KAJIAN PENDUGAAN KUALITAS BUAH JERUK KEPROK GARUT

BAB 5 KAJIAN PENDUGAAN KUALITAS BUAH JERUK KEPROK GARUT

DENGAN PENDEKATAN PARAMETER-PARAMETER KELISTRIKAN Pendahuluan Jeruk dikenal sebagai buah-buahan lokal, seperti Jeruk Keprok Garut. Perbedaan faktor iklim dan lingkungan membuat jeruk tumbuh secara khusus dan memiliki kualitas yang berbeda. Jeruk Keprok Garut memiliki populasi tertinggi pada 1980-an. Namun, populasi menurun tajam pada 1990-an. Pemerintah setempat telah meningkatkan populasi dengan menanam satu juta pohon pada 2011 Pemda Garut 2010. Seperti halnya produk pertanian umumnya mudah rusak Mohsenin 1986, waktu penyimpanan singkat, dan murah. Hal itu juga terjadi pada jeruk. Namun, permintaan untuk produk-produk pertanian tidak akan pernah berhenti selama pertumbuhan populasi manusia terus meningkat. Ini adalah masalah sekaligus kesempatan untuk meningkatkan nilai tambah dari produk tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan penanganan berkelanjutan, termasuk dalam hal teknologi hortikultura, rekayasa, bahkan untuk bidang ilmu dasar. Sun et al. 2010 menjelaskan suatu potensi berbagai penggunaan teknik nondestruktif untuk mengetahui kualitas internal buah seperti pada semangka. Salah satunya adalah teknologi listrik yang memiliki sifat mudah. Sifat listrik dari bahan pertanian tergantung pada kondisi mikroskopis atau internal, termasuk mobilitas ion atau elektron, polaritas listrik, momen dipol listrik, kandungan kimia, dielektrik, kadar air, keasaman dan sifat internal lainnya. Interaksi antara gelombang mikro dan bahan tergantung pada sifat dielektriknya. Fenomena ini menentukan tingkat pemanasan material ketika dikenai medan elektromagnetik Kumar et al. 2007. Beberapa faktor penting sangat mempengaruhi sifat dielektrik bahan. Beberapa faktor ini berhubungan dengan sifat bahan, pemanasan listrik, dan lain-lain yang terlibat dengan tahap kematangan bahan makanan Sosa-Morales et al. 2010. Majewska et al. 2008 melaporkan bahwa perubahan sifat listrik dari biji-bijian gandum secara signifikan tergantung pada frekuensi arus, kelembaban biji-bijian, fitur geometris dan berbagai gandum Sifat dielektrik berkorelasi baik dengan beberapa sifat produk seperti kadar air dan tingkat kematangan. Hal ini telah dikaji oleh peneliti yang berbeda-beda selama beberapa tahun terakhir Soltani et al. 2011. Soltani et al. 2011 melaporkan bahwa konstanta dielektrik buah pisang menurun selama pematangan dan frekuensi terbaik dari gelombang sinus yang dapat memprediksi tingkat kematangan adalah 100 kHz. Impedansi listrik dari buah kiwi selama pematangan buah dipelajari oleh Bauchot et al. Pengukuran mereka dilakukan pada buah utuh, bagian dari pericarp luar, pericarp dalam dan inti. Selama pematangan, ada perubahan karakteristik impedansi dari buah kiwi bahkan sampai 10 kali lipat yang dipengaruhi parameter kekerasan Bauchot et al. 2000. Pengukuran impedansi listrik telah banyak digunakan untuk menyelidiki beberapa sifat dari produk pertanian seperti tomat Varlan dan Sansen 1996, nectarine Harker dan Dunlop 1994, dan daging Damez et al. 2005; Damez et al. 2007; Ghatass et al. 2008. Sistem yang dirancang untuk melakukan suatu pengukuran impedansi 74 menyediakan suatu metode non-destruktif, murah, dan cepat seperti yang telah dilakukan Karaskova et al. 2011. EIS telah banyak digunakan untuk menilai dalam kondisi in vivo jaringan hewan dan tumbuhan karena merupakan metode cepat dan mudah. Dalam metode ini, Alternating Current AC menyebabkan polarisasi dan relaksasi dalam sampel yang disebabkan perubahan dalam amplitudo dan fase dari sinyal AC. Dalam sampel biologis, proporsi arus yang melalui ruang apoplastic dan symplastic dalam jaringan tergantung pada frekuensi AC Mizukami 2007. Spektroskopi impedansi listrik EIS pada dasarnya berpatokan interaksi medan listrik eksternal dengan momen dipol listrik dari bahan Wu et al. 2008. Dalam banyak penelitian, parameter listrik dapat digunakan untuk mengukur kualitas dan sifat produk pertanian. Sebagai contoh, korelasi antara rasio kapasitansi dan perbedaan tegangan dengan kualitas telur selama penyimpanan Ragni et al. 2006 impedansi spektroskopi listrik dan perilaku dielektrik penuaan daging sapi Damez et al. 2005; Damez et al. 2007, efek waktu penyimpanan pada dielektrik daging sapi dengan menggunakan pengukuran kapasitansi dan konduktansi Ghatass et al. 2008, pemantauan pertumbuhan akar tomat menggunakan analisis EIS Ozier-Lafontaine dan Bajazet 2005, pemantauan pertumbuhan akar Willow dengan menggunakan metode displacement dan EIS Repo et al. 2005; Cao et al. 2011, impedansi listrik dari buah kiwi selama pematangan Bauchot et al. 2000 dan pematangan tomat Varlan dan Sansen 1996, studi impedansi listrik dari nektarin selama penyimpanan dingin dan pematangan Harker dan Dunlop 1994, penentuan TPT apel Guo et al. 2011 serta penentuan kerusakan dan penurunan kualitasnya Euring et al. 2011. Vozáry dan Benk ő 2010 melaporkan bahwa resistansi and relaxation time dapat digunakan untuk mengkarakterisasi kondisi kulit apel. Banach et al. 2012 melaporkan bahwa penambahan air pada susu mengakibatkan menurunnya admitansi dan konduktansi listrik, serta menyebabkan peningkatan impedansi dan resistansi. Hal ini menunjukkan adanya penurunan konduktivitas listrik susu jika dilakukan peningkatan pengenceran. Kato mengusulkan sebuah metode baru untuk sortasi densitas dari semangka dengan mengukur volume berdasarkan pengukuran kapasitansi listrik dan massanya 1997. Mereka juga meneliti hubungan antara densitas dan kualitas internal semangka dengan menggunakan instrumen elektronik yang murah dan menyatakan bahwa TPT semangka dapat diperkirakan dari densitas dan massa dengan cara analisis regresi berganda. Soltani et al. 2011 mengembangkan perangkat yang murah untuk memprediksi tingkat kematangan buah pisang berdasarkan sensor kapasitif. Unit ini memperkirakan tingkat kematangan buah pisang dengan menggunakan konstanta dielektriknya. Sistem yang dirancang dapat memprediksi tingkat kematangan buah pisang dengan andal. Afzal et al. 2010 memperkirakan kadar air daun dengan mengukur konstanta dielektrik daun dalam lima jenis tanaman. Mereka menggunakan dua pelat tembaga setengah oval terisolasi dan Analyzer 590 Keithly CV sebagai instrumen pengukuran kapasitansi, yang memiliki kemampuan untuk mengukur kapasitansi di dua frekuensi yaitu 100 kHz dan 1 MHz. Nelson 2008 mengukur sifat dielektrik dari buah segar, daging dada ayam segar, dan gandum merah. Konstanta dielektrik dan faktor kehilangan menurun monoton dengan 75 meningkatnya frekuensi, kecuali bahwa faktor kerugian dapat meningkat atau menurun dengan frekuensi di daerah relaksasi dielektrik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis respon listrik dari buah jeruk dengan menggunakan sinyal listrik tegangan rendah yang tidak merusak, dan untuk mengkorelasikan parameter listrik dengan sifat fisikokimia buah jeruk. Hal ini dilakukan untuk menyelidiki kualitas buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan pengukuran impedansi listrik. Bahan dan Metode Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Desember 2012 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika dan Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia, FMIPA IPB. Buah diambil dari perkebunan petani di Samarang dan Leuwigoong, Kabupaten Garut. Sistem Pengukuran Pengukuran dari semua p arameter dilakukan ketika buah masih dalam kondisi segar. Buah yang diukur dikelompokkan ke dalam 16 kelompok kematangan berdasarkan perbedaan warna dan ukuran secara visual. Masing-masing kelompok diambil tiga buah sampel. Sehingga secara total ada empat puluh delapan sampel buah yang digunakan. Sistem Pengukuran Fisiko Kimia Buah Jeruk Berat buah jeruk semuanya diukur dengan menggunakan timbangan elektronik Sartorius ED 822, Goettingen, Jerman. Berat buah ini dipakai untuk mengkonvensasi parameter pengukuran listrik. Pemilihan parameter berat ini dipilih karena data konversinya memperlihatkan keteraturan yang lebih baik. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Zachariah dan Erickson 1965 pada penentuan kematangan buah alpukat berdasarkan parameter kelistrikan. Kekerasan buah jeruk diukur dengan menggunakan sensor gaya CI-6746, Pasco. Diameter probe sensor gaya adalah 10 mm. Kedalaman penetrasi dari sensor gaya pada buah dibuat konstan yaitu 5 mm. Pengukuran diameter dilakukan dengan menggunakan Jangka Sorong. Dalam pengukuran volume dilakukan dengan teknik pencelupan dalam air. Selisih air yang terjadi diukur volumenya. Volume ini sama dengan volume buah yang dicelupkan. Keasaman jeruk diukur dengan menggunakan pH meter YSI Ecosense pH 100, Xilem Inc, USA. Kandungan vitamin C ditentukan dengan metode iodometri. Total padatan terlarut TPT diukur dengan menggunakan Digital GMK-701R dengan jangkauan – 40 Brix Kato 1997. Sementara untuk penentuan total gula digunakan metode Antrhone. Sistem Pengukuran Parameter Kelistrikan Parameter listrik dari buah jeruk diukur dengan menggunakan LCR meter 3532-50 LCR HiTESTER, Hioki, Tokyo, Jepang. Kajian sifat listriknya berdasarkan pada hasil pengukuran kelistrikan untuk kondisi sinyal berupa arus bolak-balik dan amplitudonya kecil. Frekuensi yang digunakan mulai dari 50 Hz sampai 5 MHz. Setiap pengukuran parameter listrik digunakan teknik 76 penyimpanan data dengan intruksi average 4 times pada alat LCR, yang artinya diulangi sebanyak 4 kali dan disimpan data rata-ratanya. Sistem sel pengukuran terbangun atas bahan plastik akrilat yang dilengkapi dengan plat elektroda dari tembaga. Buah ditempatkan di antara dua buah plat elektroda dan diperlakukan sebagai bahan dielektrik. Parameter-parameter listrik ini adalah impedansi listrik, resistansi, reaktansi, kapasitansi, induktansi, dan fasa. Jeruk berperan sebagai bahan dielektrik dan ditempatkan di antara dua elektroda plat konduktif dari bahan tembaga seperti pada Gambar 5.1 Soltani et al. 2010; Ragni et al. 2006; Massah dan Hajiheydari 2011. Tegangan sinyal limit sebesar 1 volt rms dengan sistem level arus CC 0.5 mA vozary dan Benk ő 2010. Pada sistem komunikasi antara LCR dengan komputer digunakan bantuan sofware komunikasi Hardware Program National Instrument Labview 7.1. Program yang dipakai hasil modifikasi dari program demo dengan sistem komunikasi program-respone message. Data yang tersimpan berupa text dengan tipe file LVM. Data tersebut diolah dengan program pascal macro pada exel. Hal ini seperti telah diterangkan pada bab sebelumnya. Sistem Skema Pendugaan Parameter Kualitas Buah Penentuan mutu secara standar di Indonesia adalah berdasarkan SNI 3165 tahun 2009 yang memuat tentang batasan mutu jeruk keprok. Pada SNI tersebut buah matang dibatasi minimal TPT bernilai 8 Brix. Selain itu kelas terbagi atas tiga yaitu mutu super, kelas A dan kelas B. Selain itu ada kode yang standar ukuran diameter yaitu kode-1 berdiamater lebih dari 7 cm, kode-2 antara 6.1-7.0 cm, kode-3 antara 5.1-6.0 am dan kode-4 berdiameter 4.0 – 5.0 cm. Parameter kualitas yang dipakai adalah parameter fisiko kimia yang menandakan tingkat kematangan buah. Parameter itu adalah nilai pH, nilai perbadingan TPT terhadap keasaman dalam hal ini keasaman diwakili oleh kandungan ion hidrogen. Pada penelitian ini untuk acuan pengelompokkan berdasarkan tingkat kematangan berdasarkan warna dan ukuran dengan harapan banyak variasi atau pengelompokkan yang bisa diambil. Pada penelitian untuk pendugaan mutu ini buah Jeruk Keprok Garut diambil dengan diameter rataan dari 5.12 cm sampai tertinggi 8.19 cm. Nilai TPT berkisar dari 6.9 sampai 11.0. Massa satu buah rataan berkisar dari 67.46 g sampai 217.56 g. Buah semuanya dalam kondisi layak secara visual oleh mata telanjang langsung. Secara teknis buah jeruk yang dikelompokkan dalam 7 kelompok besar seperti pada bab sebelumnya terlalu sedikit, maka hal itu perlu lebih dijabarkan lagi supaya banyak variasinya. Dengan demikian jeruk dikelompokkan dalam 16 kelompok yang masing masing dipakai 3 buah. Sehingga secara total buah yang dipakai dalam pendugaan kemetangan ini ada 48 buah Gambar 5.2. Selanjutnya dilakukan korelasi antara parameter kualitas buah secar fisiko kimia parameter pH, perbandingan TPT terhadap ion hidrogen dengan parameter kelistrikan resistansi per berat, reaktansi per berat, impedansi per berat, induktansi per berat, dan kapasitansi per berat yang dilakukan dengan teknik regresi linier berganda dan nonlinier berganda. Teknik regresi ini menggunakan program SPSS statistics 20. 