipelajari.

Di samping permasalahan mengenai prestasi belajar, saat ini juga didapatkan permasalahan gizi pada anak sekolah. Sejumlah data di Indonesia menunjukkan masalah gizi kurang pada anak sekolah masih memprihatinkan.

bahwa lebih dari sepertiga (36,1 %) anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek ketika memasuki usia sekolah yang merupakan indikator adanya kurang gizi kronis. Jika diamati perubahan prevalensi anak pendek dari tahun ke tahun maka prevalensi anak pendek praktis tidak mengalami perubahan karena perubahan yang terjadi hanya sedikit sekali.

Berdasarkan survey Depkes tahun 1997 terhadap 600 ribu anak SD di

27 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa anak sekolah yang mengalami gangguan masalah kurang gizi berkisar antara 13,6 % - 43,7 %. Masalah kekurangan gizi pada usia SD terlihat dengan prevalensi kekurangan energi di Indonesia pada siswa SD sebesar 30,1 % (Soekirman, 2000).

Jika gangguan gizi di tanah air tidak segera ditanggulangi, maka anak akan kehilangan kesempatan untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Selain berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak, asupan energi dan status gizi juga berpengaruh pada kecerdasan anak. Anak- anak dengan gizi kurang dan buruk akan memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah, nantinya anak tidak akan mampu bersaing (Depkes, 2005).

Banyaknya murid yang berprestasi rendah bahkan terpaksa mengulang kelas sebagai akibat dari kurangnya asupan energi, merupakan hambatan yang serius bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari latar belakang tersebut, maka penulis melakukan penelitian tentang hubungan asupan energi dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa sekolah dasar.

Adakah hubungan asupan energi dan status gizi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan asupan energi dan status gizi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris tentang hubungan asupan energi dan status gizi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar.

b. Memberikan informasi tentang hubungan asupan energi dan status gizi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar.

2. Manfaat Praktis Manfaat Praktis yang diharapkan bilamana penelitian ini terbukti sesuai hipotesis adalah :

a. Memberikan manfaat bagi siswa sekolah dasar agar meningkatkan prestasi belajar siswa dengan memenuhi kebutuhan asupan energi dan memperbaiki status gizi siswa.

b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru dan orang tua siswa untuk menyarankan siswa supaya memenuhi kebutuhan asupan energi dan memperbaiki status gizinya.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Asupan Energi

a. Pengertian

Energi diperlukan untuk kelangsungan proses-proses di dalam tubuh seperti proses sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses fisiologis lainnya, untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan dengan mengonsumsi makanan yang cukup dan seimbang (Kartasapoetra, 2003).

Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sediaoetama, 1996).

kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Harper et al., 1986).

Energi diartikan dengan suatu kapasitas untuk melakukan pekerjaan. Di mana jumlah energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, berat badan, dan bentuk tubuh (Nurachmah, 2001).

Untuk menjaga kelangsungan hidup dan menjalankan kegiatan hidupnya. setiap manusia membutuhkan energi perhari yang disesuaikan dengan berat badan dan tingkat aktivitas dalam tingkat normal pria lansia membutuhkan sekitar 35 kkal/kg berat badan/hari. Wanita membutuhkan sekitar 32 - 34 kkal/kg berat badan/hari. Menurut Wiess dalam buku Emma Wirakusumah (2000) kecukupan energi lansia berkurang setelah mencapai usia 50 tahun.

Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi, pada tahap awal akan menyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian (Hardinsyah, 1992).

Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan adaptasi (Hardinsyah, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan energi pada keluarga yaitu :

1) Tingkat pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi

2) Tingkat pendapatan keluarga

3) Pantangan-pantangan yang secara tradisional masih berlaku

4) Keengganan untuk mengkonsumsi bahan makanan murah walaupun diketahui banyak mengandung zat gizi (Kartasapoetra, 2003).

2. Status Gizi

a. Pengertian

Istilah gizi dapat diartikan sebagai proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan, yang dipergunakan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan fungsi organ tubuh dan produksi (Jelliffe, 1989).

Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang dan harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kebutuhan nutrisi pada setiap orang berbeda-beda berdasarkan unsur metabolik dan genetikanya masing-masing. Keseimbangan zat gizi yang tidak terpenuhi dalam jangka waktu lama Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang dan harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kebutuhan nutrisi pada setiap orang berbeda-beda berdasarkan unsur metabolik dan genetikanya masing-masing. Keseimbangan zat gizi yang tidak terpenuhi dalam jangka waktu lama

Sedangkan menurut Almatsier (2001) status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri, dan dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa status gizi merupakan suatu ukuran keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrisi yang diindikasikan oleh variabel tertentu.

Status gizi yang optimal adalah keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi yang digunakan untuk aktivitas sehari- hari (Coitinho, 1992). Status gizi yang optimal dapat terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum. Sedangkan status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, dan juga status

zat gizi esensial (Almatsier, 2001). Secara umum, bentuk kelainan gizi digolongkan menjadi 2 yaitu overnutrition (kelebihan gizi) dan under nutrition (kekurangan gizi). Overnutrition adalah suatu keadaan tubuh akibat mengkonsumsi zat-zat gizi tertentu melebihi kebutuhan tubuh dalam waktu yang relatife lama. Undernutrition adalah keadaan tubuh yang disebabkan oleh asupan zat gizi sehari-hari yang kurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh (Gibson, 2005).

b. Status Gizi Anak Sekolah Dasar

Kelompok usia sekolah termasuk golongan penduduk berada pada masa pertumbuhan yang cepat dan aktif. Dalam kondisi anak harus mendapatkan masukan gizi dalam kuantitas dan kualitas yang cukup. Status gizi anak sebagai cerminan kecukupan gizi merupakan salah satu tolak ukur yang penting untuk menilai keadaan pertumbuhan dan status kesehatannya (Moehji, 2003).

Usia antara 6 sampai 12 tahun adalah usia anak yang duduk dibangku sekolah dasar. Pada masa ini anak mulai masuk ke dalam dunia baru, anak mulai banyak berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya dan berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Pada umur ini anak lebih banyak aktifitasnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah, sehingga anak perlu energi lebih banyak. Pertumbuhan anak lambat tetapi pasti, sesuai dengan banyaknya Usia antara 6 sampai 12 tahun adalah usia anak yang duduk dibangku sekolah dasar. Pada masa ini anak mulai masuk ke dalam dunia baru, anak mulai banyak berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya dan berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Pada umur ini anak lebih banyak aktifitasnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah, sehingga anak perlu energi lebih banyak. Pertumbuhan anak lambat tetapi pasti, sesuai dengan banyaknya

Dengan meningkatnya kebutuhan akan zat gizi pada usia sekolah, misalnya untuk melaksanakan tugas atau berjalan jauh yang membutuhkan energi yang besar, akan membuat anak usia sekolah menjadi berisiko tinggi menderita malnutrisi atau kelaparan dibandingkan anak usia 3 - 5 tahun (Rosner, 1990).

Anak sekolah dasar juga merupakan salah satu kelompok yang rentan gizi selain bayi (0 - 1 tahun), balita (1 - 5 tahun), remaja (14 - 20 tahun), kelompok ibu hamil dan menyusui, dan usia lanjut. Pada kelompok-kelompok umur tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan atau perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang lain (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan hasil survei terhadap 600 ribu anak sekolah dasar di

27 provinsi menunjukkan bahwa anak sekolah yang mengalami gangguan pertumbuhan berkisar antara 13,6 % dan 43,7 % (Jalal, 1998). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 juga menunjukkan bahwa terdapat 18 % anak usia sekolah dan remaja 5 - 17 tahun berstatus gizi kurang. Prevalansi gizi kurang paling tinggi pada anak usia sekolah dasar (21 %).

(TBABS) tahun 1994 dan 1999 di kota dan desa menunjukkan bahwa tidak terlihat perubahan perbaikan gizi yang bermakna dari hasil pengukuran tersebut. Pada tahun 1994, prevalensi gizi kurang menurut TB/U anak usia 6 - 9 tahun (anak pendek) adalah 39,8 %, dan pada tahun 1999 prevalensi ini hanya berkurang 3,7 % yaitu menjadi 36,1 %. Dapat disimpulkan bahwa anak Indonesia yang baru masuk sekolah keadaan gizinya masih jauh dibandingkan dengan rujukan, masih sekitar 40 % anak di kategorikan pendek. Selain itu masih dijumpai sekitar 9 - 10 % anak yang di kategorikan sangat pendek.

Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk dikonsumsi.

c. Penilaian Status Gizi Anak

Menurut Supariasa (2001), penilaian status gizi dibagi menjadi 2 yaitu secara langsung dan tak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan penilaian status gizi tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Dalam penelitian ini, untuk menentukan status gizi digunakan indeks antropometri.

artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah:

1) Umur

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu, penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuan yang dipakai yaitu 1 tahun adalah

12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Bila jumlah hari kurang dari 15, dibulatkan ke bawah dan bila jumlah hari lebih dari 15 dibulatkan ke atas (Depkes, 2004).

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran masa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan dinyatakan dalam bentuk Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) atau melakukan penilaian dengan melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketepatan umur, sehingga kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan status gizi dari waktu ke waktu (Abunain, 1990).

3) Tinggi badan

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa Balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), atau juga Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun. Selain itu, indeks Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa Balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), atau juga Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun. Selain itu, indeks

Berat badan dan tinggi badan adalah parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (Khumaidi, 1994).

Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan. Dari masing-masing indeks antropometri tersebut mempunyai beberapa kebaikan dan kelemahan. Menurut Soekirman (2000), kebaikan dan kelemahan indeks antropometri yaitu:

a) Indikator BB/U

Indikator BB/U dapat normal, lebih rendah atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U normal digolongkan pada status gizi baik. BB/U rendah dapat berarti berstatus gizi kurang atau buruk, BB/U tinggi dapat digolongkan berstatus gizi lebih.

1) Kelebihan

(a) Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat

umum umum

2) Kelemahan

(a) Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat oedema (b) Data umur yang akurat sering sulit diperoleh (c) Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang

tidak dilepas dan anak bergerak (d) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan (Soekirman, 2000).

b) Indikator TB/U

Indikator TB/U dapat dinyatakan TB-nya normal, kurang dan tinggi menurut standar WHO. Bagi yang TB/U kurang menurut WHO dikategorikan stunted yang diterjemahkan “sebagai pendek tak sesuai umurnya”. Tingkat keparahannya dapat digolongkan menjadi ringan, sedang dan berat. Hasil pengukuran menggambarkan status gizi masa lampau. Seseorang yang tergolong pendek tak sesuai umur kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan berat badan rendah yang diukur dengan BB/U yang mungkin dapat diperbaiki dalam waktu pendek, baik pada anak maupun dewasa (Soekirman, 2000). Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lampau :

(a) Dapat memberikan gambaran riwayat gizi masa lampau (b) Dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk

2) Kelemahan

(a) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada

kelompok usia balita (b) Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini (c) Memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh

di negara-negara berkembang (d) Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas yang tidak profesional (Soekirman, 2000).

c) Indikator BB/TB

Indikator BB/TB dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Artinya anak yang BB/TB kurang, dikategorikan sebagai kurus atau wasted. Indikator BB/TB ini diperkenalkan oleh Jelliffe pada tahun 1996 dan merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini, terutama bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh karena itu indikator BB/TB merupakan indikator independen terhadap umur.

1) Kelebihan (a) Independent terhadap umur dan ras 1) Kelebihan (a) Independent terhadap umur dan ras

2) Kelemahan

(a) Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak tidak

dilepas atau bergerak terus. (b) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak menimbangkan anaknya karena dianggap seperti barang dagangan.

(c) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi

badan anak pada kelompok Balita. (d) Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur terutama bila dilakukan oleh petugas yang tidak professional. (e) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek normal atau panjang (Soekirman, 2000). Indikator TB/U dan BB/TB digunakan untuk membedakan apakah kekurangan gizi terjadi kronis atau akut. Keadaan gizi kronis atau akut menggambarkan keadaan yang dihubungkan dengan masa lalu dan waktu sekarang (Soekirman, 2000).

d) Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)

Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan dan penyakit infeksi. Berbagai faktor yang melatarbelakangi kedua faktor tersebut misalnya faktor ekonomi keluarga, produktivitas dan kondisi perumahan (Suhardjo, 2003). Faktor- faktor yang mempengaruhi status gizi:

