BAB 4 KARAKTERISTIK SPEKTRUM KELISTRIKAN BUAH JERUK
KEPROK GARUT
Pendahuluan
Setiap bahan memiliki sifat listrik yang khas dan besarnya sangat ditentukan oleh kondisi internal bahan tersebut seperti momen dipol listrik, komposisi bahan
kimia, kandungan air, keasaman dan sifat internal lainnya Hermawan 2005. Sifat listrik dari bahan yang diberikan arus listrik secara mikroskopik terkait dengan
mobilitas listrik atau penyeragaman arah dipol listriknya akibat gangguan listrik eksternal Kumar 2007. Kemampuan penyeragaman momen dipol merupakan
ciri khas dari molekul-molekul yang berkorelasi terhadap sifat-sifat dielektrik, fisiko-kimia dan biologis Harmen 2001. Karakteristik spektoskopi listrik pada
bahan bisa dianalisa dengan pendekatan rangkaian elektronik antara resistor dan kapasitor secara paralel Choi et al. 2001. Nilai dielektrikum dan kelistrikan
bahan ada yang bersifat nonlinier Zhou dan
Boggs
2001. Pengukuran spektra impedansi listrik pada bahan-bahan biologi dikenal
dengan istilah bioimpedance spectroscopy. Bahan biologi termasuk buah-buahan menunjukan suatu fenomenan kebergantungan sifat listrik terhadap frekuensi
sinyal. Kebergantungan frekuensi ini terkelompokan dalam beberapa daerah jangkauan frekuensinya yang dikenal dengan frequency-dependent dispersion
regions Schwan 1957 . Daerah frekuensi tersebut adalah daerah
α-dispersion yang terjadi pada frekuensi rendah, daerah
β-dispersion yang terjadi pada frekuensi pertengahan, dan daerah -dispersion pada frekuensi tinggi Schwan
1994. Ilustrasi impedansi sebagai fungsi frekuensi untuk bahan biologi secara umum diperlihatkan pada Gambar 4.1.
Berdasarkan literatur, meskipun tiga daerah frekuensi ini selalu terkait dengan fenomena biofisika partikel, namun dispersinya tidak hanya disebabkan
oleh fenomena relaksasi Pethig 1979; Pethig dan Kell 1987. Pada daerah - dispersion terjadi pada frekuensi tinggi seperti di atas 100 MHz secara mendasar
tergantung pada relaksasi dipol permanen dari molekul yang kecil seperti molekul air. Daerah
β-dispersion mencakup frekuensi pertengahan mulai dari orde kHz sampai orde MHz yang rendah. Fenomena relaksasi pada daerah tersebut
tergantung jenis bahan dan fenomena efek Maxwell –Wagner. Fenomena ini
terjadi pada bahan-bahan biologi yang tidak homogen sep
erti suspensi sel dalam larutan dan tergantung pada interface polarization Hanai 1960.
Pada daerah dan -dispersion cukup jelas terbedakan, namun fenomena relaksasi
untuk molekul yang kecil memiliki karakter yang sama pada daerah -dispersion. Kasus- kasus ini tetap dapat dibandingkan dengan daerah -dispersion, tapi relaksasi yang terjadi
bukan karena dipol permanen tetapi karena efek muatan listrik yang disebabkan oleh medan listrik. Penelitian teoritis pertama telah dilakukan oleh Pauly dan Schwan Damez
et al. 2007 dan kemudian dilengkapi oleh Asami, Hanai, dan Koizumi 1980.
Schwan menunjukkan bahwa hasil pengukuran yang sangat ketat memperlihatkan adanya tumpang tindih parsial dari fenomena relaksasi di daerah
-dispersion yang dapat sebagian dikaitkan dengan efek Maxwell-Wagner dari struktur intraseluler. Hal ini
menyebabkan beberapa penulis untuk membagi daerah -dispersion menjadi dua daerah
sub-dispersi, 1 dan 2 Asami dan Yonezawa 1996. Seperti dilansir Pliquett, Altmann,
50
dan Schoberlein 2003 bahwa daerah -dispersion adalah ukuran langsung dari perilaku
membran sel. Kesesuaian dari observasi pada kisaran 1-1500 kHz bisa menjelaskan studi
integritas membran sel selama penuaan daging yaitu membran myofiber bertindak sebagai isolator dielektrik yang bersifat mengalami penurunan selama penuaan. Pada
daerah -dispersion, yang terjadi pada frekuensi rendah, menandakan relaksasi dipol non-
permanen yang terbentuk selama aliran ion di permukaan sel atau molekul yang besar. Fenomena ini dijelaskan oleh Pethig dan Kell 1987, dan model yang ideal untuk
dan -dispersion dikembangkan oleh Gheorghiu 1994.
Gambar 4.1 Diagram spektrum impedansi secara hipotesis pada bahan-bahan biologi secara umum Damez et al. 2007
Sifat dielektrik bahan tergantung pada komposisi kimianya. Dalam makanan, air umumnya komponen dominan. Selain itu, pengaruh air atau
kandungan garam dan mineral lainnya sebagian besar tergantung pada cara di mana mereka terikat atau dibatasi dalam gerakan mereka dengan komponen
makanan lainnya Sosa-morales et al. 2010. Hal ini mempersulit prediksi sifat dielektrik dari campuran berdasarkan data untuk masing-masing bahan.
Komponen organik dari makanan bersifat dielectrically inert dan dapat dianggap transparan untuk energi jika dibandingkan dengan cairan ionik atau air Mudgett
1986. Secara umum, kadar air yang lebih tinggi pada makanan akan menyebabkan tingginya konstanta dielektrik dan loss faktor Komarov et al.
2005.
Komponen ionik memiliki efek yang signifikan dalam sifat dielektrik. Peningkatan kadar garam pada kentang tumbuk mengakibatkan peningkatan untuk
loss faktor, sementara konstanta dielektrik tidak terpengaruh oleh kandungan garam Guan et al. 2004.