77 a b c Gambar 5.1 Skema sistem pengukuran sifat listrik berbasis capacitive sensing yang digunakan untuk menguji buah jeruk a, untuk telur yang dilakukan Ragni et al. 2006 b dan apel yang dilakukan Massah dan Hajiheydari 2011c Dalam pendugaan kualitas buah jeruk dengan menggunakan parameter listrik maka dilakukan korelasi langsung antara tiap parameter listrik dengan parameter fisiko kimianya. Selain itu dilakukan korelasi regresi berganda dari parameter-parameter terkait. Pada regresi berganda parameter listrik dikelompokkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama berdasarkan parameter impedansi yang meliputi impedansi per massa, reaktansi per massa, dan reaktansi per massa. Kelompok kedua berbasis parameter LCR lainnya yaitu induktansi per massa, kapasitansi per massa dan resistansi per massa. Hasil akhir korelasi ditinjau linieritasnya secara grafik untuk menyatakan kecocokannya. a b c Gambar 5.2 Ilustrasi sampel jeruk keprok Garut yang dipakai dalam penelitian pada pemutuan: hasil pengurutan ukuran a, ketika awal pemetikan b dan ukuran satu buah utuh yang terlihat bagian dalamnnya c Hasil dan Pembahasan Sifat Fisiko Kimia Terkait Kematangan Buah Jeruk Keprok Garut Buah jeruk merupakan buah non-klimakterik yang mengalami kematangan ketika masih di pohon. Buah ini tidak mengalami pematangan setelah panen dan 78 tidak menunjukkan kenaikan respirasi yang disertai dengan perubahan besar dalam rasa dan komposisi biokimia setelah panen. Buah yang belum matang biasanya kasar, sangat asam atau tart, dan memiliki tekstur internal yang keras Ladaniya 2008. a b c Gambar 5.3 Karelasi perubahan tingkat keasaman keasaman buah Jeruk Keprok Garut terhadap perubahan sifat fisik buah: diameter rata-rata a, volume b, dan massa c Parameter fisik untuk semua kelompok sampel buah Jeruk Keprok Garut ditunjukkan pada Gambar 5.3. Dalam studi ini, perubahan kematangan buah jeruk ditandai dengan perubahan keasaman yaitu nilai pH atau dalam bentuk konsentrasi ion hidrogennya. Untuk buah yang umum atau normal, korelasi umur buah akan setara dengan perubahan fisik buah. Hal ini bisa dijadikan salah satu pertimbangan dalam penentuan kematangan karena buah jeruk matang ketika masih di pohon. Asam organik adalah indeks yang berguna dalam produk buah, karena mereka memiliki kerentanan yang lebih rendah untuk berubah selama pengolahan dan penyimpanan dibandingkan komponen lain dari buah-buahan. Secara bersamaan, beberapa asam organik dapat digunakan sebagai indikator kematangan, aktivitas bakteri dan ketuaan Naour et al. 2010. Dari gambar 5.3 tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai pH maka berkorelasi positif dengan adanya peningkatan ukuran massa, volume, maupun diameter rata-rata buah walaupun korelasi liniernya hanya sekitar 0.7106 sampai 0.8201. Ini berarti bahwa buah yang ukurannya lebih besar akan memiliki pH yang lebih tinggi. Sementara secara fisik buah yang matang dan berkualitas bisa dilihat dari ukurannya yang sudah besar atau cukup untuk dipanen. y = 1.3617x + 1.482 R² = 0.8201 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 D iam et er r at a- rat a c m pH y = 68.36x - 128.59 R² = 0.7603 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 V o lum e m l pH y = 48.995x - 49.024 R² = 0.7106 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 M as sa g pH 79 a b c d Gambar 5.4 Karakteristik perubahan tingkat kekerasan a, TPT b, TPT[H + ] c, vitamin C d pada beberapa tingkat pH selama pematangan Kalau kita lihat standar pengelompokkan mutu dari segi ukuran buah jeruk keprok yang berdasarkan SNI 3165 2009 yaitu misalnya untuk kode 1 diameter 70 mm maka dapat diperkirakan nilai pH yang besarnya sekitar 4,05, nilai pH untuk kode 2 61 -70 mm sekitar 3.39 – 4.05, nilai pH untuk kode 3 51 -60 mm sekitar 2.65-3.33, dan nilai pH untuk kode terkecil yaitu kode 4 40-50 mm y = -11.303x + 65.93 R² = 0.754 14.00 19.00 24.00 29.00 34.00 39.00 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 K ek era sa n N pH y = -2E+07x 2 + 35318x + 16.415 R² = 0.9054 14.00 19.00 24.00 29.00 34.00 39.00 0.0E+00 4.0E-04 8.0E-04 1.2E-03 1.6E-03 K ek era sa n N Konsentrasi Ion Hidrogen M y = 1.9596x + 1.0198 R² = 0.4878 3.00 5.00 7.00 9.00 11.00 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 T P T Bri x pH y = -1304.4x + 8.7676 R² = 0.2723 3.00 5.00 7.00 9.00 11.00 0.0E+00 4.0E-04 8.0E-04 1.2E-03 1.6E-03 T P T Bri x Konsentrasi Ion Hidrogen M y = 0.3829x 8.9103 R² = 0.9905 0.E+00 1.E+05 2.E+05 3.E+05 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 T P T [ H + ] B ri x M pH y = 4.9251x -1.06 R² = 0.9947 0.E+00 1.E+05 2.E+05 3.E+05 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 T P T [ H + ] B ri x M Konsentrasi Ion Hidrogen M R² = 0.0521 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 V it am in C m g 100 m l pH R² = 0.0152 20 40 60 80 100 120 0.E+00 5.E-04 1.E-03 2.E-03 V it am in C m g 100m l Konsentrasi Ion Hidrogen M 80 berkisar lebih kecil dari 2.59. Secara keseluruhan sampel yang diambil pada bahan uji ini terkelompokkan dalam tiga kelompok ukuran yaitu kode 1 sampai 3. Sehingga buah jeruk tersebut bisa ditentukan prediksi pengelompokkannya menjadi tiga kelompok tingkat keasaman. Selain ditinjau dari ukuran diameter, bisa ditinjau juga dari bobot tiap buahnya. Untuk kode 1 bobot 151 grambuah maka dapat diperkirakan nilai pH yang besarnya sekitar lebih dari 4.08, nilai pH untuk kode 2 101-150 grambuah sekitar 3.06 – 4.06, nilai pH untuk kode 3 51 -100 grambuah sekitar 2.04-3.04, dan pH untuk kode terkecil yaitu kode 4 40-50 mm berkisar lebih kecil dari 2.03. Perbedaan massa ini akan membuat perbedaan pada pH yang berkisar sekitar 1. Berdasarkan massa juga ternyata semua sampel buah jeruk terbagi atas tiga kelompok. Terjadinya beda jangkauan batas pH dari hasil ukuran dan massa ini terjadi sebagai akibat korelasi regresi yang tidak sama. Untuk pengelompokkan berdasarkan diameter maka perubahan pH terjadi sekitar 0,734 per cm dan berdasarkan massa perubahannya sekitar 0.0204 per gramnya. Sementara jangkauan pengelompokkan berdasarkan diameter sekitar 1 cm dan untuk massa sekitar 50 gram. Dari kedua hal ini jelas akan ada perbedaan pula ketika ditransformasikan dalam parameter yang sama yaitu pH. Dengan pertimbangan bahwa parameter listrik yang diukur dibagi dengan parameter masssa maka pengelompokkan yang diambil adalah pengelompokkan berdasarkan keasaman yaitu pH  4.07, 4.07 pH  3.05, pH 3.05. Namun hal ini perlu dikaji lagi lebih jauh secara organoleptik. Meningkatnya kematangan buah disertai juga dengan penurunan nilai kekerasan buah Gambar 5.4 dan peningkatan total padatan terlarut TPT. Ketika konsentrasi ion hidrogen menurun atau keasaman menurun, maka kekerasan menurun dan TPT meningkat. Dengan kata lain, penurunan keasaman buah ditandai dengan penurunan konsentrasi ion hidrogen, disertai dengan penurunan kekerasan buah dan peningkatan TPT buah. Hal ini terjadi ketika buah mengalami peningkatan kematangan. Ladaniya 2008 menyatakan bahwa hampir 75 hingga 85 persen dari total padatan terlarut jus jeruk adalah gula dan nilai kandungan gula meningkat selama buah mengalami pematangan di pohon. Selama pematangan buah normal, kekerasan menurun dan penurunan karakteristik tekstur ini karena perubahan dalam komposisi dinding sel dan hidrasi sel pada dinding Harker dan Maindonald 1994. Polisakarida dinding sel dan komposisinya juga berkontribusi terhadap kekerasan buah. Konsentrasi polisakarida dinding sel dalam jaringan flavedo menurun ketika kulit buah mengalami pelunakan Muramatsu et al. 1999. Selain parameter tersebut, pada penelitian ini diuji pula kesetaraan perbandingan kemanisan terhadap keasaman. Dalam hal ini diekspresikan dalam bentuk perbandingan TPT terhadap konsentrasi ion hidrogen. Indek perbandingan TPT terhadap keasaman menandakan indek mutu buah yang biasa dipakai Ladaniya 2008; Bermeja dan Cano 2012. Hasil parameter ini ditunjukan pada Gambar 5.4c. Dengan melihat profilnya, maka tergambar bahwa peningkatan kematangan perubahan nilai pH, massa, dan diameter buah jika dikorelasikan dengan indek ini menunjukan korelasi yang positif. Dengan kata lain buah yang mengalami kenaikan tingkat kematangan akan mengalami peningkatan indeks mutu buah. Namun perlu diperhatikan bahwa hal ini terjadi untuk buah yang sehat atau tidak rusak. 81 Penurunan keasaman dianggap karena dilusi sebagai akibat buah mengalami peningkatan dalam ukuran dan kandungan jus. Asam organik merupakan substrat respirasi dalam buah. Respiration Quotient yang lebih tinggi produksi CO 2 konsumsi O 2 menunjukkan pemanfaatan asam, terutama asam sitrat dan malat melalui siklus TCA asam trikarboksilat, di mana asam akan teroksidasi dan ATP dibentuk untuk sintesis senyawa baru. Beberapa metabolik baru terbentuk selama proses tersebut Ladaniya 2008. Kandungan vitamin C pada buah juga ditinjau sebagai suatu kajian yang lebih jauh lagi. Hasil kandungan vitamin C terlihat tidak memiliki korelasi yang jelas dengan nilai pH buah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena dalam buah jeruk tidak hanya terkandung asam askorbat saja tetapi ada asam-asam lainnya. Asam organik dan gula bervariasi menurut spesies, varietas, dan juga kondisi lingkungan dan hortikultura seperti iklim, batang bawah, dan irigasi Albertini et al. 2006. Juga efek dari batang bawah jeruk pada kualitas kandungan buah telah dipelajari oleh para peneliti yang beragam. Hasilnya cukup berbeda beda dalam beberapa parameter seperti jenis batang bawah, ciri-ciri morfologi dan biologis, termasuk pertumbuhan dan produksi tanaman buah, ukuran pohon, adaptasi terhadap kondisi tanah tertentu, ukuran, tekstur, kualitas internal dan ketuaan Agusti et al. 2002; Castle 1995. Kandungan vitamin C dan asam organik lainnya dalam buah-buahan dan sayuran dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perbedaan genotipe, kondisi iklim sebelum pemanenan dan perlakuan budidaya, kematangan dan metode panen Albertini et al. 2006; Kelebek et al. 2009; Lee dan Kader 2000. Bermeja dan Cano 2012 telah mempelajari variabilitas kimia senyawa bioaktif dalam bulir jeruk dan jus beserta hubungannya dengan faktor genetik dan iklim. Selain itu mereka juga telah mengevaluasi komponen bioaktif pada kulit flavonoid, karotenoid, vitamin C, minyak esensial dan komposisi mineral dalam kultivar mandarin dan beberapa jeruk dari daerah Mediterania Bermejo et al. 2011; Cano et al. 2008. Informasi mengenai perubahan biokimia pada buah jeruk selama pematangan dapat ditemukan dalam berbagai laporan. Namun tidak ada informasi yang komprehensif mengenai perubahan komponen kimia selama pematangan buah jeruk untuk kasus kondisi iklim dan lapangan yang sama Bermeja dan Cano 2012. Sebagai dasar penetapan indek kematangan dan sekaligus sebagai penetapan saat panenan suatu komoditi hortikultura tidak hanya ditetapkan pada satu indikator saja tetapi merupakan kombinasi beberapa indikator atau indek. Seperti pada buah semangka selain ukuran yang telah cukup besar, saat panen juga ditetapkan berdasarkan berat masing-masing buah. Untuk buah mangga, tidak hanya ditandai dengan telah membulatnya bagian ujung buah tetapi disertai dengan telah mulai terjadi perubahan warna kulit ke arah yang lebih gelap namun terlihat mengkilap. Begitu juga untuk buah jeruk yang umum dipakai adalah tingkat keasamannya, namun masih ada yang meninjau dari ukuran, kandungan jus, dan kemanisan Santoso 2005. Keterkaitan Sifat Listrik dengan Fisiko Kimia Buah Jeruk Keprok Garut Korelasi parameter sifat listrik dengan kematangan buah Jeruk Keprok Garut juga ditinjau pada panelitian ini. Pada kasus ini, parameter kematangan diwakili oleh beberapa parameter fisiko kimia yaitu keasaman atau pH, kekerasan, kemanisan atau TPT, dan rasio TPT terhadap konsentrasi ion hidrogen. Selain itu 82 semua parameter listrik dibagi dengan massa sebagai transformasi parameter kelistrikan. Parameter Resistansi Listrik Terkait Sifat Fisiko Kimia Buah Jeruk Keprok Garut Resistansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut bervariasi terhadap frekuensinya. Maka dalam hal ini perlu ditinjau kasus-kasus pada setiap frekuensi. Sebagai gambaran pada variasi frekuensi ini maka dipilih frekuensi dalam skala kelipatan 10 atau logaritmiknya. Hasil korelasi resistansi listrik per massa terhadap parameter kematangan buah jeruk diperlihatkan pada Gambar 5.5 sampai 5.9. a b c d e Gambar 5.5 Variasi pH terhadap parameter resistansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R es is ta ns i m as sa  g pH 20000 40000 60000 80000 100000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R es is ta ns i m as sa  g pH 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R es is ta ns i m as sa  g pH 500 1000 1500 2000 2500 3000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R es is ta ns i m as sa  g pH 100 200 300 400 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R es is ta ns i m as sa  g pH 83 a b c d e Gambar 5.6 Variasi TPT terhadap parameter resistansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Resistansi per massa buah jeruk mengalami penurunan selama adanya peningkatan pH buah Gambar 5.5. Korelasi yang terjadi menunjukan fungsi eksponensial. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan pH yang sedikit akan menurunkan nilai resistansi per massa yang besarnya secara eksponensial. Hal ini terjadi pada hampir semua frekuensi. Semua korelasi yang terjadi cukup erat dengan diperlihatkan nilai koefisien determinstik yang cukup besar R 2 0.83. Korelasi terbaik ditunjukan untuk frekuensi 1 MHz. Hal ini ditandai dengan nilai koefisien deterministik yang tertinggi R 2 = 0.9174. Bentuk persamaan untuk resistansi per massa terhadap pH ini diperlihatkan pada Tabel 5.1. Selain parameter pH, dilakukan juga uji konsentrasi ion hidrogen terhadap parameter 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 R es is ta ns i m as sa  g TPT Brix 20000 40000 60000 80000 100000 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 R es is tans i m as sa  g TPT Brix 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 R es is ta ns i m as sa  g TPTBrix 500 1000 1500 2000 2500 3000 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 R es is ta ns i m as sa  g TPT Brix 50 100 150 200 250 300 350 400 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 R es is ta ns i m as sa  g TPT Brix 84 resistansi. Korelasinya terlihat pada Gambar 5.8 dan memperlihatkan korelasi yang linier. Korelasi tinggi juga kembali ditunjukan untuk konsentrasi ion hidrogen ini R 2 berkisar sekitar 0.95. Dari kedua grafik tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat keasaman buah, maka semakin tinggi resistansi per massa dari buah tersebut. Sehingga hal ini bisa dijadikan pertimbangan dalam penentuan kualitas buah jeruk. Seperti halnya penggunaan parameter resistansi listrik yang pernah dilakukan Harker dan Maindonald pada penentuan kematangan buah Nektarin 1994. Keterkaitan resistansi per massa dengan nilai kemanisan atau TPT buah juga dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.6. Korelasinya tidak cukup tinggi R 2 berkisar antara 0.32 sampai 0.45, namun profilnya bisa memperlihakan fenomena adanya penurunan resistansi ketika buah mengalami peningkatan kemanisan. Hal ini cukup konsisten dengan parameter keasaman. Fenomena kemanisan meningkat dan keasaman menurun pH meningkat merupakan indikasi adanya peningkatan kematangan. Kedua fenomena itu berkorelasi dengan adanya penurunan resistansi buah jeruk. a b c d e Gambar 5.7 Variasi kekerasan terhadap parameter resistansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 10.00 20.00 30.00 40.00 R es is ta ns i m as sa  g Kekerasan N 20000 40000 60000 80000 100000 10.00 20.00 30.00 40.00 R es is ta ns i m as sa  g Kekerasan N 5000 10000 15000 20000 10.00 20.00 30.00 40.00 R es is ta ns i m as sa  g Kekerasan N 500 1000 1500 2000 2500 3000 10.00 20.00 30.00 40.00 R es is ta ns i m as sa  g Kekerasan N 100 200 300 400 10.00 20.00 30.00 40.00 R es is ta ns i m as sa  g Kekerasan N 85 Penurunan resistansi juga terjadi ketika kekerasan buah menurun. Dengan melihat hasil pada Gambar 5.7 nampak bahwa nilai resistansi per massa meningkat ketika kekerasan meningkat. Fenomena ini pernah dilaporkan oleh Harker dan Maindonal pada buah Nektarin 1994. Ini dapat diartikan bahwa buah yang keras dan memiliki pH rendah atau lebih asam akan memiliki resistansi listrik yang besar daripada buah yang kurang keras atau lebih lembek. Hal ini juga cukup konsisten dengan parameter keasaman maupun kemanisan. Sehingga ini bisa mendukung fakta bahwa buah kurang matang atau kematangan rendah akan memiliki resistansi per massa yang lebih tinggi daripada buah yang lebih matang. a b c d e Gambar 5.8 Variasi konsentrasi ion hidrogen terhadap parameter resistansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 R es is ta n si m as sa  g Konsentrasi Ion Hidrogen M 20000 40000 60000 80000 100000 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 R es is ta n si m as sa  g Konsentrasi Ion Hidrogen M 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 R es is ta n si m as sa  g Konsentrasi Ion Hidrogen M 500 1000 1500 2000 2500 3000 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 R es is ta n si m as sa  g Konsentrasi Ion Hidrogen M 50 100 150 200 250 300 350 400 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 R es is ta n si m as sa  g Konsentrasi Ion Hidrogen M 86 Fakta di atas bisa ditinjau lebih jauh dengan indek perbandingan kemanisan terhadap keasaman seperti Gambar 5.9. Buah yang lebih matang akan memiliki kualitas yang lebih baik untuk dikonsumsi. Salah satu indek kualitas ini dapat dilihat pada gambar tersebut. Dengan adanya peningkatan indek ini maka nilai resistansi per massa mengalami penurunan juga. a b c d e Gambar 5.9 Variasi TPT[H + ] terhadap parameter resistansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Jadi secara keseluruhan data fisiko kimia saling mendukung pada hasil yang menunjukan adanya penurunan resistansi ketika buah mengalami peningkatan kematangan. Penurunan resistansi ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mobilitas ion atau elektron dalam dinding sel atau peningkatan luas penampang dinding sel. Penurunan resistansi dinding sel ini terjadi ketika buah mengalami 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 0.0E+00 2.0E+05 4.0E+05 R es is ta n si m as sa  g TPT[H + ] 20000 40000 60000 80000 100000 0.0E+00 2.0E+05 4.0E+05 R es is ta n si m as sa  g TPT[H + ] 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 0.0E+00 2.0E+05 4.0E+05 R es is ta n si m as sa  g TPT[H + ] 500 1000 1500 2000 2500 3000 0.0E+00 2.0E+05 4.0E+05 R es is ta n si m as sa  g TPT[H + ] 50 100 150 200 250 300 350 400 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 R es is ta n si m as sa  g TPT[H + ] 87 pematangan dan penurunannya terkait pula dengan perubahan tekstur buah Harker dan Maindonald 1994. Dari semua parameter persamaan pada Tabel 5.1 terlihat bahwa secara rata- rata frekuesni 1 MHz memiliki korelasi yang tertinggi. Hal ini dimungkinkan karena pada frekuensi yang lebih rendah sebagian besar arus kurang memiliki daya tembus yang besar. Sementara pada frekuensi yang lebih tinggi membran pelindung berbagai komponen dalam buah kehilangan sifat isolatornya dan arus bisa mengalir lebih kuat pada bagian ekstraseluler dan intraseluler Damez et al. 2007. Tabel 5.1 Persamaan korelasi parameter resistansi per massa terhadap parameter fisiko kimia buah Jeruk Keprok Garut Frekuensi Hz Persamaan resistansi listrik per berat buah jeruk ohmgram R 2 R 2 rataan 1E+02 Rwgt = 706.92 Fr 2 - 26785 Fr +271758 0.8324 0.75124 Rwgt = 3E+07exp-1.767pH 0.8301 Rwgt = 2E+08TPT -4.064 0.3236 Rwgt = 2E+08 [H + ] – 378.21 0.9667 Rwgt = 6E+07 {TSS[H + ]} -0.692 0.8034 1E+03 Rwgt = 209.91 Fr 2 – 8025.1 Fr – 82155 0.8745 0.7593 Rwgt = 8E+06exp-1.768pH 0.8152 Rwgt = 9E+07TPT -4.262 0.3489 Rwgt = 6E+07 [H + ] + 400.45 0.9637 Rwgt = 2E+07 {TSS[H + ]} -0.695 0.7942 1E+04 Rwgt = 38.143 Fr 2 – 1430.4 Fr + 14565 0.9338 0.7859 Rwgt = 1E+06exp-1.693pH 0.8579 Rwgt = 9E+06 TPT -3.945 0.3434 Rwgt =1E+07 [H + ] + 313.89 0.9623 Rwgt = 3E+06 {TSS[H + ]} -0.663 0.8318 1E+05 Rwgt = 6.1778 Fr 2 -215.87 Fr + 2151.7 0.9499 0.8078 Rwgt = 239265 exp-1.632 pH 0.8854 Rwgt = 2E+06 TPT -3.951 0.3864 Rwgt = 2E+06 [H + ] + 146.25 0.9454 Rwgt = 520814{TSS[H + ]} -0.641 0.8728 1E+06 Rwgt = 0.6866 Fr 2 – 22.959 Fr + 224.1 0.9441 0.8334 Rwgt = 32335exp-1.651pH 0.9174 Rwgt = 525438TPT -4.259 0.4500 Rwgt = 234895[H + ] + 20.054 0.9526 Rwgt = 73456{TSS[H + ]} -0.652 0.9028 Keterangan: Fr- kekerasan N, [H + ] – konsentrasi ion hidrogen M, TPT - total padatan terlarutBrix, Rwgt- resistansi listrik per massa ohmgram Tinjauan mikroskopik terhadap resistansi buah jeruk sangat kompleks. Hal ini tidak sederhana seperti konduksi listrik pada konduktor. Lebih jauh lagi resistansi dipengaruhi oleh resistivitas bahan dan fenomena lintasan bebas rata- rata elektron. Walaupun menurut hukum Ohm bahwa resistivitas tidak bergantung pada medan listrik ekternal dan ini berhasil dalam bahan logam, namun pada 88 bahan bukan konduktor besaran kuantitas laju rata-rata elektron dan lintasan bebas rata-rata elektron bisa saja bergantung pada medan listrik eksternal Tipler 1991. Jika dikaitkan dengan kondisi buah utuh, maka sekiranya buah tersebut terbangun atas bagian-bagiannya. Bagian-bagiannya dimungkinkan tidak hanya membentuk suatu lapisan resistif saja tetapi bisa lebih kompleks. Dengan adanya efek medan listrik AC maka dimungkinkan efek perubahan resistansi ini tidak murni oleh efek konduksi semata, namun gabungan kompleksitas komponen-komponen dari buah. Sehingga efek tersebut menyebabkan adanya pengaruh frekuensi pada nilai resistansi itu sendiri. Parameter Reaktansi Listrik Terkait Sifat Fisiko-Kimia Buah Jeruk Keprok Garut Dalam parameter reaktansi terkandung parameter kapasitansi yang mana reaktansi berbanding terbalik dengan kapasitansi dan frekuensi sinyal. Peninjauan reaktansi juga berindikasi pada induktansinya. Reaktansi sebanding dengan induktansi dan frekuensinya. Reaktansi bisa diartikan sebagai hambatan akibat fenomena kapasitif dan induktif dari bahan ketika diberikan arus AC. Jadi secara gambaran yang umum reaktansi ini beranalogi dengan resistansi. Hasil korelasi reaktansi listrik per massa terhadap parameter fisiko kimia yang menandakan proses kematangan buah jeruk diperlihatkan pada Gambar 5.10 sampai 5.14. selain itu persamaan korelasinya ditunjukan pada Tabel 5.2. Reaktansi per massa buah jeruk mengalami penurunan selama adanya peningkatan pH buah, hal ini memiliki fenomena yang sama dengan resistansi. Korelasi yang terjadi menunjukan fungsi eksponensial. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan pH yang sedikit akan menurunkan nilai reaktansi per massa yang besar secara eksponensial. Hal ini terjadi pada hampir semua frekuensi seperti yang ditunjukan pada Gambar 5.10. Semua korelasi yang terjadi cukup erat dengan diperlihatkan nilai koefisien determinstik yang cukup besar R 2 berkisar dari 0.83 sampai 0.93. Korelasi terbaik untuk korelasi reaktansi-pH ditunjukan untuk frekuensi 1 MHz. Hal ini ditandai dengan nilai koefisien deterministik yang tertinggi R 2 = 0.9318. Bentuk persamaan untuk reaktansi terhadap pH ini diperlihatkan pada Tabel 5.2. Selain parameter pH, dilakukan juga uji konsentrasi ion hidrogen terhadap parameter reaktansinya. Korelasinya terlihat pada Gambar 5.13 dan memperlihatkan korelasi yang linier. Korelasinya juga tinggi jika ditunjukan untuk konsentrasi ion hidrogen ini dimana R 2 rata-rata sekitar 0.95. Dari kedua grafik tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi keasaman buah, maka semakin tinggi reaktansi per massa dari buah tersebut. Keterkaitan reaktansi per massa dengan nilai kemanisan atau TPT buah juga dapat dilihat pada Gambar 5.11 maupun Tabel 5.2. Hal yang sama seperti terjadi pada parameter resistansi, parameter reaktansi juga menunjukan korelasi yang kurang tinggi, namun profilnya bisa memperlihakan fenomena adanya penurunan reaktansi ketika buah mengalami peningkatan kemanisan. Korelasi yang terjadi hanya sekitar 0.3199 sampai 0.4732. Hal ini cukup konsisten dengan parameter resistansi. Fenomena kemanisan meningkat dan keasaman menurun pH meningkat merupakan indikasi adanya peningkatan kematangan. Kedua fenomena itu berkorelasi dengan adanya penurunan reaktansi buah jeruk. 89 a b c d e Gambar 5.10 Variasi pH terhadap parameter reaktansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Dengan melihat hasil pada Gambar 5.12 nampak bahwa nilai reaktansi per massa meningkat ketika kekerasan meningkat atau dengan kata lain penurunan reaktansi juga terjadi ketika kekerasan buah menurun yang menyertai pematangan buah. Korelasi antara kekerasan dengan reaktansi ini berupa polinomial kuadratik dengan koefisien deterministik yang tinggi 0.8366 sampai 0.9322. Ini dapat diartikan bahwa buah yang keras dan memiliki pH rendah atau lebih asam akan memiliki reaktansi listrik yang besar daripada buah yang kurang keras. Hal ini juga cukup konsisten dengan parameter resistansi yang terkait keasaman maupun kemanisan. Fakta ini bisa mendukung sifat buah yang kurang matang atau kematangan rendah akan memiliki reaktansi maupun resistansi per massa yang lebih tinggi daripada buah yang lebih matang. Terlihat pula bahwa pada frekuensi tinggi nilai koefisien deterministik cenderung lebih tinggi. 