1) Faktor Langsung

a) Konsumsi Pangan

Penilaian konsumsi pangan rumah tangga atau secara perorangan merupakan cara pengamatan langsung yang dapat menggambarkan pola konsumsi penduduk menurut daerah, golongan sosial ekonomi dan sosial budaya. Konsumsi pangan lebih sering digunakan sebagai salah satu teknik untuk memajukan tingkat keadaan gizi (Suhardjo, 2003).

b) Infeksi

Infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua umur, tetapi lebih nyata pada kelompok anak-anak. infeksi juga mempunyai kontribusi terhadap defisiensi energi, protein, dan gizi Infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua umur, tetapi lebih nyata pada kelompok anak-anak. infeksi juga mempunyai kontribusi terhadap defisiensi energi, protein, dan gizi

Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui mekanismenya.

Sistematik

pada

katabolisme jaringan menyebabkan kehilangan nitrogen (Suhardjo, 2003). Penyakit infeksi yang menyerang anak menyebabkan gizi anak menjadi buruk. Memburuknya keadaan gizi anak akibat penyakit infeksi dapat menyebabkan turunnya nafsu makan, sehingga masukan zat gizi berkurang padahal anak justru memerlukan zat gizi yang lebih banyak. Penyakit infeksi sering disertai oleh diare dan muntah yang menyebabkan penderita kehilangan cairan dan sejumlah zat gizi seperti mineral, dan sebagainya (Moehji, 2003).

2) Faktor Tidak Langsung

a) Tingkat Pendapatan

Penduduk kota dan penduduk pedesaan yang berpendapatan rendah, selain memanfaatkan pendapatan itu untuk keperluan makan keluarga, juga harus membagi untuk keperluan lainnya. Sehingga, tidak jarang presentase pendapatan untuk keperluan penyediaan makanan hanya kecil saja. Pendapatan keluarga akan Penduduk kota dan penduduk pedesaan yang berpendapatan rendah, selain memanfaatkan pendapatan itu untuk keperluan makan keluarga, juga harus membagi untuk keperluan lainnya. Sehingga, tidak jarang presentase pendapatan untuk keperluan penyediaan makanan hanya kecil saja. Pendapatan keluarga akan

b) Pengetahuan Gizi

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum di setiap negara di dunia. Salah satu penyebab munculnya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari- hari (Suhardjo, 2003). Pengetahuan tentang kandungan zat gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Moehji, 2002).

3. Prestasi Belajar

a. Pengertian

Prestasi belajar menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan dalam mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru (Dekdikbud, 2000). Prestasi Belajar menurut Winkel (2004) merupakan taraf hasil belajar yang ditunjukkan seseorang setelah mendapatkan pendidikan atau latihan.

Prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah melalui beberapa proses belajar untuk mengetahui sesuatu yang belum

mengetahui, mengerti, dan memahami sesuatu dengan baik. Prestasi belajar adalah hasil yang diberikan oleh guru kepada siswa dalam jangka waktu tertentu sebagai hasil belajar (Wuryani, 2002). Prestasi belajar sebagai lambang pemuas hasrat ingin tahu. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa para ahli psikologi biasanya menyebutkan hal ini sebagai tendensi keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum pada manusia, termasuk kebutuhan anak di dalam suatu program pendidikan (Maslow, 1994).

Tingkat prestasi siswa secara umum dapat dilihat pencapaian siswa terhadap materi pembelajaran. Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65 % yang dikuasai oleh siswa peserta didik maka persentase keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah (Djamarah, dkk., 2000).

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melalui usaha belajar dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar tersebut ditunjukkan dalam tinggi-rendahnya nilai atau angka yang diberikan guru sebagai hasil evaluasi atas penguasaan materi pelajaran yang telah diberikan.

Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri orang yang belajar maupun dari luar dirinya (Dalyono, 1997).

Menurut Dalyono (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:

1) Faktor internal

a) Kesehatan

Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Bila seseorang selalu tidak sehat, sakit kepala, demam pilek, batuk dapat mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar (Dalyono, 1997).

Salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental adalah gizi. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Tingkat gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

b) Inteligensi dan Bakat

Inteligensi adalah kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari pengalaman (Azwar, 1996). Inteligensi dan bakat merupakan aspek kejiwaan (psikis)

Seseorang yang mempunyai inteligensi baik umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik dan sebaliknya. Bakat juga mempengaruhi dalam menentukan keberhasilan belajar (Dalyono, 1997).

c) Minat dan motivasi

Minat dan bakat merupakan aspek kejiwaan. Minat dapat terjadi karena daya tarik dari luar dan juga datang dari sanubari. Sedangkan motivasi adalah daya penggerak atau pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 2002).

d) Cara belajar

Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan, akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Dalyono, 1997).

2) Faktor eksternal

a) Keluarga

Faktor orang tua sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan

orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Di samping itu, faktor keadaan rumah tangga dan peralatan belajar turut mempengaruhi keberhasilan belajar (Dalyono, 1997). Alat bantu belajar digunakan untuk membantu siswa dalam melakukan perbuatan belajar. Pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkret, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga serta hasil yang lebih bermakna (Ahmadi, 1998).

Keadaan keluarga yang kurang harmonis, orang tua kurang perhatian terhadap prestasi belajar siswa dan keadaan ekonomi yang lemah atau berlebihan bisa menyebabkan turunnya prestasi belajar anak (Hamalik, 2001).

b) Sekolah

Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar, kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas atau perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid per kelas, pelaksanaan tata tertib, adanya teman dan keharmonisan di antara semua personil sekolah, semua itu turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak (Hakim, 2002).

Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan

c) Masyarakat

Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan, terutama anak-anaknya rata- rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya, apabila tinggal di lingkungan banyak anak-anak yang nakal, tidak bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang sehingga motivasi belajar berkurang.

d) Lingkungan sekitar

Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat penting dalam mempengaruhi prestasi belajar. Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas, iklim dan sebagainya. Misalnya bila keadaan bangunan rumah penduduk sangat rapat, akan mengganggu belajar. Tempat yang sepi dengan iklim yang sejuk, ini akan menunjang proses belajar (Dalyono, 1997).

Bimbingan belajar merupakan bimbingan dalam hal menemukan cara-cara belajar yang tepat, memilih program studi yang sesuai, dan mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di suatu institusi pendidikan. Bimbingan belajar juga diartikan sebagai proses pemberian bantuan terhadap siswa untuk dapat belajar secara optimal dan dapat memenuhi tuntutan setiap mata pelajaran dan memperoleh hasil belajar yang baik setelah pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kemampuan bakat, minat yang dimiliki masing-masing siswa (Winkel, 2004).

c. Penilaian Prestasi belajar

Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa maka dilakukan melalui tes prestasi belajar berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya. Tes prestasi belajar digolongkan dalam penilaian sebagai berikut:

1) Tes formatif

Tes yang diberikan kepada siswa pada akhir program satuan pembelajaran. Fungsinya untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dalam penguasaan bahan atau materi yang bertujuan untuk memperoleh gambaran daya serap siswa terhadap bahasan tersebut (Purwanto, 2002).

Tes yang diberikan kepada siswa pada tahap-tahap tertentu misalnya dua minggu sekali atau satu bulan sekali selama catur wulan atau semester yang bersangkutan. Tujuannya selain untuk mengetahui gambaran daya serap materi yang telah diberikan, hasilnya akan digabungkan dengan nilai tes sumatif yang akan menjadi nilai rapor (Purwanto, 2002).

3) Tes sumatif

Tes ini biasa diadakan tiap catur wulan sekali atau setiap semester. Fungsi tes tersebut untuk menilai penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan selama jangka waktu tertentu (Purwanto, 2002).

4. Hubungan Asupan Energi dan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa

Kemampuan belajar anak sekolah salah satunya ditentukan oleh asupan energi. Asupan energi dan zat gizi makro yang tidak seimbang akan mengakibatkan sistem kekebalan tubuh terganggu. Sistem kekebalan tubuh yang terganggu akibat dari kekurangan asupan energi ini dapat berpengaruh terhadap kemampuan belajar siswa.

Kemampuan belajar erat kaitannya dengan peranan dendrit dalam menghantarkan rangsangan dari luar menuju sel saraf. Lebih banyak dendrit yang terbentuk berarti lebih banyak sinaps yang terbentuk untuk lebih berkemampuan dalam belajar. Pada usia dua tahun, 50 % sel-sel otak Kemampuan belajar erat kaitannya dengan peranan dendrit dalam menghantarkan rangsangan dari luar menuju sel saraf. Lebih banyak dendrit yang terbentuk berarti lebih banyak sinaps yang terbentuk untuk lebih berkemampuan dalam belajar. Pada usia dua tahun, 50 % sel-sel otak

Apabila makanan yang dikonsumsi tidak cukup mengandung zat- zat gizi yang dibutuhkan dan keadaan ini berlangsung lama, maka akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia (neurotransmitter) dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Anwar, 2008).