Struktur fisik juga mempengaruhi sifat dielektrik bahan Ryynänen 1995. Jumlah massa per satuan volume densitas memiliki efek tertentu pada interaksi
medan elektromagnetik dan massa yang terlibat Nelson 1992. Misalnya, kerapatan dan kadar air mempengaruhi sifat dielektrik dari biji-bijian kopi,
permitivitas rendah diamati pada kerapatan rendah, sedangkan nilai permitivitas tinggi yang dicapai untuk densitas bulk yang lebih besar. Dengan pengecualian
dari beberapa bahan dengan loss faktor yang sangat rendah, sifat dielektrik dari bahan adalah bervariasi dengan frekuensi medan listrik yang diberikan. Dengan
demikian, suatu fenomena penting yang berkontribusi terhadap ketergantungan
51
frekuensi terhadap sifat dielektrik adalah polarisasi molekul yang timbul dari orientasi dengan medan listrik yang ditetapkan terutama yang memiliki momen
dipol permanen Venkatesh dan Raghavan 2004.
Pada frekuensi rendah konduktivitas ionik memainkan peran utama, sedangkan konduktivitas ionik dan rotasi dipol dari air bebas berperan penting
pada frekuensi gelombang mikro. Misalnya, konduksi ion adalah mekanisme yang dominan untuk dispersi dielektrik dalam telur pada frekuensi yang lebih rendah
dari 200 MHz Ragni et al. 2007, sedangkan konduksi ion berperan secara dominan pada buah mangga untuk frekuensi sampai 300 MHz Sosa-Morales et
al. 2009. Untuk cairan murni dengan molekul polar seperti alkohol atau air, dispersi polar mendominasi karakteristik frekuensi - sifat dielektrik dan model
Debye dapat digunakan untuk menggambarkan perilaku ketergantungannya pada frekuensi Decareau 1985.
Secara teoritis, untuk jaringan yang relatif seragam, jalur arus bolak-balik utamanya terletak pada jalur dinding sel karena impedansi membran yang sangat
besar jika frekuensinya rendah. Reaktansi kapasitif dari membran secara bertahap menurun dengan meningkatnya frekuensi, penurunan reaktansi secara signifikan
mempengaruhi impedansi total dan menyebabkan penurunan nilai impedansi dari jaringan ketika frekuensi naik di atas tingkat tertentu. Wu et al. 2008; Bauchot et
al. 2000; Harker dan Dunlop 1994.
Euring et al. 2011 dan pliquett 2010 menjelaskan bahwa daerah β-
dispersion cukup menarik dalam pertimbangan struktur sel. Jika frekuensi di bagian atas dari wilayah dispersion yang dipilih, arus mengalir melalui sel. Jika
frekuensi yang lebih rendah dipilih pada wilayah β-dispersion, arus ini hanya
dapat mengalir melalui ruang ekstraseluler. Membran sel berperilaku seperti resistor listrik pada wilayah frekuensi ini Angersbach et al. 1999. Oleh karena
itu, pengukuran pada frekuensi AC rendah cocok untuk deskripsi kerusakan di jaringan biologis Varlan dan Sansen 1996. Beberapa studi di mana sel-sel
tumbuhan dihancurkan dengan metode pengobatan yang berbeda menunjukkan bahwa tingkat kerusakan dapat diukur dengan menggunakan spektroskopi
impedansi Angersbach et al. 1999; Angersbach et al. 2002. Investigasi ini menunjukkan bahwa pengukuran induktif dan konduktif memberikan pernyataan
yang serupa. Parameter listrik menunjukkan ketergantungan terhadap massa.
Pengukuran impedansi listrik telah banyak digunakan untuk menyelidiki beberapa sifat dari produk pertanian seperti tomat Varlan dan Sansen 1996,
nectarine Harker dan Dunlop 1994, dan daging Damez et al. 2005; Damez et al. 2007. Salah satunya menunjukan bahwa nilai Q menjadi indikator yang cukup
baik dalam penentuan kesegaran daging Ghatass et al. 2008. Sistem yang dirancang untuk melakukan suatu pengukuran impedansi menyediakan suatu
metode non-destruktif, murah, dan cepat seperti yang telah dilakukan Karaskova et al. 2011 pada produk ikan asap.
Pada bab ini akan membahas dan menganalisis perilaku sifat listrik dari buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan sinyal-sinyal listrik bertegangan
rendah yang bersifat non-destruktif. Sifat listrik dari buah Jeruk Keprok Garut juga ditinjau ketergantungannya pada berbagai frekuensi sinyal listrik yang
dipakai.
52
Bahan dan Metode Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Desember 2012 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika, FMIPA IPB. Buah diambil dari
perkebunan petani di Samarang dan Leuwigoong, Kabupaten Garut. Sistem Pengukuran
Pengukuran dari semua p
arameter dilakukan ketika buah masih dalam kondisi segar. Buah yang diukur dikelompokan ke dalam 7 tingkat kematangan yang
berdasarkan warna dan ukuran. Masing-masing kelompok diambil tiga buah sampel. Sehingga secara total ada dua puluh satu sampel buah yang digunakan
untuk pengukuran spektroskopi impedansi. Berat buah jeruk diukur dengan menggunakan timbangan elektronik Sartorius ED 822, Goettingen, Jerman.
Berat buah ini dipakai untuk mengkonpensasi parameter pengukuran listrik seperti yang dilakukan Zachariah dan Erickson 1965 pada penentuan kematangan buah
alpukat berdasarkan kelistrikan. Selain berat, volume dan diameter pula digunakan.
Parameter listrik dari buah jeruk diukur dengan menggunakan LCR meter 3532-50 LCR HiTESTER, Hioki, Tokyo, Jepang. Kajian sifat listriknya
berdasarkan pada hasil pengukuran kelistrikan untuk kondisi sinyal berupa arus bolak-balik dan amplitudonya kecil. Frekuensi yang digunakan mulai dari 50 Hz
sampai 5 MHz. Setiap pengukuran parameter listrik digunakan teknik penyimpanan data dengan intruksi average 4 times pada alat LCR, yang artinya
diulangi sebanyak 4 kali dan disimpan data rata-ratanya. Sistem sel pengukuran terbangun atas bahan plastik akrilat yang dilengkapi dengan plat elektroda dari
tembaga. Buah ditempatkan di antara dua buah plat elektroda dan diperlakukan sebagai bahan dielektrik. Parameter-parameter listrik ini adalah impedansi listrik,
resistansi, reaktansi, kapasitansi, dan induktansi. Jeruk berperan sebagai bahan dielektrik dan ditempatkan di antara dua elektroda plat konduktif dari bahan
tembaga seperti pada Gambar 4.2 Soltani et al. 2010 . Tegangan sinyal limit sebesar 1 volt rms dengan sistem level arus CC 0,5 mA Gambar 4.3. Skema
komunikasi sistem pengukuran diperlihatkan pula pada Gambar 4.4.