50000 100000 150000 200000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R ea kt an si m as sa  g pH 10000 20000 30000 40000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R ea kt an si m as sa  g pH 1000 2000 3000 4000 5000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R ea kt ans i m as sa  g pH 100 200 300 400 500 600 700 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R ea kt ans i m as sa  g pH 20 40 60 80 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R ea kt ans i m as sa  g pH 90 a b c d e Gambar 5.11 Variasi TPT terhadap parameter reaktansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Parameter perbandingan kemanisan terhadap keasaman juga diperlihatkan korelasinya dengan reaktansi pada Gambar 5.14. Buah yang lebih matang akan memiliki kualitas yang lebih baik untuk dikonsumsi. Indek ini sejalan dengan kualitas dapat dikorelasikan dengan parameter kelistrikan seperti pada gambar tersebut. Dengan adanya peningkatan indek ini maka nilai reaktansi per massa mengalami penurunan juga. Jika digabungkan semua parameter fisiko kimia untuk kematangan tadi, maka secara keseluruhan data fisiko kimia saling mendukung pada hasil yang menunjukan adanya penurunan reaktansi ketika buah mengalami peningkatan kematangan. Penurunan reaktansi ini berkaitan dengan peningkatan luas penampang dinding sel ketika buah mengalami pematangan dan perubahan tekstur buah seperti yang diungkapkan Harker dan Maindonald 1994. Selama 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 6.00 8.00 10.00 R ea kt an si m as sa  g TPT Brix 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 6.00 8.00 10.00 R ea kt an si m as sa  g TPT Brix 1000 2000 3000 4000 5000 6.00 8.00 10.00 R ea kt an si m as sa  g TPT Brix 200 400 600 800 6.00 8.00 10.00 R ea kt an si m as sa  g TPT Brix 20 40 60 80 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 R ea kt an si m as sa  g TPT Brix 91 pematangan buah, perubahan terjadi pada dinsing sel, membran sel, dan kandungan dalam sel Bean et al. 1960. a b c d e Gambar 5.12 Variasi kekerasan terhadap parameter reaktansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e 0.E+00 4.E+04 8.E+04 1.E+05 2.E+05 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 Re a k ta n si m a ss a  g Kekerasan N 0.E+00 1.E+04 2.E+04 3.E+04 4.E+04 15.00 25.00 35.00 Re a k ta n si m a ss a  g Kekerasan N 0.E+00 5.E+02 1.E+03 2.E+03 2.E+03 3.E+03 3.E+03 4.E+03 4.E+03 5.E+03 15.00 25.00 35.00 Re a k ta n si m a ss a  g Kekerasan N 0.E+00 2.E+02 4.E+02 6.E+02 8.E+02 15.00 25.00 35.00 Re a k ta n si m a ss a  g Kekerasan N 10 20 30 40 50 60 70 80 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 Re a k ta n si m a ss a  g Kekerasan N 92 a b c d e Gambar 5.13 Variasi konsentrasi ion hidrogen terhadap parameter reaktansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e 0.E+00 5.E+04 1.E+05 2.E+05 2.E+05 0.00E+00 5.00E-04 1.00E-03 1.50E-03 Re a k ta n si m a ss a  g Konsentrasi ion hidrogen M 0.E+00 1.E+04 2.E+04 3.E+04 4.E+04 0.00E+00 5.00E-04 1.00E-03 1.50E-03 Re a k ta n si m a ss a  g Konsentrasi ion hidrogen M 0.E+00 1.E+03 2.E+03 3.E+03 4.E+03 5.E+03 0.00E+00 5.00E-04 1.00E-03 1.50E-03 Re a k ta n si m a ss a  g Konsentrasi ion hidrogen M 0.E+00 2.E+02 4.E+02 6.E+02 8.E+02 0.00E+00 5.00E-04 1.00E-03 1.50E-03 Re ak ta n si m as sa  g Konsentrasi ion hidrogen M 20 40 60 80 100 0.00E+00 5.00E-04 1.00E-03 1.50E-03 Re a k ta n si m a ss a  g Konsentrasi ion hidrogen M 93 a b c d e Gambar 5.14 Variasi TPT[H + ] terhadap parameter reaktansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Dari semua korelasi yang diambil maka dapat dilihat bahwa frekuensi 1 MHz lebih baik dan konsisten untuk setiap parameter fisikokimianya. Euring et al. 2011 dan Pliquett 2010 menjelaskan bahwa jika frekuensi di bagian atas dari wilayah β-dispersion yang dipilih, arus mengalir melalui sel. Jika frekuensi yang lebih rendah dipilih pada wilayah β-dispersion, arus ini hanya dapat mengalir melalui ruang ekstraseluler. Selain itu membran sel berperilaku seperti resistor listrik pada wilayah frekuensi ini Angersbach et al. 1999; Angersbach et al. 2002. Dengan demikian cukup jelas bahwa frekuensi tinggi ini lebih baik karena arusnya bisa menjalar pada bagian sel buah lebih jauh. 0.E+00 5.E+04 1.E+05 2.E+05 2.E+05 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 Re ak ta n si m as sa  g TPT[H + ] 0.E+00 1.E+04 2.E+04 3.E+04 4.E+04 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 Re a k ta n si m a ss a  g TPT[H + ] 0.E+00 1.E+03 2.E+03 3.E+03 4.E+03 5.E+03 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 Re a k ta n si m a ss a  g TPT[H + ] 0.E+00 2.E+02 4.E+02 6.E+02 8.E+02 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 Re a k ta n si m a ss a  g TPT[H + ] 20 40 60 80 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 Re a k ta n si m a ss a  g TPT[H + ] 94 Tabel 5.2 Persamaan korelasi antara reaktansi listrik dengan parameter fisiko kimia buah Jeruk Keprok Garut Frekuensi Hz Persamaan reaktansi per massa ohmgram R 2 R 2 average 1E+02 Xwgt = 366.19Fr 2 - 14103Fr + 144098 0.8366 0.7548 Xwgt = 1E+07exp-1.776 pH 0.8381 Xwgt = 800875exp-0.462 TPT 0.3199 Xwgt = 1E+08 [H + ] – 1038.3 0.9677 Xwgt = 3E+07{ TSS[H + ]} – 0696 0.8116 1E+03 Xwgt = 72.379Fr 2 – 2700.2Fr + 27617 0.8901 0.7704 Xwgt = 3E+06exp-1.683 pH 0.8330 Xwgt = 209913exp-0.461 TPT 0.3527 Xwgt = 2E+07 [H + ]+ 712.7 0.9640 Xwgt = 6E+06{ TSS[H + ]} - 0.661 0.8121 1E+04 Xwgt = 8.6493Fr 2 – 297.35Fr + 3011 0.9322 0.8107 Xwgt = 249297exp-1.512 pH 0.8967 Xwgt = 26534exp-0.416 TPT 0.3822 Xwgt = 3E+06 [H + ] + 281.6 0.9677 Xwgt = 513386{ TSS[H + ]} – 0.594 0.8745 1E+05 Xwgt = 0.9309Fr 2 -27.145Fr + 277.39 0.9222 0.8275 Xwgt = 23254exp-1.332 pH 0.9218 Xwgt = 3815exp-0.385 TPT 0.4352 Xwgt = 389570[H + ] + 73.475 0.9533 Xwgt = 44803{ TSS[H + ]} – 0.525 0.9052 1E+06 Xwgt = 0.0982Fr 2 – 2.4942Fr + 26.702 0.9164 0.8383 Xwgt = 2094exp-1.207 pH 0.9318 Xwgt = 455exp-0.362 TPT 0.4732 Xwgt = 47448[H + ] + 11.973 0.9501 Xwgt = 3847{TSS[H + ]} - 0.477 0.9199 Keterangan: Fr- kekerasan N, [H + ] – konsentrasi ion hidrogen M, TPT - total padatan terlarut Brix, Xwgt- reaktansi listrik per massa ohmgram Parameter Impedansi Listrik Terkait Sifat Fisiko-Kimia Buah Jeruk Keprok Garut. Dengan meninjau bahwa parameter impedansi listrik Z yang tersusun antara resistansi R atau Z dan reaktansi X atau Z sebagai penjumlahannya secara bilangan kompleks, maka nilai impedansi haruslah menggambarkan kedua parameter tersebut secara bersamaan. Parameter resistansi dan reaktansi telah digambarkan pada bagian sebelumnya dan didapat bahwa kedua parameter tersebut ada korelasi dengan parameter-parameter fisiko kimia buah jeruk, maka bisa dipastikan pula akan adanya korelasi secara bersamaan antara impedansi dengan parameter fisiko kimia tersebut. Namun gambaran impedansi dimungkinkan lebih representatif dan komprehensif daripada resistansi saja ataupun reaktansinya saja. Maka tinjauan impedansi listrik dirasakan sangat penting untuk ditinjau. 95 a b c d e Gambar 5.15 Variasi pH terhadap parameter impedansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Hasil korelasi impedansi listrik per massa terhadap parameter fisiko kimia yang menandakan proses kematangan buah Jeruk Keprok Garut diperlihatkan pada Gambar 5.15 sampai 5.19. selain itu persamaan korelasinya ditunjukkan pada Tabel 5.3. Impedansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut mengalami penurunan selama adanya peningkatan pH buah, hal ini memiliki fenomena yang sejalan dengan parameter penyusunnya yaitu reaktansi dan resistansi. Mengingat korelasi antara resistansi maupun reaktansi dengan nilai pH menunjukan fungsi eksponensial, maka hal itu juga memberikan penguatan fakta terhadap korelasi impedansi dengan nilai pH. Hal ini terbukti dengan meninjau hasil yang diperlihatkan pada Gambar 5.15. 50000 100000 150000 200000 250000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 Im p ed a n si m a ss a  g pH 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 Im p ed a n si m a ss a  g pH 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 Im p ed a n si m a ss a  g pH 100 200 300 400 500 600 700 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 Im p ed a n si m a ss a  g pH 20 40 60 80 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 Im p ed a n si m a ss a  g pH 96 a b c d e Gambar 5.16 Variasi TPT terhadap parameter impedansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Nilai impedansi berkorelasi dengan pH sebagai fungsi eksponensial. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan pH yang sedikit akan menurunkan nilai impedansi, resistansi, begitu pula reaktansi per massa yang besar secara eksponensial. Semua korelasi yang terjadi cukup erat dengan diperlihatkan nilai koefisien determinstik yang cukup besar R 2 berkisar dari 0.836 sampai 0.918. Korelasi terbaik ditunjukan untuk frekuensi 1 MHz. Hal ini ditandai dengan nilai koefisien deterministik yang tertinggi R 2 = 0.9184. Bentuk Persamaan untuk impedansi terhadap pH ini diperlihatkan pada Tabel 5.3. Sama kasusnya dengan tinjauan resistansi dan reaktansi, maka pada impedansi pula dilakukan uji korelasi dengan konsentrasi ion hidrogen sebagai tanda keasaman buah. Korelasinya terlihat pada Gambar 5.18 dan memperlihatkan korelasi yang linier. Korelasinya juga tinggi jika ditunjukan untuk konsentrasi ion hidrogen ini dimana R 2 sekitar 0.9515 sampai 0.9663. Dari kedua grafik tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi keasaman buah, maka semakin tinggi impedansi per massa dari buah, 50000 100000 150000 200000 250000 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 Im p ed a n si m a ss a  g TPT Brix 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 Im p ed a n si m a ss a  g TPT Brix 1000 2000 3000 4000 5000 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 Im p ed an si m a ss a  g TPT Brix 100 200 300 400 500 600 700 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 Im p ed a n si m a ss a  g TPT Brix 20 40 60 80 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 Im p ed a n si m a ss a  g TPT Brix 97 begitu juga dengan parameter resistansi dan reaktansi per massa dari buah tersebut. a b c d e Gambar 5.17 Variasi kekerasan terhadap parameter impedansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Ilustrasi perubahan nilai impedansi per massa buah dengan nilai kemanisan atau TPT buah juga diperlihatkan pada Gambar 5.16 dan Tabel 5.3. Dengan mengingat parameter resistansi maupun reaktansi yang kurang memiliki korelasi yang kuat dengan tingkat kemanisan buah maka hal ini juga akan mempengaruhi parameter impedansinya. Fenomena umumnya dari impedansi ini dapat dikatakan adanya penurunan impedansi ketika buah mengalami peningkatan kemanisan. Hal ini cukup konsisten dengan parameter reaktansi dan resistansi. Peningkatan nilai kemanisan bersamaan dengan penurunan keasaman merupakan indikasi adanya peningkatan kematangan. Hal ini menyebabkan adanya fenomena penurunan impedansi, resistansi dan reaktansi listrik dari buah Jeruk Keprok Garut. 50000 100000 150000 200000 250000 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 Im p ed a n si m a ss a  g Kekerasan N 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 10.00 20.00 30.00 40.00 Im p ed a n si m a ss a  g Kekerasan N 1000 2000 3000 4000 5000 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 Im p ed a n si m a ss a  g Kekerasan N 100 200 300 400 500 600 700 10.00 20.00 30.00 40.00 Im p ed an si m a ss a  g Kekerasan N 20 40 60 80 10.00 20.00 30.00 40.00 Im p ed a n si m a ss a  g Kekerasan N 98 a b c d e Gambar 5.18 Variasi konsentrasi ion hidrogen terhadap parameter impedansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Dengan melihat hasil pada Gambar 5.17 nampak bahwa nilai impedansi per massa meningkat ketika kekerasan meningkat atau dengan kata lain ketika kekerasan buah menurun yang bersamaan dengan pematangan yang meningkat akan disertai dengan penurunan impedansi listrik. Hasil ini bisa memperkuat fenomena penurunan impedansi ketika buah mengalami pematangan. Dengan meninjau kembali pada parameter kematangan yang terkait dengan keasaman dan kemanisan, maka parameter kekerasan juga akan berkorelasi dengan nilai impedansi. Ini dapat dikatakan bahwa buah kurang matang yang diindikasikan dengan kulit yang keras, kemanisan rendah dan memiliki pH rendah atau lebih asam akan memiliki impedansi listrik yang besar daripada buah yang lebih 50000 100000 150000 200000 250000 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 Im pe da ns i m as sa  g Konsentrasi ion hidrogen M 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 Im p ed a n si m a ss a  g Konsentrasi ion hidrogen M 1000 2000 3000 4000 5000 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 Im pe da ns i m as sa  g Konsentrasi ion hidrogen M 100 200 300 400 500 600 700 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 Im p ed a n si m a ss a  g Konsentrasi ion hidrogen M 20 40 60 80 100 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 Im p ed a n si m a ss a  g Konsentrasi ion hidrogen M 99 matang. Hal ini juga cukup konsisten dengan parameter resistansi dan reaktansi