Di samping itu, sistem penyimpanan glikogen di otot pada anak sangat sedikit, mengakibatkan terbatasnya persediaan asam amino untuk glikoneogenesis . Hal ini dapat berdampak pada keadaan anak yang menjadi tidak bersemangat, lemah, dan lesu (Soetjiningsih, 2002). Akibatnya, kurang gizi pada anak akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian (Achmad, 2000).

status gizi buruk, mempunyai risiko kehilangan IQ 10 - 13 poin. Berdasarkan studi di Filipina, Jamaika, dan negara lain, juga telah membuktikan adanya hubungan yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar. Bahkan berdasarkan penelitian tersebut, pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek berusia 9 - 24 bulan akan mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia

7 - 8 tahun. Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai pentingnya gizi untuk mendukung pembangunan, dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10 %, akan dapat meningkatkan 2 % - 10 % proporsi anak yang mendaftar ke sekolah.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan:

: variabel yang tidak diteliti

: variabel yang diteliti

C.Hipotesis

Terdapat hubungan asupan energi dan status gizi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo.

Status Gizi siswa

Perubahan metabolisme dalam otak

Kesehatan Inteligensi dan Bakat Minat dan motivasi Cara belajar Faktor Keluarga Faktor Sekolah Faktor Masyarakat Faktor Lingkungan sekitar

Perubahan jumlah sel, myelinisasi, pertumbuhan dendrit dan pembentukan sinaps

Perubahan fungsi normal otak

Perkembangan kecerdasan

anak

Prestasi Belajar

Infeksi Tingkat Pendapatan Pengetahuan Gizi

Bimbingan Belajar

Asupan Energi

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan studi potong lintang (Cross Sectional) yaitu mencuplik sebuah sampel dari populasi dalam satu waktu, dan memeriksa status paparan dan status penyakit pada titik waktu yang sama dari masing-masing individu dalam sampel tersebut (Murti, 2003).

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Baki Pandeyan

01 Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo. Pemilihan di sekolah dasar ini karena belum pernah diadakan penelitian tentang hubungan asupan energi dan status gizi dengan prestasi belajar siswa, dan tersedianya data yang dibutuhkan untuk penelitian.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi Sumber Populasi sumber pada penelitian adalah seluruh siswa kelas I-V. Siswa kelas

VI tidak diikutkan dalam penelitian karena telah menyelesaikan Ujian Nasional.

2. Besar Sampel Jumlah sampel ditentukan dari variabel independen x (15 - 20 observasi) (Hair, et al.,1998). Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel independen 2. Besar Sampel Jumlah sampel ditentukan dari variabel independen x (15 - 20 observasi) (Hair, et al.,1998). Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel independen

D. Teknik Sampling

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V dengan menggunakan purposive random sampling yang merupakan pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan yang dibuat oleh peneliti sendiri (Murti, 2010). Peneliti mengambil sampel siswa kelas V dikarenakan siswa kelas V merupakan siswa tertua di sekolah dasar sehingga dapat lebih mudah untuk diajak berkomunikasi dan bekerjasama.

E. Rancangan Penelitian

Gambar 3.2 Rancangan Penelitian

Populasi Sumber Siswa/siswi kelas I-V SDN Bakipandeyan 01 Sukoharjo

Sampel (Kelas V)

Prestasi Belajar

Status Gizi (TB/U) (Pemeriksaan Antropometri)

Analisis Data (Regresi Logistik Ganda)

Asupan Energi (Food Recall 3 x 24

jam)

Bimbingan

Belajar

Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas

: asupan energi dan status gizi

2. Variabel terikat

: prestasi belajar siswa

3. Variabel luar

a. Terkendali

: bimbingan belajar

b. Tidak terkendali : inteligensi, bakat minat dan motivasi, faktor

keluarga, sekolah, masyarakat dan faktor lingkungan sekitar