Pada sistem komunikasi antara LCR dengan komputer digunakan bantuan sofware komunikasi hardware Program National Instrument Labview 7.1.
Program yang dipakai hasil modifikasi dari program demo dengan sistem komunikasi program-respone message Gambar 4.5. Data yang tersimpan berupa
text dengan tipe file LVM. Data tersebut diolah dengan program macro pada exel.
a b
Gambar 4.2 Skema sistem pengukuran sifat listrik buah jeruk berbasis capacitive sensing a dan sampel buah jeruk yang diukur b
53
Gambar 4.3 Skema pengukuran dengan prinsip level arus tetap Yamazaki 2001
Gambar 4.4 Skema pengukuran dengan LCR meter dan sistem komunikasinya Wu et al. 2008 dengan komputer berbasis program lebview 7.1
Gambar 4.5 Sistem tranfer dan komunikasi data pengukuran antara LCR dengan komputer Hioki, Jepang
Hasil dan Pembahasan Spektrum Resistansi Listrik Buah Jeruk Keprok Garut
Pengukuran Resistansi listrik untuk tujuh kelompok tingkat kematang telah dilakukan dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 4.6, 4.7, dan 4.8. Semua
parameter resistansi tersebut dibagi dengan parameter geometri yaitu volume, jarak plat dan parameter massa buah jeruk. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisasi faktor ketidakseragaman dari sampel buah yang diukur. Buah matang memiliki ukuran relatif lebih besar daripada yang kurang matang. Hal ini
seperti yang dilakukan oleh Zachariah dan Erickson 1965 pada buah alpukat.
54
Dari ketiga gambar tersebut dapat terlihat bahwa untuk semua kelompok buah memiliki fenomena yang sama jika ditinjau dari ketergantungannya pada
frekuensi. Peningkatan frekuensi akan menurunkan nilai resistansinya. Penurunan resistansinya tidak terjadi secara linier terhadap frekuensi. Dengan demikian
semakin besar frekuensi maka penghantaran arus semakin besar.
Jika kasusnya pada bahan resistor murni, maka secara teoritik untuk bahan isolator tersebut nilai resistansi tidak dipengaruhi oleh frekuensi seperti
diperlihatkan pada bab 2 untuk bahan resistor standar. Namun dengan melihat adanya fenomena seperti ini maka harus ada alasan lain yang memungkinkan
fenomena itu terjadi. Kemungkinan hal in terjadi sebagai akibat dari dua alasan. Pertama dimungkinkan bahwa resistivity dari bahan ini memang terpengaruhi
oleh frekuensi. Resistivity menandakan karakteristik intrinsik dari material, sementara resistansi merupakan parameter makroskopik yang dipengaruhi oleh
nilai resitivity dan geometri luas permukaan dan panjang bahan Hayt dan Buck 2006. Alasan lain yang dimungkinkan adalah akibat adanya skin effect Vorst et
al. 2006.
Fe
nomena skin effect dapat dijelaskan bahawa resistansi yang disebabkan arus dekat permukaan dan besarnya dipengaruhi oleh frekuensi arus
AC.
a
b Gambar 4.6 Spektrum resitansi per massa buah Jeruk Keprok Garut pada beberapa
tingkat pH: 2.86, 3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18,
dan 4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz, b 0.1-5.0 MHz
1.00E+01 1.00E+02
1.00E+03 1.00E+04
1.00E+05 1.00E+06
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 R
es is
ta n
si m
as sa
o h
m gr
am
Frekuensi MHz
5.00E+00 2.50E+01
1.25E+02 6.25E+02
3.13E+03
0.10 0.60 1.10 1.60 2.10 2.60 3.10 3.60 4.10 4.60 5.10 R
es is
ta n
si m
as sa
o h
m gr
am
Frekuensi MHz
55
Nilai resistansi buah jeruk pada frekuensi rendah sangat besar, yaitu dalam orde 0.1 MOhm. Hal ini menunjukkan bahwa jeruk memiliki sifat resistif yang
besar pada frekuensi rendah, sehingga lebih insulator atau kurang menghantar terutama pada frekuensi rendah tersebut. Nilai hambatan listrik dari jeruk
mengalami penurunan ketika frekuensi meningkat. Peningkatan frekuensi sinyal eksternal akan meningkatkan kecepatan perubahan pergerakan muatan listrik
dalam bahan. Jika frekuensi diperbesar, tingkat perubahan arah dalam sirkuit eksternal akan menjadi besar atau cepat. Ini adalah kondisi eksternal dari sinyal
listrik yang akan mempengaruhi kondisi internal Jeruk Keprok Garut, terutama pada mobilitas muatan listrik. Konduksi ion adalah mekanisme yang dominan
untuk dispersi dielektrik seperti dalam telur pada frekuensi yang lebih rendah Ragni et al. 2007 dan mangga pada frekuensi sampai 300 MHz Sosa-Morales et
al. 2009. Pada frekuensi yang lebih rendah, sebagian besar arus mengalir di sekitar sel-sel tanpa bisa menembusnya, sementara pada frekuensi yang lebih
tinggi membran kehilangan sifat isolatornya dan arus mengalir melalui kedua kompartemen ekstraseluler dan intraseluler Damez et al. 2007 .