yang terkait keasaman, kekerasan maupun kemanisan. a b c d e Gambar 5.19 Variasi TPT[H + ] terhadap parameter impedansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Pada Gambar 5.19 diperlihatkan keterkaitan impedansi listrik dengan parameter rasio kemanisan terhadap keasaman yang tidak linier. Dengan adanya peningkatan indek ini maka nilai impedansi per massa mengalami penurunan juga. Hal ini konsisten pula dengan parameter resistansi maupun reaktansi. Jika digabungkan semua parameter fisiko kimia untuk kematangan tadi, maka secara 50000 100000 150000 200000 250000 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 Im p ed a n si m a ss a  g TPT[H] 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 Im p ed a n si m a ss a  g TPT[H] 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 Im p ed a n si m a ss a  g TPT[H] 100 200 300 400 500 600 700 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 Im p ed a n si m a ss a  g TPT[H] 20 40 60 80 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 Im p ed a n si m a ss a  g TPT[H] 100 keseluruhan data fisiko kimia saling mendukung pada hasil yang menunjukan adanya penurunan impedansi, reasistansi, dan reaktansi ketika buah mengalami peningkatan kematangan. Kajian impedansi ini juga telah didukung oleh beberapa literatur seperti pada impedansi listrik dari buah kiwi selama pematangan buah dipelajari oleh Bauchot et al. Pengukuran mereka dilakukan pada buah utuh, bagian dari pericarp luar, pericarp dalam dan inti. Selama pematangan, ada perubahan karakteristik impedansi dari buah kiwi bahkan sampai 10 kali lipat yang dipengaruhi parameter kekerasan Bauchot et al. 2000. Pengukuran impedansi listrik telah banyak digunakan untuk menyelidiki beberapa sifat dari produk pertanian seperti tomat Varlan dan Sansen 1996, nectarine Harker dan Dunlop 1994, dan daging Damez et al. 2005; Damez et al. 2007 .Fenomena penurunan impedansi dari buah ketika mengalami kematangan telah diteliti oleh beberapa peneliti seperti pada nektarin, tomat, dan kesemek Harker dan Maindonald 1994; Varlan dan Sansen 1996; Harker dan Forbes 1997. Tabel 5.3 Persamaan korelasi antara impedansi listrik per massa dengan parameter fisiko kimia buah Jeruk Keprok Garut Frekuensi Hz Persamaan impedansi listrik ohmgram R 2 R 2 rataan 1E+02 Zwgt = 511.73 Fr 2 - 19796 Fr + 203011 0.8551 0.7686 Zwgt = 2E+07exp-1.748 pH 0.8421 Zwgt = 2E+08TPT -4.177 0.3556 Zwgt = 1E+08[H + ] – 1136 0.9663 Zwgt = 4E+07{TSS[H + ]} -0.682 0.8207 1E+03 Zwgt = 73.906 Fr 2 – 2674.1 Fr + 27024 0.8917 0.7876 Zwgt = 2E+07exp-1.748 pH 0.8360 Zwgt = 5E+07TPT -4.368 0.4150 Zwgt = 2E+07[H + ] + 1076.2 0.9611 Zwgt = 7E+06{TSS[H + ]} -0.666 0.8344 1E+04 Zwgt = 8.212Fr 2 – 267.59 Fr +2667.4 0.9315 0.8282 Zwgt = 269516exp-1.505 pH 0.9089 Zwgt = 3E+06TPT -3.853 0.4407 Zwgt = 3E+06[H + ] + 343.19 0.9616 Zwgt = 548081{TSS[H + ]} -0.591 0.8981 1E+05 Zwgt = 0.88Fr 2 – 24.097 Fr + 245.9 0.9206 0.8346 Zwgt = 22881exp-1.31 pH 0.9168 Zwgt = 241280TPT -3.449 0.4696 Zwgt = 395727[H + ] + 80.944 0.9517 Zwgt = 43583{TSS[H + ]} -0.517 0.9143 1E+06 Zwgt = 0.0952 Fr 2 – 2.3442 Fr + 26.981 0.9169 0.8350 Zwgt = 1604.2exp-1.11 pH 0.9184 Zwgt = 11916TPT -2.926 0.4719 Zwgt = 47415[H + ] + 13.928 0.9515 Zwgt = 2772.8{TSS[H + ]} -0.438 0.9164 Keterangan: Fr- kekerasan N, [H + ] – konsentrasi ion hidrogen M, TPT - total padatan terlarut Brix, Zwgt- impedansi listrik per massa ohmgram 101 Parameter Induktansi Listrik Terkait Sifat Fisiko-Kimia Buah Jeruk Keprok Garut Pada kajian parameter impedansi listrik Z dan reaktansi X atau Z telah diperlihatkan korelasi dan keteraturannya dengan parameter fisiko kimia. Dengan meninjau kembali bahwa impedansi tersusun atas reaktansinya X atau Z dan reaktansi itu juga terbagi atas reaktansi induktif sebagai fungsi induktansi dan frekuensi, maka tinjauan induktansi akan memberikan kajian yang lebih terperinci mengenai sifat listrik bahan. a b c d e Gambar 5.20 Variasi pH terhadap nilai induktansi listrik buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Reaktansi induktif berkorelasi langsung dengan induktansi dan frekuensinya, maka bisa kita tinjau bahwa fenomena reaktansi akan memiliki 0.0E+00 5.0E+01 1.0E+02 1.5E+02 2.0E+02 2.5E+02 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 In d u k ta n si m a ss a H g pH 0.0E+00 1.0E+00 2.0E+00 3.0E+00 4.0E+00 5.0E+00 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 In d u k ta n si m a ss a H g pH 0.0E+00 2.0E-02 4.0E-02 6.0E-02 8.0E-02 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 In d u k ta n si m a ss a H g pH 0.0E+00 2.0E-04 4.0E-04 6.0E-04 8.0E-04 1.0E-03 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 In d u k ta n si m a ss a H g pH 0.0E+00 2.0E-06 4.0E-06 6.0E-06 8.0E-06 1.0E-05 1.2E-05 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 In d u k ta n si m a ss a H g pH 102 kesamaan dengan induktansinya. Perlu ditekankan bahwa dalam hal ini medan listrik eksternal itu berupa medan listrik AC. Adanya pergantian arah medan listrik akan berefek pada perubahan arah arus. Lebih jauh lagi akan berefek pada munculnya perubahan fluks magnetik pada bahan yang dilaluinya. Hal inilah yang menjadi pertimbangan bahwa ketika aliran arus AC diberikan akan menyebabkan perubahan fluks magnetik Hayt dan Buck 2006 yang akan menyebabkan adanya perubahan induktansi. Dominasi perubahan arus berdasarkan waktu atau frekuensi adalah penyebab utama munculnya induktansi ini. Induktansi merupakan perbandingan potensial gerak elektrik imbas atau ggl dengan perubahan arus terhadap waktu Halliday dan Resnick 1978. a b c d e Gambar 5.21 Variasi TPT terhadap nilai induktansi listrik buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHzc, 100kHz d, dan 1MHz e Hasil korelasi induktansi listrik per massa terhadap parameter fisiko kimia yang menandakan proses kematangan buah Jeruk Keprok Garut diperlihatkan 0.0E+00 5.0E+01 1.0E+02 1.5E+02 2.0E+02 2.5E+02 6.00 8.00 10.00 Indukt ans i m as sa H g TPT Brix 0.0E+00 1.0E+00 2.0E+00 3.0E+00 4.0E+00 5.0E+00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 Indukt ans i m as sa H g TPT Brix 0.0E+00 2.0E-02 4.0E-02 6.0E-02 8.0E-02 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 Indu kt ans i m as sa H g TPT Brix 0.0E+00 2.0E-04 4.0E-04 6.0E-04 8.0E-04 1.0E-03 6.00 8.00 10.00 Indukt ans i m as sa H g TPT Brix 0.0E+00 2.0E-06 4.0E-06 6.0E-06 8.0E-06 1.0E-05 1.2E-05 6.00 8.00 10.00 Indukt ans i m as sa H g TPT Brix 103 pada Gambar 5.20 sampai 5.24. selain itu persamaan korelasinya ditunjukan pada Tabel 5.4. Induktansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut mengalami penurunan selama adanya peningkatan pH buah, hal ini memiliki fenomena yang sejalan dengan parameter reaktansi dengan mengacu pada   L X l    . Mengingat korelasi antara reaktansi dengan nilai pH menunjukan fungsi eksponensial, maka hal itu juga memberikan penguatan fakta terhadap korelasi induktansi dengan nilai pH yang eksponensial juga. Hal ini terbukti dengan meninjau hasil yang diperlihatkan pada Gambar 5.20. Peningkatan pH akan menurunkan nilai induktansi maupun reaktansi per massa secara eksponensial. a b c d e Gambar 5.22 Variasi kekerasan terhadap nilai induktansi listrik buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hza, 1 kHzb, 10 kHzc, 100 kHzd, dan 1MHze Semua korelasi induktansi dengan pH yang terjadi cukup erat dengan diperlihatkan nilai koefisien determinstik yang cukup besar R 2 berkisar dari 0.0E+00 5.0E+01 1.0E+02 1.5E+02 2.0E+02 2.5E+02 6.00 16.00 26.00 36.00 In d u k ta n si m a ss a H g Kekerasan N 0.0E+00 1.0E+00 2.0E+00 3.0E+00 4.0E+00 5.0E+00 6.00 16.00 26.00 36.00 In d u k ta n si m a ss a H g Kekerasan N 0.0E+00 1.0E-02 2.0E-02 3.0E-02 4.0E-02 5.0E-02 6.0E-02 7.0E-02 6.00 16.00 26.00 36.00 In d u k ta n si m a ss a H g Kekerasan N 0.0E+00 2.0E-04 4.0E-04 6.0E-04 8.0E-04 1.0E-03 6.00 16.00 26.00 36.00 In d u k ta n si m a ss a H g Kekerasan N 0.0E+00 2.0E-06 4.0E-06 6.0E-06 8.0E-06 1.0E-05 1.2E-05 6.00 16.00 26.00 36.00 In d u k ta n si m a ss a H g Kekerasan N 104 0.827 sampai 0.931. Korelasi terbaik ditunjukan untuk frekuensi 1 MHz. Hal ini ditandai dengan nilai koefisien deterministik yang tertinggi R 2 = 0.9316. Bentuk persamaan untuk induktansi terhadap pH diperlihatkan pada Tabel 5.4. Tinjauan keasaman pula bisa ditunjukan dengan konsentrasi ion hidrogen. Uji korelasi induktansi dengan konsentrasi ion hidrogen juga dilakukan. Korelasinya terlihat pada Gambar 5.23 dan memperlihatkan korelasi yang linier. Korelasinya juga tinggi dengan R 2 rata-rata sekitar 0.94. Dari kedua grafik tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi keasaman buah, maka semakin tinggi induktansi per massa dari buah. Kajian korelasi induktansi terhadap kemanisan buah Jeruk Keprok Garut juga telah dilakukan. Ilustrasi perubahan nilai induktansi per massa buah dengan nilai kemanisan TPT buah juga diperlihatkan pada Gambar 5.21 dan Tabel 5.4. Korelasi yang kurang kuat juga terjadi pada parameter induktansi-TPT ini. Hal ini ditunjukan dengan koefisien deterministik berkisar pada nilai kurang dari 0.5. Namun, secara umum dapat dilihat bahwa ada penurunan induktansi listrik ketika buah mengalami peningkatan kemanisan. Hal ini cukup konsisten dengan parameter reaktansinya. Dengan mengingat bahwa peningkatan nilai kemanisan bersamaan dengan penurunan keasaman merupakan indikasi adanya peningkatan kematangan. Maka hal ini dapat dikatakan bahwa adanya fenomena penurunan induktansi ataupun reaktansi listrik dari buah Jeruk Keprok Garut selama kematangan. Hasil korelasi induktansi terhadap kekerasan buah Jeruk Keprok Garut diperlihatkan pada Gambar 5.22 dan Tabel 5.4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai induktansi per massa meningkat ketika kekerasan meningkat atau dengan kata lain penurunan induktansi juga terjadi ketika kekerasan buah menurun. Korelasi dengan kekerasan ini memiliki nilai yang tinggi yaitu tertinggi R 2 sebesar 0.9363. Korelasi terkecil pada frekuensi 100 Hz yaitu sekitar 0.8378. Dengan meninjau kembali pada parameter kematangan yang terkait dengan keasaman dan kemanisan, maka parameter kekerasan juga akan berkorelasi dengan nilai induktansi. Ini dapat dikatakan bahwa buah kurang matang yang diindikasikan dengan kulit yang keras, kemanisan rendah dan memiliki pH rendah atau lebih asam akan memiliki induktansi listrik yang besar daripada buah yang lebih matang. Hal ini juga cukup konsisten dengan parameter reaktansi yang terkait keasaman, kekerasan maupun kemanisan. Jika arus yang diberikan berupa arus AC maka fenomena perubahan arus terhadap waktu yang muncul dalam bahan akan akan berbanding terbalik dengan induktansinya. Sementara induktansi ini menurun jika kematangan meningkat, maka dapat dikatakan fenomena kemunculan arus akan meningkat. Hal ini juga berkorelasi pula dengan resistansi, reaktansi, maupun impedansinya. Informasi fenomena induktansi secara tersendiri dalam bahan pertanian belum ada yang melaporkan, hal ini dimungkinkan pembahasan dan penafsiran sifat bahan lebih representatif jika dimunculkan dengan reaktansinya. Selain itu fenomena induktansi hampir tidak muncul secara tersendiri dan langsung dalam bahan-bahan biologi, tetapi selalu disertai dengan fenomena kapasistifnya. Sehingga secara keseluruhan penjelasan reaktansi lebih komprehensif daripada induktansi saja. 105 a b c d e Gambar 5.23 Variasi konsentrasi ion hidrogen terhadap nilai induktansi listrik buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Pada Gambar 5.24 diperlihatkan keterkaitan induktansi listrik dengan parameter rasio kemanisan terhadap keasaman yang tidak linier. Dengan adanya peningkatan indek ini maka nilai induktansi per massa mengalami penurunan juga. Hal ini konsisten pula dengan parameter reaktansi. Korelasi antara kedua parameter ini cukup kuat. Nilai koefisien deterministik rata-rata sekitar 0.85. Hasil korelasi semua parameter fisiko kimia untuk kematangan tadi dengan induktansi memberikan informasi yang saling mendukung. Secara keseluruhan buah mengalami penurunan induktansi ketika buah mengalami peningkatan kematangan. 0.0E+00 5.0E+01 1.0E+02 1.5E+02 2.0E+02 2.5E+02 0.00E+00 5.00E-04 1.00E-03 1.50E-03 In d u k ta n si m as sa H g Konsentrasi ion hidrogen M 0.0E+00 1.0E+00 2.0E+00 3.0E+00 4.0E+00 5.0E+00 0.00E+00 5.00E-04 1.00E-03 1.50E-03 In d u k ta n si m a ss a H g Konsentrasi ion hidrogenM 0.0E+00 1.0E-02 2.0E-02 3.0E-02 4.0E-02 5.0E-02 6.0E-02 7.0E-02 0.00E+00 5.00E-04 1.00E-03 1.50E-03 In d u k ta n si m a ss a H g Konsentrasi ion hidrogenM 0.0E+00 2.0E-04 4.0E-04 6.0E-04 8.0E-04 1.0E-03 0.00E+00 5.00E-04 1.00E-03 1.50E-03 In d u k ta n si m a ss a H g Konsentrasi ion hidrogen M 0.0E+00 2.0E-06 4.0E-06 6.0E-06 8.0E-06 1.0E-05 1.2E-05 0.00E+00 5.00E-04 1.00E-03 1.50E-03 In d u k ta n si m a ss a H g Konsentrasi ion hidrogen M 106 a b c d e Gambar 5.24 Variasi TPT[H + ] terhadap parameter induktansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e 0.0E+00 5.0E+01 1.0E+02 1.5E+02 2.0E+02 2.5E+02 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 In d u k ta n si m a ss a H g TPT[H + ] 0.0E+00 1.0E+00 2.0E+00 3.0E+00 4.0E+00 5.0E+00 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 In d u k ta n si m a ss a H g TPT[H + ] 0.0E+00 2.0E-02 4.0E-02 6.0E-02 8.0E-02 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 In d u k ta n si m a ss a H g TPT[H + ] 0.0E+00 2.0E-04 4.0E-04 6.0E-04 8.0E-04 1.0E-03 0.0E+0 1.0E+5 2.0E+5 3.0E+5 4.0E+5 In d u k ta n si m a ss a H g TPT[H + ] 0.0E+00 2.0E-06 4.0E-06 6.0E-06 8.0E-06 1.0E-05 1.2E-05 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 In d u k ta n si m a ss a H g TPT[H + ] 107 Tabel 5.4 Persamaan korelasi antara induktansi listrik per massa dengan parameter fisiko kimia buah Jeruk Keprok Garut Frekuensi Hz Persamaan Induktansi per massa ohmgram R 2 R 2 rataan 1E+02 Lwgt = 0.5801 Fr 2 -22.306Fr +227.05 0.8378 0.7656 Lwgt =26163exp -1.828pH 0.85518 Lwgt =199158TPT -4.223 0.3364 Lwgt = 162182 [H + ] -2.2442 0.9703 Lwgt = 60915 {TSS[H + ]} -0.716 0.8282 1E+03 Lwgt = 0.0111 Fr 2 -0.4138Fr +4.241 0.8881 0.7662 Lwgt = 377.13exp -1.662pH 0.8275 Lwgt = 3181.8TPT -3.974 0.3486 Lwgt = 3236.4[H + ] +0.1279 0.9616 Lwgt = 827.37 {TSS[H + ]} -0.652 0.8052 1E+04 Lwgt = 0.0001 Fr 2 -0.0044Fr +0.0443 0.9363 0.8133 Lwgt =3.876exp -1.514pH 0.8993 Lwgt =31.704 TPT -3.695 0.3944 Lwgt =43.442 [H + ] + 0.0045 0.9588 Lwgt = 8.0067 {TSS[H + ]} -0.595 0.8776 1E+05 Lwgt = 1E+06 Fr 2 -4E-05Fr +0.0004 0.9237 0.8221 Lwgt = 0.0319exp -1.297pH 0.9165 Lwgt =0.2439TPT -3.274 0.4302 Lwgt = 0.5739[H + ] + 0.0001 0.9410 Lwgt = 0.0602{TSS[H + ]} -0.511 0.8989 1E+06 Lwgt = 1E-08 Fr 2 - 3E-7Fr + 3E-6 0.9215 0.8388 Lwgt = 0.0003exp -1.201pH 0.9316 Lwgt =0.0029 TPT -3.201 0.4874 Lwgt = 0.0069[H + ] + 2E-06 0.9321 Lwgt = 0.0006{TSS[H + ]} -0.475 0.9214 Keterangan: Fr- kekerasan N, [H + ] – konsentrasi ion hidrogen M, TPT - total padatan terlarut Brix, Lwgt- induktansi listrik per massa ohmgram Parameter Kapasitansi Listrik Terkait Sifat Fisiko-Kimia Buah Jeruk Keprok Garut Pada kajian parameter induktansi listrik L dan reaktansi X atau Z telah diperlihatkan korelasi dan keteraturannya dengan parameter fisiko kimia. Dengan meninjau kembali bahwa reaktansinya X atau Z itu juga terbagi atas reaktansi induktif sebagai fungsi induktansi dan reaktansi kapasitif sebagai fungsi dari kapasitansi, maka tinjauan reaktansi akan lengkap jika kedua sifat tersebut dikaji. Kajian kapasitansi dan induktansi akan memberikan kajian yang lebih terperinci mengenai sifat reaktansi listrik dari bahan tersebut. Reaktansi kapasitif berkorelasi dengan kapasitansi dan frekuensinya, namun nilai reaktansinya berbanding terbalik terhadap nilai kapasitansi maupun frekuensi. 108 a b c d e Gambar 5.25 Variasi pH terhadap parameter kapasitansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Parameter kapasitansi berkorelasi dengan sifat dielektrik dan polaritas bahan. Besarnya polarisasi muatan pada bahan akan sangat menentukan besarnya kapasitansi. Tingkat polarisasi ini bisa dilihat juga dengan konstanta dielektriknya. Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi dielektrikum bahan adalah komposisi, struktur, dan kandungan air. Selain itu sifat ini terlibat dengan usia atau tahap kematangan bahan makanan Sosa-Morales et al. 2010. Seperti yang diutarakan Majewska et al. 2008 bahwa perubahan sifat listrik dari biji- bijian gandum secara signifikan tergantung pada frekuensi arus yang dipakai, kelembaban biji-bijian, fitur geometris dan berbagai jenis gandum. 0.0E+00 2.0E-12 4.0E-12 6.0E-12 8.0E-12 1.0E-11 1.2E-11 1.4E-11 2.7 3.2 3.7 4.2 4.7 K apa si tans i m as sa F g pH 0.E+00 2.E-12 4.E-12 6.E-12 8.E-12 1.E-11 2.7 3.2 3.7 4.2 4.7 K apa si ta ns i m as sa F g pH 0.0E+00 5.0E-13 1.0E-12 1.5E-12 2.0E-12 2.7 3.2 3.7 4.2 4.7 K apa si ta ns i m as sa F g pH 0.0E+00 5.0E-13 1.0E-12 1.5E-12 2.0E-12 2.7 3.2 3.7 4.2 4.7 K apa si ta ns i m as sa F g pH 0.E+00 2.E-13 4.E-13 6.E-13 8.E-13 1.E-12 2.7 3.2 3.7 4.2 4.7 K apa si tans i m as sa F g pH 109 Hasil korelasi kapasitansi listrik per massa terhadap parameter fisiko kimia yang menandakan proses kematangan buah Jeruk Keprok Garut diperlihatkan pada Gambar 5.25 sampai 5.29. selain itu persamaan korelasinya ditunjukan pada Tabel 5.5. a b c d e Gambar 5.26 Variasi TPT terhadap parameter kapasitansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e Kapasitansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut mengalami peningkatan bersamaan dengan adanya peningkatan pH buah, hal ini memiliki fenomena yang berkebalikan dengan parameter induktansi dan reaktansi dengan mengacu pada   1 C Xc     . Mengingat korelasi antara reaktansi dengan nilai pH menunjukan fungsi eksponensial, maka hal itu dijadikan dasar pada pembentukan korelasi kapasitansi dengan nilai pH. Hal ini terlihat dengan meninjau hasil yang diperlihatkan pada Gambar 5.25. Peningkatan pH akan menaikan kapasitansi. Dengan menaiknya kapasitansi maka reaktansi akan 0.0E+00 2.0E-12 4.0E-12 6.0E-12 8.0E-12 1.0E-11 1.2E-11 1.4E-11 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 K a p a si ta n si m a ss a F g TPT Brix 0.E+00 2.E-12 4.E-12 6.E-12 8.E-12 1.E-11 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 K a p a si ta n si m a ss a F g TPT Brix 0.0E+00 5.0E-13 1.0E-12 1.5E-12 2.0E-12 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 K a p a si ta n si m a ss a F g TPT Brix 0.0E+00 5.0E-13 1.0E-12 1.5E-12 2.0E-12 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 K a p a si ta n si m a ss a F g TPT Brix 0.E+00 2.E-13 4.E-13 6.E-13 8.E-13 1.E-12 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 K apa si ta ns i m as sa F g TPT Brix 110 menurun. Hal ini cukup sejalan dengan data hasil pengukuran reaktansi per massa buah jeruk. Namun, semua korelasi kapasitansi-pH yang terjadi cukup lemah dengan diperlihatkan nilai koefisien determinstik yang sangat rendah. Bentuk persamaan untuk kapasitansi terhadap pH diperlihatkan pada Tabel 5.5. Kajian pH selalu diperlihatkan kaitannya dengan konsentrasi ion hidrogen. Hal itu diperlihatkan pula pada Gambar 5.28 dan memperlihatkan korelasi yang lemah. Dari kedua grafik tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi keasaman buah, maka semakin rendah kapasitansi per massa dari buah. Atau dengan kata lain kapasitansi kurang berkorelasi dengan baik terhadap nilai pH walaupun keterkaitannya bisa mendukung terhadap parameter reaktansi listriknya. a b c d e Gambar 5.27 Variasi Kekerasan terhadap parameter kapasitansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e 0.0E+00 4.0E-12 8.0E-12 1.2E-11 1.6E-11 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 K ap as it an si m a ss a F g Kekerasan N 0.E+00 2.E-12 4.E-12 6.E-12 8.E-12 1.E-11 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 K a p a si ta n si m a ss a F g Kekerasan N 2.5E-13 1.3E-12 2.3E-12 3.3E-12 4.3E-12 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 K a p a si ta n si m a ss a F g Kekerasan N 0.0E+00 5.0E-13 1.0E-12 1.5E-12 2.0E-12 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 K a p a si ta n si m a ss a F g Kekerasan N 0.E+00 2.E-13 4.E-13 6.E-13 8.E-13 1.E-12 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 K ap as it an si m a ss a F g Kekerasan N 111 Kajian korelasi kapasitansi terhadap tingkat kemanisan buah Jeruk Keprok Garut juga telah dilakukan. Ilustrasi perubahan nilai kapasitansi per massa buah dengan nilai kemanisan TPT buah diperlihatkan pada Gambar 5.26 dan Tabel 5.5. Korelasi yang kurang kuat juga terjadi pada parameter TPT. Hal ini diunjukan dengan koefisien deterministik berkisar pada nilai kurang dari 0.32. Namun, secara umum dapat difahami akan adanya peningkatan kapasitansi listrik ketika buah mengalami peningkatan kemanisan. Hal ini cukup konsisten dengan parameter reaktansinya. Peningkatan nilai kemanisan bersamaan dengan penurunan keasaman merupakan indikasi adanya peningkatan kematangan. Hal ini menyebabkan adanya fenomena peningkatan kapasitansi atau penurunan reaktansi listrik dari buah jeruk. a b c d e Gambar 5.28 Variasi konsentrasi ion hidrogen terhadap parameter kapasitansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHze Hasil korelasi kapasitansi terhadap kekerasan buah Jeruk Keprok Garut diperlihatkan pada Gambar 5.27 dan Tabel 5.5. Dari gambar tersebut terlihat 0.0E+00 4.0E-12 8.0E-12 1.2E-11 1.6E-11 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 K a p a si ta n si m a ss a F g Konsentrasi ion hidrogen M 0.E+00 2.E-12 4.E-12 6.E-12 8.E-12 1.E-11 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 K a p a si ta n si m a ss a F g Konsentrasi ion hidrogen M 2.5E-13 1.3E-12 2.3E-12 3.3E-12 4.3E-12 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 K a p a si ta n si m a ss a F g Konsentrasi ion hidrogen M 0.0E+00 5.0E-13 1.0E-12 1.5E-12 2.0E-12 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 K a p a si ta n si m a ss a F g Konsentrasi ion hidrogen M 0.E+00 2.E-13 4.E-13 6.E-13 8.E-13 1.E-12 0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03 K a p a si ta n si m a ss a F g Konsentrasi ion hidrogen M 112 bahwa nilai kapasitansi per massa menurun ketika kekerasan meningkat atau dengan kata lain peningkatan kapasitansi juga terjadi ketika kekerasan buah menurun. Dengan meninjau kembali pada parameter kematangan yang terkait dengan keasaman dan kemanisan, maka parameter kekerasan juga akan berkorelasi dengan nilai kapasitansi walaupun korelasinya lemah. Ini dapat dikatakan bahwa buah kurang matang yang diindikasikan dengan kulit yang keras, kemanisan rendah dan memiliki pH rendah atau lebih asam akan memiliki kapasitansi listrik yang rendah daripada buah yang lebih matang. Hal ini juga cukup konsisten dengan parameter reaktansi yang terkait keasaman, kekerasan maupun kemanisan pada bahasan sebelumnya. a b c d e Gambar 5.29 Variasi TPT[H + ] terhadap parameter kapasitansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHz e 0.0E+00 4.0E-12 8.0E-12 1.2E-11 1.6E-11 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 K a p a si ta n si m a ss a F g TPT[H + ] 0.E+00 2.E-12 4.E-12 6.E-12 8.E-12 1.E-11 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 K a p a si ta n si m a ss a F g TPT[H + ] 2.5E-13 1.3E-12 2.3E-12 3.3E-12 4.3E-12 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 K a p a si ta n si m a ss a F g TPT[H + ] 0.0E+00 5.0E-13 1.0E-12 1.5E-12 2.0E-12 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 K a p a si ta n si m a ss a F g TPT[H + ] 0.E+00 2.E-13 4.E-13 6.E-13 8.E-13 1.E-12 0.0E+00 1.0E+05 2.0E+05 3.0E+05 4.0E+05 K a p a si ta n si m a ss a F g TPT[H + ] 113 Pada Gambar 5.29 diperlihatkan keterkaitan kapasitansi listrik dengan parameter rasio kemanisan terhadap keasaman yang linier walaupun kurang kuat. Dengan adanya peningkatan indek ini maka nilai kapasitansi per massa mengalami peningkatan yang cukup kecil. Korelasi antara kedua parameter ini cukup lemah. Nilai koefisien deterministik tertinggi hanya 0.5242. Hasil korelasi semua parameter fisiko kimia untuk kematangan tadi dengan kapasitansi memberikan informasi yang cukup berarti walaupun kurang kuat korelasinya. Walaupun demikian hal ini cukup menguatkan akan parameter yang terkait dengannya, yaitu reaktansinya. Tabel 5.5 Persamaan korelasi antara kapasitansi listrik per massa dengan parameter fisiko kimia buah Jeruk Keprok Garut Frekuensi Hz Persamaan kapasitansi per massa ohmgram R 2 R 2 rataan 1E+02 Cwgt = 2E-14Fr 2 -1E-12Fr +2E-11 0.6411 0.4343 Cwgt =2E-13exp0.7648pH 0.3664 Cwgt =7E-14TPT 1.8188 0.2303 Cwgt = 2E-13 [H + ] -0.343 0.5889 Cwgt = 1E-17 TSS[H + ]+3E-12 0.3446 1E+03 Cwgt = 1E-14Fr 2 -7E-13Fr +1E-11 0.6241 0.4699 Cwgt = 1E-13exp0.7724pH 0.3681 Cwgt = 2E-14TPT 2.1041 0.2948 Cwgt = 8E-14[H + ] -0,346 0.5735 Cwgt = 7E-18 TSS[H + ]+1E-12 0.4893 1E+04 Cwgt = 6E-15Fr 2 -3E-13Fr +6E-12 0.6531 0.4602 Cwgt =1E-13exp 0.5578pH 0.2965 Cwgt =3E-14 TPT 1.7082 0.3234 Cwgt =1E-13 [H + ] -0.251 0.5037 Cwgt = 3E-18 TSS[H + ]+7E-13 0.5242 1E+05 Cwgt = 4E-15 Fr 2 -2E-13Fr +3E-12 0.6227 0.3965 Cwgt = 1E-13exp 0.4317pH 0.2047 Cwgt = 2E-14TPT 1.5617 0.3178 Cwgt = 1E-13[H + ] -0.196 0.3602 Cwgt = 2E-18 TSS[H + ]+4E-13 0.4772 1E+06 Cwgt = 2E-15 Fr 2 - 1E-13Fr + 2E-12 0.4811 0.1874 Cwgt = 2E-13exp0.1527pH 0.0381 Cwgt = 7E-14 TPT 0.7492 0.1248 Cwgt = 2E-13[H + ] -0.074 0.0872 Cwgt = 5E-19 TSS[H + ]+3E-13 0.2060 Keterangan: Fr- kekerasan N, [H + ] – konsentrasi ion hidrogen M, TPT - total padatan terlarut Brix, Cwgt- kapasitansi listrik per massa ohmgram Hal ini bisa ditinjau dari komponen yang terkandung dalam parameter kapasitansi dan reaktansi, yaitu sifat dielektrik bahan. Walaupun korelasinya lemah, namun beberapa literatur memberikan penguatan akan fenomena tersebut. 