a
b Gambar 4.7 Spektrum nilai resitansi per volume buah Jeruk Keprok Garut pada
beberapa tingkat keasaman: pH 2.86, 3.15, 3.34, 3.96,
4.15, + 4.18, dan 4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz dan
b 0.1-5.0 MHz
1.00E+02 1.00E+03
1.00E+04 1.00E+05
1.00E+06
0.00 0.01
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06 0.07
0.08 0.09
0.10 R
es is
ta n
si v
o lum
e o
h m
m l
Frekuensi MHz
1.00E+00 1.00E+01
1.00E+02 1.00E+03
1.00E+04
0.10 0.60 1.10 1.60 2.10 2.60 3.10 3.60 4.10 4.60 5.10 R
es is
ta n
si v
o lum
e o
h m
m l
Frekuensi MHz
56
a
b Gambar 4.8 Spektrum nilai resitansi per jarak pisah elektroda pada buah Jeruk
Keprok Garut pada beberapa tingkat keasaman: pH 2.86,
3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18, dan 4.6; a frekuensi 50 Hz
– 0.1MHz dan b 0.1-5.0 MHz Jika ditinjau dari pandangan mikroskopik dari konduksi listrik yang
diajukan Drude pada tahun 1900 dan dikembangkan oleh Hendrik A. Lorentz sekitar tahun 1909 yang sukses menjelaskan konduksi elektron pada bahan
konduktor maka fenomena konduksi ditentukan oleh sifat internal resistivitasnya Dressel dan Scheffler 2006. Lebih jauh lagi resistivity bahan dipengaruhi oleh
jarak rata-rata yang dilalui oleh elektron atau lintasan bebas rata-rata. Selain itu dipengaruhi pula oleh laju rata-rata elektron. Walaupun menurut hukum Ohm
1.00E+03 1.00E+04
1.00E+05 1.00E+06
1.00E+07
0.00 0.01
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06 0.07
0.08 0.09
0.10 R
es is
ta n
si di
am et
er o
h m
c m
Frekuensi MHz
1.00E+02 1.00E+03
1.00E+04 1.00E+05
0.10 0.60 1.10 1.60 2.10 2.60 3.10 3.60 4.10 4.60 5.10 R
es is
ta n
si di
am et
er o
h m
c m
Frekuensi MHz
57
bahwa resistivitas tidak bergantung pada medan listrik ekternal dan ini berhasil dalam bahan logam, namun kuantitas laju rata-rata elektron dan lintasan bebas
rata-rata elektron bisa saja bergantung pada medan listrik eksternal Tipler 1991.
Namun jika dikaitkan dengan kondisi buah utuh, maka sekiranya buah tersebut terbangun atas bagian-bagiannya. Bagian-bagiannya dimungkinkan
membentuk suatu lapisan kapasitif membran. Dengan adanya efek medan listrik AC maka dimungkinkan efek perubahan resistansi ini tidak murni oleh efek
konduksi saja, namun gabungan kompleksitas komponen-komponen dari buah. Dengan kompleksitas bahan dimungkinkan efek vibrasi molekul ataupun ionik
bisa terjadi jika medan listrik yang diberikan adalah medan listrik yang bergantian arahnya. Sehingga efek tersebut menyebabkan adanya pengaruh frekuensi pada
nilai resistansi itu sendiri.
Spektrum Kapasitansi Listrik Buah Jeruk Keprok Garut
Selain resistansi yang dibahas pada bagian sebelumnya, fenomena kapasitansi pada buah Jeruk Keprok Garut juga ditinjau pada bagian ini. Hasil
pengukuran kapasitansi per massa, per volume dan per jarak pisah diperlihatkan pada Gambar 4.9, 4.10, dan 4.11. Secara keseluruhan hasilnya menunjukan bahwa
frekuensi cukup berpengaruh terhadap nilai kapasitansi buah jeruk. Dengan meningkatnya frekuensi listrik yang diberikan menyebabkan kapasitansinya
menurun. Penurunan yang signifikan terlihat pada daerah frekuensi rendah. Nilai kapasitansi memiliki kisaran 10
-11
F pada frekuensi rendah orde Hz-kHz dan menurun sampai pada kisaran 10
-14
F untuk daerah frekuensi tinggi 5MHz. Fenomena perubahan kapasitansi ini bisa dijelaskan dari efek dielektrik
bahan. Kapasitansi sebanding dengan konstanta dielektrik. Jeruk Garut bukanlah bahan konduktor, bahkan lebih bersifat resistif. Bahan yang resistif bisa saja
memperlihatkan efek dielektrik maupun polaritasnya apalagi bahan itu megandung banyak air. Buah jeruk memiliki kandungan air yang dominan, maka
efek polarisasi akan muncul ketika bahan ini dikenai medan listrik eksternal. Di dalam bahan dielektrik terdapat dipol-dipol listrik, baik dipol permanen maupun
sementara imbas. Pada frekuensi rendah yang mencakup daerah
atau β- dispersion polarisasi imbas yang lebih dominan, selain itu bahan yang tidak
homogen dimungkinkannya muncul fenomena relaksasi pada daerah tersebut. Fenomena relaksasi itu tergantung jenis bahan dan efek Maxwell
–Wagner yang muncul pada bahan yang tidak homogen. Fenomena ini terjadi pada bahan-bahan
biologi yang tidak homogen dan tergantung pada interface polarization Hanai 1960.
Hal yang menarik adalah bagaimana jika polarisasi ini bergantian arahnya dikarenakan pemberian medan listrik luar yang bergantian arahnya. Maka
pengaruh frekuensi medan listrik eksternal ini akan signifikan pengaruhnya pada kejadian polarisasi. Perubahan atau pergantian arah polarisasi sangat dipengaruhi
oleh bahan itu sendiri. Hal ini juga terlihat pada buah jeruk yang mengalami penurunan kapasitansi selama terjadinya peningkatan frekuensi.