114 Sifat dielektrik berkorelasi baik dengan beberapa sifat produk seperti kadar air dan tingkat kematangan. Hal ini telah dikaji oleh peneliti yang berbeda-beda selama beberapa tahun terakhir Soltani et al. 2011. Soltani et al. 2011 melaporkan bahwa konstanta dielektrik buah pisang menurun selama pematangan dan frekuensi terbaik dari gelombang sinus yang dapat memprediksi tingkat kematangan adalah 100 kHz. Dengan meninjau koefisien deterministik yang terbesar terjadi pada buah jeruk, maka dapat dikatakan frekuensi yang rendah pula yang terpilih. Pada korelasi dengan keasaman tertinggi pada frekuensi adalah 1 kHz. Korelasi kapasitansi terhadap tingkat kemanisan tertinggi pada 10 kHz. Korelasi kapasitansi terhadap tingkat kekerasan tertinggi terjadi pada frekuensi 0.1 kHz. Sementara korelasi kapasitansi terhadap tingkat rasio kemanisan per keasaman tertinggi terjadi pada frekuensi 10 kHz. Secara keseluruhan pada frekuensi tinggi korelasinya kurang baik. Jika dikaitkan dengan reaktansi yang memiliki korelasi yang kuat, maka dapat dikatakan bahwa korelasi kematangan dengan kapasitansi langsung kurang signifikan. Tetapi korelasi kapsitansi ini akan signifikan jika parameter besarnya frekuensi dilibatkan atau ikut dalam perhitunagan seperti parameter reaktansi. Pendugaan Tingkat Kualitas Buah Jeruk Keprok Garut dengan Menggunakan Parameter Kelistrikkannya Pada pendugaan tingkat kualitas buah jeruk dilakukan untuk parameter kualitas yang destruktif secara fisiko kimia saja yaitu nilai keasaman dan rasio kemanisan terhadap keasaman. Pada pendugaan ini dilakukan dengan memanfaatkan dua kelompok parameter, yaitu kelompok sifat resistif dan kelompok gabungan parameter lainnya. Parameter resistif yaitu impedansi, resistansi, dan reaktansi. Sementara parameter yang lainnya adalah gabungan kapasitansi, resistansi, dan induktansi. Walaupun pada pembahasan sebelumnya menunjukan bahwa parameter kapasitansi kurang memiliki korelasi yang kuat, namun pada pendugaan ini tetap dipakai. Hal ini dimungkinkan bahwa penggabungan beberapa parameter bisa saling menguatkan walaupun korelasi secara individu kurang bagus. Pendugaan Parameter Tingkat Keasaman Buah Jeruk Keprok Garut Dengan meninjau korelasi secara individual antara masing-masing parameter impedansi, resistansi dan reaktansi terhadap nilai pH, maka ada dua pilihan yang bisa dilakukan. Pilihan pertama adalah korelasi linier langsung, sementara pilihan kedua adalah korelasi yang nonlinier. Korelasi nonlinier dilakukan karena fungsi korelasi antara pH dengan ketiga parameter listrik tadi adalah eksponensial. Namun korelasi nonlinier ini bisa ditransformasikan dalam bentuk liniernya, yaitu dengan mengubah parameter logaritmik dari persamanan kelistrikan-pH. Hasil estimasi pH secara regresi linier berganda dengan SPSS 20 diperlihatkan tingkat linieritasnya pada Gambar 5.30. Linieritas hasil pendugaan pH dengan parameter impedansi, resistansi, dan reaktansi memperlihatkan tingkat linieritas yang cukup baik. Tingkat linieritas tertinggi terjadi untuk frekuensi 10 kHz dengan R 2 sebesar 0.93 dan SE sebesar 0.1288. Sementara pada frekuensi 100 Hz cukup rendah dengan R 2 sebesar 0.685 dan SE sebesar 0.287. Jika ditinjau dari semua koefisien deterministiknya, maka terlihat bahwa pada frekuensi 100 115 kHz dan 1 MHz juga memiliki korelasi yang bagus dimana masing-masing memiliki R 2 yang tinggi dan SE yang rendah. Sehingga jika memandang hal ini, maka bisa diambil dua frekuensi yang baik untuk pendugaan yaitu 10 kHz dan 1 MHz. Hal ini akan terlihat pengaruhnya jika kita gabungkan dengan pendugaan pada parameter kelompok kedua. Namun dengan mengingat hasil pada bab sebelumnya bahwa korelasi langsung antara masing-masing parameter kelistrikan dan fisiko kimia yang terbaik adalah untuk frekuensi 1MHz. Maka pilihan terbaik jatuh pada frekuensi 1 MHz. a b c d e Gambar 5.30 Pendugaan pH buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan parameter impedansi, resistansi, dan reaktansi secara regresi berganda linier pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHze y = x 2.70 3.10 3.50 3.90 4.30 4.70 2.70 3.10 3.50 3.90 4.30 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.10 3.50 3.90 4.30 4.70 2.70 3.10 3.50 3.90 4.30 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.10 3.50 3.90 4.30 4.70 2.70 3.10 3.50 3.90 4.30 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.10 3.50 3.90 4.30 4.70 2.70 3.10 3.50 3.90 4.30 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.10 3.50 3.90 4.30 4.70 2.70 3.10 3.50 3.90 4.30 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen 116 Hal yang sama juga dilakukan untuk pendugaan pada kelompok kedua, yaitu pendekatan linier dan nonliner. Korelasi secara individual antara masing- masing parameter induktansi, resistansi dan kapasitansi terhadap nilai pH tidak linier membawa pada ada dua pilihan tersebut. Korelasi nonlinier ini ditransformasikan dalam bentuk liniernya, yaitu dengan mengubah parameter logaritmik dari pH. a b c d e Gambar 5.31 Pendugaan pH buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan parameter resistansi, induktansi, dan kapasitansi secara regresi berganda linier pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHze Hasil estimasi pH secara regresi linier berganda dengan SPSS 20 dengan menggunakan kelompok kedua yaitu gabungan resistansi, induktansi, dan kapasitansi diperlihatkan pada Gambar 5.31. Pada gambar ini memberikan ilustrasi yang hampir sama dengan pendugaan sebelumnya. Dimana linieritas hasil y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.70 3.70 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.70 3.70 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen 117 pendugaan pH dengan parameter resistansi, induktansi, dan kapasitansi memperlihatkan tingkat linieritas yang cukup baik. Tingkat linieritas tertinggi terjadi untuk frekuensi 1MHz dengan R 2 sebesar 0.934 dan SE sebesar 0.1245. Sementara pada frekuensi 100 Hz cukup rendah dengan R 2 sebesar 0.641 dan SE sebesar 0.2909. Jika ditinjau kembali dari semua koefisien deterministiknya, maka terlihat bahwa pada frekuensi 10 kHz dan 100 kHz juga memiliki korelasi yang bagus dimana masing-masing memiliki R 2 yang tinggi dan SE yang rendah. Sehingga jika diambil frekuensi lain yang baik untuk pendugaan, maka jatuh pada frekuensi yaitu 10 kHz dengan R 2 sebesar 0.911 dan SE sebesar 0.1450. Namun tetap frekuensi terbaik adalah 1 MHz. Dengan mengambil pilihan yang baik dalam pendugaan pH ini, maka dapat dijadikan suatu pilihan yang bisa dipakai. Ketika ingin memilih mana yang terbaik, maka perlu penggabungan keduanya. Dengan mengambil rataan SE dan R 2 maka terlihat frekuensi 1 MHz memiliki nilai ratan R 2 terbesar dan SE terendah seperti pada Tabel 5.6. a b c d e Gambar 5.32 Pendugaan pH buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan parameter impedansi, resistansi, dan reaktansi secara regresi berganda nonlinier pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHze y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 pH P redi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 pH P re di ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 pH pr edi ks i pH eksperimen 118 Pada pendugaan regresi nonlinier berganda dilakukan dengan pendekatan regresi linier dengan mengubah parameter listrik dalam bentuk logaritmanya. Hal ini dilakukan mengingat persaman antar pH dan parameter listrik berbentuk tidak linier. Bentuk persamaan umumnya adalah: parameter listrik Rwgt, Xwgt, Zwgt, Cwgt, Lwgt = k.exp B. pH Sehingga ketika dibentuk dalam logaritmik maka menjadi: Ln [parameter listrik Rwgt, Xwgt, Zwgt, Cwgt, Lwgt] = Ln[k.exp B. pH] Ln [parameter listrik Rwgt, Xwgt, Zwgt, Cwgt, Lwgt] = Ln[k]+ Ln[exp B. pH] Ln [parameter listrik Rwgt, Xwgt, Zwgt, Cwgt, Lwgt] = Ln[k]+ B. pH Terlihat jelas persamaan tadi akan menuju pada persamaan linier antara logaritma dari parameter listrik dengan nilai pH langsung. Maka selanjutnya dilakukan regresi linier dari parameter logaritma kelistrikan dan pH ini. Hasil estimasi pH secara regresi berganda dengan SPSS 20 diperlihatkan tingkat linieritasnya pada Gambar 5.32. Linieritas hasil pendugaan pH dengan parameter impedansi, resistansi, dan reaktansi memperlihatkan tingkat linieritas yang cukup baik. Terlihat dari gambar bahwa tingkat linieritas antara pendugaan dan hasil eksperimen dengan regresi nonlinier lebih meningkat daripada penggunaan regresi linier seperti pada Gambar 5.30. Sehingga dapat dikatakan pendekatan regresi nonlinier ini lebih baik. Tingkat linieritas tertinggi terjadi untuk frekuensi 1 MHz dengan R 2 0.936 dan SE 0.1226. Sementara pada frekuensi 100 Hz cukup rendah dengan R 2 sebesar 0.846 dan SE sebesar 0.19071, namun nilai terendah ini masih lebih baik daripada regresi linier. Jika ditinjau dari semua koefisien deterministiknya, maka terlihat bahwa pada frekuensi 100 kHz dan 0.1 MHz juga memiliki korelasi yang bagus dimana masing-masing memiliki R 2 yang tinggi dan SE yang rendah. Namun secara keseluruhan korelasi terbaik pada 1 MHz. Tabel 5.6 Persamaan regresi linier berganda untuk pendugaan nilai pH Frek. MHz Persamaan untuk pendugaan pH R 2 R 2 rata SE SE rata RMSE RMSE rata 10 -4 10 -3 10 -2 10 -1 1 pH = 0.493E-4R wgt + 0.00013X wgt - 0.000031Z wgt + 4.18 pH = -0.000017R wgt + 0.0146L wgt + 2.5E+09C wgt + 4.11 pH = 0.0001349R wgt – 0.000219X wgt - 0.000189Z wgt + 4.41 pH = 0.0001313R wgt – 2.682L wgt – 1.1E+10Z wgt + 4.424 pH=4.531E-04R wgt -7.980E-06X wgt -1.990E- 03Z wgt +4.661 pH = 5.055E-04 R wgt -1.492E+02 L wgt - 1.0E+09 C wgt + 4.65 pH = 0.001154R wgt + 0.009648X wgt - 0.01810Z wgt + 4.714 pH = 0.001588R wgt – 735.4L wgt – 8.2E+09Z wgt + 4.788 pH = 0.01449R wgt - 0.2.270X wgt + 0.1310Z wgt + 4.724 pH = 0.013R wgt – 5.484E+05L wgt – 8.6E+10Z wgt + 4.97 0.685 0.641 0.822 0.790 0.93 0.911 0.894 0.906 0.917 0.934 0.663 0.806 0.920 0.900 0.926 0.272 0.291 0.205 0.223 0.128 0.145 0.158 0.149 0.140 0.125 0.282 0.214 0.137 0.154 0.132 0.254 0.271 0.191 0.207 0.119 0.135 0.147 0.138 0.132 0.116 0.262 0.198 0.128 0.143 0.124 119 Hasil estimasi pH secara regresi nonlinier berganda dengan SPSS 20 dengan menggunakan kelompok kedua yaitu gabungan resistansi, induktansi, dan kapasitansi diperlihatkan pada Gambar 5.33. Pada gambar ini memberikan ilustrasi yang hampir sama dengan pendugaan sebelumnya. Dimana linieritas hasil pendugaan pH dengan parameter resistansi, induktansi, dan kapasitansi memperlihatkan tingkat linieritas yang cukup baik. Tingkat linieritas tertinggi terjadi untuk frekuensi 1MHz dengan R 2 sebesar 0.937 dan SE sebesar 0.1219. Sementara pada frekuensi 100 Hz cukup rendah dengan R 2 sebesar 0.893 dan SE sebesar 0.1590. Jika ditinjau kembali dari semua koefisien deterministiknya, maka terlihat bahwa pada frekuensi 10 kHz dan 100 kHz juga memiliki korelasi yang bagus dimana masing-masing memiliki R 2 yang tinggi dan SE yang rendah. Sehingga yang baik urutan kedua untuk pendugaan, maka jatuh pada frekuensi yaitu 10 kHz dengan R 2 sebesar 0.936 dan SE sebesar 0.1225. a b c d e Gambar 5.33 Pendugaan pH buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan parameter resistansi, induktansi, dan kapasitansi secara regresi berganda nonlinier pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHze y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.7 3.2 3.7 4.2 4.7 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.7 3.2 3.7 4.2 4.7 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.7 3.2 3.7 4.2 4.7 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.7 3.2 3.7 4.2 4.7 pH pr edi ks i pH eksperimen y = x 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 2.7 3.2 3.7 4.2 4.7 pH pr edi ks i pH eksperimen 120 Dengan mengambil pilihan yang baik dalam pendugaan pH ini, maka dapat dijadikan salah satu pilihan yang bisa dipakai sebagai acuan dalam pendugaan. Dengan pendekatan regresi nonlinier ini pilihan untuk pendugaan jatuh pada 1 MHz. Hal ini dapat dilihat juga dari rataan SE dan R 2 maka terlihat frekuensi 1 MHz memiliki nilai ratan R 2 terbesar dan SE terendah seperti pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Persamaan regresi nonlinier berganda untuk pendugaan nilai pH Frek. MHz Persamaan untuk pendugaan pH R 2 R 2 ratan SE SE rata RMSE RMSE rata 10 -4 10 -3 10 -2 10 -1 1 pH =0.379 LnR wgt -0.545LnX wgt - 0.316LnZ wgt + 8.298 pH = 0.847LnR wgt -1.366LnL wgt - 0.139LnC wgt 1 4.39 pH = 2.282 LnR wgt -2.327LnX wgt - 0.596LnZ wgt + 7.295 pH = 0.721LnR wgt -1.341LnL wgt - 0.135LnC wgt -6.995 pH=1.035 LnR wgt -1.423LnX wgt - 0358LnZ wgt + 7.797 pH = 1.095LnR wgt -1.859LnL wgt - 0.044LnC wgt -13.973 pH = 0.295 LnR wgt -0.135LnX wgt - 0.943LnZ wgt + 7.415 pH = 0.341LnR wgt -1.155LnL wgt - 0.047LnC wgt -9.293 pH = 0.494 LnR wgt -2.016LnX wgt + 0.615LnZ wgt + 5.998 pH = 0.183LnR wgt -1.042LnL wgt - 0.084LnC wgt -12.521 0.846 0.893 0.888 0.850 0.936 0.936 0.931 0.921 0.936 0.937 0.8695 0.8690 0.9360 0.9260 0.9365 0.1907 0.1590 0.1623 0.1877 0.1229 0.1225 0.12709 0.1362 0.1226 0.1219 0.17486 0.17500 0.12270 0.13165 0.12225 0.1775 0.1480 0.1511 0.1748 0.1144 0.1140 0.1183 0.1268 0.1141 0.1135 0.16275 0.16295 0.11420 0.12255 0.11380 Pendugaan Parameter Rasio Kemanisan Terhadap Keasaman Dengan meninjau korelasi secara individual antara masing-masing parameter impedansi, resistansi dan reaktansi terhadap nilai TPT[H + ], maka dilakukan dua korelasi yaitu korelasi linier langsung dan korelasi yang nonlinier. Korelasi nonlinier dilakukan karena fungsi korelasinya antara pH secara langsung dengan ketiga parameter listrik tadi tidak semuanya linier. Hal yang sama seperti pada pendugaan keasaman atau pH, maka korelasi nonlinier ini bisa ditransformasikan dalam bentuk liniernya, yaitu dengan mengubah menjadi parameter logaritmik. Hasil estimasi nilai TPT[H + ] secara regresi linier berganda diperlihatkan tingkat linieritasnya pada Gambar 5.34. Linieritas hasil pendugaan TPT[H + ] dengan parameter impedansi, resistansi, dan reaktansi memperlihatkan tingkat linieritas yang kurang baik. Tingkat linieritas tertinggi terjadi untuk frekuensi 10 kHz dengan R 2 sebesar 0.8219 . Sementara untuk nilai SE sangat besar yaitu 36745.28. Sementara pada frekuensi 100 Hz tingkat linieritasnya rendah dengan R 2 sebesar 0.3239 dan SE sebesar 71584.38. Jika memandang hal ini maka bisa dikatakan terjadi error estimasi yang sangat besar. Hal ini bisa dikaitkan dengan persamaan korelasi langsung tiap parameter listrik dengan nilai TPT[H + ] yang tidak linier. Hal yang sama juga terjadi pada pendugaan dengan parameter listrik kelompok kedua. Korelasi secara individual antara masing-masing parameter induktansi, resistansi dan kapasitansi terhadap nilai TPT[H + ] yang tidak linier membawa pada ada dua pilihan tadi. 121 a b c d e Gambar 5.34 Pendugaan nilai TPT[H + ] buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan parameter resistansi, reaktansi, dan impedansi secara regresi linier berganda pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHze Hasil estimasi TPT[H + ] secara regresi linier berganda dengan menggunakan kelompok kedua yaitu gabungan resistansi, induktansi, dan kapasitansi diperlihatkan pada Gambar 5.35. Pada gambar ini memberikan ilustrasi yang hampir sama dengan pendugaan sebelumnya. Dimana linieritas hasil pendugaan TPT[H + ] dengan parameter resistansi, induktansi, dan kapasitansi memperlihatkan tingkat linieritas yang rendah. Tingkat linieritas tertinggi terjadi untuk frekuensi 1MHz dengan R 2 sebesar 0.781 dan SE sebesar 40538.94. Sementara pada frekuensi 100 Hz sangat rendah dengan R 2 sebesar 0.2533 dan SE sebesar 75228.87. Dari semua korelasi terlihat jelas bahwa koreasi linier ini tidak bagus. Walaupun koefisien deterministik masih relatif besar, namun nilai standar error yang sangat tinggi ini memberikan fakta akan kurang bagusnya pendugaan ini. Dengan mengambil rataan SE maka terlihat hampir semua frekuensi memiliki error yang besar sekali seperti pada Tabel 5.8. y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen 122 a b c d e Gambar 5.35 Pendugaan nilai TPT[H + ] buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan parameter resistansi, induktansi, dan kapasitansi secara regresi linier berganda pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHze Pada pendugaan rasio kematangan terhadap keasaman secara regresi nonlinier berganda dilakukan dengan mengubah parameter listrik dalam bentuk logaritmanya sehingga bisa dilakukan dengan pendekatan regresi linier. Hal ini dilakukan mengingat persaman antara dan parameter kelistrikan banyak yang berbentuk tidak linier. Pendekatan linier bisa dilakukan hanya untuk kapasitansinya. Bentuk persamaan umumnya adalah: parameter listrik Rwgt, Xwgt, Zwgt, Lwgt = k. [ ] Sehingga ketika dibentuk dalam logaritmik maka menjadi: y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen 123 Tabel 5.8. Persamaan regresi linier berganda untuk pendugaan nilai TPT[H + ] Frek. MHz Persamaan untuk pendugaan R 2 R 2 ratan SE SE rataan RMSE RMSE rataan 10 -4 10 -3 10 -2 10 -1 1 = -11.2R wgt + 32.28X wgt – 7.93Z wgt + 1.4E+5 = -4.025R wgt +4423.9L wgt + 9.26E+14C wgt +1.2E+5 = 20.98R wgt +48X wgt –103.8Z wgt + 1.9E+5 =30.046R wgt –573296L wgt + 1.8E+15Z wgt +1.7E+5 = 79.75R wgt +827X wgt –1127Z wgt + 2.5E+5 = 133.33 R wgt -35448997 L wgt - 3.2E+15 C wgt + 2.3E+5 = 265.38R wgt +9205X wgt – 10723Z wgt + 2.8E+5 = 519.8 R wgt –2E+9 L wgt +1.4E+16C wgt + 2.8E+5 = 5028R wgt -70248X wgt +42498Z wgt + 2.7E+5 = 3984.5 R wgt –1.6E+11L wgt +4.3E+15C wgt + 3E+5 0.324 0.253 0.607 0.469 0.822 0.683 0.752 0.717 0.748 0.783 0.2885 0.538 0.7525 0.7345 0.7655 71584.38 75228.88 54560.42 63422.79 36745.28 49045.95 43382.94 46286.66 43688.59 40538.94 73406.6 58991.6 42895.6 44834.8 42113.7 66641.43 66641.44 51045.22 51045.23 34208.00 34208.00 40387.32 40387.32 41404.96 41404.96 66641.4 51045.2 34208.0 40387.3 41404.9 Ln [parameter listrik Rwgt, Xwgt, Zwgt, Lwgt] = Ln[k. [ ] Ln [parameter listrik Rwgt, Xwgt, Zwgt, Lwgt] = Ln[k]+ Ln[ [ ] ] Ln [parameter listrik Rwgt, Xwgt, Zwgt, Lwgt] = Ln[k]+ B.Ln [ ] Terlihat jelas persamaan tadi akan menuju pada persamaan linier antara logaritma dari parameter listrik dengan logaritma [ ]. Pada parameter kapasitansi terlihat bahwa korelasinya secara linier, namun untuk konsistensi dengan parameter logaritma [ ] sehingga parameter ini juga diubah dalam bentuk logaritmanya. Sehingga bentuknya menjadi sebagai berikut: parameter listrik Cwgt = k. [ ] Ln[parameter listrik Cwgt] = Ln[k]+Ln [ ] Sehingga bentuk umumnya bisa dikatakan parameter listrik dalam bentuk logaritmanya akan sama linier untuk semua parameter jika dibentuk dalam regresi berganda. Maka selanjutnya dilakukan regresi linier dari parameter logaritma kelistrikan dan logaritma [ ] . Hasil persamaannya bisa diubah kembali dalam bentuk nilai estimasi [ ]. Hasil estimasi secara regresi berganda dengan SPSS 20 diperlihatkan tingkat linieritasnya pada Gambar 5.36 dan 5.37. 124 a b c d e Gambar 5.36 Pendugaan nilai TPT[H + ] buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan parameter resistansi, reaktansi, dan impedansi secara regresi nonlinier berganda pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHze Linieritas hasil pendugaan [ ] dengan parameter kelompok dari logaritma impedansi, resistansi, dan reaktansi memperlihatkan tingkat linieritas yang cukup baik. Hal ini jauh lebih baik daripada regresi linier pada Gambar 5.34. Terlihat dari gambar pula bahwa tingkat linieritas antara pendugaan dan hasil eksperimen dengan regresi nonlinier lebih jauh meningkat daripada penggunaan regresi linier seperti pada Gambar 5.34. Sehingga dapat dikatakan pendekatan regresi nonlinier ini lebih baik. Tingkat linieritas tertinggi terjadi untuk frekuensi y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 4.3E+04 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen 125 1 MHz dengan R 2 = 0.929; SE = 0.32579; dan RMSE = 0.303298. Sementara pada frekuensi 100 Hz cukup rendah dengan R 2 sebesar 0.822; SE sebesar 0.5152; dan RMSE sebesar 0.4796, namun nilai terendah ini masih lebih baik daripada regresi linier. Hal ini terlihat dari grafik, dari nilai R 2 , dari SE, maupun RMSE yang signifikan berbeda. Jika ditinjau dari semua koefisien deterministiknya, maka terlihat bahwa pada frekuensi 10 kHz dan 0.1 MHz juga memiliki korelasi yang bagus dimana masing-masing memiliki R 2 yang tinggi dan SE maupun RMSE yang rendah. Namun tertinggi tetap jatuh pada 1 MHz dengan rataan R 2 = 0.929; SE=0.32694; dan RMSE = 0.30436. a b c d e Gambar 5.37 Pendugaan nilai TPT[H + ] buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan parameter resistansi, induktansi, dan kapasitansi secara regresi nolinier berganda pada frekuensi 100 Hz a, 1 kHz b, 10 kHz c, 100 kHz d, dan 1MHze y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen y = x 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 1.7E+03 8.5E+03 4.3E+04 2.1E+05 T P T [H + ] p re d ik si TPT[H + ] eksperimen 126 Hasil estimasi [ ] secara regresi nonlinier berganda dengan SPSS 20 dengan menggunakan kelompok kedua yaitu gabungan logaritma resistansi, induktansi, dan kapasitansi diperlihatkan pada Gambar 5.37. Linieritas hasil pendugaan [ ] dengan parameter logaritma kelompok kedua iniadalah juga cukup baik. Nilai ini jauh lebih baik daripada regresi linier pada Gambar 5.35. Terlihat dari gambar pula bahwa tingkat linieritas antara pendugaan dan hasil eksperimen dengan regresi nonlinier lebih jauh meningkat daripada penggunaan regresi linier. Sehingga dapat dikatakan dari kelompok kedua ini juga pendekatan regresi nonlinier ini lebih baik. Tingkat linieritas tertinggi terjadi untuk frekuensi 1 MHz dengan R 2 sebesar 0.928, SE sebesar 0.32809, dan RMSE sebesar 0.305431. Sementara pada frekuensi 100 Hz cukup rendah dengan R 2 sebesar 0.866, SE sebesar 0.4468, dan RMSE 0.41594, namun nilai terendah ini masih lebih baik daripada regresi liniernya. Hal ini terlihat dari grafik, dari nilai R 2 , dari SE, maupun RMSE yang signifikan berbeda. Jika ditinjau dari semua koefisien deterministiknya, maka terlihat bahwa pada frekuensi 10 kHz dan 0.1 MHz juga memiliki korelasi yang bagus dimana masing-masing memiliki R 2 yang tinggi dan SE maupun RMSE yang rendah. Namun secara gabungan dari dua kelompok ini tetap jatuh pada 1 MHz dengan rataan R 2 tertinggi, SE dan RMSE yang terendah. Tabel 5.9. Persamaan regresi nonlinier berganda untuk pendugaan nilai TPT[H + ] Frek. MHz Persamaan untuk pendugaan R 2 R 2 ratan SE SE rataan RMSE RMSE rataan 10 -4 10 -3 10 -2 10 -1 1 Ln [ ] = 0.876LnR wgt -1.078LnX wgt – 0.995LnZ wgt +22.192 Ln [ ] = 2.179LnR wgt -3.459LnL wgt – 0.343LnC wgt -9.733 Ln [ ] = 5.697LnR wgt -5.279LnX wgt – 2.018LnZ wgt +19.679 Ln [ ] = 1.56LnR wgt -3.078LnL wgt – 0.326LnC wgt -13.466 Ln [ ] = 2.59LnR wgt -2.715LnX wgt – 1.746LnZ wgt +21.015 Ln [ ] = 3.181LnR wgt -5.127LnL wgt – 0.077LnC wgt -38.162 Ln [ ] = 0.887LnR wgt +0.898LnX wgt – 3.799LnZ wgt +20.13 Ln [ ] = 1.228LnR wgt -3.342LnL wgt – 0.080LnC wgt -26.938 Ln [ ] = 1.677LnR wgt -6.934LnX wgt +2,94LnZ wgt +15,93 Ln [ ] = 0,908LnR wgt -3,217LnL wgt – 0,161LnC wgt -38,108 0.822 0.866 0.879 0.825 0.921 0.920 0.924 0.907 0.929 0.928 0.844 0.852 0.920 0.916 0.929 0.5152 0.4468 0.4246 0.5103 0.3275 0.3319 0.3355 0.3724 0.32579 0.32809 0.4810 0.46745 0.3297 0.35395 0.32694 0.4796 0.41594 0.39527 0.475038 0.30489 0.309015 0.312337 0.346690 0.303298 0.305431 0.44777 0.43515 0.30695 0.32951 0.30436 127 Dengan mengambil pilihan regresi nonlinier dari pendugaan [ ] didapatkan bahwa nilai error jauh lebih kecil daripada regresi liniernya. Maka dapat dikatakan bahwa pilihan regresi nonlinier yang bisa dipakai sebagai acuan dalam pendugaan. Dengan pendekatan regresi nonlinier ini pilihan untuk pendugaan jatuh pada 1 MHz. Hal ini dapat dilihat juga dari rataan SE, RMSE, dan R 2 maka frekuensi 1 MHz terbaik. Kesimpulan Berdasarkan diameter standar dan berat per buah jeruk menurut SNI maka bisa dikembangkan pengelompokkan Jeruk Keprok Garut ke dalam tiga kelompok berdasarkan nilai pH yang diukur. Lebih lanjut lagi parameter pH ini bisa dikorelasikan dengan parameter kelistrikan terutama resistansi, reaktansi, impedansi, dan induktansi per massa buah. Karakteristik sifat listrik yang meliputi resistansi, reaktansi, impedansi, dan induktansi per massa buah berkorelasi baik dengan parameter kualitas buah Jeruk Keprok Garut yang ditandai dengan parameter keasaman, kekerasan, dan rasio kemanisan terhadap keasaman. Buah jeruk yang mengalami peningkatan kualitas dan kematangan bisa diindikasikan dengan adanya penurunana parameter resistansi, reaktansi, impedansi, dan induktansi per massa buah. Parameter kapasitansi memiliki korelasi yang kurang kuat terhadap parameter kualitas tingkat kematangan buah Jeruk Keprok Garut. Namun secara penggabungan parameter ini memberikan pendukungan terhadap pendugaan pH dan rasio kemanisan terhadap keasaman. Buah jeruk yang mengalami peningkatan kualitas dan kematangan diikuti dengan adanya peningkatan kapasitansinya. Pendugaan nilai pH buah jeruk bisa digunakan dengan dua pendekatan yaitu regresi linier berganda dan regresi nonlinier berganda dalam bentuk persamaan logaritmiknya. Pendugaan terbaik adalah pada frekuensi 1 MHz. Pendugaan nilai [ ] buah jeruk hanya baik jika digunakan dengan pendekatan regresi nonlinier berganda dalam bentuk persamaan logaritmiknya. Pendugaan terbaik adalah pada frekuensi 1 MHz.

BAB 6 KORELASI DAN KATEGORI KUALITAS JERUK KEPROK GARUT