Sifat listrik dari produk material atau pertanian tergantung pada kondisi mikroskopis atau internal, termasuk mobilitas ion atau elektron, polaritas listrik,
momen dipol listrik, kandungan kimia, dielektrik, kadar air, keasaman dan sifat internal lainnya. Interaksi antara gelombang mikro dan bahan tergantung pada
58
sifat dielektrik mereka, yang menentukan tingkat pemanasan material ketika dikenai medan listrik Kumar 2007.
a
b
Gambar 4.9 Spektrum kapasitansi per massa buah Jeruk Keprok Garut pada beberapa tingkat keasaman:
pH
2.86, 3.15, 3.34, 3.96, 4.15, +
4.18, dan 4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz dan b 0.1-5.0 MHz
Beberapa faktor penting sangat mempengaruhi sifat dielektrik bahan. Beberapa faktor ini berhubungan dengan sifat bahan seperti komposisi atau
struktur, sementara yang lain terkait dengan kondisi saat pemanasan listrik yang terjadi seperti suhu maupun frekuensi, dan lain-lain yang terlibat dengan usia atau
tahap kematangan bahan makanan Sosa-Morales et al. 2010. Majewska et al. 2008 melaporkan bahwa perubahan sifat listrik dari biji-bijian gandum secara
4.00E-14 8.00E-14
1.60E-13 3.20E-13
6.40E-13 1.28E-12
2.56E-12 5.12E-12
1.02E-11
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 K
ap as
it an
si m
as sa
F g
Frekuensi MHz
2.00E-14 4.00E-14
8.00E-14 1.60E-13
3.20E-13 6.40E-13
1.28E-12 2.56E-12
5.12E-12 1.02E-11
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00 4.50
5.00 K
ap as
it an
si m
as sa
F g
Frekuensi MHz
59
signifikan tergantung pada frekuensi yang diterapkan, kelembaban biji-bijian, fitur geometris dan jenis gandum.
a
b
Gambar 4.10 Spektrum kapasitansi per volume Jeruk Keprok Garut pada beberapa tingkat keasaman: pH 2.86,
3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz
dan b 0.1-5.0 MHz
Sifat dielektrik yang diekspresikan oleh konstanta dielektrik dan kapasitansinya merupakan fungsi dari bilangan komplek. Dimana bagian real dan
imajiner muncul sebagai fungsi frekuensi sinyal dan los faktor Jahja et al. 2006. Namun besarnya konstanta dielektik dapat ditinjau dari besaran kapasitansi jika
unsur dimensi dan geometri bahan dibuat konstan. Namun kenyataan pada buah jeruk, geometri tidak konstan sehingga besaran tersebut tidak bisa dilihat secara
langsung. Namun nilai variasi perubahan kapasitansi bisa menjadi alternatif dalam penjelasan fenomena tersebut.
1.00E-15 1.00E-14
1.00E-13 1.00E-12
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 K
a p
a si
ta n
si v
o lu
m e
F m
l
Frekuensi MHz
1.00E-16 1.00E-15
1.00E-14 1.00E-13
1.00E-12
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00 4.50
5.00 K
a p
a si
ta n
si v
o lu
m e
F m
l
Frekuensi MHz
60
a
b
Gambar 4.11 Spektrum kapasitansi per jarak pisah antara plat elektroda pada beberapa tingkat keasaman: pH 2.86,
3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz
dan b 0.1-5.0 MHz Proses polarisasi yang terjadi dalam materi membutuhkan waktu yang
cukup. Dengan frekuensi tinggi menyebabkan singkatnya waktu dalam proses polarisasi, sehingga polarisasi tidak terjadi secara sepenuhnya. Dengan demikian,
peningkatan frekuensi akan menyebabkan penurunan total polarisasi yang terjadi. Hal ini menyebabkan polaritas rendah dari bahan tersebut. Hal ini menjadi suatu
tinjauan alasan dari fenomena kapasitif yang terjadi pada buah Jeruk Keprok Garut. Sebenarnya untuk penjelasan yang tepat dari perilaku dielektrik dari Jeruk
Keprok Garut dan bahan biologis lainnya, maka kontribusi fenomena selain relaksasi dipol juga perlu diperhitungkan, konduksi ionik pada frekuensi yang
lebih rendah, perilaku air terikat, dan pengaruh kandungan bahan.
1.00E-14 1.00E-13
1.00E-12 1.00E-11
1.00E-10
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 K
a p
a si
ta n
si j
a ra
k F
c m
Frequency MHz
1.00E-14 1.00E-13
1.00E-12 1.00E-11
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00 4.50
5.00 K
a p
a si
ta n
si j
a ra
k F
c m
Frequency MHz
61
Spektrum Induktansi Listrik Buah Jeruk Keprok Garut
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran parameter induktansi yang secara matematik bisa diturunkan dari nilai frekuensi sinyal. Jika suatu bahan dilalui
atau diberikan suatu medan listrik eksternal dan muncul suatu arus maka fenomena kemagnetan tidak bisa lepas. Adanya arus akan menyebakan
munculnya medan magnet walaupun efeknya sangat kecil. Hal ini akan lebih menarik jika medan listrik eksternal itu berupa medan listrik AC. Adanya
pergantian arah medan listrik akan berefek pada perubahan arah arus. Lebih jauh lagi akan berefek pada munculnya perubahan fluks magnetik pada bahan yang
dilaluinya. Hal ini menjadi pertimbangan bahwa ketika aliran arus AC diberikan akan menyebabkan perubahan fluks magnetik Halliday dan Resnick 1978; Hayt
dan Buck 2006.
a
b
Gambar 4.12 Spektrum nilai induktansi per massa buah Jeruk Keprok Garut pada beberapa tingkat keasaman: pH 2.86,
3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz
dan b 0.1-5.0 MHz Berdasarkan hukum Faraday, induktansi dapat didefinisikan dalam hal ggl
yang dihasilkan untuk menentang perubahan yang diberikan dalam arus. Pada kondisi frekuensi rendah, induktansi memiliki nilai yang cukup tinggi, sementara
1.00E-04 1.00E-03
1.00E-02 1.00E-01
1.00E+00 1.00E+01
1.00E+02 1.00E+03
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 In
du kt
a ns
i m
as sa
H g
Frekuensi MHz
1.00E-07 1.00E-06
1.00E-05 1.00E-04
1.00E-03 1.00E-02
0.10 0.60 1.10 1.60 2.10 2.60 3.10 3.60 4.10 4.60 5.10 In
dukt ans
i m
as sa
H g
Frekuensi MHz
62
pada frekuensi tinggi memiliki nilai yang relatif rendah. Hal ini konsisten dengan sifat bahan yang ditunjukan untuk induktansi sebagai fungsi frekuensi. Buah Jeruk
Keprok Garut menunjukkan sifat resistif pada frekuensi rendah, sehingga merupakan konduktor yang buruk. Dominasi perubahan arus berdasarkan waktu
atau frekuensi adalah penyebab utama munculnya induktansi ini. Analogi dengan kapasitansi adalah tak terelakan. Ketika kapasitansi sebagai perbandingan muatan
dan beda tegangan, maka analoginya bahwa induktansi merupakan perbandingan potensial gerak elektrik imbas atau ggl dengan perubahan arus terhadap waktu
Halliday dan Resnick 1978.
Hasil pengukuran induktansi dengan menggunakan arus AC pada alat LCR diperlihatkan pada Gambar 4.12, 4.13, dan 4.14. Profil induktansi semuanya
menunjukan penurunan ketika frekuensi ditingkatkan. Induktansinya mengalami penurunan yang besar, yang mana pada frekuensi rendah memiliki kisaran dalam
orde 10
3
, tetap ketika frekuensi tinggai sekitar 10
-7
. Jelas terlihat dari fakta ini bahwa perubahan frekuensi sangat mempengaruhi nilai perubahan induktansi.
a
b
Gambar 4.13 Spektrum induktansi per volume buah Jeruk Keprok Garut pada beberapa tingkat keasaman: pH 2.86,
3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz
dan b 0.1-5.0 MHz
1.00E-04 1.00E-03
1.00E-02 1.00E-01
1.00E+00 1.00E+01
1.00E+02 1.00E+03
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 In
dukt ans
i v
o lum
e H
m l
Frekuensi MHz
1.00E-07 1.00E-06
1.00E-05 1.00E-04
1.00E-03
0.10 0.60 1.10 1.60 2.10 2.60 3.10 3.60 4.10 4.60 5.10 In
dukt ans
i v
o lum
e H
m l
Frekuensi MHz
63
a
b
Gambar 4.14 Spektrum induktansi per jarak plat elektroda pada buah Jeruk Keprok Garut untuk beberapa tingkat keasaman: pH 2.86,
3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz
– 0.1MHz dan b 0.1-5.0 MHz
Spektrum Reaktansi Listrik Buah Jeruk Keprok Garut
Hasil pengukuran reaktansi listrik pada buah Jeruk Keprok Garut diperlihatkan pada Gambar 4.15, 4.16, dan 4.17. Seperti halnya parameter listrik
lainnya parameter reaktansi ini juga dibagi dengan parameter geometri yaitu volume, jarak plat dan massa buah jeruk. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi
faktor ketidakseragaman dari sampel buah yang diukur. Hasil pengukuran memperlihatkan data bahwa peningkatan frekuensi menyebabkan adanya
penurunan reaktansi listrik buah jeruk. Pada frekuensi rendah berkisar sekitar pada orde 10
6
sementara pada frekuensi tinggi sekitar 10. Perubahan nilai yang tinggi ini jelas menandakan adanya pengaruh frekuensi terhadap sifat reaktansi
bahan ini.
1.00E-03 1.00E-02
1.00E-01 1.00E+00
1.00E+01 1.00E+02
1.00E+03 1.00E+04
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 In
dukt ans
i ja
ra k
pl at
H c
m
Frekuensi MHz
1.00E-06 1.00E-05
1.00E-04 1.00E-03
1.00E-02
0.10 0.60 1.10 1.60 2.10 2.60 3.10 3.60 4.10 4.60 5.10 In
dukt ans
i ja
ra k
pl at
H c
m
Frekuensi MHz
64
a
b Gambar 4.15 Spektrum reaktansi per massa buah Jeruk Keprok Garut pada
beberapa tingkat keasaman: pH 2.86, 3.15, 3.34,
3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz
dan b 0.1-5.0 MHz Ketika pembahasan difokuskan pada sifat reaktansi, maka ada dua sifat
komponen listrik yang berkontribusi, yaitu kapasitansi dan induktansi. Dengan meninjau kembali bahwa pada frekuensi rendah nilai kapasitansi berada pada
kisaran 10
-11
dan nilai induktansi kisarannya dalam orde 10
3
. Jika ditinjau masing masing secara tersendiri maka pada frekuensi paling rendah 50Hz reaktansi
kapasitif akan berkisar pada 10
9
dan reaktansi induktifnya berkisar pada 10
4
. Sementara pada frekuensi paling tinggi ~5MHz reaktansi kapasitif akan berkisar
pada 10
6
dan reaktansi induktifnya berkisar pada 10
-1
. Jika kedua duanya berkontrivusi terhadap reaktansi maka efek kapasitif lebih memberikan pengaruh
yang signifikan daripada efek induktif. Hal ini juga cocok dengan beberapa literatur yang memodelkan buah-buahan dalam rangkaian kapasitor dan resistor
saja tanpa menyertakan rangkaian induktor Hayden et al. 1969; Zhang et al. 1990; Bauchot et al. 2000; Ozier-Lafontaine dan Bajazet 2005; Wu et al. 2008.
1.00E+01 1.00E+02
1.00E+03 1.00E+04
1.00E+05 1.00E+06
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 R
ea k
ta n
si m
as sa
o h
m g
ra m
Frekuensi MHz
1.00E+00 1.00E+01
1.00E+02 1.00E+03
0.10 0.60 1.10 1.60 2.10 2.60 3.10 3.60 4.10 4.60 5.10 R
ea k
ta n
si m
as sa
o h
m g
ra m
Frekuensi MHz
65
a
b
Gambar 4.16 Spektrum reaktansi per volume buah Jeruk Keprok Garut pada beberapa tingkat keasaman: pH 2.86,
3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz
dan b 0.1-5.0 MHz Dengan pandangan reaktansi kapasitif lebih besar daripada reaktansi
induktif ini juga diperkuat dengan hasil pengukuran sudut fasa pada Gambar 4.18 yang bernilai negatif pada bahan tersebut Halliday dan Resnick 1978. Dengan
demikian, maka faktor yang dominan berpengaruh pada reaktansi adalah reaktansi kapasitif. Pengaruh frekuensi terhadap kapasitansi telah dibahas sebelumnya
bahwa peningkatan frekuensi akan menurunkan nilai kapasitansi. Ketika tinjauan kapasitif digabung dengan besarnya frekuensi maka dapat dilihat besarnya nilai
reaktansi kapasitif. Dari hasil pengukuran nilainya berkisar pada 10
6
untuk frekuensi rendah dan 10 untuk frekuensi tinggi. Perbedaan dalam orde ratusan
dimungkinkan karena adanya faktor pembagi parameter massa atau volume yang kisarannya puluhan sampai ratusan.
1.00E+01 1.00E+02
1.00E+03 1.00E+04
1.00E+05 1.00E+06
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 R
ea k
ta n
si v
o lu
m e
o h
m m
l
FrekuensiMHz
1.00E+00 1.00E+01
1.00E+02 1.00E+03
0.10 0.60 1.10 1.60 2.10 2.60 3.10 3.60 4.10 4.60 5.10 R
ea k
ta n
si v
o lu
m e
o h
m m
l
Frekuensi MHz
66
a
b Gambar 4.17 Spektrum reaktansi per jarak plat elektroda pada beberapa tingkat
keasaman: pH 2.86, 3.15, 3.34, 3.96, 4.15, +
4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz dan b 0.1-5.0
MHz Reaktansi listrik menurun dengan adanya peningkatan frekuensi ini
menunjukkan dispersi dielektrik dalam buah jeruk. Nilai-nilai tinggi dari reaktansi pada frekuensi rendah 0,1 MHz dapat dikaitkan dengan mobilitas dipol karena
kondisi air bebas dan polarisasi elektroda. Perubahan frekuensi akan mempengaruhi kondisi ion dalam materi. Ionic loss berbanding terbalik dengan
frekuensi dan menjadi penting ketika frekuensi lebih rendah. Disipasi energi dipole pada frekuensi yang lebih tinggi kurang dominan dan ion loss menjadi
hampir tidak ada Singh et al. 2010.
Pandangan lain dari reaktansi adalah suatu tahanan akibat adanya bahan yang bersifat kapasitif jika diberikan arus AC. Dengan meningkatnya frekuensi
yang berkontribusi pada penurunan reaktansinya maka dapat dikatakan bahwa
1.00E+03 1.00E+04
1.00E+05 1.00E+06
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 R
ea k
ta n
si j
ar ak
p la
t o
h m
c m
Frekuensi MHz
5.00E+01 2.00E+02
8.00E+02 3.20E+03
1.28E+04
0.10 0.60 1.10 1.60 2.10 2.60 3.10 3.60 4.10 4.60 5.10 R
ea k
ta n
si j
ar ak
p la
t o
h m
c m
Frekuensi MHz
67
meningkatnya frekuensi terjadi penurunan mobilitas ion atau pergeseran dipol yang terjadi pada jeruk.
a
b Gambar 4.18 Hasil pengukuran sudut fasa sebagai fungsi frekuensi pada
beberapa tingkat keasaman: pH 2.86, 3.15, 3.34,
3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz
dan b 0.1-5.0 MHz
Spektrum Impedansi Listrik Buah Jeruk Keprok Garut
Setiap interaksi sistem elektroda-bahan dalam sel pengukuran memiliki kapasitansi yang terpengaruhi oleh faktor geometris. Selain itu ada resistansi Bulk
yang terangkai secara paralel. Impedansi listrik Z didefinisikan oleh kuantitas bilangan kompleks dalam komponen resistif R dan komponen kapasitif C
sebagai bentuk
2 2
Z Z
Z
, dimana
1
ω C
ω Z
dan R
Z . Nilainya
hanya komponen real saja jika ketika = 0 dan
Z Z
.
Hasil ini terjadi hanya untuk bahan yang bersifat resistif murni. Dalam kasus ini impedansi benar-benar
tidak bergantung frekuensi atau dikenal freguency-independent. Ketika Z
ditemukan menjadi fungsi variabel frekuensi ω
R ω
Z
yang holistik menghubungkan bagian-bagian nyata dan imajiner dengan satu sama lain.
Z tidak mungkin nol untuk semua frekuensi tetapi harus bervariasi dengan frekuensi
juga Barsoukov et al. 2005. Hasil pengukuran impedansi listrik buah jeruk diperlihatkan pada Gambar
4.19, 4.20, dan 4.21. Impedansi yang terukur ini merupakan harga mutlaknya atau
-90.0 -70.0
-50.0 -30.0
-10.00.00 0.01
0.02 0.03
0.04 0.05
S u
d u
t F
a sa
d er
a ja
t Frekuensi MHz
-90.0 -70.0
-50.0 -30.0
-10.00.05 1.05
2.05 3.05
4.05 5.05
S u
d u
t F
a sa
d er
a ja
t Frekuensi MHz
68
besarnya saja. Komponen real dan imajinernya bisa dilihat pada bagian bab reaktansi dan resistansi. Nilai impedansi buah jeruk mengalami penurunan jika
frekuensinya ditingkatkan. Penurunannya tidak terjadi secara linier. Dengan meninjau pada bagian sebelumnya bahwa reaktansi dan resistansi mengalami
penurunan jika frekuensi ditingkatkan. Maka jelaslah fenomena tersebut mendukung fakta bahwa impedansi juga mengalami penurunan tatkala frekuensi
meningkat.
a
b Gambar 4.19 Spektrum impedansi per massa pada beberapa tingkat keasaman:
pH 2.86, 3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz dan b 0.1-5.0 MHz
Impedansi listrik bertindak sebagai hambatan bagi aliran muatan listrik atau arus bolak-balik yang terjadi dalam jeruk. Besaran impedansi listrik pada sirkuit
dipengaruhi oleh resistansi, frekuensi dan reaktansi. Pada frekuensi rendah reaktansi akan menjadi besar, sehingga impedansi akan menjadi besar juga.
1.00E+01 1.00E+02
1.00E+03 1.00E+04
1.00E+05 1.00E+06
0.00 0.01
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06 0.07
0.08 0.09
0.10 Im
p ed
a n
c e
m a
ss a
o h
m g
ra m
Frekuensi MHz
2.00E+00 8.00E+00
3.20E+01 1.28E+02
5.12E+02
0.10 0.60
1.10 1.60
2.10 2.60
3.10 3.60
4.10 4.60
5.10 Im
p ed
a n
c e
m a
ss a
o h
m g
ra m
Frekuensi MHz
69
Ketika frekuensi meningkat, reaktansi akan menurun. Ini berkorelasi dengan penurunan impedansi. Nilai impedansi adalah resistansi total ketika diberikan
suatu arus bolak-balik. Selain itu nilai impedansi berkorelasi dengan konduktansi dan kapasitansi sebagai fungsi dari frekuensi juga. Reaktansi kapasitif adalah
impedansi imajiner dan nilainya berbanding terbalik dengan perkalian kapasitansi dan frekuensinya, sedangkan konduktansi berbanding terbalik dengan resistansi.
Berdasarkan bab sebelumnya, ketika frekuensi meningkat maka resistansi dan reaktansi mengalami penurunan. Hal ini akan berkorelasi dengan penurunan
impedansi. Kedua fenomena resistansi dan reaktansi akan memperkuat fenomena impedansi. Secara keseluruhan, impedansi akan menurun jika frekuensi
meningkat Barsoukov et al. 2005.
Fenomena penurunan impedansi sebagai akibat adanya peningkatan frekuensi juga dilaporkan oleh Harker dan Maindonald
1994 pada nactarine, Wu et al.2008 pada terung, juga Vozary dan Benko 2010 pada buah apel.
a
b
Gambar 4.20 Spektrum impedansi per volume pada beberapa tingkat keasaman: pH 2.86,
3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz dan b 0.1-5.0 MHz
1.00E+01 1.00E+02
1.00E+03 1.00E+04
1.00E+05 1.00E+06
0.00 0.01
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06 0.07
0.08 0.09
0.10 Im
pe d
a n
si v
ol u
m e
o h
m m
l
Frekuensi MHz
1.00E+00 1.00E+01
1.00E+02 1.00E+03
0.10 0.60
1.10 1.60
2.10 2.60
3.10 3.60
4.10 4.60
5.10 Im
pe d
a n
si v
ol u
m e
o h
m m
l
Frekuensi MHz
70
Jalur arus pada kasus frekuensi yang berbeda diilustrasikan pada Gambar 4.22. impedansi jaringan bahan biologi pada frekuensi rendah hampir tidak
dipengaruhi oleh membran sel Cole et al. 1950; Otto 1950 . Membran sel berperan sebagai kapasitor. Membran sel menjadi rangkaian terbuka pada
frekuensi sangat rendah, sehingga impedansi hanya diberikan oleh resistif murni. Membran sel berperan dalam kondisi rangkaian tertutup jika frekuensi tinggi.
a
b
Gambar 4.21 Spektrum impedansi per jarak plat elektroda pada beberapa tingkat keasaman: pH 2.86,
3.15, 3.34, 3.96, 4.15, + 4.18,
dan
4.6; a frekuensi 50 Hz – 0.1MHz dan b 0.1-5.0 MHz
Selain itu, perubahan frekuensi akan mempengaruhi kondisi ion dalam bahan. Ionic loss berbanding terbalik dengan frekuensi dan menjadi kritis ketika
frekuensi yang lebih rendah. Sementara disipasi energi dipol pada frekuensi yang lebih tinggi kurang dominan dan ionic loss menjadi hampir tidak terjadi Singh et
al. 2010. Pada daerah β-dispersion , jika bagian frekuensi yang tinggi dipilih
maka arus bisa mengalir dalam sel. Namun jika frekuensi yang rendah dipilih
1.00E+03 1.00E+04
1.00E+05 1.00E+06
0.00 0.01
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06 0.07
0.08 0.09
0.10 Im
pe d
a n
si j
a ra
k pl
a t
o h
m c
m
Frekuensi MHz
1.00E+02 1.00E+03
1.00E+04
0.10 1.10
2.10 3.10
4.10 5.10
Im pe
d a
n si
j a
ra k
pl a
t o
h m
c m
Frekuensi MHz
71
maka arus hanya dapat lewat pada daerah extracellular Schwan 1994 . Hal ini cocok dengan ilustrasi jalur arus dari Grimnes dan Martinsen 2000 pada
Gambar 4.22.
Gambar 4.22 Pengaruh frekuensi rendah dan tinggi terhadap jalur arus dalam jaringan Grimnes dan Martinsen 2000. Garis putus-putus
merupakan jalur arus frekuensi tinggi, garis kontinyu merupakan jalan arus pada frekuensi rendah.
Kesimpulan
Karakteristik sifat listrik terkait frekuensi telah dilakukan pada Jeruk Keprok Garut dan menunjukan bahwa impedansi listrik, resistansi, reaktansi, kapasitansi,
induktansi per berat, per volume, dan per jarak elektroda menunjukan fenomena yang mirip yaitu mengalami penurunan ketika frekuensi ditingkatkan. Buah Jeruk
Keprok Garut, secara umum, memiliki kemampuan penghantaran listrik yang lemah terutama pada frekuensi rendah. Tetapi, ketika frekuensi ditingkatkan
kemampuan penghantarannya meningat. Perubahan resistansi jaringan dan kapasitansi membran ketika frekuensi diubah menunjukkan adanya perubahan
mobilitas ion dalam sel dan perubahan pergeseran polaritasnya. Pada frekuensi tinggi untuk daerah
β-dispersion, arus listrik bisa mengalir atau menembus melewati sel yang diperkuat dengan fakta hasil pengukuran yang menunjukan
nilai impedansi yang rendah, sementara pada frekuensi rendah tidak bisa melewati sel tapi hanya melewati daerah ekstraselular dan ini ditandai dengan impedansi
yang tinggi.
BAB 5 KAJIAN PENDUGAAN KUALITAS BUAH JERUK KEPROK GARUT